Anda di halaman 1dari 73

Kampus Semangat PAGI

BUKU AJAR BIMBINGAN DAN KONSELING DI


PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)

(Digunakan di Lingkungan Universitas PGRI Adi Buana


Surabaya)

Dr. Jahju Hartanti, M.Psi.

Dimas Ardika Miftah Farid, M.Pd.

2
Kampus Semangat PAGI

BUKU AJAR DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING

Dr. Jahju Hartanti, M.Psi.


Dimas Ardika Miftah Farid, M.Pd.

Editor :

Lucky Nindi Riandika M., M.Pd.

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS PEDAGOGI DAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat, hidayah dan inayah kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku ajar “Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling”.
Keberhasilan penulisan buku ajar ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
dari semua pihak, untuk itu perkenankan penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. M. Subandowo, M.S. selaku Rektor Universitas PGRI Adi


Buana Surabaya.
2. Bapak Sutijono, M.M. selaku dosen senior yang banyak memberikan
masukan dalam penulisan buku ajar ini.
3. Teman-teman dosen Prodi Bimbingan dan Konseling yang banyak
memberikan masukan dalam penulisan buku ajar ini.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian buku ajar ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan buku ajar ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran positif penulis harapkan
demi kesempurnaan buku ajar ini. Penulis berharap semoga buku ajar ini
dapat memberikan kontribusi yang positif dalam peningkatan kualitas
pendidikan Bimbingan dan Konseling pada khususnya.

Surabaya, Februari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................... ii

BAB I HAKIKAT BIMBINGAN DAN KONSELING DI JENJANG


PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling ...................................... 3
B. Tujuan Bimbingan dan Konseling ............................................. 6
C. Asas Bimbingan dan Konseling ................................................ 7
D. Sosok Konselor Utuh ................................................................. 11
E. Fungsi Bimbingan dan Konseling ............................................... 12
F. Prinsip Bimbingan dan Konseling .............................................. 15
G. Bimbingan dan Konseling di PAUD .......................................... 18
H. Latihan Soal ................................................................................ 19

BAB II BIMBINGAN DAN KONSELING BAGI ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS
A. Anak Berkebutuhan Khusus …………………........................... 21
B. Kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam Anak Berkebutuhan
Khusus …………………........................................................... 24
C. Peran Konselor Dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. 27
D. Latihan Soal....................................................................................... 29

BAB III PENGEMBANGAN PROGRAM PEMBERIAN LAYANAN


BIMBINGAN DAN KONSELING DI PAUD BERBASIS
KURIKULUM MERDEKA
A. Program Bimbingan dan Konseling di Jenjang
PAUD.......................................................................................... 31
B. Pengembangan Program Layanan BK Anak Usia Dini Berbasis
Kurikulum Merdeka .................................................................... 32
C. Hambatan Pelaksanaan Layanan BK di Jenjang PAUD..............
35
D. Penyusunan Program Layanan BK di PAUD Berbasis Kurikulum
Merdeka ....................................................................................... 39
E. Latihan Soal ............................................................................... 41

BAB IV EVALUASI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI


PAUD
A. Aspek-aspek Layanan Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini... 43
B. Prosedur Evaluasi Layanan Bimbingan dan Konseling di PAUD… 54
C. Pihak yang Terlibat dalam Kegiatan Evaluasi BK di PAUD……… 56
D. Pelaksanaan Kegiatan Evaluasi BK di PAUD ................................. 57
E. Latihan Soal...................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 65
HALAMAN PENDAHULUAN

Deskripsi Mata Kuliah:


Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini adalah mata kuliah
yang mempelajari tentang konsep pemberian layanan bimbingan dan
konseling pada anak usia dini di jenjang PAUD, yang di dalamnya terdapat
apa saja makna dalam bimbingan konseling, ranah bimbingan dan konseling
di PAUD, penyusunan program pemberian layanan BK pada anak usia dini,
hingga komponen evaluasi dalam pelaksanaan BK di PAUD.

Kompetensi yang Diharapkan Adalah:


1. Mahasiswa mampu menguasai konsep bimbingan dan konseling di
PAUD.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan kedudukan BK dan fungsi BK
dalam satuan pendidikan PAUD.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip dan landasan pentingnya BK
di PAUD.
4. Mahasiswa mampu menyusun program pemberian layanan BK di
PAUD.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan komponen evaluasi program BK di
PAUD.

2
BAB I
HAKIKAT BIMBINGAN DAN KONSELING DI JENJANG
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling


1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan terjemahan dari “guidance” dalam bahasa
Inggris. Secara harfiah, istilah “guidance” memiliki kata dasar “guide”
berarti: (1) mengarahkan, (2) memandu, (3) mengelola, dan (4) menyetir.
Menurut Hallen (2005: 2), “guindance” berasal dari kata kerja “to guide”
yang mempunyai arti “menunjukan, membimbing, menuntun, ataupun
membantu”. Berikut pengertian bimbingan yang dikemukakan para ahli.
a. Bimbingan menurut Willis (2011: 14) adalah proses bantuan terhadap
individu agar ia memahami dirinya dan dunianya, sehingga dengan
demikian ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya.
b. Menurut Crow & Crow dalam Aqib, (2013: 94), bimbingan merupakan
bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang
memiliki kepribadian yang memadai dan telah terlatih dengan baik
kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur
kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya
sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri.
c. Winkel (2005: 27) mendefinisikan bimbingan sebagai suatu usaha untuk
melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi
tentang dirinya sendiri, suatu cara untuk memberikan bantuan kepada
individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan
efektif.
d. Menurut Bernard & Fullmer (dalam Prayitno, 2013: 95) bimbingan
merupakan segala kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi
pribadi setiap individu.

3
Dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada satu individu atau
beberapa individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri
dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

2. Pengertian Konseling
Konseling merupakan terjemahan istilah bahasa inggris dari kata
“counseling”. Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa Latin,
yaitu “consilium” yang berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan
menerima atau memahami. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah
konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau
“menyampaikan”. Berikut pengertian konseling yang dikemukakan para ahli.
a. Menurut Jones (dalam Prayitno 2013: 100) konseling yaitu kegiatan
dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa
difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang
bersangkutan dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam
pemecahan masalah itu. Konselor tidak memecahkan masalah untuk
klien. Konseling harus ditunjukkan pada perkembangan yang progresif
dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa
bantuan.
b. Konseling menurut Tohirin (2013: 24) adalah kontak atau hubungan
timbal balik antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani
masalah klien, yang didukung oleh keahlian dalam suasana yang laras
dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang
berguna bagi klien.
c. Tolbert (dalam Prayitno dan Amti 2004:101) menjelaskam bahwa
konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka

4
antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan
kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya. Dalam hal ini
konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan
kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan
menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan
pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar
bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-
kebutuhan yang akan datang.

Dapat disimpulkan bahwa konseling adalah proses pemberian


bantuan kepada orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya
sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu
menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya; dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli yang disebut konselor
kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yaitu konseli yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli.

3. Pengertian Bimbingan dan Konseling


Berikut akan sajikan beberapa pengertian Bimbingan dan Konseling
a. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Tentang
Bimbingan Dan Konseling Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan
Menengah Nomor 111 tahun 2014 Pasal 1 Butir 1 ”Bimbingan dan
Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan
serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan
Konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli
untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya”.
b. Bimbingan dan konseling menurut Tohirin (2013: 25) adalah proses
bantuan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu
(konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik

5
antara keduanya, supaya konseli mempunyai kemampuan atau
kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mempunyai
kemampuan memecahkan masalahnya sendiri.
c. Hikmawati (2011: 1) berpendapat bahwa bimbingan dan konseling
adalah layanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan
maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara
optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan
sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai
jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang
berlaku.
Berdasar uraian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa
bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan kepada peserta
didik yang dilakukan oleh konselor yang mengalami permasalahan pribadi,
sosial, karir dan belajar melalui layanan-layanan yang terdapat dalam
bimbingan dan konseling sehingga konseli mampu secara mandiri dalam
menyelesaikan permasalahannya.

B. Tujuan Bimbingan dan Konseling


Tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu
individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar
dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang
keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan
positif lingkungannya. Dalam kaitan ini, bimbingan dan konseling
membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya
yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan,
penyesuaian dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan
lingkungannya.

6
Tujuan khusus layanan bimbingan dan konseling adalah membantu
konseli agar mampu: (1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya;
(2) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir dan
kehidupannya di masa yang akan datang; (3) mengembangkan potensinya
seoptimal mungkin; (4) menyesuaikan diri dengan lingkungannya; (5)
mengatasi hambatan atau kesulitan yang dihadapi dalam kehidupannya.

C. Asas Bimbingan dan Konseling


Layanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional.
Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan, dan
penyikapan (yang meliputi unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan)
terhadap kasus, pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan
mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan
lain-lainnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling
kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling,
yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan
pelayanan itu. Keberhasilan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh
diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan. Asas kerahasiaan menuntut dirahasiakannya segenap
data dan keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran layanan, yaitu
data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh
orang lain. Konselor berkewajiban penuh untuk memelihara dan
menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-
benar terjamin.
2. Asas Kesukarelaan. Asas kesukarelaan menghendaki adanya kesukaan
dan kerelaan konseli untuk mengikuti atau menjalani layanan yang
diperlukan baginya tanpa ada paksaan dari pihak lain. Konselor
memberikan bantuan dengan ikhlas tanpa ada yang memaksa. Konselor

7
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut. Di
pihak konselor, ia adalah seorang ahli konseling yang memiliki nilai,
sikap, pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan pengalaman yang
memadai, dengan sadar, suka dan rela memberikan pelayanan kepada
konseli.
3. Asas Keterbukaan. Asas keterbukaan menghendaki agar konseli yang
menjadi sasaran layanan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di
dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam
menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya. Konselor berkewajiban mengembangkan
keterbukaan konseli. Agar konseli dapat terbuka, konselor terlebih
dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas Kegiatan. Asas kegiatan menghendaki agar konseli yang menjadi
sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan
layanan bimbingan. Hasil pelayanan bimbingan dan konseling tidak
akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus diupayakan dengan
kerja keras, semangat yang tinggi, dan pantang menyerah. Konselor
hendaknya mendorong, memotivasi dan membangkitkan semangat
konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan bimbingan dan konseling
yang diperuntukkan baginya.
5. Asas Kemandirian. Konseli diharapkan menjadi individu yang mandiri
dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya,
mampu mengambil keputusan mengarahkan serta mewujudkan diri
sendiri secara optimal sesuai dengan potensinya.
6. Asas kekinian. Objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah
permasalahan konseli dalam kondisinya sekarang. Layanan yang
berkenaan dengan masa depan atau kondisi masa lampau pun dilihat

8
dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang
diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan. Asas dinamis yaitu asas bimbingan dan konseling
yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan yang sama
kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu. Usaha pelayanan bimbingan
dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri konseli,
yaitu perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku itu
bersifat maju (progressive) bukan perubahan mundur (regressive),
dengan demikian konseli mengalami kemajuan ke arah perkembangan
pribadi yang dikehendaki.
8. Asas Terpadu. Asas terpadu menghendaki agar berbagai layanan
kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang harmonis dan
terpadu. Untuk ini kerja sama antara konselor dan pihak lain yang
berperan dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling perlu untuk
terus dikembangkan. Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor
perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan konseli dan
aspek lingkungan konseli sebagai sumber yang dapat diaktifkan untuk
menangani masalah konseli. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan
serasi, seimbang, dan selaras untuk menunjang proses konseling.
9. Asas Kenormatifan. Asas kenormatifan menghendaki agar segenap
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan kepada nilai
dan norma yang ada, tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma
yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat
istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Lebih jauh,
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat

9
meningkatkan kemampuan konseli memahami, menghayati, dan
mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian. Layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Para pelaksana
bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam
bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus. Asas ini menghendaki agar pihak-pihak yang
tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
secara cepat dan tuntas atas suatu permasalahan klien
mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, dari gugu-
guru lain, atau ahli lain; dan demikian pula konselor dapat
mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran atau praktik dan
lain-lain. Tidak semua masalah yang dialami konseli menjadi wewenang
konselor. Artinya konselor memiliki keterbatasan kewenangan
berdasarkan kode etik profesi konseling. Bila konseli mengalami
masalah emosi yang berat, seperti stres berat, gangguan kepribadian
yang serius serta sakit jiwa, maka kasus yang demikian ini di luar
kewenangan konselor, maka harus dialihtangankan kepada pihak lain
yang memiliki kewenangan tersebut. Contoh kasus gangguan
kepribadian berat menjadi wewenang psikiater, kasus gangguan fisik
(medis) wewenang dokter, dan sebagainya.
12. Asas Tut Wuri Handayani. Asas ini menghendaki agar layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat
menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman),
menegembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan
serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada konseli untuk maju.
Penerapan asas tut wuri handayani pada pendidikan seyogianya

10
dilengkapi dengan “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa”
yang artinya di depan konselor harus dapat berperan sebagai panutan
(keteladanan), dan di tengah konselor juga harus mampu membangun
kehendak konseli dan mengembangkan motivasi konseli dalam
menjalankan aktivitas yang bersifat memajukan diri (progressive).

D. Sosok Konselor Utuh


Tabel 1. Kriteria Konselor yang Utuh

Unjuk Kerja Bimbingan dan Konseling yang Memandirikan

Memahami secara Menyelenggarkan Menguasai landasan


mendalam konseli bimbingan dan konseling teoritik Bimbingan
yang hendak dilayani: yang memandirikan: dan konseling
Menghargai dan Menguasai konsep dan Menguasai teori
menjunjung tinggi praksis assessment dan praksis
nilai-nilai untuk memahami bimbingan dan
kemanusiaan, kondisi kebutuhan dan konseling
individualitas, masalah konseli Menguasai
kebebasan memilih Merancang bimbingan kerangka teoitik
dan mengedepankan dan konseling dan praksis
kemaslahatan konseli Mengimplementasikan bimbingan dan
dalam konteks program bimbingan dan konseling
kemaslahatan umum konseling yang Menguasai esensi
Mengaplikasikan konprehensif pelayanan
perkembangan Menilai proses dan hasil bimbingan dan
fisiologis dan kegiatan bimbingan dan konseling dalam
psikologis serta konseling jalur, jenis, dan
perilaku konseli Memanfaatkan hasil jenjang satuan
dalam bingkai budaya penilaian terhadap pendidikan
Indonesia, dalam proses dan hasil Menguasai konsep
konteks kehidupan kegiatan bimbingan dan dan praksis
global yang beradab konseling penelitian dalam
bimbingan dan
konseling

11
E. Fungsi Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling memiliki 10 fungsi yang dirasa sangat


bermanfaat bagi peserta didik ataupun konseli. Konselor harus melaksanakan
ataupun mengaplikasikan kesepuluh fungsi tersebut demi terlaksananya
layanan bimbingan dan konseling yang efektif, efisien dan akuntabel.
Berikut adalah 10 fungsi dalam bimbingan dan konseling.

1. Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman yaitu membantu peserta didik menghasilkan
pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan
kepentingan pengembangan peserta didik ataupun konseli.
Pemberian paemahaman kepada peserta didik maupun konseli merupakan
salah satu tujuan dalam proses pemberian layanan bimbingan dan konseling.
Pemahaman tersebut bukan hanya sekedar mengenal peserta didik ataupun
konseli, tetapi pemahaman yang menyangkut peserta didik ataupun konseli
dan bahkan kondisi lingkungan ataupun latar belakang dari peserta didik
ataupun konseli. Dalam proses konseling individu maupun konseling
kelompok, fungsi pemahaman juga harus diaplikasikan, karena konseli harus
memahami masalah yang dialaminya. Jika seorang konseli tidak memahami
masalah yang dimilikinya, maka motivasi untuk memecahkan masalahnya
akan rendah, tetapi jika konseli mampu untuk memahami masalah yang
benar-benar dia alami, maka respon konseli akan lebih cepat dalam
mengentaskan masalahnya.

2. Fungsi Pencegahan

12
Fungsi Pencegahan yaitu membantu peserta didik/konseli
menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai
permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat mengganggu,
menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian tertentu
dalam proses perkembangannya. Horner & McElhaney (1993) berpendapat
bahwa konselor professional tugasnya dipenuhi dengan perjuangan dalam
usaha menyingkirkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi
perkembangan individu, dan upaya pencegahan itu dapat menghalangi
perkembangan individu, upaya pencegahan tidak sekedar ide yang brilian,
tetapi suatu keharusan yang etis. Sehingga dapat diartikan bahwa tugas
seorang konselor haruslah memberikan pemahaman agar fungsi pencegahan
dapat diaplikasikan oleh peserta didik atau konseli.

3. Fungsi Fasilitasi
Fungsi fasilitasi yaitu memberikan kemudahan kepada konseli dalam
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan
seimbang seluruh aspek pribadinya. Tugas dari konselor dalam fungsi
fasilitasi adalah konselor haruslah memfasilitasi peserta didik ataupun
konseli dalam mengembangkan kemampuan, baik bakat dan minat, ataupun
layanan konseling individu, konseling kelompok bagi yang memiliki
masalah, serta memberikan layanan bimbingan kelompok bagi siswa yang
menginginkan bimbingan kelompok. Intinya, seorang konselor haruslah siap
sebagai fasilitator demi peserta didik atau konseli.

4. Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian yaitu membantu konseli agar dapat
menyesuaikan diri dengan diri sendiri dan dengan lingkungannya secara
dinamis dan konstruktif. Dalam fungsi penyesuaian, konselor diharapkan
membantu peserta didik atau konseli untuk bergerak dinamis dengan

13
penyesuaian dengan lingkungan saat ini. Fungsi penyesuaian dalam
bimbingan dan konseling lebih sering diaplikasikan dengan peserta didik
atau konseli yang berada pada lingkungan yang baru, misalnya sekolah yang
baru, mempunyai teman yang baru, dan lain sebagainya.

5. Fungsi Penyaluran
Fungsi penyaluran yaitu membantu konseli merencanakan
pendidikan, pekerjaan dan karir masa depan, termasuk juga memilih program
peminatan, yang sesuai dengan kemampuan, minat, bakat, keahlian dan ciri-
ciri kepribadiannya. Penyaluran juga berfungsi membantu para pelaksana
pendidikan termasuk kepala satuan pendidikan, staf administrasi, dan guru
mata pelajaran atau guru kelas untuk menyesuaikan program dan aktivitas
pendidikan dengan latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan
kebutuhan peserta didik/konseli.

6. Fungsi Adaptasi
Fungsi adaptasi yaitu membantu para pelaksana pendidikan termasuk
kepala satuan pendidikan, staf administrasi, dan guru mata pelajaran atau
guru kelas untuk menyesuaikan program dan aktivitas pendidikan dengan
latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta
didik/konseli.

7. Fungsi Perbaikan dan Penyembuhan.


Fungsi perbaikan dan penyembuhan yaitu membantu peserta
didik/konseli yang bermasalah agar dapat memperbaiki kekeliruan berfikir,
berperasaan, berkehendak, dan bertindak. Konselor atau guru bimbingan dan
konseling melakukan memberikan perlakuan terhadap konseli supaya
memiliki pola fikir yang rasional dan memiliki perasaan yang tepat, sehingga
konseli berkehendak merencanakan dan melaksanakan tindakan yang
produktif dan normatif.

14
8. Fungsi Pemeliharaan
Fungsi pemeliharaan yaitu membantu peserta didik/konseli supaya
dapat menjaga kondisi pribadi yang sehat-normal dan mempertahankan
situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi pemeliharaan
disini bukan hanya diartikan sebagai hal-hal tetap utuh, tidak rusak, tetapi
mengusahakan hal tersebut bertambah baik, bertambah indah,
menyenangkan, dan memiliki nilai lebih dibanding sebelumnya. Perhatian
seorang konselor sekarang haruslah mengoptimalkan kondisi peserta didik
ataupun konseli saat ini yang sudah positif dikembangkan lagi lebih efektif
dan bergerak dinamis.

9. Fungsi Pengembangan
Fungsi pengembangan yaitu menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif, yang memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli melalui
pembangunan jejaring yang bersifat kolaboratif. Dalam pengaplikasian,
seorang konselor seharusnya bisa mengoptimalkan perkembangan manusia
sekarang. Dengan demikian, ketika konselor menjalankan fungsi
pengembangan, konselor harus menyadari bahwa pelayanan yang
diberikannya itu sebenarnya juga mengemban fungsi pengembangan.

10. Fungsi Advokasi


Fungsi advokasi yaitu membantu peserta didik/konseli dalam
pembelaan sebagai upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal.
Dalam dinamika yang terjadi di sekolah terkadang konselor perlu “membela”
individu yang harus “dibela”, bukan berarti konselor memihak salah satu
peserta didik ataupun konselor yang sedang berselisih pendapat, tetapi
konselor memberikan pembelaan disini agar segera terselesaikannya masalah
yang terjadi antara peserta didik ataupun konselinya.

15
F. Prinsip Bimbingan Dan Konseling
1. Prinsip yang berkenaan dengan Sasaran Layanan Bimbingan dan
Konseling
Dalam prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan bimbingan
dan konseling, sasarannya diperuntukkan bagi peserta didik atau konseli,
baik individu maupun kelompok. Prinsip ini berarti bahwa layanan
bimbingan dan konseling diberikan kepada semua peserta didik atau konseli,
baik yang tidak bermasalah sebagai preventif maupun yang bermasalah
dengan layanan konseling, baik pria maupun wanita, baik anak-anak, remaja,
maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan
lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif);
dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
Bimbingan dan konseling dalam sasaran berkenaan juga dengan sikap dan
tingkah laku individu yang terbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang
memiliki kompleksifitas dan keunikan. Setiap aspek pola kepribadian yang
memiliki kompleksifitas yang potensial dan mengarah kepada sikap dan
pola-pola tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh karena itu, layanan
bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian
individu terhadap segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan
berbagai aspek perkembangan individu.

2. Prinsip Bimbingan dan Konseling sebagai Proses Individuasi


Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui
bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan
keunikannya tersebut. Walaupun layanan bimbingan dan konseling
menjangkau setiap bidang perkembangan dan kehidupan individu, namun
bidang bimbingan pada umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang
menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuain
diri di rumah, di sekolah serta berkaitan dengan pekerjaan. Keadaan social,

16
ekonomi, dan politik yang tidak menguntungkan merupakan faktor dari
individu dan hal itu menuntut perhatian seksama dari konselor dalam
membantu konseli memecahkan masalahnya.

3. Prinsip Layanan Bimbingan dan Konseling Menekankan Hal yang


Positif
Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang
negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara
yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut,
bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan
kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk
membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan
dorongan, dan peluang untuk berkembang.

4. Prinsip Bimbingan dan Konseling yang Merupakan Usaha Bersama


Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi
juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan
peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.

5. Prinsip Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial


dalam Bimbingan dan konseling
Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan
pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk
memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat
penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan
oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-
timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui
pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan
secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus
dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan

17
kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil
keputusan.

6. Prinsip Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai


Setting (Adegan) Kehidupan
Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah
atau Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan atau industri,
lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya.
Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek
pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

G. Bimbingan dan Konseling di Pendidikan Usia Dini (PAUD)


Bimbingan dan konseling dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
dapat diartikan sebagai upaya bantuan yang dilakukan guru/pendamping
terhadap anak usia dini agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal serta mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi
anak tersebut (Syaodih & Agustin, 2014).
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di PAUD biasanya jarang
dilakukan oleh konselor, tetapi dipraktikkan oleh guru PAUD sendiri.
Padahal seharusnya konselor haruslah ada di PAUD, karena konselor dapat
memberikan pemahaman tentang kepribadian anak, pengembangan minat
dan bakat anak. Hal itu didukung oleh pendapat dari Syaodih & Agustin
(2014). Syaodih & Agustin (2014) berpendapat bahwa adanya layanan
bimbingan dan konseling pada anak usia dini dilakukan untuk membantu
anak agar lebih mengenal dirinya, kemampuannya, sifatnya, kebiasaannya
dan kesenangannya. Mengembangkan potensi yang dimiliki anak mengatasi
kesulitan-kesulitan yang di hadapi oleh anak Menyiapkan perkembangan
mental dan sosial anak untuk masuk kelembaga pendidikan pada jenjang
selanjutnya.

18
Layanan bimbingan dan konseling yang diberikan di PAUD haruslah
mencakup seluruh aspek perkembngan anak yang meliputi nilai moral,
kecerdasan sosial-emosional, dan pengenalan bakat anak. Layanan
bimbingan dan konseling tidak semata dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan anak maupun ketika anak memiliki masalah, tetapi pemberian
layanan bimbingan dan konseling yang diberikan oleh konselor hendaknya
berkelanjutan dan berorientasi pada aspek perkembangan anak.
Berikut adalah beberapa fungsi dari bimbingan dan konseling di
jenjang PAUD meliputi:
1. Bimbingan dan konseling yang dilakukan dapat membantu orang tua
siswa dalam mengatasi gangguan emosi pada anak yang berhubungan
dengan situasi keluarga di rumah ataupun di luar rumah.
2. Memberikan pandangan maupun pengertian terhadap orang tua siswa
untuk membantu orang tua siswa agar mengerti, memahami dan
menerima anak sebagai individu yang unik dan memiliki karakter yang
mungkin berbeda dengan teman seusianya.
3. Memberikan informasi ataupun tips kepada orang tua siswa untuk
memecahkan masalah kesehatan mental anak.
4. Membantu orang tua siswa mengambil keputusan dalam memilihkan
studi lanjut bagi anaknya sesuai dengan kemampuan atapun bakat dan
minat siswa.

A. Latihan Soal
Kerjakan latihan soal berikut ini.
1. Peran guru PAUD di sekolah diharapkan juga dapat memberikan
layanan BK pada anak usia dini sesuai perkembangan dan
kebutuhannya. Apa contoh kegiatan yang melibatkan keilmuan
Bimbingan dan Konseling di jenjang PAUD?

19
2. Apa yang terjadi jika layanan Bimbingan dan Konseling tidak terlaksana
atau tidak diimplementasikan di jenjang PAUD?
3. Apa strategi yang dilakukan oleh konselor/guru PAUD agar anak usia
dini dapat mengembangkan potensinya sejak dini?
4. Bagaimanakah peran dari konselor, wali kelas, dan orang tua dalam
upaya pencegahan permasalahan yang terjadi pada anak usia dini?

20
BAB II
BIMBINGAN DAN KONSELING BAGI ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS

A. Anak Berkebutuhan Khusus


Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara
signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-
intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/
penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak
signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus,
anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Anak – anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas
tersebut dalam proses perkembangannya memerlukan adanya layanan
pendidikan khusus. Dengan demikian, ABK dapat diartikan sebagai anak
yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas yang tidak bisa
disamakan dengan anak normal pada umumnya sehingga dalam
perkembangannya diperlukan adanya layanan pendidikan khusus agar
potensinya dapat berkembang secara optimal.
Anak berkebutuhan khusus memiliki keragaman sifat, perilaku,
karakteristik, dan bentuknya yaitu:
1. Kelompok ABK dilihat dari aspek kecerdasan (intelegensi)
Dari aspek kecerdasan, anak kelompok ini terdiri dari kelompok ABK
berintelegensi di atas rata-rata (supernormal) dan kelompok ABK yang
berintelegensi di bawah rata-rata (subnormal). ABK supernormal meliputi:

21
a. Super cerdas/gifted (IQ>140),
b. Sangat cerdas/full bright (IQ 130-140),
c. Cerdas/rapid (IQ 120-130),
d. Atas normal (IQ110-120).
2. Kelompok ABK subnormal (tunagrahita) meliputi:
a. Bawah rata-rata/dull normal (IQ 80-90)
b. Moron/ border line (IQ 70-80)
c. Debil (IQ 60-70)
d. Imbisil (30-60)
e. Idiot (IQ<30)
3. Kelompok ABK dilihat dari aspek fisik/jasmani:
Dilihat dari fisik atau jasmani kelompok anak ini dibagi menjadi
beberapa kategori yaitu:
a. Tunanetra
Individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi
sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti
orang awas. Tunanetra dibagi menjadi dua yaitu:
1) Kurang awas (low vision), yaitu anak yang masih memiliki sisa
penglihatan sedemikian rupa sehingga masih dapat sedikit melihat
atau membedakan gelap dan terang.
2) Buta (blind), yaitu anak yang sudah tidak bisa atau tidak memiliki
sisa penglihatan sehingga tidak bida membedakan gelap dan terang.
b. Tunarungu
Yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi
secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat
bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak tuna rungu dapat dibagi menjadi:

22
1) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB
(slight losses)
2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30- 40 dB
(mild losses)
3) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB
(moderate loses)
4) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB
(severe lossses). Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran
antara 75 dB keatas (profoundly losses).
c. Tunadaksa
Anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menatap pada alat
gerak (tulang,sendi,otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus. Tunadaksa dibagi menjadi dua
kategori yaitu:
1) Tunadaksa orthopedic(orthopedically handicapped) yaitu
mereka yang mengalami kelainan kecacatan tertentu
sehingga menyebabkan terganggunya fungsi tubuh.
2) Tunadaksa syaraf (neurologically handicapped) yaitu
kelainan yang terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan
gangguan pada urat syaraf.
d. Anak Dengan Gangguan Emosi dan Perilaku (Tunalaras)
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-
norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun
masyarakat pada umumnya,sehingga merugikan dirinya maupun
orang lain.
e. Kelompok ABK dilihat dari aspek atau jenis tertentu

23
1) Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang
disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat
yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial,
komunikasi dan perilaku. Anak yang mengindap autis pada
umumnya menunjukkan perilaku tidak senang kontak mata
dengan orang lain, kurang suka berteman, senang menyendiri
dan asyik dengan dirinya sendiri.
2) Hiperaktif berasal dari kata hiper yang berarti kuat, tinggi,
lebih, sedangkan kata aktif berarti gerak atau aktifitas jasmani.
Dengan demikian hiperaktif berarti anak yang memiliki gerak
jasmani yang lebih atau melebihi teman – teman seusianya.
Bisa juga dikatakan anak yang memiliki gejala – gejala
perilaku yang melebihi kapasitas anak – anak yang normal.
Misalnya: tidak dapat duduk dengan waktu yang relatif cukup,
senang berpindah – pindah tempat duduk saat kegiatan belajar
berlangsung.
3) Anak berkesulitan belajar dimana kondisi anak yang secara
nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik
khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca,menulis
dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena
faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena faktor
intelegensi (intelegensinya normal bahkan ada yang diatas
normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

B. Kedudukan Bimbingan dan Konseling bagi Anak Berkebutuhan


Khusus
Kedudukan konselor bagi anak berkebutuhan khusus adalah:

24
a. Sebagai seorang konselor harus saling berkaitan dengan guru
PLB karena nantinya setelah menganalisa seorang anak
berkebutuhan khusus maka konselor akan memberi konsultasi
menangani perkembangannya.
b. Sebagai sarana komunikasi antara ibu dan anak dengan dibantu
oleh seorang guru PLB dan konselor.
Peran Bimbingan dan Konseling bagi Anak Berkebutuhan Khusus
1. Bimbingan dan Konseling Sebagai Layanan
Bimbingan dan konseling sebagai layanan sedikitnya
memerlukan 4 pendekatan (pendekatan krisis, remedial, pencegahan,
dan perkembangan). Pendekatan perkembangan dipandang
pendekatan yang komprehensif sehingga disebut pendekatan
komprehensif.
Sebagai layanan yang memiliki pendekatan yang komprehensif
maka ada beberapa komponen di dalamnya, yaitu: asumsi dasar dan
kebutuhan dasar, teori bimbingan perkembangan, kurikulum dan
tujuan bimbingan perkembangan, prinsip-prinsip bimbingan
perkembangan, program bimbingan dan konseling, serta kebutuhan
acuan yuridis dan model nasional untuk memperoleh standar layanan
juga untuk melindungi layanan bimbingan dan konseling sebagai
profesi.
Sebagai profesi (konselor) maka dibutuhkan aturan-aturan dan
penatalaksanaan layanan agar tidak tumpang tindih dengan profesi
lain terutama dengan profesi guru. Untuk itu perlu adanya penataan
pendidikan profesional konselor dan layanan bimbingan dan
konseling dalam jalur pendidikan formal.
Kebutuhan konselor di sekolah luar biasa (SLB) idealnya
adalah ada di setiap SLB. Tapi minimalnya ada satu konselor dalam

25
satu gugus SLB. Keberadaan konselor diharapkan mampu mengatasi
permasalahan diluar kemampuan dan kewenangan guru, misalnya
melakukan layanan bimbingan dan konseling kepada orang tua ABK.

2. Kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus


Pada dasarnya kebutuhan anak berkebutuhan khusus sama
dengan anak-anak lain pada umumnya (kebutuhan jasmani dan
rohani). Tapi ada hal-hal khusus yang membutuhkan penanganan
khusus, biasanya berkaitan dengan kelainan atau kecacatan yang
disandangnya. Di dalam prosesnya dapat berupa pendidikan,
pembelajaran yang mendidik dan memandirikan, terapi, layanan
bimbingan dan konseling, layanan medis, dll.
Penanganan itu tentunya dilakukan oleh profesi yang sesuai
dengan bidangnya. Artinya akan banyak ahli yang terlibat dalam
rangka memenuhi kebutuhan ABK itu. Sehingga dikenal dengan
pendekatan multidisipliner. Para ahli dari berbagai bidang
berkolaborasi memberikan layanan yang terbaik untuk memenuhi
kebutuhan ABK agar berkembangan secara optimal. Kebutuhan
Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Mengenai kebutuhan layanan bimbingan dan konseling ini,
Thompson dkk (2004) menuliskan garis besarnya sebagai berikut:
a. Anak harus mengenal dirinya sendiri
b. Menemukan kebutuhan ABK yang spesifik sesuai dengan
kelainannya. Kebutuhan ini muncul menyertai kelainannya.
c. Menemukan konsep diri
d. Memfasilitasi penyeusaian diri terhadap kelainan/kecacatanya
e. Berkoordinasi dengan ahli lain
f. Melakukan konseling terhadap keluarga ABK

26
g. Membantu perkembangan ABK agar berkembang efektif,
memiliki keterampilan hidup mandiri
h. Membuka peluang kegiatan rekreasi dan mengembangkan hobi
i. Mengembangkan keterampilan personal dan sosial
j. Besama-sama merancang perencanaan pendidikan formal,
pendidikan tambahan, dan peralatan yang dibutuhkan

C. Peran Konselor Dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


Tidak dipungkiri lagi bahwa pendidikan dalam setting inklusi
membutuhkan kerja sama antar profesional. Guru yang memiliki peran
sentral dalam proses pembelajaran sungguh strategis posisinya. Guru selalu
berada di kelas bersama anak-anak, belajar bersama, bermain bersama,
berkomunikasi dan berinteraksi. Proses interaksi yang intensif dan kontinyu
menjadikan guru sangat memahami karakteristik problematic setiapa anak.
Tentu dalam hal ini berkaitan dengan perkembangan pendidikan siswa,
kognitif, perilaku dalam proses pembelajarannya. Artinya ada banyak sisi
yang mungkin sedikit diketahui dan tidak dapat berbuat banyak karena
keterbatasan peran dan fungsi guru itu sendiri. Oleh karenanya dukungan
profesional lain seperti dokter, pekerja social, psikolog, guru khusus (PLB)
dan konselor. Guru dalam proses pembelajaran kepada anak-anak akan
dibantu oleh guru pembimbing khusus (GPK). Peran GPK adalah bersama-
sama dengan guru melakukan kegiatan asesmen, membuat rancangan
pembelajaran, membuat program individual bagi ABK hingga melakukan
evaluasi bersama-sama tentang perkembangan pendidikan anak. GPK dapat
masuk di dalam kelas bersama dengan guru. Kehadiran GPK bukan semata-
mata untuk ABK saja, tetapi untuk semua siswa di kelas. Guru tetap menjadi
sentral dalam proses pembelajaran.

27
Kehadiran konselor sangat diharapkan ketika problematika hadir dan
berwujud pada masalah aspek psikologis misalnya percaya diri, motivasi,
perilaku anak, pergaulan, masa depan anak (karier/pekerjaan) problem
keluarga hingga masalah yang berkaitan dengan keadaan keluarga. Bisa juga
berkaitan dengan orang tua para siswa yang bermasalah, khususnya para
orang tua dari ABK.
Pada masa-masa awal ABK bergabung dalam satu komunitas di
sekolah regular, keduanya tentu memiliki rasa saling “curiga”, bingung
bagaimana cara memulai bergaul, takut untuk menyapa, pemikiran negative,
hingga masalah harga diri dan percaya diri anak. Masa transisi ini sangat
membutuhkan peran konselor agar anak dapat memahami situasi ini,
menyikapi dengan bijaksana dan diharapkan melakukan tindakan yang saling
menghargai dan saling mendukung dalam proses interaksi dan belajar
sehingga tercapai perkembangan anak yang diharapkan. Fokus dalam masa
ini tidak pada ABK saja, tetapi juga anak “regular” lainya. Konselor
diharapkan dapat terus mempertahankan situasi yang kondusif diantara
siswa-siswa tersebut agar saling membantu dan saling mengahargai serta
memperoleh keuntungan yang sama.
Peran konselor lainya adalah membantu guru dan GPK dalama
menyelesaikan masalah anak yang berkaitan dengan masalah keluarga. Tidak
sedikit ABK khususnya cenderung memiliki masalah kelurga misalnya ABK
yang berasal dari keluarga kurang mampu, keluarga yang masih menyakana
apa pentingnya pendidikan bagi anaknya, motivasi yang rendah hingga
percaya diri yang rendah akibat kondisi anaknya. Konselor diharapkan dapat
terus memotivasi para orang tua yang memilki ABK khususnya untuk
berperan secara maksimal agar ABK terpenuhi pendidikannya dan tugas
perkembanganya secara maskimal. Isu yang terus bergulir dan tak selesai
adalah karier para ABK. Isu klasik ini berkaitan dengan pertanyaan tentang

28
kualitas ABK kaitannya dengan pekerjaan dalam kehidupannya. Hal ini
semakin tajam dengan nilai kompetitif di era glabalisasi ini. Memang harus
diakui ABK memiliki banyak keterbatasan yang tentu berbeda-beda dan
dengan berbagai keterbatasan inilah mereka semakin termajinalkan. Tetapi
para guru, GPK dan konselor dapat mengembangkan kelebihan yang dimiliki
ABK untuk eksis dalam pekerjaanya, misalnya tidak sedikit anak tunanetra
memiliki keahlian dalam berbahasa inggris karena fungsi auditifnya yang
dominan atau anak hiperaktif diarahkan untuk kegiatan olahraga seperti
basket, lari atau berenang. Artinya potensi apa yang bisa dikembangkan
bukan melihat kelemahannya. Hal inilah yang terus dikembangkan oleh
guru, GPK dan konselor atau tim lainya untuk mengkompensasi kemampuan
yang dimiliki para ABK agar dapat menjawab pekerjaan dimasa depanya.

D. Ringkasan
Anak Bekebutuhna Khusus memerlukan perhatian, pemahaman dan
penanganan yang baik agar segala bentuk seluk-beluk persoalan yang
dibahas dapat benar-benar dipahami untuk kemudian dicari solusinya.
Meyakini bahwa setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan berarti
memiliki konsekuensi untuk menaggulangi masalah dan mengembangkan
potensi. Hal inilah yang harus diperjatikan seorang konselor, agar tidak
hanya terjebak dalam langkah-langkah penanggulangan yang praktis. Anak-
anak berkebutuhan khusus adalah individu yang unik. Mereka juga
mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana anak-anak
lainnya dan memiliki kebutuhan dasar yang sama. Ini merupakan tantangan
bagi para konselor untuk berkolaborasi memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.

E. Latihan Soal

29
1. Bagaimana suasana pembelajaran yang baik bagi seorang anak
berkebutuhan khusus?
2. Bagaimana konselor yang efektif bagi anak berkebutuhan khusus?
3. Apakah anak tunalaras bisa disekolahkan disekolah biasa? Jika bisa
bagaimana seorang seorang konselor untuk mengadapi anak tersebut?
4. Ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh konselor bagi anak
autis?
5. Apakah saja hambatan yang sering dihadapi oleh konselor terhadap
siswa ABK? Bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut?

30
BAB III
PENGEMBANGAN PROGRAM PEMBERIAN LAYANAN
BIMBINGAN DAN KONSELING DI PAUD BERBASIS
KURIKULUM MERDEKA

A. Program Bimbingan Konseling di Jenjang PAUD


Tidak semua Kelompok Belajar/PAUD memiliki guru BK atau
Konselor sekolah. Padahal kondisi di lapangan seringkali menuntut keadaan
untuk memberikan layanan bimbingan ataupun konseling kepada siswa yang
membutuhkan layanan BK. Bimbingan dan konseling dalam Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) dapat diartikan sebagai upaya bantuan yang
dilakukan guru/pendamping terhadap anak usia dini agar anak dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal serta mampu mengatasi permasalahan-
permasalahan yang dihadapi anak tersebut (Syaodih & Agustin, 2014).
Pelaksanaan bimbingan dan konseling di PAUD biasanya jarang
dilakukan oleh konselor, tetapi dipraktikkan oleh guru PAUD sendiri.
Padahal seharusnya konselor haruslah ada di PAUD, karena konselor dapat
memberikan pemahaman tentang kepribadian anak, pengembangan minat
dan bakat anak. Hal itu didukung oleh pendapat dari Syaodih & Agustin
(2014). Syaodih & Agustin (2014) berpendapat bahwa adanya layanan
bimbingan dan konseling pada anak usia dini dilakukan untuk membantu
anak agar lebih mengenal dirinya, kemampuannya, sifatnya, kebiasaannya
dan kesenangannya. Mengembangkan potensi yang dimiliki anak mengatasi
kesulitan-kesulitan yang di hadapi oleh anak Menyiapkan perkembangan
mental dan sosial anak untuk masuk kelembaga pendidikan pada jenjang
selanjutnya.
Layanan bimbingan dan konseling yang diberikan di PAUD haruslah
mencakup seluruh aspek perkembngan anak yang meliputi nilai moral,
kecerdasan sosial-emosional, dan pengenalan bakat anak. Layanan

31
bimbingan dan konseling tidak semata dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan anak maupun ketika anak memiliki masalah, tetapi pemberian
layanan bimbingan dan konseling yang diberikan oleh konselor hendaknya
berkelanjutan dan berorientasi pada aspek perkembangan anak.
Berikut adalah beberapa fungsi dari bimbingan dan konseling di
jenjang PAUD meliputi:
1. Bimbingan dan konseling yang dilakukan dapat membantu orang tua
siswa dalam mengatasi gangguan emosi pada anak yang berhubungan
dengan situasi keluarga di rumah ataupun di luar rumah.
2. Memberikan pandangan maupun pengertian terhadap orang tua siswa
untuk membantu orang tua siswa agar mengerti, memahami dan
menerima anak sebagai individu yang unik dan memiliki karakter yang
mungkin berbeda dengan teman seusianya.
3. Memberikan informasi ataupun tips kepada orang tua siswa untuk
memecahkan masalah kesehatan mental anak.
4. Membantu orang tua siswa mengambil keputusan dalam memilihkan
studi lanjut bagi anaknya sesuai dengan kemampuan atapun bakat dan
minat siswa.

B. Pengembangan Program Layanan BK AUD berdasar Kurikulum


Merdeka
Kurikulum merdeka membawa angin segar dalam Bimbingan dan
Konseling, di mana dalam pemberian layanannya menjadi tidak berfokus
pada permasalahan akademik saja namun juga pada pengembangan diri
siswa. Dalam pengembangan rencana pemberian layanan (RPL) di PAUD
menyesuaikan dengan kebutuhan siswa berdasarkan tugas perkembangan di
masa kanak-kanak. Dalam kurikulum merdeka, belajar di PAUD diharapkan
sangat memerdekakan siswa.

32
Program pembelajaran dalam kurikulum merdeka di PAUD memiliki
ciri pembelajaran dilakukan dominan dengan bermain sambil belajar dan
berpusat pada anak, kegiatan pembelajaran seringkali menggunakan buku
bacaan anak untuk menguatkan literasi anak, orientasi pembelajaran
ditujukan untuk mengembangkan well-being anak, capaian pembelajaran
memperhatikan aspek penguatan profil pelajar Pancasila yang dilakukan
dengan kegiatan intrakurikuler dan ko-kurikuler, satuan pendidikan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang bervariasi, dan tidak ada alur
tujuan pembelajaran secara khusus.
Dalam masa kanak-kanak, individu membutuhkan pencapaian
kebutuhan afektif berupa kasih sayang orang tua. Namun, tidak semua
individu memiliki orang tua yang mampu mencurahkan kasih sayang
sepenuhnya kepada mereka dengan alasan kesibukan bekerja maupun hal
lain. Hal ini menjadi perhatian khusus ketika guru akan memberikan layanan
bimbingan konseling kepada siswa. Guru dapat memberikan bimbingan
kelompok untuk mendukung tumbuh kembang individu tersebut dengan baik
berbantuan dukungan dari teman-teman kelasnya dalam kegiatan tertentu.
Sebelum melakukan kegiatan tersebut, guru tetap butuh untuk
mempersiapkan rancangan pembelajaran yang sifatnya kelompok. Rencana
program pembelajaran tersebut perlu disertai dengan RPL (Rencana
Pemberian Layanan) BK untuk menjelaskan tujuan, fungsi, capaian
psikologis siswa yang diharapkan, dan materi pemberian layanan.
Hal ini dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh guru BK, namun karena
di PAUD tidak semuanya menyediakan konselor, maka guru
pendamping/wali kelas pun tidak masalah untuk mempersiapkannya. Guru
PAUD dalam menyukseskan pelaksanaan kurikulum merdeka ini diharapkan
juga mampu mengemban tugas sebagai konselor. Hal ini dikarenakan
kurikulum merdeka ini dalam implementasinya di PAUD untuk penyusunan

33
program pembelajarannya berfokus pada pengembangan karakter siswa.
Fokus pengembangan karakter tersebut tidak luput dari pembekalan psikis
yang baik terhadap anak bagi perkembangannya, sehingga ketika masuk di
SD anak sudah siap beradaptasi di lingkungan barunya.
Dalam penyusunan program pembelajaran dan/atau kurikulum di
PAUD seringkali ditemui kurang melibatkan konselor atau guru BK karena
tidak semua sekolah memiliki kebijakan adanya guru BK atau konselor
sekolah di jenjang PAUD. Permasalahan ini menjadi hambatan dan mungkin
juga menjadi kelemahan dalam pengembangan kurikulum di PAUD
berdasarkan kurikulum merdeka yang berfokus pada pengembangan karakter
siswa.
Ada beberapa alasan mengapa beberapa Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) mungkin tidak merekrut atau mempekerjakan konselor di sekolah.
Beberapa alasan tersebut dapat melibatkan faktor kebijakan, sumber daya,
pemahaman peran konselor, dan prioritas pendidikan, diantaranya adalah
sebagai berikut.
1. Keterbatasan sumber daya yang disebabkan keterbatasan SDM maupun
anggaran yang terbatas dan jumlah staf yang terbatas. Merekrut dan
mempekerjakan konselor mungkin tidak dianggap sebagai prioritas jika
sumber daya yang ada telah dialokasikan untuk kebutuhan-kebutuhan
yang dianggap lebih mendesak.
2. Kurangnya pemahaman tentang peran konselor akibat beberapa lembaga
pendidikan mungkin kurang memahami peran dan manfaat konselor di
tingkat Pendidikan Anak Usia Dini. Kurangnya pemahaman ini dapat
menyebabkan kurangnya penekanan pada kebutuhan akan konselor
dalam mendukung perkembangan sosial dan emosional anak-anak usia
dini.

34
3. Fokus pada pengajar dan keterampilan guru karena sering ditemui
pelatihan yang diarahkan hanya kepada guru dan pengajar, dengan
asumsi bahwa mereka dapat mengatasi berbagai kebutuhan anak-anak,
termasuk aspek sosial dan emosional. Oleh karena itu, peran konselor
mungkin kurang diakui sebagai kebutuhan yang mendesak.
4. Tidak ada kebijakan atau standar yang mendukung di beberapa daerah.
Beberapa daerah mungkin tidak memiliki kebijakan atau standar yang
mendorong atau mewajibkan keberadaan konselor di PAUD. Tanpa
dukungan kebijakan atau regulasi, keberadaan konselor dapat diabaikan.
5. Kondisi lingkungan yang informal dikarenakan beberapa lembaga
pendidikan mungkin melihat pendekatan guru atau staf lain sebagai
cukup untuk memenuhi kebutuhan bimbingan dan konseling di
lingkungan tersebut.
6. Keterbatasan jumlah anak dan kompleksitas masalah. Beberapa PAUD
mungkin berpendapat bahwa dengan jumlah anak yang terbatas dan
tingkat kompleksitas masalah yang mungkin kurang signifikan
dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, keberadaan
konselor mungkin tidak dianggap perlu.
Meskipun alasan-alasan ini dapat mempengaruhi keputusan untuk tidak
merekrut konselor di PAUD, penting untuk diingat bahwa bimbingan dan
konseling memiliki peran yang penting dalam perkembangan anak-anak di
segala tingkatan pendidikan. Peningkatan pemahaman mengenai
pentingnya peran konselor, pengembangan kebijakan yang mendukung,
dan alokasi sumber daya yang tepat dapat membantu mengatasi beberapa
kendala yang mungkin ada.

C. Hambatan Pelaksanaan Layanan BK di Jenjang PAUD

35
Pemberian layanan BK di PAUD tidaklah mudah, beberapa hal
menjadi kendala salah satunya adalah kemampuan atau kualitas SDM
yang mengampu di sekolah tersebut dalam memahami pelaksanaan BK di
PAUD. Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling (BK) di
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dapat dihadapi oleh beberapa
kendala yang khas. Berikut adalah beberapa kendala umum yang mungkin
dihadapi dalam memberikan layanan BK di tingkat PAUD dapan
dijelaskan sebagai berikut.
1. Keterbatasan sumber daya. Pada jenjang PAUD seringkali
menghadapi keterbatasan sumber daya, termasuk keterbatasan jumlah
tenaga konselor, fasilitas, dan materi pendukung. Hal ini dapat
menghambat kemampuan sekolah PAUD dalam memberikan layanan
BK yang optimal.
2. Keterbatasan pemahaman orang tua. Orang tua seringkali memiliki
pemahaman yang terbatas tentang pentingnya layanan BK di tingkat
PAUD. Mereka mungkin kurang menyadari peran dan manfaatnya,
sehingga kurang mendukung implementasi layanan BK.
3. Tantangan komunikasi dengan anak-anak. Konselor BK di PAUD
perlu menghadapi tantangan dalam berkomunikasi dengan anak-anak
yang berusia dini. Penggunaan metode dan teknik yang sesuai dengan
perkembangan anak usia dini menjadi kunci dalam mengatasi kendala
ini.
4. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Beberapa PAUD
mungkin beroperasi dalam kondisi lingkungan yang tidak
mendukung untuk memberikan layanan BK yang efektif. Faktor
seperti kebisingan, kepadatan ruangan, atau ketidaknyamanan
lingkungan dapat mempengaruhi pelaksanaan layanan.

36
5. Keterbatasan waktu. Keterbatasan waktu dalam jadwal kegiatan
harian PAUD dapat menjadi kendala. Konselor BK mungkin harus
mencari cara kreatif untuk menyelipkan layanan BK ke dalam jadwal
yang padat.
6. Tantangan dalam mengevaluasi efektivitas. Mengukur efektivitas
layanan BK di tingkat PAUD dapat menjadi tantangan.
Pengembangan instrumen evaluasi yang sesuai dengan
perkembangan anak usia dini dan kemampuan mereka untuk
menyampaikan pemahaman tentang layanan tersebut adalah kunci.
7. Keterbatasan pendidikan dan pelatihan konselor. Tidak semua PAUD
memiliki konselor yang memiliki latar belakang pendidikan dan
pelatihan yang memadai dalam bidang bimbingan dan konseling.
Pendidikan dan pelatihan yang kurang dapat menghambat konselor
dalam memberikan layanan yang berkualitas.
8. Tantangan dalam menangani kebutuhan khusus anak. Anak-anak di
PAUD mungkin memiliki kebutuhan khusus, dan konselor BK harus
dapat menangani kebutuhan tersebut dengan memadukan strategi
bimbingan dan konseling yang sesuai.
Mengatasi kendala-kendala tersebut memerlukan kerjasama antara pihak
sekolah, orang tua, dan komunitas, serta upaya untuk terus meningkatkan
pemahaman dan dukungan terhadap layanan BK di PAUD. Peningkatan
sumber daya, pelatihan bagi konselor, dan penguatan kerjasama dengan
orang tua dapat menjadi strategi untuk mengatasi kendala-kendala
tersebut. Penelitian dan pemikiran ilmiah di bidang pendidikan anak usia
dini (PAUD) sering memberikan perspektif yang beragam. Beberapa
penelitian mungkin mencatat bahwa beberapa PAUD tidak merekrut atau
mempekerjakan konselor. Meskipun setiap situasi dapat bervariasi,
beberapa alasan mungkin mencakup:

37
1. Prioritas pendidikan dan sumber daya terbatas. Beberapa lembaga
paud mungkin menempatkan prioritas pada pengadaan sumber daya
dan staf untuk memenuhi kebutuhan dasar pendidikan dan
perkembangan anak-anak. Sumber daya yang terbatas dapat membuat
mereka fokus pada guru dan staf yang terlibat langsung dalam
kegiatan pembelajaran.
2. Pemahaman kebutuhan anak usia dini. Beberapa lembaga mungkin
berpendapat bahwa guru atau pengajar yang terlatih dengan baik
sudah dapat memberikan dukungan yang memadai terhadap
perkembangan sosial dan emosional anak-anak usia dini, sehingga
konselor mungkin dianggap sebagai tambahan yang tidak diperlukan.
3. Kurangnya kebijakan atau pedoman resmi. Beberapa lembaga paud
mungkin tidak memiliki kebijakan atau pedoman resmi yang
mendukung keberadaan konselor. Tanpa kerangka kerja resmi atau
tuntunan dari pihak berwenang, lembaga cenderung tidak memiliki
motivasi atau wajib untuk merekrut konselor.
4. Sifat informal dan keluarga dari lingkungan PAUD. Karakteristik
informal dan keluarga dari banyak lingkungan paud dapat
menciptakan persepsi bahwa konselor mungkin tidak sesuai dengan
model pendekatan informal dan keluarga yang diterapkan oleh
PAUD.
5. Pendekatan holistik oleh guru. Banyak guru di PAUD mendekati
pendidikan dengan pendekatan holistik, mencakup aspek sosial dan
emosional, bukan hanya akademis. Dengan demikian, beberapa
lembaga mungkin melihat guru sebagai cukup untuk memberikan
bimbingan dan dukungan sosial bagi anak-anak.
6. Keberlanjutan pekerjaan dan pengembangan karir. Beberapa wilayah,
konselor mungkin tidak dianggap sebagai pekerjaan yang memiliki

38
keberlanjutan atau pengembangan karir yang jelas, dan ini dapat
mempengaruhi minat orang untuk memilih karir sebagai konselor di
PAUD.

Penting untuk dicatat bahwa kebijakan dan praktik pendidikan dapat


sangat bervariasi antara lembaga PAUD dan antar wilayah. Beberapa
lembaga mungkin melibatkan konselor, sementara yang lain mungkin
tidak. Hasil penelitian dan temuan empiris dapat bervariasi
tergantung pada konteks lokal dan karakteristik lembaga PAUD
tertentu.

D. Contoh Penyusunan Program Layanan BK di PAUD Berbasis


Kurikulum Merdeka
Dalam kurikulum merdeka, belajar di PAUD iklimnya lebih
menyenangkan karena tidak ada batasan tertentu dalam memilih metode
pembelajaran dan menciptakan suasana belajar yang bebas. Secara
implisit, layanan Bimbingan dan Konseling dapat disisipkan dalam RPP
di PAUD dalam pembelajaran yang berfokus pada pengembangan
karakter anak usia dini dengan ciri khas pendekatan yang lebih inklusif
dan kreatif. Berikut beberapa contoh Rencana Program Pembelajaran di
PAUD yang bertujuan mengembangkan karakter siswa di PAUD.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Sub-topik:
Pengendalian emosi

Tujuan Kegiatan:
1. Anak mampu untuk mengendalikan emosi
2. Anak mampu berkomunikasi dengan baik
3. Anak dapat menunjukkan kesediaan menyelesaikan tugas
4. Anak dapat menyampaikan informasi dengan bahasa
sederhana

39
5. Anak dapat menahan emosi saat menyelesaikan tugas

Deskripsi Kegiatan:
Pengendalian emosi dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru
dilakukan untuk melatih kesabaran dan tanggung jawab anak.
Dalam pembelajaran ini, anak diminta menggambarkan suatu
profesi yang mereka ketahui di selembar kertas HVS. Setelah
digambar, siswa diminta untuk memberikan warna pada gambar
tersebut untuk mengasah kreativitasnya. Dalam penyelesaian tugas
menggambar yang diberikan, guru dapat mengamati sikap dan
perilaku siswa ketika ada teman meminjam pensil warna, teman
mengganggu saat ia menggambar, dan teman mengajak berbicara
saat ia mengerjakan tugas seperti apa untuk mengamati
pengendalian emosi anak selama mengerjakan dan menyelesaikan
tugas. Dalam kegiatan ini, anak juga dilatih bertanggungjawab
menyelesaikan gambar hingga mewarnai. Hal ini adalah kegiatan
sederhana yang dilakukan sambil mengarahkan anak melatih
pengendalian emosi, karakter tanggung jawabnya juga terasah.

Alat dan Bahan:


Pensil warna, kertas HVS, papan/meja gambar

Metode:
Terapi Seni (Menggambar), Diskusi, dan Project based Learning

Langkah-langkah:
Kegiatan Pembukaan
Guru melakukan SOP dalam membuka kelas dilanjutkan apersepsi
materi terkait profesi yang siswa ketahui. Guru memberikan
stimulasi berupa gambar profesi di depan kelas dan meminta anak
mendeskripsikan apa pekerjaan yang sedang dilakukan orang dalam
gambar.

Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan aturan kegiatan agar kelas tetap kondusif.
2. Guru membagi kelompok belajar tiap meja agar kelas tetap
teratur.
3. Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya selama
pembelajaran berlangsung.
4. Siswa menggambar sesuai dengan profesi yang ia ketahui

40
atau sukai di kertas HVS.
5. Guru meminta siswa memberikan warna pada gambar
tersebut hingga gambar terwarnai secara penuh tanpa ada
kertas yang masih berwarna putih.
6. Siswa menceritakan gambar yang di kertas HVS nya
masing-masing dengan bahasa sederhana.

Kegiatan Penutup
1. Diskusi kegiatan apa saja yang sudah dilakukan hari ini
sebagai evaluasi pembelajaran.
2. Memberikan pertanyaan sederhana mengenai apa yang
mereka tidak sukai selama menyelesaikan tugas
menggambar dan mewarnai.
3. Menanyakan kepada siswa bagaimana cara mereka
menghadapi hal-hal yang tidak mereka sukai selama
menyelesaikan tugas menggambar dan mewarnai.
4. SOP penutup

Rencana Evaluasi:
Dalam kegiatan evaluasi, perlu dilakukan pengamatan dan
identifikasi beberapa hal berikut.
1. Mengobservasi perilaku yang ditunjukkan anak di kelas
dalam pengendalian emosi.
2. Menilai efektivitas metode pembelajaran di kelas yang
diterapkan untuk melatih pengendalian emosi anak.
3. Mengamati kegiatan siswa selama menyelesaikan tugas
sesuai instruksi.

Tindak Lanjut:
Jika metode pembelajaran dinilai masih belum berhasil dan efektif
diterapkan untuk mengembangkan pengelolaan emosi pada anak,
maka dapat dilakukan dengan menggunakan metode lain, atau
dirujuk ke ahli lain.

E. Latihan Soal
Kerjakan latihan soal berikut ini.
1. Apakah di jenjang PAUD perlu menyelenggarakan layanan Bimbingan
dan Konseling? Sebutkan alasan Saudara!

41
2. Jika di PAUD ABCD yang memiliki siswa sebanyak 15 orang memiliki
kebutuhan afektif yang berbeda-beda yang meliputi; anak memiliki
motivasi rendah, anak memiliki kemampuan kognitif di bawah rata-rata,
anak berkebutuhan khusus (autisme), anak korban perceraian, anak
korban kekerasan, dan anak dari kalangan ekonomi menengah ke bawah
maka Saudara sebagai guru kelas memilih untuk mengutamakan
memenuhi kebutuhan siswa dengan spesifikasi yang mana terlebih
dahulu?
3. Buat atau cari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
mengimplisitkan nilai-nilai BK di dalamnya, dan kembangkan
berdasarkan RPP kurikulum merdeka berdasarkan kebutuhan
permasalahan pada anak usia dini yang saat ini Saudara ketahui!

42
BAB IV

EVALUASI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI PAUD

Program layanan Bimbingan dan Konseling (BK) di jenjang


Pendidikan Anak Usia Dini sebenarnya sangat penting untuk mendukung
tumbuh kembang siswa secara psikis. Program layanan tersebut dapat
diimplisitkan dalam perencanaan saat pengembangan Rencana Pemberian
Pembelajaran (RPP). Hal tersebut dimaksudkan agar siswa tidak hanya
tumbuh secaar fisik dan akademis saja, namun guru juga mempersiapkan
kemampuan lain sebagai soft skill untuk menyiapkan diri ke jenjang
pendidikan selanjutnya dan menjadikan siswa sebagai individu terasah bukan
hanya dari segi kognitif saja. Evaluasi layanan BK dimaksudkan agar pihak
sekolah dan para stakeholder mengerti perkembangan permasalahan dan
penanganan yang sesuai dan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain itu,
siswa memiliki kemampuan yang tidak terakomodir sehingga potensinya
tidak berkembang. Hal ini menjadi evaluasi sebagai pendidik di PAUD,
apakah persoalan seperti ini masih akan diabaikan saja?
Evaluasi penyusunan program layanan BK di PAUD perlu dijadikan
pijakan untuk menyusun program di tahun berikutnya saat penerimaan siswa
baru dengan kebutuhan yang pastinya berbeda dari tahun ke tahun. Upaya
tersebut dijadikan suatu peningkatan kualitas pelayanan pendidikan di
jenjang PAUD, terlebih guru kelas mampu menjalin kolaborasi dengan pihak
terkait seperti psikolog anak, dokter anak, dan pihak lainnya dalam
penyusunan program layanan BK di PAUD.

A. Aspek-aspek Layanan Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini


Menurut Syaodih (2023) Dalam upaya pelaksanaan pelayanan
bimbingan dan konseling pada anak usia dini bisa tercapai, terdapat

43
beberapa jenis pelayanan yang bisa dilakukan pembimbing di sekolah,
antara lain:
1. Layanan pengumpulan data; merupakan tahapan awal sebelum
memecahkan permasalahan dalam Pendidikan anak usia dini. Tujuan
dari pengumpulan data utamanya adalah mengumpulkan data
ataupun informasi yang lebih luas, lebih lengkap dan lebih
mendalam mengenai masing-masing individu, juga membantu
individu memperoleh pemahaman tentang diri sendiri. Data tersebut
dikumpulkan dengan tujuan untuk perkembangan peserta didik,
bersifat berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu maupun
tertutup. Jenis data yang dibutuhkan ada dua poin, yaitu:
a. Data pribadi, antara lain:
- Latar belakang keluarga dan social
- Kesehatan dan perkembangan anak
- Kemampuan dasar
- Kemampuan khusus
- Prestasi belajar
- Kegiatan diluar rumah
- Rencana masa depan
b. Data lingkungan
Data lingkungan disini maksudnya adalah lingkungan yang ada
pada anak tersebut, baik dari segi adat istiadat/kebudayaan
(culture), karena setiap daerah memiliki kebudayaan yang
berbeda. Untuk sumber datanya dapat diambil dari siswa, orang
tua, guru, kepala sekolah, teman, tetangga, dan lain sebagainya.
Dari kedua poin a dan b diatas, dapat dijabarkan lagi aspek-aspek
yang ada mengenai pengumpulan data, sebagai berikut:

44
a. Bidang Pengembangan Pribadi
1) Pelaksanaan Ibadah
Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia kepada
sang pencipta dan merupakan hal penting yang harus ditanamkan
pada anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara pengenalan
dan pembiasaan beribadah. Karena apapun yang dikenalkan dan
dibiasakan kepada anak sejak dini akan menjadi dasar beragama
hingga mereka dewasa nanti. Indikator dari poin ini ada tiga yaitu
sholat, membaca Al-Quran dan pembiasaan melakukan
infaq/sedekah.
2) Minat Belajar
Minat belajar dinilai dari rasa ingin tahu yang dimiliki oleh peserta
didik. Hal ini akan terlihat pada setiap individu yang memiliki rasa
ingin tahu dan tidak ada seorangpun peserta didik yang tidak
mempunyai rasa ingin tahu sama sekali. Rasa keingintahuan anak
akan terlihat saat ia mulai bertanya mengenai hal-hal yang ia lihat,
dengan, amati dan lain sebagainya. Apabila rasa ingin tahu sang
anak tinggi maka ia akan lebih aktif bertanya kepada orang yang ia
anggap lebih tahu seperti orang tuanya. jika rasa ingin tahunya
sedang maka ia hanya akan bertanya tentang hal tertentu yang
menarik baginya untuk diketahui. Sedangkan anak yang memiliki
rasa ingin tahu yang renda ia hanya akan bertanya di saat keadaan
memaksanya untuk bertanya karena ia lebih banyak diam atau
tidak begitu aktif dan tidak begitu peduli.
3) Kepercayaan Diri
Rasa percaya diri adalah sikap yang merasa pantas dan nyaman
dengan dirinya sendiri dari penilaian orang lain. serta memiliki
keyakinan yang kuat. Rasa percaya diri mendorong anak untuk

45
menghadapi situasi dalam pergaulan serta untuk menangani
berbagai hal dengan lebih mudah. Percaya diri tidak dikatakan
secara nyata akan, tetapi orang-orang yang memiliki kepercayaan
diri akan lebih mudah menerima dirinya sendiri dan siap menerima
tantangan dalam artian mau mencoba sesuatu yang baru.
Orang yang percaya diri cenderung tidak takut untuk menyatakan
penilaiannya di depan banyak orang. Kepercayaan diri yang
diperoleh dari pengalaman hidup yaitu salah satu aspek
kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri
seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat
bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis, cukup toleran dan
bertanggung jawab. Kepercayaan diri akan berhubungan dengan
kemampuan melakukan sesuatu yang baik. Bagaimanapun
kemampuan manusia terbatas apda jumlah hal yang dapat
dilakukan dengan baik dan sejumlah kemampuan yang dikuasai
oleh dirinya.
4) Karakter Jujur
Mengajarkan sikap jujur kepada anak sejak usia dini merupakan
hal yang sangat penting untuk dilakukan. Mengajarkan sebuah
ilmu kepada anak diusia dini akan lebih mudah diserap dan diingat
serta diaplikasikan. Salah satu lingkungan untuk mengajarkan
kejujuran pada anak yaitu di PAUD atau TK. Menanamkan sikap
jujur kepada anak juga harus dilakukan oleh orang tua di
lingkungan keluarga agar lebih mudah dan selaras dengan kegiatan
sekolahnya. Lembaga PAUD atau TK juga termasuk salah satu
lingkungan yang tepat untuk mengajarkan sikap jujur kepada anak.
Karena selain mengajarkan ilmu pengetahuan pendidikan di

46
PAUD juga menanamkan kepribadian yang baik pada anak.
Contohnya dengan berbicara jujur dan mau mengakui kesalahan.
5) Tanggung jawab
Sikap tanggung jawab yang dimiliki oleh anak usia dini termasuk
dalam ranah aspek perkembangan kecerdasan emosional.
Perkembangan kecerdasan emosional yang merupakan perolehan
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan aturan yang dilakukan
oleh orang-orang di sekitarnya. Perkembangan kecerdasan
emosional yaitu proses belajar untuk menyesuaikan diri dan
mengendalikan diri agar sesuai dengan norma-norma yang berlaku
di kelompok dan adat kebiasaan, belajar bekerja sama, saling
berhubungan dan merasa bersatu dengan orang-orang di
sekitarnya. Sikap tanggung jawab sangat penting untuk diajarkan
dan dikembangkan pada anak sejak usia dini dengan catatan
tanggung jawab harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan
perkembangan anak usia dini. Sikap bertanggung jawab yang
dapat dilakukan oleh anak usia dini contohnya adalah bertanggung
jawab dengan barang yang ia miliki, mengembalikan barang ke
tempat semula, mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh
pendidik, serta mengerjakan tugas sampai selesai dan menghargai
waktu.
b. Bidang Pengembangan Sosial
Manusia hidup di dunia ini bukan hanya sebagai makhluk individu
tetapi juga sebagai makhluk sosial. Jadi setiap manusia akan
melakukan hubungan sosial dengan orang lain dan tidak mungkin
hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Fakta ini akan memberikan
kesadaran bahwa untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya individu
harus melakukan interaksi sosial dan membentuk kehidupan

47
berkelompok dengan individu lainnya. Saat manusia berada dalam
kelompok sosialnya, maka manusia akan terikat akan kewajiban
sosial yaitu untuk menghargai adanya orang lain, hak-hak dasar orang
lain serta menaati norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya.
Salah satu upaya pembudayaan kemampuan sosial anak, yaitu
melalui pendidikan pada anak usia dini. Dengan memberikan
pendidikan sejak dini pada anak-anak dan dilakukan oleh guru-guru
profesional yang peka terhadap perasaan anak dan siap
mendengarkan dan memahami perasaan anak, menggunakan bahasa
yang dapat dimengerti, menegakkan peraturan, menerima perbedaan
di antara anak-anak, mampu mengendalikan emosi serta memberi
dukungan pada saat anak mengalami kesulitan merupakan modal agi
guru untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial yang
dibutuhkan anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.
Pada bidang sosial dibagi lagi menjadi tiga aspek penilaian, antara
lain:
1) Kerjasama
Kerjasama dalam tim sangat penting pada setiap aspek kehidupan
manusia. Manusia merupakan makhluk sosial sehingga tidak bisa
berfungsi secara optimal jika bergerak secara sendirian. Maka dari
itu kerjasama pada anak usia dini perlu dilatih dan dibentuk dalam
kepribadiannya. Kerjasama merupakan pengalaman yang
melibatkan interaksi dan kemampuan berbaur dengan orang lain.
Mempelajari pentingnya kerjasama sejak usia dini dapat
memberikan anak salah satu keterampilan yang akan berguna
sepanjang hidupnya nanti.
2) Empati

48
Empati adalah kemampuan untuk merasakan atau memahami
secara emosional apa yang dirasakan oleh orang lain. Berempati
berarti dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain dan
membayangkan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh mereka,
kemudian menanggapinya dengan baik. Saat sedang berinteraksi
dengan orang lain, individu tidak hanya dituntut untuk mampu
berinteraksi secara baik dengan orang lain, namun terkait juga di
dalamnya bagaimana ia mampu mengendalikan dirinya secara
baik. (Maranatha & Putri, 2021). Ketidakmampuan individu
mengendalikan dirinya dapat menimbulkan berbagai masalah
sosial emosional dengan orang lain.
Contoh rasa empati yang ada pada anak usia dini antara lain
terlihat ketika kegiatan makan bersama dengan bekal yang dibawa
dari rumah masing-masing. Akan terlihat menu makanan yang
beragam sesuai tingkat kemampuan orang tua yang menyediakan
bekal untuk anak-anaknya. Ada beberapa anak yang enggan
berbagi walaupun gurunya mengajak untuk berbagi makanan.
c. Bidang Pengembangan Kemampuan belajar
Bimbingan ini merupakan bagian integral dari program
pendidikan yang ada di sekolah, yang bertujuan membantu siswa
menemukan cara belajar yang tepat dan memberi kesempatan
untuk memperoleh prestasi secara optimal. Secara umum tujuan
dari bimbingan belajar ialah membantu meningkatkan kesadaran
siswa untuk memperoleh dan menggunakan informasi belajar yang
tepat, mengembangkan pandangan yang luas mengenai
kesempatan belajar, meningkatkan pemahaman terhadap
lingkungan pendidikan, dan memahami hal-hal yang dapat
mempengaruhi proses studinya. Tujuan khususnya adalah (1)

49
membantu siswa agar terampil memperoleh dan memanfaatkan
informasi pendidikan yang dapat menunjang studinya, (2)
memanfaatkan kesempatan belajar untuk meningkatkan prestasi
belajarnya, (3) menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan
pendidikan, (4) memiliki keterampilan belajar untuk menunjang
peningkatan hasil belajar, (5) mengarahkan diri untuk mengindari
hal-hal yang dapat menghambat studinya.
2. Layanan tindak lanjut
Dari layanan ini diberikan pada anak didik berdasarkan evaluasi
yang dilakukan oleh guru. Dan layanan tindak lanjut ini disesuaikan
dengan permasalahan atau anak yang tidak mengalami masalah.
Apabila sang anak mengalami masalah, maka sebaiknya
direkomendasikan kepada psikiater untuk penanganan lebih lanjut.
Sedangkan anak yang tidak mengalami permasalahan bisa
meneruskan bimbingan dan konselingnya secara berkala, terus-
menerus dan berkelanjutan. Tindak lanjut sangat penting untuk
memperbarui dan menilai profesionalisme dari konselor.
Selain itu, dalam metode penanganan yang dilakukan bisa
disesuaikan, apabila metode yang dilakukan dianggap berhasil maka
tindakan yang dilakukan selanjutnya adalah dengan melanjutkan
metode penanganan yang dilakukan sebelumnya, tetapi bagi yang
belum berhasil akan dicari tahu penyebabnya dan solusi atas
kegagalan dari penanganan tersebut. Fungsi dari layanan tindak
lanjut sebagai umpan balik bagi guru dan kepala sekolah, serta
sebagai alat evaluasi program untuk pelaksanaan program
selanjutnya.
Menurut Sukardi (2008:248) dalam bukunya menerangkan
bahwa evaluasi program bimbingan dan konseling yaitu suatu usaha

50
menilai efisiensi dan efektifitas dari layanan bimbingan dan
konseling di sekolah pada khususnya, dan kegiatan-kegiatan dalam
rangka program bimbingan dan konseling yang dikelola oleh staf
bimbingan pada umumnya.
Sebuah program dikatakan berhasil dan sukses apabila
memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Namun pada
program bimbingan dan konseling untuk anak usia dini, ada dua
macam aspek kegiatan evaluasi, yaitu:
a. Evaluasi Proses
Evaluasi proses bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas
layanan bimbingan dan konseling dengan melihat proses yang ada.
yang dievaluasi adalah proses pelayanan bimbingan dan konseling
secara keseluruhan dari mulai perencanaan hingga pelaksanaan.
Dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dari suatu program,
dituntut proses pelaksanaan yang mengarah kepada tujuan yang
diharapkan. dalam proses pelaksanaan program Bimbingan dan
Konseling di sekolah banyak faktor yang perlu diperhatikan
khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan. Faktor tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Organisasi dan administrasi program bimbingan.
2) Personal/petugas pelaksana.
3) Fasilitas dan perlengkapan.
4) Kegiatan bimbingan
5) Partisipasi guru/konselor
6) Anggaran pembiayaan.
b. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait
keefektifan layanan bimbingan dan konseling mengacu pada hasil

51
yang ada. Mengenai aspek yang dinilai baik proses maupun hasil
antara lain:
1) Kesesuaian antara program dengan pelaksanaan,
2) Keterlaksanaan program,
3) Hambatan-hambatan yang ditemukan
4) Dampak layanan bimbingan terhadap kegiatan pembelajaran,
5) Respon anak, pendidik, orang tua, dan masyarakat terhadap
layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan,
6) Perubahan kemajuan anak dilihat dari pencapaian tujuan layanan
bimbingan dan konseling, pencapain tugas-tugas perkembangan,
hasil belajar, serta pada kehidupannya dalam berinteraksi dengan
teman-teman seusianya.
Meskipun begitu, terdapat indikator atau aspek lain untuk
menentukan keberhasilan program bimbingan dan konseling tersebut
yang tersaji pada tabel berikut.
Tabel 3. Indikator Penentu Keberhasilan Program
Bimbingan dan Konseling

Komponen/Aspek Indikator Kriteria


Adanya kesesuaian antara
Tugas Perkembangan
tujuan dengan tugas
Siswa
perkembangan siswa
PERENCANAAN
Adanya kesesuaian antara
Permasalahan/Kebutuhan
tujuan dengan permasalahan
Siswa
siswa

INPUT Rasio Guru BK dengan Terdapat ahli bimbingan


jumlah Siswa dengan rasio 1:150
Kualifikasi yang memadai
Kualifikasi guru
dari staf bimbingan (S1
Bimbingan Konseling
Bimbingan Konseling)
Jam Kerja Konselor 8 jam per hari
Dukungan keuangan Terdapat rencana anggaran
Ruangan Terdapat ruang BK dan
ruang bimbingan yang

52
nyaman
Terdapat peralatan
Peralatan bimbingan
bimbingan yang memadai
Terdapat jam BK 1 jam
Kebijakan Sekolah
dalam seminggu
Sesuai dengan tugas
Materi Bimbingan perkembangan dan
permasalahan
Media bimbingan yang
Media Bimbingan
bervariasi dan menari
Metode bimbingan yang
Metode Bimbingan
melibatkan siswa secara aktif

Keterlaksanaan Program Program terlaksana


Waktu pelaksanaan Sesuai rencana
Pemberian materi Siswa merasa puas dengan
bimbingan materi yang disampaikan
Penggunaan Media Siswa merasa tertarik dengan
PROSES
bimbingan media yang dipilih
Penggunaan metode Siswa terlibat secara aktif
bimbingan dalam kegiatan bimbingan
Siswa memahami materi
Ketercapaian materi BK
yang disampaikan

Terdapat pencapaian
kompetensi / tujuan layanan
HASIL Tujuan Layanan Tercapai sebelum dan sesudah
diberikan program
bimbingan

Jadi dapat disimpulkan bahwa kedua evaluasi tersebut sangat erat


hubungannya dan saling berkaitan. Jika seorang konselor ingin
melakukan layanan BK di suatu sekolah, konselor perlu melakukan
evaluasi terkait proses yang akan dilakukan dalam kegiatan pelayanan,
maka dari itu konselor harus menentukan dulu apa saja yang dibutuhkan,
mulai dari jumlah orang yang diperlukan, alat apa yang akan digunakan,
sampai dengan estimasi biaya ketika akan melakukan pelayanan
tersebut.

53
Jika kegiatan pelayanan sudah selesai dilaksanakan, setelah itu
konselor melakukan evaluasi hasil untuk meninjau apakah pelayanan
tersebut termasuk dalam kategori sukses atau kurang, dengan
menimbang dari dari poin-poin yang ada, seperti sesuai atau tidak
program saat masih perencanaan dengan sesudah dilaksanakan, dan lain-
lain.

B. Prosedur Evaluasi Layanan BK di PAUD


Menurut Dzikri (2018), tahapan atau prosedur evaluasi Bimbingan
dan Konseling Anak Usia Dini dilakukan dalam prosedur berikut ini.
1. Menentukan tujuan evaluasi
2. Mengembangkan atau Menyusun instrumen pengumpulan data
3. Mengumpulkan dan menganalisis data untuk meninjau program
mana yang sudah atau belum terlaksana dan program apa saja yang
sudah mencapai hasil yang sudah ditentukan
4. Melakukan tindak lanjut misalnya dengan memperbaiki program
yang kurang tepat, maupun dengan mengembangkan (menambah
atau mengubah) sesuatu hal yang dapat menunjang keefektifan
program.
Dari keempat tahapan diatas, terdapat beberapa tahapan lain dengan
versi yang berbeda dan lebih dijabarkan lagi kriteria dan tahapannya
sebagai berikut:
a. Fase Persiapan. Tahap persiapan ini terdiri dari kegiatan penyusunan
kisi-kisi evaluasi. Dalam kegiatan penyusunan kisi-kisi evaluasi
meliputi tahap pertama yaitu penetapan aspek-aspek yang akan
dievaluasi. Aspek-aspek tersebut adalah:

54
1. Penentuan dan perumusan masalah yang hendak dipecahkan
atau tujuan yang akan dicapai, program kegiatan bimbingan,
jumlah Anggota atau ketenagaan, fasilitas teknik dan
administrasi bimbingan, pembiayaan, partisipasi anggota yang
terlibat, proses kegiatan, dan analisis akibat sampingan.
2. Langkah kedua adalah penetapan kriteria keberhasilan
evaluasi. Contohnya, apabila proses aspek kegiatan yang akan
dievaluasi maka kriteria yang dapat dievaluasi bisa ditinjau
dari: lingkungan sekolah, sarana yang tersedia, dan situasi
daerah.
3. Langkah ketiga adalah penetapan alat-alat atau instrumen
evaluasi. Contohnya seperti proses kegiatan yang hendak
dievaluasi dengan kriteria poin b diatas, maka instrument
yang harus digunakan adalah: observasi kegiatan, tes situasi,
wawancara, dan angket.
4. Langkah keempat adalah penetapan prosedur evaluasi. Seperti
contoh yang ada pada poin b dan c diatas, maka prosedur
evaluasinya melalui: penelaahan, kegiatan, penelaahan hasil
kerja, konferensi kasus, dan lokakarya.
5. Langkah kelima adalah penetapan tim penilaian atau
evaluator. Berkaitan dengan contoh yang sudah disebutkan
diatas, maka yang harus menjadi evaluator dalam penilaian
proses kegiatan ini adalah: ketua bimbingan dan konseling,
kepala sekolah, tim bimbingan dan konseling, dan konselor.
b. Fase persiapan alat atau instrumen evaluasi
Dalam tahap kedua ini akan dilakukan kegiatan sebagai berikut:
1) Memilih alat-alat atau instrumen evaluasi yang ada atau
menyusun dan mengembangkan alat-alat evaluasi yang

55
nantinya diperlukan. Contohnya adalah memilih dengan
menggunakan instrumen berupa angket untuk mengevaluasi
anak usia dini. Mungkin angket lebih mudah untuk
disusun,lebih praktis, serta lebih meminimalisir biaya
daripada instrumen lainnya.
2) Penggandaan alat-alat instrumen evaluasi yang akan
digunakan. Contohnya seperti butir a di atas, penggandaan
dari angket sebagai instrumen untuk melakukan evaluasi bisa
dilakukan dengan biaya yang cukup minim
c. Fase pelaksanaan kegiatan evaluasi.
Dalam fase evaluasi ini, nantinya evaluator akan melalui beberapa
kegiatan, yaitu:
1) Persiapan pelaksanaan kegiatan evaluasi;
2) Melaksanakan kegiatan evaluasi sesuai dengan jadwal
yang sudah ditentukan
d. Fase menganalisis hasil evaluasi
Dalam tahap analisis hasil evaluasi dan pengolahan data, hasil
evaluasi ini dilakukan mengacu pada jenis data yang didapat. Data
tersebut diantaranya:
a) Tabulasi data;
b) Analisis hasil pengumpulan data melalui statistic atau non-
statistik
e. Fase penafsiran atau interpretasi dan pelaporan hasil evaluasi
Di fase ini dilakukan kegiatan membandingkan hasil analisis data
dengan kriteria penilaian keberhasilan dan nantinya akan
diinterpretasikan dengan memakai kode tertentu, yang kemudian
akan dilaporkan serta digunakan dalam rangka perbaikan dan/atau
pengembangan program layanan bimbingan konseling.

56
C. Pihak yang Terlibat dalam Kegiatan Evaluasi BK di PAUD
Terkait pihak yang terlibat dalam evaluasi layanan bimbingan dan
konseling yang meliputi beberapa pihak utama sebagai berikut.
1. Kepala sekolah (Kepala Satuan pendidikan)
Bagi kepala sekolah, tentunya harus terlibat dalam evaluasi layanan
BK ini, karena untuk mendampingi proses pembelajaran berjalan
dengan lebih optimal.
2. Semua Guru
Keterlibatan dari guru juga tak kalah penting, mengingat Guru adalah
orang yang terlibat langsung dengan anak didiknya, maka dari itu
keterlibatan dari guru tidak boleh dihilangkan, baik itu guru BK
maupun guru secara umum.
3. Pengawas
Pengawas sekolah juga harus terlibat dalam proses evaluasi ini,
karena harus mendampingi proses satuan pendidikan. Pengawas
beserta kepala satuan pendidikan perlu mendiskusikan dan
merefleksikan keseluruhan proses dari pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling
4. Guru BK/Konselor
Guru BK/Konselor tak kalah penting dengan ketiga pihak lainnya,
karena peran dari guru BK yang bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan layanan yang diberikan oleh pendidik, orangtua,
atau tenaga ahli yang dilibatkan.
5. Orang Tua
Peran orangtua sangat penting dalam keterlibatan evaluasi pelayanan
BK. Karena para orangtua adalah orang yang paling dekat dengan

57
sang anak, dan juga orang tua turut serta untuk membantu proses
kegiatan pelayanan

D. Pelaksanaan Kegiatan Evaluasi BK di PAUD


Sesuai dengan ruang lingkup bimbingan anak usia dini, beberapa
contoh materi layanan konseling karir di PAUD. Komponen penting
yang ada dalam pemberian layanan konseling karir pada Pendidikan
anak usia dini (PAUD) adalah:
a. Pengetahuan diri (self knowledge)
1) Pengenalan pada pentingnya konsep diri.
2) Keterampilan untuk berinteraksi dengan orang lain.
3) Kesadaran akan pentingnya pertumbuhan dan pilihan.
b. Eksplorasi Pendidikan dan okupasional (educational and
occupational exploration)
1) Kesadaran akan peningkatan prestasi akademik.
2) Kesadaran akan hubungan antara pekerjaan dan belajar.
3) Keterampilan untuk memahami dan menggunakan informasi
karier.
4) Kesadaran akan pentingnya tanggung jawab pribadi dan
kebiasaan kerja
c. Perencanaan Karir (Career Planning)
1) Memahami bagaimana untuk membuat keputusan
2) Kesadaran akan hubungan dengan dirinya sendiri dalam peran
kehidupan,
3) Kesadaran akan perbedaan pekerjaan yang ada dan pilihan
kerja yang sesuai untuk pria/Wanita.
4) Kesadaran akan proses dari perencanaan karir.
Strategi Layanan Konseling Karir di PAUD:

58
a. Pendekatan Instruksional, kegiatan yang terpadu dalam
proses belajar mengajar secara kurikuler dalam mata
Pelajaran yang diajarkan melalui unit dengan menetapkan
tema-tema tertentu.
b. Pendekatan Interaktif, kegiatan-kegiatan interaktif yang
dilakukan di luar kegiatan belajar mengajar dalam berbagai
bentuk kegiatan seperti permainan, konsultasi, dinamika
kelompok, atau kerja kelompok.
c. Pendekatan dukungan sistem, dengan menciptakan suasana
sekolah dan lingkungannya dengan sedemikian sura
sehingga secara tidak langsung telah memberikan suatu
iklim yang menunjang perkembangan siswa.
d. Pendekatan pengembangan pribadi, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berkembang sesuai dengan
kondisi dirinya. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan
memberikan tugas-tugas bersifat individu, penelusuran minat
dan kemampuan.
Konseling Kelompok, dalam konseling kelompok anak PAUD perlu
mengikuti tahap-tahap berikut:
1) Tahap pembentukan, tahap ini meliputi perencanaan awal: apa
saja yang menjadi kebutuhan anak, siapa saja yang ada di
dalam kelompok, jumlah anggota kelompok, kapan waktu
pelaksanaan dimulai dan berakhir.
2) Tahap eksplorasi, di tahap ini anak-anak dilatih untuk
menyadari dan mengerti perasaan dan tingkah laku dirinya
dan orang lain.

59
3) Tahap transisi, tahap dimana seorang anak menghadapi
kecemasan dan konflik mereka selama mereka memulai
memecahkan masalahnya
4) Tahap pelaksanaan, pada tahap ini anak-anak dilatih untuk
melihat beberapa alternatif tingkah lakunya dan untuk
memecahkan masalah
5) Tahap terakhir, tahap ini adalah tahap untuk anak-anak
melakukan apa yang mereka telah pelajari ke dalam praktek.
6) Apabila menggunakan bimbingan kelompok dapat
menggunakan Teknik sosiodrama, bermain peran,
menggambar, bermain musik, bercerita, membaca buku di
perpustakaan.
Secara teknis, pelaksanaan evaluasi BK pada Anak Usia Dini di sekolah
sebagai berikut:
1. Guru BK, Guru AUD dan orang tua mempelajari hasil identifikasi
Potensi AUD yang berkaitan dengan kebutuhan, pencapaian tugas-
tugas perkembangan, kekuatan, kelemahan atau permasalahan AUD
yang berkaitan dengan aspek pendidikan, psikologis, sosial
emosional dan lingkungan.
2. Jika ada guru BK di lembaga AUD tersebut, maka layanan
bimbingan dan konseling dapat memfasilitasi kebutuhan pencapaian
tugas-tugas perkembangan atau permasalahan AUD yang berkaitan
dengan aspek pendidikan, psikologis, sosial emosional, dan
lingkungan.
3. Guru BK mempelajari berbagai data hasil Identifikasi Potensi AUD
berdasarkan laporan guru atau orangtua anak.

60
4. Guru BK berkoordinasi dan berkolaborasi dengan guru PAUD dan
tenaga ahli lain untuk mendalami kasus melalui kegiatan konferensi
kasus.
5. Guru BK menyusun perencanaan kegiatan layanan BK untuk
mengatasi permasalahan AUD. Perencanaan tersebut meliputi:
indikator (tujuan khusus), metode, langkah kegiatan, rencana evaluasi
dan tindak lanjut.
6. Guru BK melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sesuai
dengan kebutuhan dan permasalahan anak, baik dalam kondisi
kelompok maupun individu di ruangan bimbingan dan konseling,
kunjungan rumah ataupun di tempat yang telah disepakati.
7. Jika guru BK merasa permasalahan AUD sudah di luar batas
kompetensi dan kewenangannya, maka guru BK mengalihkan anak
tersebut kepada fisioterapis, psikolog, tenaga medis maupun pihak
lain yang lebih mampu dan tepat dalam menangani anak dengan
persetujuan orangtua.
8. Jika tidak ada ahli yang telah disebutkan diatas, dapat dilakukan oleh
orang tua AUD sendiri dengan meningkatkan kualitas pola asuh.
Selain itu, guru PAUS dapat menyediakan kegiatan pembelajaran
yang memperhatikan kebutuhan dan perbedaan individual AUD
dengan metode yang bervariasi.
9. Guru BK membuat dan menyampaikan laporan hasil kegiatan
layanan BK kepada kepala sekolah, guru PAUD, orangtua, dan pihak
lain yang memiliki kepentingan.
10. Jika di lembaga PAUD tidak ada guru BK, maka guru PAUD dapat
mengalihkan-tangankan anak kepada ahli lain sesuai dengan masalah
yang dihadapi oleh si anak tersebut.

61
11. Jika di lembaga PAUD tidak ada GPK, maka peran dan fungsi guru
BK dapat dilakukan oleh guru PAUD secara terintegrasi dalam
proses pembelajaran (belajar dan bermain) atau layanan bimbingan
dan konseling secara khusus, baik secara kelompok dan individual di
lembaga PAUD atau kunjungan dari rumah ke rumah orang tua
AUD.
Berikut adalah contoh format pelaksanaan evaluasi layanan bimbingan
dan konseling pada anak usia dini.

Rencana Kegiatan Evaluasi Bimbingan dan Konseling

Aspek Perkembangan/Permasalahan:
Pengendalian emosi pada anak usia dini

Kompetensi (Tujuan Umum):


AUD mampu untuk mengendalikan emosi

Indikator (Tujuan Khusus):


AUD mampu mengungkapkan perasaan kepada anak lain
(menyukai karena baik hati, tidak nakal, dan sebagainya)

Pihak yang terlibat melakukan evaluasi:


Kepala sekolah/yayasan, guru kelas, guru pendamping, orang tua

Metode:
Terapi Seni (Menggambar)

Langkah-langkah:
5. Kepala sekolah berkoordinasi dengan guru untuk
mengundang orang tua ke sekolah.
6. Kepala sekolah dan guru bekerjasama dalam memberikan
pengetahuan kepada orang tua terkait pentingnya melatih
pengendalian emosi pada anak.
7. Guru memberikan penjelasan secara mendetail terkait
perkembangan emosi yang ditunjukkan anak selama
pembelajaran kepada orang tua.
8. Diskusi bersama orang tua untuk menentukan efektivitas

62
penggunaan metode pembelajaran di kelas terkait
pengendalian emosi anak.
9. Mengevaluasi metode pembelajaran bersama orang tua dan
seluruh guru pendamping kelas.
10. Merumuskan rencana tindak lanjut untuk metode
pembelajaran yang dirasa belum efektif.

Rencana Evaluasi:
Dalam kegiatan evaluasi, perlu dilakukan pengamatan dan
identifikasi beberapa hal berikut.
4. Mengobservasi perilaku yang ditunjukkan anak di kelas
dalam pengendalian emosi.
5. Menilai efektivitas metode pembelajaran di kelas yang
diterapkan untuk melatih pengendalian emosi anak.
6. Melakukan komunikasi dengan orang tua untuk pengamatan
perkembangan pengendalian emosi anak selama di rumah.

Tindak Lanjut:
Jika metode pembelajaran dinilai masih belum berhasil dan efektif
diterapkan untuk mengembangkan pengelolaan emosi pada anak,
maka dapat dilakukan dengan menggunakan metode lain, atau
dirujuk ke ahli lain.

Sedangkan, pelaksanaan pelayanan evaluasi secara teknis dengan cara


kunjungan ke rumah AUD (home visit) sebagai berikut:
1. Orang tua AUD meminta dan mencari informasi berkaitan dengan
perkembangan dan permasalahan AUD yang sudah mendapatkan
layanan BK di sekolah.
2. Orang tua AUD menerima atau meminta saran praktis dari guru BK,
GPK, Guru PAUD atau ahli lain agar orang tua AUD dapat
melanjutkan layanan bimbingan terhadap anaknya di rumah.
3. orang tua AUD melaksanakan layanan bimbingan bagi anaknya di
rumah sesuai dengan saran praktis dari guru BK, GPK, guru PAUD
atau ahli lainnya.

63
4. Orang tua AUD membuat catatan kegiatan layanan bimbingan
terhadap anaknya dirumah, meliputi waktu, tujuan, kegiatan dan hasil
serta kendala yang dihadapi ole orang tua di rumah.
5. Orang tua AUD menyampaikan catatan kegiatan layanan bimbingan
dan kendala yang dihadapi terhadap anaknya di rumah kepada guru
BK, GPK, atau guru PAUD sebagai bahan diskusi lebih lanjut.
6. Guru BK atau guru PAUD melaksanakan kegiatan kunjungan rumah.
7. Berdasarkan hasil dari kunjungan rumah, guru membuat Rencana
Kegiatan sebagai bentuk tindak lanjut penanganan AUD.

Contoh Format Wawancara dalam Kegiatan Kunjungan


Pewawancara :
Pihak yang Diwawancara :
Waktu dan Tempat Wawancara :

No POKOK PERTANYAAN DESKRIPSI


JAWABAN

1 Harapan orangtua tentang penyelenggaraan


PAUD

2 Pola asuh orang tua AUD dan anggota


keluarga lainnya

3 Kebiasaan AUD ketika di rumah

4 Kebiasaan AUD ketika bermain dengan


teman sebayanya

5 Permasalahan AUD saat di rumah

6 Harapan Orang tua terhadap AUD

Pelaksanaan evaluasi layanan kunjungan rumah dilakukan oleh Guru


BK atau guru PAUD untuk menjalin komunikasi, menggali informasi
dari orang tua, mengamati langsung pola asuh orang tua terhadap

64
AUD. Kunjungan rumah juga bertujuan untuk menjalin kerjasama
dengan orangtua dan lembaga AUD guna memfasilitasi pencapaian
tugas-tugas perkembangan AUD

E. Latihan Soal
1. Lakukan observasi di suatu sekolah PAUD untuk meninjau kegiatan
evaluasi pembelajaran yang sudah ada di sekolah!
2. Setelah mengetahui kegiatan evaluasi pembelajaran di sekolah,
lakukan identifikasi apakah di sekolah tersebut memiliki layanan
dukungan psikologis bagi siswanya!
3. Jika ada, identifikasikan dalam bentuk apa layanan tersebut
diwujudkan dan apakah seluruh guru di PAUD atau sekolah yang
diobservasi sudah memberikan layanan tersebut atau belum?
4. Jika belum, mengapa demikian? Sebutkan analisis Saudara terkait
evaluasi layanan BK di PAUD tempat observasi Saudara!

65
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, R. 2014. Hubungan antara Produktivitas Kerja Terhadap


Pengembangan Karier pada Karyawan PT. Bank Mandiri
Tarakan: Ejournal Psikologi, 2014, 2 (1): 24-40.
Amalia. S.Pd.I, M.Pd, Rizky. BIMBINGAN KONSELING ANAK USIA
DINI. http://repository.universitaspahlawan.ac.id/1012/1/BUKU
%20AJAR%20BK%20ANAK%20USIA%20DINI.pdf.
Aqib, Z. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran
Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya.
Azzahra, Nurma Annisa. “LAYANAN BIMBINGAN DAN
KONSELING ANAK DI TK KEMALA BHAYANGKARI 13
PONTIANAK KOTA.” Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran
Khatulistiwa (JPPK), vol. 6, no. 6, June 2017. jurnal.untan.ac.id,
https://doi.org/10.26418/jppk.v6i6.20308.
Dzikri, Fachruddin. “Langkah-langkah Evaluasi Program BK.”
KOMPASIANA, 14 Nov. 2018,
https://www.kompasiana.com/sumpek55/5bec3886bde57517a8007
b93/langkah-langkah-evaluasi-program-bk.
Hallen, A. 2002. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Jakarta:
Ciputat Press.
Hallen, A. 2005. Bimbingan dan Konseling. Edisi Revisi. Jakarta:
Quantum Teaching.
Hikmawati, F. 2011. Bimbingan Konseling. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Hulukati, Wenny, and Maryam Rahmi. “Instrumen Evaluasi Karakter
Mahasiswa Program Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini.”
Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 4, no. 2,
Feb. 2020, pp. 851–61. obsesi.or.id,
https://obsesi.or.id/index.php/obsesi/article/view/468.
Islami, Chitra Charisma, and Eva Gustiana. “Layanan Bimbingan Dan
Konseling AUD Berbasis Tugas Perkembangan Untuk
Meningkatkan Perilaku Prososial.” Jambura Early Childhood
Education Journal, vol. 2, no. 2, July 2020, pp. 70–78. ejournal-
fip-ung.ac.id, https://doi.org/10.37411/jecej.v2i2.161.
Khailani, Fitriani, et al. “Analisis Kebutuhan Layanan Bimbingan Dan
Konseling Di Tk Islam Masjid Raya Lantai Batu Batusangkar Dan

65
TK Islam Harapan Ibu Lima Kaum.” Jurnal Pendidikan Dan
Konseling (JPDK), vol. 5, no. 2, Apr. 2023, pp. 5846–58.
journal.universitaspahlawan.ac.id,
https://doi.org/10.31004/jpdk.v5i2.14918.
Kholili, Ma’rifatin Indah, and Elisabeth Christiana. EVALUASI
PELAKSANAAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
UNTUK ANAK USIA DINI KELOMPOK B DI TAMAN KANAK-
KANAK (TK) ISLAM SURABAYA. ejournal.unesa.ac.id,
https://ejournal.unesa.ac.id. Accessed 20 Oct. 2023.
Maranatha, Jojor Renta, and Dewi Indriati Hadi Putri. “Empati Anak
Usia Dini: Pengaruh Penggunaan Video Animasi dan Big Book di
Taman Kanak-Kanak.” Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, vol. 6, no. 3, Nov. 2021, pp. 1991–99. obsesi.or.id,
https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i3.1881.
Prayitno dan Amti, E. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta, Rineka Cipta.
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta:
Ghalia Indonesia
Prayitno. 1997. Pelayanan Bimbingan dan Konseling (SLTP). Jakarta:
PT. Bina Sumber Daya MIPA.
Prayitno. 2003. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar
dan Profil). Padang: Ghalia Indonesia.
Rizki, and Amin Yusi. “Pelatihan Penyusunan Program Bimbingan
Konseling PAUD.” ABDI: Journal of Community Service, vol. 1,
no. 1, June 2023, pp. 7–11. sangpengabdi.org,
http://sangpengabdi.org/index.php/abdi/article/view/3.
Sakawati, Darma, et al. “Layanan Evaluasi BK Aud K.9-2 | PDF.”
Scribd, Aini Silvi,
https://id.scribd.com/document/460469802/LAYANAN-
EVALUASI-BK-AUD-K-9-2. Accessed 29 Oct. 2023.
Sudrajat, Akhmad, and Sugiyatno M.Pd. “Evaluasi Kegiatan Bimbingan
Dan Konseling.” Evaluasi Kegiatan Bimbingan Dan Konseling, 28
Aug. 2019, http://bpakhm.unp.ac.id/evaluasi-bimbingan-dan-
konseling/.
Sukardi, D. 2003. Manajemen Bimbingan Dan Konseling Di sekolah.
Bandung: ALFABETA.

66
Sukardi, D., dan Kusmawati, D. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling
di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Syaodih, Ernawulan. 2005. Bimbingan di Taman Kanak-kanak. Jakarta:
Dirjen DIKTI.
Taufik Hilmawan, Muhammad. Aspek YANG Dievaluasi Dalam
Program BK - EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN DAN
KONSELING A. Aspek Yang - Studocu.
https://www.studocu.com/id/document/universitas-islam-negeri-
walisongo-semarang/manajemen-bimbingan-konseling/aspek-yang-
dievaluasi-dalam-program-bk/46730678. Accessed 20 Oct. 2023.
Tohirin. 2013. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
(Berbasis Integrasi). Jakarta: Rajawali Pers.
Winkel.WS. 2005. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
Yogyakarta: Media Abadi.
Yusuf, S., dan Nurihsan, A. J. 2005. Landasan Bimbingan & Konseling.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

67
BUKU AJAR BIMBINGAN DAN KONSELING DI PENDIDIKAN
ANAK USIA DINI (PAUD)

Sinopsis
Buku ajar Bimbingan dan Konseling di Jenjang Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) merupakan buku ajar yang digunakan untuk Mahasiswa
Pendidikan Guru-PAUD Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, peminat
kajian ilmu, dan praktisi bimbingan dan konseling di PAUD yang dapat
memberikan kontribusi dalam meningkatkan pemahaman guru PAUD dalam
mengidentifikasi perkembangan siswa, memahami pelaksanaan layanan BK
di PAUD, mengembangkan wawasan dalam pengembangan program layanan
BK di PAUD berbasis kurikulum merdeka, dan melakukan evaluasi layanan
BK di jenjang PAUD. Buku ajar ini memberikan penyajian berupa
pembahasan dasar mengenai bimbingan dan konseling di jenjang PAUD
hingga praktik pengembangan program BK di PAUD yang disertai tahapan
evaluasi program layanan BK di PAUD secara teoritis dan praktis.

University Press Adi Buana


ISBN

68

Anda mungkin juga menyukai