Anda di halaman 1dari 19

COVER

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan Makalah ini ini dapat diselesaikan dengan
baik dan tepat waktu. Adapun judul Makalah yang disusun oleh penulis adalah
“Perbandingan Modus Operandi Kejahatan Korupsi Era Orde Lama, Orde Baru, dan Era
Reformasi”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pancasila.
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada bapak/ibu..., selaku dosen pengampu
mata kuliah Pancasila, dan juga kepada semua pihak terlibat yang telah memberikan bantuan
dan dukungan dalam penyusunan Makalah ini. Dengan segala keterbatasan dalam
pengalaman, pengetahuan, dan referensi yang dikaji, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
berharap agar pembaca bersedia untuk memberikan kritik dan saran yang konstruktif untuk
meningkatkan kualitas Makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap
pemahaman kita tentang Pancasila, terutama bagi para pembaca yang ingin menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai modus-modus operandi kejahatan korupsi yang
digunakan di era orde lama, orde baru, dan juga era reformasi.

Nama Kota, 09 Januari 2024

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................II

DAFTAR ISI............................................................................................................................III

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Identifikasi Masalah........................................................................................................4

C. Tujuan.............................................................................................................................4

BAB II........................................................................................................................................5

PEMBAHASAN........................................................................................................................5

A. Modus Operandi Kejahatan Korupsi Pada Era Orde Lama, Orde Baru, Dan Era
Reformasi...............................................................................................................................5

a. Modus operandi korupsi di era Orde Lama.................................................................7

b. Modus operandi korupsi di era Orde Baru..................................................................8

c. Modus operandi korupsi di era Reformasi................................................................10

B. Peranan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menanggulangi Praktik Korupsi Di Indonesia..11

BAB III.....................................................................................................................................14

PENUTUP................................................................................................................................14

A. Kesimpulan...................................................................................................................14

B. Saran..............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945, Indonesia merupakan
negara yang berlandaskan atas hukum, sehingga segala tindakan negara harus sesuai dengan
hukum yang berlaku.1 Konsep negara hukum tersebut dapat dijadikan dasar pemikiran dalam
membangun sistem sosial ekonomi yang adil, sehingga tidak ada satu pun kelompok
masyarakat yang dirugikan atau tereksploitasi. Dengan demikian, akan tercipta suatu negara
dengan pemerintahan yang tidak hanya berfungsi sebagai penjaga keamanan dan ketertiban,
tetapi juga berfungsi sebagai pemangku kepentingan utama dalam mewujudkan keadilan
sosial dan kesejahteraan masyarakat.2 Untuk menjalankan fungsi tersebut, pejabat pemerintah
sebagai perantara dan alat negara berkewajiban untuk selalu memperhatikan kepentingan
rakyat. Namun pada kenyataannya, banyak tindak pidana korupsi yang terjadi justru
dilakukan oleh pejabat pemerintahan dengan tujuan memperkaya diri sendiri.3
Menurut Kartono, korupsi dapat diartikan sebagai tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, dan atau
merugikan kepentingan umum dan negara. Dengan demikian, diketahui bahwa korupsi terjadi
apabila seseorang memiliki hak monopoli atas urusan tertentu serta ditunjang oleh diskresi
atau keleluasaan dalam menggunakan kekuasaan, sehingga cenderung menyalahgunakan nya
tanpa pertanggungjawaban kepada publik.4 Pada undang-undang pemberantasan tindak
pidana korupsi sendiri, terdapat tiga puluh bentuk atau jenis dari tindak pidana korupsi yang
dirumuskan pada setiap pasal-pasal nya. Sejumlah bentuk dan jenis tersebut selanjutnya
dikategorikan ke dalam tujuh kelompok besar yakni, kerugian keuangan negara, suap
menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan
dalam pengadaan, dan gratifikasi.5

1
Eko Hidayat. (2018). Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Indonesia. Asas: Jurnal
Hukum Ekonomi Syariah. 8(2), hlm. 80.
2
Khudzaifah Dimyati, dkk. (2021) Indonesia As A Legal Welfare State: A Prophetic-Transcendental
Basis. Heliyon, 7 (8), hlm. 3.
3
Husin Rianda. (2023). Aspek Hukum Tindak Pidana Kasus Penggelapan Dana Bantuan Sosial.
Khazanah Multidisiplin, 4(2), hlm. 317.
4
Septiani Dwiputrianti. (2019). Memahami Strategi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia. Jurnal Ilmu
Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi, 6(3), hlm. 257.
5
Xaverly Claudio, dkk. (2021). Sanksi Hukum Penggelapan Dalam Jabatan Menurut Pasal 8 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lex Privatum, 9(13), hlm. 78.

1
Pada saat ini permasalahan korupsi di Indonesia telah menjadi permasalahan
mendasar yang sulit untuk diberantas. Permasalahan tersebut semakin diperparah setelah
ditetapkan nya pelaksanaan otonomi daerah, yang membuat korupsi merambah ke seluruh
tingkat pemerintahan, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah, bahkan hingga ke
tingkat pemerintahan paling kecil di daerah seperti desa. 6 Kekayaan sumber daya alam
melimpah, yang seharusnya menjadi salah satu kekuatan ekonomi utama di Indonesia untuk
mendukung kemajuan bangsa, masih terhambat oleh masalah yang persisten, yaitu budaya
korup yang merajalela. Kebiasaan korup ini yang kemudian dapat menjadikan suatu negara
termasuk Indonesia menderita “kutukan sumber daya”. 7
Secara faktual, isu korupsi di Indonesia bukanlah fenomena baru. Praktik korupsi
telah ada dalam sejarah Indonesia, bahkan sejak masa kemerdekaan awal, permasalahan ini
sudah mewarnai kehidupan masyarakat di era Orde Lama. Pada periode tersebut, pemerintah
telah mengambil langkah-langkah seperti pembentukan Undang-Undang Anti Korupsi dan
mendirikan lembaga-lembaga penindakan korupsi. Meskipun demikian, karena kurangnya
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah menyebabkan dalam pelaksanaannya, usaha-
usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menangani korupsi masih dianggap kurang
efektif dan serius. Di samping itu, usaha-usaha untuk mengatasi korupsi yang dilakukan oleh
pemerintah tidak mencapai hasil maksimal karena masih ada kecenderungan pemerintah
untuk merahasiakan kasus-kasus korupsi yang melibatkan para pejabat tinggi dalam struktur
pemerintahan.8
Permasalahan korupsi ini kemudian terus mengalir seiring berjalannya waktu ke era
Orde Baru. Pada era ini, tindakan korupsi marak terjadi karena adanya monopoli kekuasaan
yang diterapkan oleh individu-individu berkedudukan tinggi. Selain itu, pelaksanaan program
pembangunan di era Orde Baru juga menjadi penyebab banyaknya kasus korupsi. Banyaknya
proyek pembangunan yang dirancang oleh pemerintah dengan pengalokasian dana yang besar
untuk sektor pembangunan memberikan peluang besar bagi para pelaku korupsi untuk
memanfaatkan situasi dan jabatan yang mereka pegang demi keuntungan pribadi. Sama
seperti pada era Orde Lama, pada era Orde Baru ini pemerintah juga telah melakukan
berbagai upaya dalam menanggulangi praktik korupsi dalam negeri, namun tetap tidak
berjalan dengan baik. Bahkan pada era Orde Baru ini pemimpin negara yakni Presiden

6
Septiani Dwiputrianti. Op. Cit., hlm. 260.
7
David Aled W., & Kendra E. Dupuy. (2019). Will REDD + Safeguards Mitigate Corruption?
Qualitative Evidence from Southeast Asia. The Journal of Development Studies, 55(10), hlm. 2132.
8
Hikmatus Syuraida. (2015). Perkembangan Pemberantasan Korupsi di indonesia Era Orde Lama
Hingga Era Reformasi. Avatar: E-Journal Pendidikan Sejarah, 3 (2), hal. 231.

2
Soeharto juga diduga telah melakukan praktik korupsi. Pada era Orde Baru ini model
pemberantasan yang dilakukan masih mengikuti model pemberantasan korupsi yang
digunakan pada era Orde Lama.9
Praktik korupsi terus berkembang dan semakin meresahkan selama masa Reformasi.
Jika pada masa Orde Lama dan Orde Baru, korupsi umumnya dilakukan oleh kalangan elite
pemerintahan, pada era Reformasi ini, hampir semua lapisan penyelenggara negara terlibat
dalam korupsi.10 Fenomena ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam intensitas
dan meluasnya keterlibatan berbagai instansi pemerintahan dalam praktik-praktik korupsi
yang merugikan negara. Namun beriringan dengan peningkatan praktik korupsi tersebut, pada
era Reformasi ini pemberantasan korupsi juga tidak sedikit mengalami keberhasilan. Hal
tersebut dibuktikan oleh kinerja badan pemberantasan korupsi pada saat itu yang semakin
meningkat, dimana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus-kasus
korupsi pada era Reformasi ini banyak mengungkap kasus-kasus korupsi yang melibatkan
para pejabat tinggi pemerintahan. Keberhasilan KPK dalam menjalankan tugasnya untuk
memberantas praktik korupsi dalam negeri membentuk sebuah keyakinan baru dalam
masyarakat, serta mendorong masyarakat untuk terus memberikan dukungan dan membantu
KPK dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.11
Pada dasarnya dalam mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa, penyelenggara
negara memiliki peranan yang sangat penting, sehingga sudah seharusnya penyelenggaraan
suatu pemerintahan didasarkan sesuai dengan dasar negara kita yaitu Pancasila. Pada sila
kelima Pancasila dinyatakan bahwa “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Namun
dengan praktik korupsi yang demikian akan terus menyebabkan semakin luasnya kesenjangan
sosial karena anggaran negara yang tidak lagi pro rakyat.12
Kompleksitas permasalahan korupsi di Indonesia pada era Orde Lama, Orde Baru,
dan Reformasi, telah mencerminkan ketidakmaksimalan upaya pemberantasan korupsi oleh
pemerintah. Pada era Orde Lama dan Orde Baru, dominasi elite pemerintahan dan proyek
pembangunan besar menjadi pemicu utama praktik korupsi. Meskipun ada upaya legislatif
dan pembentukan lembaga anti-korupsi, hasilnya terbatas dan masih belum optimal.
Sementara itu, masa Reformasi menghadirkan tantangan baru dengan melibatkan hampir
semua lapisan penyelenggara negara dalam aksi korupsi. Oleh karena itu, pemahaman

9
Ibid., hal. 237.
10
I Wayan Joniarta. (2018). Banalitas Korupsi di Indonesia (Suatu Tinjauan Dari Perspektif Budaya).
Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, 2(1), hal 153.
11
Hikmatus Syuraida. Op. Cit., hal. 237-238.
12
Andri Riyadi. Pancasila Dalam Penanggulangan Korupsi. (Malang: AE Publishing, 2021), hal. 24.

3
mendalam terkait modus operandi korupsi pada setiap periode tersebut diharapkan dapat
memberikan perspektif yang lebih komprehensif mengenai cara-cara kreatif dan strategis
yang digunakan oleh para pelaku korupsi dalam mencapai tujuan mereka, serta
mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila yang dapat menjadi dasar untuk langkah-langkah
pencegahan dan penindakan lebih efektif di masa depan.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka yang
menjadi rumusan permasalahan dari makalah ini adalah:
1. Bagaimana modus operandi korupsi pada era Orde Lama, Orde Baru, dan era
Reformasi?
2. Bagaimana nilai-nilai pancasila dapat dijadikan sebagai dasar untuk langkah-langkah
pencegahan dan penindakan korupsi yang lebih efektif?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka penyusunan
makalah ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis dan memahami secara mendalam modus operandi korupsi yang terjadi
pada masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi di Indonesia.
2. Menganalisis peran nilai-nilai Pancasila sebagai dasar untuk merumuskan langkah-
langkah pencegahan dan penindakan korupsi yang lebih efektif di masa depan, dengan
harapan mewujudkan tata pemerintahan yang lebih bersih dan bermoral.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Modus Operandi Kejahatan Korupsi Pada Era Orde Lama, Orde Baru, Dan Era
Reformasi
Secara etimologis, korupsi merupakan suatu keadaan dimana kondisi keutuhan,
kebaikan dan kebenaran asli yang telah merosot, dan kemerosotan tersebut kemudian
mendorong terjadinya perbuatan seperti penyuapan, penipuan, pemalsuan, perusakan bentuk,
dan semacamnya. Kemerosotan yang dimaksud adalah hal yang menyangkut keutuhan fisik
dan integritas sosial.13 Berdasarkan rumusan pasal-pasal yang terdapat di dalam Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk
tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan menjadi, kerugian keuangan negara, suap
menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan
dalam pengadaan, dan gratifikasi. Pada rumusan pasal yang mengatur setiap bentuk korupsi
tersebut dijelaskan secara terperinci berkaitan dengan perbuatan yang dapat dijatuhi pidana
karena korupsi. Selanjutnya, berdasarkan beberapa defenisi umum mengenai korupsi, korupsi
dapat dirumuskan sebagai suatu tindakan mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta
negara atau masyarakat, melawan norma-norma yang berlaku, menyalahgunakan kekuasaan
maupun kewenangan yang ada pada dirinya, demi kepentingan pribadi, keluarga, korporasi
atau instansi tertentu.14
Bagian penting dari implementasi sistem demokrasi adalah menjaga tata kelola
pemerintahan yang efektif dan bebas dari praktik korupsi. Dalam konteks sejarah reformasi di
Indonesia, memberantas korupsi di kalangan penyelenggara negara menjadi salah satu
mandat utama yang muncul pada tahun 1998. Komitmen untuk menjalankan pemerintahan
yang bersih dari korupsi sangat dipengaruhi oleh dampak buruk tindakan korupsi dan kolusi
yang meluas di era pemerintahan sebelumnya. Pada saat ini korupsi di Indonesia telah
merasuki semua lapisan masyarakat dan struktur birokrasi. Mulai dari praktik suap terkait
dengan pelanggaran lalu lintas hingga perilaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di
lingkungan birokrasi negara. Tanpa disadari, praktik korupsi yang demikian dapat berasal
dari suatu kebiasaan dalam masyarakat yang dianggap sebagai suatu hal yang wajar
dilakukan, contohnya seperti memberikan hadiah atau bayaran sebagai bentuk rasa
13
B. Herry Priyono. Korupsi: Melacak Arti, Menyimak Implikasi. (Jakarta: PT. Gramedia Pusataka
Utama, 2019), hal. 23.
14
Dian Muslimin, dkk. Pendidikan Anti Korupsi. (Padang: Global Eksekutif Teknologi, 2023), hal. 4.

5
terimakasih kepada para pejabat atau pegawai negeri atas pelayanan yang pada dasarnya
merupakan kewajiban dan bagian dari tugas mereka. Kebiasaan tersebut dianggap sebagai hal
lumrah yang memang harus dilakukan, namun pada kenyataannya kebiasaan tersebutlah yang
pada akhirnya akan bertransformasi menjadi bibit-bibit korupsi, dimana akan berujung pada
kerugian yang harus ditanggung oleh rakyat dan negara.15
Praktik korupsi yang demikian selanjutnya akan membawa banyak dampak negatif
dalam kehidupan masyarakat dan pemerintahan di Indonesia baik dampak yang dapat
dirasakan secara langsung, maupun dampak tidak langsung nya. Dampak negatif tersebut
ditujukan pada Sumber Daya Manusia (SDM), dimana korupsi dapat mengikis karakter anak
bangsa terutama apabila terjadi korupsi di dunia pendidikan. Korupsi tersebut secara
sistematis dapat menyebabkan turunnya kualitas pendidikan secara signifikan, karena
anggaran yang seharusnya diperuntukkan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut telah
dikorupsi oleh para pejabat yang bersangkutan. Kondisi yang demikian akan memperlambat
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Selain pada SDM sebagaimana
uraian tersebut, praktik korupsi tersebut juga dapat berdampak pada Sumber Daya Alam
(SDA) yang menjadikan negeri dengan Sumber Daya Alam (SDA) ini menjadi negara
tertinggal apabila dibandingkan dengan kelompok negara maju dan yang sudah mandiri
secara ekonomi.16 Oleh karena itu untuk membahas kompleksitas dari praktik korupsi ini,
penting untuk menganalisis modus-modus operandi korupsi dari masa ke masa. Pemahaman
mendalam terkait pola-pola tersebut dapat memberikan wawasan yang diperlukan untuk
merancang langkah-langkah pencegahan dan penindakan yang lebih efektif, memastikan
bahwa masa depan Indonesia terbebas dari ancaman korupsi yang merugikan.
Modus operandi sendiri merupakan sebuah istilah dalam bahasa latin yang dapat
diartikan sebagai prosedur ataupun cara bekerja atau berbuat sesuatu. Dari segi kosakata,
istilah modus operandi dapat dijelaskan sebagai metode atau teknik yang memiliki ciri khas
dari seorang atau kelompok pelaku kejahatan dalam melaksanakan tindakan kriminal yang
melanggar hukum dan merugikan pihak lain, baik sebelum, selama, maupun setelah
pelaksanaan kejahatan tersebut.17 Berikut akan dibahas mengenai praktik korupsi pada era
Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi di Indonesia, untuk mengidentifikasi modus-

15
Achmad Ubaedillah. Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila, Demokrasi dan Pencegahan Korupsi.
(Jakarta: Kencana, 2016), hal. 227.
16
Ibid., hal. 236.
17
Muhammad Rezza Kurniawan, dan Pujiyono. (2018). Modus Operandi Korupsi Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah Oleh PNS. Jurnal Law Reform, 14(1), hal. 119.

6
modus operandi kejahatan korupsi bagaimana yang digunakan oleh para pelaku tindak pidana
korupsi di Indonesia pada masa-masa tersebut.

a. Modus operandi korupsi di era Orde Lama


Setelah Indonesia merdeka, waktu pemerintahan di Indonesia dapat dibedakan ke
dalam tiga periode, yakni Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. 18 Orde Lama adalah suatu
periode dalam sejarah Indonesia yang mencakup masa pemerintahan sejak kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945 hingga berakhir dengan gerakan G30S/PKI pada tahun 1965.
Periode ini ditandai oleh pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Pada era Orde
Lama, sebagai langkah dalam menanggulangi praktik korupsi yang terjadi pemerintah
membentuk sebuah badan anti korupsi pertama yang diberi nama Panitya Retooling Aparatur
Negara atau PARAN. PARAN merupakan sebuah lembaga yang bertugas melakukan
restrukturisasi pada organisasi dan prosedur baik secara individu maupun kelompok dari
semua instansi Pemerintahan di bidang legislatif, eksekutif, dan sebagainya di tingkat daerah
maupun pusat. Tujuannya adalah untuk menyesuaikan dengan Manifesto Politik dan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (USDEK), guna mencapai tujuan negara
baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.19
Pada perkembangan selanjutnya melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963
diciptakan Operasi Budhi yang bertugas dalam meneruskan kasus korupsi ke meja
pengadilan, namun Operasi Budhi ini tidak berjalan dengan lancar. Operasi Budhi yang
kembali menghadapi kendala akhirnya digantikan oleh Komando Tertinggi Retooling Aparat
Revolusi (KOTRAR) yang ditetapkan oleh Presiden Soekarno. 20 Namun pada akhirnya,
badan-badan pemberantasan korupsi yang didirikan oleh pemerintah pada masa Orde Lama
mengalami kesulitan dan tidak dapat menjalankan tugasnya secara efektif. Hal ini disebabkan
oleh keterbatasan dan kurang optimal nya kinerja badan-badan pemberantasan korupsi yang
telah dibentuk, serta minim nya dukungan yang diterima oleh badan-badan tersebut dalam
menjalankan fungsi mereka.21

18
Almira Fidella Artha. (2018). Revoluusi Pemerintahann, Sudahkah Berevolusi? Kolokasi Adjektiva
Kata “Indonesia” Dalam COCA dan COHA Pada Periode Pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, dan era
Reformasi. Etnolingual, 2(1), hal. 57.
19
Ibid.
20
Ade Adhari, dan Sherryl Naomi. (2023). Latar Belakang Perkembangan Tindak Pidana Korupsi
Indonesia (Sejarah Berkembangnya Kejahatan Korupsi Dan Berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi). Jurnal
Serina Abdimas, 1(3), hal. 1254.
21
Hikmatus Syuraida. Op. Cit., hal. 235.

7
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, walaupun pada masa ini Indonesia
baru merdeka, praktik korupsi nyatanya telah melekat dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Beberapa contohnya adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh balasan pegawai
negeri pada tahun 1960, kasus korupsi Yayasan Masjid Istiqlal tahun 1961, korupsi RSUP
kota Semarang tahun 1964, korupsi Ruslan Abdul Gani, hingga pada korupsi Pertamina.
Praktik-praktik korupsi tersebut pada dasarnya disebabkan oleh pengawasan dari atasan
kepada bawahannya yang masih kurang kompleks. Hal tersebut kemudian dapat
mengakibatkan banyak pihak-pihak tidak bertanggungjawab, memanfaatkan situasi yang ada
untuk melakukan praktik korupsi. Dengan kata lain, kondisi di Indonesia yang baru merdeka
pada masa ini menyebabkan sistem pemerintahan yang belum stabil. 22
Apabila dilihat dari kasus-kasus korupsi sebagaimana diuraikan di atas maka dapat
diketahui bahwa, pada era Orde Lama ini permasalahan korupsi didasari oleh masalah
disparitas penghasilan dalam struktur jabatan, yang berindikasi pada masalah keadilan di
antara para pelakunya, yang pada umumnya adalah elite penguasa. Oleh karena itu pada era
Orde Lama di Indonesia, modus operandi korupsi cenderung terkait dengan kekuasaan dan
monopoli yang dimiliki oleh elite penguasa. Beberapa modus operandi yang umum terjadi
mencakup penyalahgunaan wewenang dalam pemberian proyek-proyek pemerintah,
nepotisme, serta tindakan korupsi terkait dengan perizinan dan pembagian sumber daya alam.
Pejabat pemerintah dan elite politik pada masa itu seringkali menggunakan posisi dan
koneksi mereka untuk memperoleh keuntungan pribadi, mengabaikan kepentingan publik.
Selain itu, terdapat juga praktik-praktik korupsi di bidang birokrasi, terutama terkait dengan
penyalahgunaan kekuasaan dalam proses pengambilan keputusan, pengadaan barang dan
jasa, serta pelaksanaan program-program pembangunan. Sistem yang kurang transparan dan
lemahnya mekanisme pengawasan pada masa itu menjadi faktor pendukung berkembangnya
modus operandi korupsi di era Orde Lama. Dalam beberapa kasus, peraturan-peraturan
pemerintah juga dimanfaatkan untuk memberikan keuntungan tertentu kepada pihak-pihak
yang terlibat dalam praktik korupsi.23

b. Modus operandi korupsi di era Orde Baru


Periode ini merupakan masa kepemimpinan Presiden Soeharto yang terhitung sejak
tahun 1965 hingga pada tahun 1998. Istilah Orde Baru digunakan sebagai kritik terhadap

22
Hikmatus Syuraida. Op. Cit., hal. 234.
23
H. M. Arsyad Sanusi. (2009). Relasi Antara Korupsi dan Kekuasaan. Jurnal Konstitusi, 6(2), hal. 89.

8
periode sebelumnya, yakni Orde Lama. Orde Baru menurut pendukung nya, dianggap sebagai
usaha untuk mengoreksi penyimpangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi
selama masa Orde Lama.24
Meskipun telah terjadi reformasi era, namun pada era Orde Baru ini praktik korupsi
masih sering ditemui dan melekat di kehidupan masyarakat Indonesia. Beberapa contoh kasus
korupsi yang terjadi pada era Orde Baru meliputi, kasus korupsi Angkatan Bersenjata pada
tahun 1957, kasus korupsi Lembaga Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) tahun 1981, kasus
korupsi Perum Sentral Giro Jakarta tahun 1981, kasus korupsi Departemen Pertanian tahun
1981, kasus korupsi Kantor Pajak Magelang tahun 1967, kasus korupsi Bank Negara
Indonesia (BNI) Unit II Jakarta tahun 1968, dan lain sebagainya. Dimana praktik korupsi
yang terjadi pada masa Orde Baru sebagian besar dipicu oleh banyaknya pejabat dari
perusahaan atau instansi pemerintah yang menggunakan kekuasaannya untuk mencapai
keuntungan pribadi. Korupsi di era Orde Baru, pada umumnya, berakar dari dominasi
kekuasaan oleh individu yang menduduki jabatan. Dalam situasi korupsi di masa Orde Baru,
para pelaku korupsi tidak hanya mencari kekayaan semata, tetapi juga mengejar kekuasaan
dan posisi jabatan yang menjadi tujuan utama mereka. 25
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada masa ini,
permasalahan korupsi yang muncul tidak lagi berkaitan dengan keadilan, hukum, dan politik.
Sebaliknya, hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar terjadi karena dalam ekspansi
pasar yang tengah berlangsung, posisi jabatan pemerintah dianggap sebagai salah satu elemen
krusial untuk memastikan kelancaran usaha. Jabatan tersebut dianggap sebagai jaminan
keamanan dalam menjalankan kegiatan bisnis. Sehingga pada era Orde Baru ini, modus
operandi korupsi menjadi lebih kompleks dan terstruktur. Pemerintahan Orde Baru di bawah
kepemimpinan Presiden Soeharto ditandai oleh konsentrasi kekuasaan dan otoritarianisme,
yang memberikan ruang yang lebih besar bagi praktik korupsi yang melibatkan elite
pemerintahan dan kelompok bisnis terkait. Beberapa modus operandi yang umum terjadi
mencakup pengalokasian dana pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur kepada
perusahaan atau individu yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintahan. Selain itu,
terdapat pula tindakan korupsi dalam bentuk kolusi antara pemerintah, bisnis, dan kelompok
elite. Perizinan usaha, pengadaan barang dan jasa, serta pengelolaan sumber daya alam sering
terlibat dalam praktik korupsi. Selama era Orde Baru, penggunaan kekuasaan politik untuk

24
Achmad Ubaedillah. Op. Cit., hal. 91
25
Hikmatus Syuraida. Op. Cit, hal. 235.

9
mendapatkan keuntungan ekonomi pribadi menjadi lebih terstruktur, dan korupsi meresap ke
berbagai sektor pemerintahan dan bisnis.26

c. Modus operandi korupsi di era Reformasi


Periode ini dikenal juga dengan sebutan periode pasca-Orde Baru, yang dimulai pada
tahun 1998. Era ini ditandai oleh semakin terbukanya ruang politik, kebebasan pers, dan
partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintahan. Sepak terjang
pemberantasan korupsi pada era Reformasi ini ditandai dengan hadirnya Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2003. Pembentukan KPK ini dikarenakan
pemerintah menganggap peranan kejaksaan dan kepolisian belum optimal dalam
melaksanakan tugas, peran, dan tanggung jawab dalam melaksanakan upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi.27
Langkah-langkah untuk memberantas korupsi di era Reformasi menunjukkan
kemajuan yang signifikan jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Jika upaya
pemberantasan korupsi di periode sebelumnya cenderung gagal, maka pada masa Reformasi,
usaha pemberantasan korupsi, terutama yang dilakukan oleh KPK, mengalami perkembangan
yang positif. Banyak kasus korupsi yang berhasil diungkap dan diselesaikan oleh KPK,
bahkan melibatkan pelaku korupsi yang memiliki posisi tinggi dalam pemerintahan. Hal ini
menunjukkan keseriusan KPK dalam menangani kasus korupsi tanpa memandang jabatan
atau posisi yang dimiliki oleh para pelaku. Kesungguhan KPK dalam menanggulangi korupsi
di Indonesia mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat atas tindakan-tindakan yang
diambil oleh badan tersebut.28
Berdasarkan pada beberapa kasus-kasus korupsi yang pernah terjadi di era Reformasi
ini, seperti contohnya korupsi Bank Century, korupsi Hambalang, korupsi simulator SIM
Mabes Polri, dan kasus-kasus lain yang melibatkan anggota DPR dan DPRD, bupati,
walikota, gubernur, ketua MK (Mahkamah Konstitusi), ketua partai, rektor, dan lain
sebagainya. Maka dapat diketahui bahwa salah satu modus operandi yang terlihat di era
Reformasi adalah korupsi terkait dengan proyek-proyek pembangunan dan pengadaan
barang/jasa. Pergeseran kekuasaan politik serta meningkatnya peran sektor swasta dalam
ekonomi membuka peluang baru bagi praktik korupsi di tingkat regional dan nasional.

26
H. M. Arsyad Sanusi. Loc. Cit.
27
Muhammad Yusni. Keadilan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Perspektif Kejaksaan.
(Surabaya: Airlangga University Press, 2019), hal. 11.
28
Hikmatus Syuraida. Op. Cit, hal. 236.

10
Terdapat juga kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara, baik di tingkat
pusat maupun daerah. Selain itu, era Reformasi juga menyaksikan perkembangan modus
operandi korupsi yang melibatkan teknologi dan keuangan. Penyalahgunaan anggaran dan
dana publik melalui manipulasi keuangan dan proyek-proyek fiktif menjadi salah satu modus
operandi yang muncul. Penegakan hukum dan upaya pemberantasan korupsi semakin
diperkuat dengan didirikannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2003.29

B. Peranan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menanggulangi Praktik Korupsi Di Indonesia


Korupsi merupakan salah satu permasalahan bangsa yang harus dijadikan prioritas
untuk segera diselesaikan. Pada dasarnya dalam menyelesaikan suatu permasalahan, maka
langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi akar dari permasalahan tersebut.
Apabila mencermati uraian pada sub bahasan sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa
permasalahan korupsi dapat disebabkan oleh banyak hal. Namun, sebenarnya korupsi muncul
sebagai konsekuensi dari lemahnya implementasi nilai-nilai Pancasila, dan berkurangnya
kesadaran masyarakat untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang harus
dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran bersama di
kalangan masyarakat Indonesia untuk mengembalikan fokus negara Indonesia kepada
tujuannya, yang didasarkan pada keyakinan terhadap Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa. Di sini, nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan dan petunjuk untuk
mengarahkan sikap dan perilaku warga Indonesia dalam mencapai tujuan masyarakat dan
menjaga keseimbangan dengan alam semesta. Hal ini melibatkan segala aspek kehidupan,
termasuk ekonomi, politik, sosial budaya, hukum, dan pertahanan keamanan.30
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, menjadi pedoman utama dalam semua
pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk dalam pembuatan peraturan
perundang-undangan. Pancasila merepresentasikan identitas bangsa Indonesia dalam
kehidupan bersama sebagai masyarakat, bangsa, dan negara. Nilai-nilai yang terkandung di
dalam Pancasila menjadi standar bagi masyarakat Indonesia dalam menjalankan fungsi
negara. Dengan demikian, pentingnya memastikan bahwa pelaksanaan pemerintahan tidak

29
Eko Handoyo. (2014). Korupsi dan Pembangunan. Pemberantasan Korupsi di Indonesia, 78722, hal.
78.
30
Inggar Saputra. (2017). Implementasi Nilai Pancasila Dalam Mengatasi Korupsi Di Indonesia. JPPKn,
2(1), hal. 11.

11
melenceng dari prinsip-prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
sebagai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.31
Sejatinya, Pancasila bukan merupakan suatu peraturan yang bersifat kaku, melainkan
terbuka. Artinya bahwa, Pancasila dalam penerapannya dapat dikembangkan pada berbagai
aspek maupun dimensi kehidupan.32 Pengimplimentasian nilai-nilai Pancasila dalam
menanggulangi praktik korupsi di Indonesia dapat diawali dengan penerapan sila pertama
yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Implementasi nilai Pancasila bisa dimulai dengan
membiasakan kewajiban menjalankan ajaran agama dalam kehidupan keluarga. Hal ini dapat
menjadi dasar moralitas dan menjadi garda terdepan dalam menilai perbuatan baik-buruk
serta benar-salah di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang yang menjalankan ajaran
agama sebelum bertindak akan mempertimbangkan aspek moralitas di hadapan Tuhan dan
dampaknya terhadap diri sendiri serta lingkungan sekitar. Selain itu, tokoh agama juga
memiliki peranan penting dalam mendidik dan membimbing masyarakat untuk bersikap tegas
menolak korupsi, karena hal tersebut bertentangan dengan ajaran agama. Interaksi antara
kalangan agama dan masyarakat membentuk hubungan simbiosis mutualisme dalam upaya
mencegah kemungkinan terjadinya tindakan korupsi;
Langkah selanjutnya adalah dengan pengimplementasian sila kedua yakni
“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Dalam usaha menciptakan nilai kemanusiaan yang
adil dan beradab, keluarga dapat saling mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa
praktik korupsi merusak keadaban, dikarenakan ketidakjujuran dapat merusak adab itu
sendiri, dan menghilangkan kepercayaan orang lain. Sementara dalam konteks lingkungan
sekitar, tokoh masyarakat dapat menerapkan nilai-nilai dalam sila kedua dapat memberikan
contoh nyata kejujuran dalam berbagai kegiatan, terutama terkait dengan transparansi
keuangan. Sementara dalam mengimplementasikan sila ketiga yakni, “Persatuan Indonesia”,
perlu diinisiasi sebuah gerakan nasional anti korupsi yang melibatkan seluruh pemangku
kepentingan di berbagai daerah dan masyarakat setempat. Gerakan ini harus berwujud pada
tindakan nyata untuk memiskinkan koruptor dengan menyita aset mereka demi kepentingan
negara. Selanjutnya, perlu dipertimbangkan penerapan hukuman mati bagi individu Indonesia
yang terlibat dalam praktik korupsi;
Penerapan sila keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan”, dapat dimulai dengan keterlibatan aktif dari lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang telah dipercayakan oleh rakyat untuk mengelola
31
Rian Sacipto. (2022). Pembentukan Karakter Anti Korupsi Berlandaskan Ideologi Pancasila. Jurnal
Pancasila, 3(1), hal. 42.
32
Inggar Saputra. Op. Cit., hal. 14.

12
negara sesuai kewenangannya masing-masing. Tindakan penindakan yang esensial dapat
dilakukan dengan menangkap dan menghukum individu yang terlibat dalam tindak korupsi di
ketiga lembaga tersebut. Selain itu, langkah-langkah pencegahan korupsi seperti, memberikan
gaji yang sesuai, memberikan apresiasi kepada individu yang menunjukkan sikap anti
korupsi, dan meningkatkan kesadaran anti korupsi melalui berbagai kegiatan partisipatif di
ketiga lembaga tersebut juga penting untuk dilakukan;
Dan untuk mengimplementasikan nilai sila kelima yakni, “Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”, negara harus bersungguh-sungguh melalui lembaga-lembaga
negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memaksimalkan penggunaan anggaran
negara demi kepentingan rakyat. Apabila terbukti bahwa anggaran negara yang seharusnya
digunakan untuk pembangunan disalahgunakan melalui korupsi, langkah-langkah tegas harus
diambil, mulai dari mengembalikan dana yang dikorupsi hingga memberlakukan sanksi yang
tegas. Langkah ini diperlukan sebagai efek jera dan sanksi moral-sosial, dengan harapan agar
tidak ada lagi dana negara yang disalahgunakan untuk keuntungan pribadi atau kelompok
tertentu.33

33
Ibid., hal. 14-15

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkaan pada uraian-uraian pembahasan sebelumnya, maka dapat diketahui
bahwa pada masa Orde Lama, korupsi terutama didasari oleh perbedaan penghasilan dalam
jenjang kepangkatan, menciptakan ketidakadilan di antara elite penguasa. Praktik korupsi
tersebut seringkali terkait dengan kekayaan dan jabatan yang menjadi tujuan para pelaku
korupsi. Adapun pada masa Orde Baru, korupsi menjadi lebih kompleks dan terstruktur,
melibatkan praktik korupsi dalam skala besar yang melibatkan elite pemerintahan dan bisnis.
Monopoli kekuasaan dan kolusi menjadi pendorong utama tindakan korupsi. Dan pada masa
Reformasi, terjadi perubahan signifikan dengan pembentukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) pada tahun 2003. Meskipun upaya pemberantasan korupsi mengalami
kemajuan, tantangan masih ada, dan modus operandi korupsi terus berkembang.
Secara keseluruhan, pemahaman mengenai modus operandi korupsi dari masa ke
masa sangat penting untuk menyusun langkah-langkah pencegahan dan penindakan yang
lebih efektif di masa depan. Selain itu pengimplementasian nilai-nilai pancasila melalui
kehidupan sehari-hari, pendidikan keluarga, dan tokoh agama juga merupakan hal penting
dalam penanggulangan korupsi di Indonesia. Pancasila dapat menjadi landasan moral dan
etika yang kuat dalam upaya menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan transparan.
Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara tidak hanya menyuarakan nilai-nilai keadilan,
kebenaran, dan kesejahteraan, tetapi juga menekankan pada aspek-aspek moralitas dan
integritas. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek kehidupan
masyarakat dan pemerintahan, diharapkan dapat menciptakan budaya yang menolak korupsi.

B. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas maka untuk untuk memperkuat pemberantasan
korupsi di Indonesia, perlu fokus pada pendidikan nilai-nilai Pancasila sebagai pondasi moral
masyarakat. Dukungan lebih lanjut kepada lembaga penegak hukum, khususnya KPK, dan
penerapan teknologi untuk meningkatkan transparansi keuangan dapat menjadi langkah-
langkah strategis. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat membentuk budaya anti-
korupsi yang solid dan memperkuat tata pemerintahan yang bersih.

14
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Achmad Ubaedillah. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila, Demokrasi dan
Pencegahan Korupsi. Jakarta: Kencana.
Andri Riyadi. 2021. Pancasila Dalam Penanggulangan Korupsi. Malang: AE Publishing.
Dian Muslimin, dkk. 2023. Pendidikan Anti Korupsi. Padang: Global Eksekutif Teknologi.
Herry Priyono. 2019. Korupsi: Melacak Arti, Menyimak Implikasi. Jakarta: PT. Gramedia
Pusataka Utama.
Muhammad Yusni. 2019. Keadilan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Perspektif
Kejaksaan. Surabaya: Airlangga University Press.

Jurnal
Ade Adhari, dan Sherryl Naomi. 2023. Latar Belakang Perkembangan Tindak Pidana
Korupsi Indonesia (Sejarah Berkembangnya Kejahatan Korupsi Dan Berdirinya
Komisi Pemberantasan Korupsi), Jurnal Serina Abdimas, 1(3) : 1251-1257
Almira Fidella Artha. 2018. Revoluusi Pemerintahann, Sudahkah Berevolusi? Kolokasi
Adjektiva Kata “Indonesia” Dalam COCA dan COHA Pada Periode Pemerintahan
Orde Lama, Orde Baru, dan era Reformasi, Etnolingual, 2(1) : 55-71
David Aled W., & Kendra E. Dupuy. 2019. Will REDD+ Safeguards Mitigate Corruption?
Qualitative Evidence from Southeast Asia, The Journal of Development Studies,
55(10) : 2129-2144
Eko Handoyo. 2014. Korupsi dan Pembangunan, Pemberantasan Korupsi di Indonesia,
78722 : 73-83
Eko Hidayat. 2018. Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Indonesia,
Asas: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 8(2) : 80-87
H. M. Arsyad Sanusi. 2009, Relasi Antara Korupsi dan Kekuasaan. Jurnal Konstitusi, 6(2) :
83-104
Hikmatus Syuraida. 2015. Perkembangan Pemberantasan Korupsi di indonesia Era Orde
Lama Hingga Era Reformasi, Avatar: E-Journal Pendidikan Sejarah, 3 (2) : 230-238
Husin Rianda. 2023. Aspek Hukum Tindak Pidana Kasus Penggelapan Dana Bantuan Sosial,
Khazanah Multidisiplin, 4(2) : 315-328
I Wayan Joniarta. 2018. Banalitas Korupsi di Indonesia (Suatu Tinjauan Dari Perspektif
Budaya), Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, 2(1) : 149-156
Inggar Saputra. 2017. Implementasi Nilai Pancasila Dalam Mengatasi Korupsi Di Indonesia,
JPPKn, 2(1) : 9-17
Khudzaifah Dimyati, dkk. 2021. Indonesia As A Legal Welfare State: A Prophetic-
Transcendental Basis, Heliyon, 7 (8) : 1-8

15
Muhammad Rezza Kurniawan, dan Pujiyono. 2018. Modus Operandi Korupsi Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah Oleh PNS, Jurnal Law Reform, 14(1) : 115-131
Rian Sacipto. (2022). Pembentukan Karakter Anti Korupsi Berlandaskan Ideologi Pancasila,
Jurnal Pancasila, 3(1) : 39-50
Septiani Dwiputrianti. 2019. Memahami Strategi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia,
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi, 6(3)
: 256-281
Xaverly Claudio, dkk. 2021. Sanksi Hukum Penggelapan Dalam Jabatan Menurut Pasal 8
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lex
Privatum, 9(13) : 78-87

16

Anda mungkin juga menyukai