Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

NEFROTIKSINDROM

Disusun Oleh
Kelompok 12
1. ARISA INSANI
2. YONA APRILLIA

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
BANGKINANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadiran Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kami mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan sebagai penulis kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami menerima saran dan kritik yang
bersifat membangun demi perbaikan kearah yang lebih baik. Atas
perhatiannya saya mengucapkan terima kasih.

Bangkinang, Nopember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan Makalah ....................................................................... 2
1. Tujuan Umum ....................................................................................... 2
2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 3
A. Definisi .................................................................................................... 3
B. Etiologi .................................................................................................... 3
C. Patofisiologi dan Pohon Masalah (Pathways)............................................ 5
D. Manifestasi Klinik ................................................................................... 5
E. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 6
F. Penatalaksanaan ........................................................................................ 7
G. Komplikasi ............................................................................................... 9
BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN ......................................... 11
A. Pengkajian ................................................................................................ 11
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 14
C. Rencana Asuhan Keperawatan ................................................................. 14
D. Evaluasi ................................................................................................... 17
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 18
A. Kesimpulan ............................................................................................. 18
B. Saran........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria
masif, hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka
kejadian SN di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia
di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
anak per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik
merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di poliklinik khusus
Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat
antara tahun 1995-2000.
Penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan
kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan
menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi
3, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti
penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus
sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi
berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter)
dan mempunyai prognosis buruk.
Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara histopatologik
sebagai lesi minimal, sebagian besar memberikan respons terhadap pengobatan
steroid (sensitif steroid). Sedangkan SN lesi nonminimal sebagian besar tidak
memberikan respons terhadap pengobatan steroid (resisten steroid).1-
4 International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) membuat panduan
gambaran klinis dan laboratorium untuk memperkirakan jenis lesi pada anak yang
menderita SN. Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia saat
serangan pertama, jenis kelamin, hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin,
komplemen C3, dan kolesterol serum. Seperti telah diketahui, bentuk
histopatologik memberikan gambaran terhadap respons pengobatan steroid,
seperti jenis glomerulonefritis mesangial proliferatif (GNMP) sebesar 80-85%

1
adalah resisten seroid. Sampai saat ini, belum terdapat data gambaran
histopatologik di Indonesia, sehingga pada sindrom nefrotik resisten steroid
(SNRS) dan sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) akan memberikan gambaran
klinis yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh ISKDC. Kadar protein
nonalbumin diikutsertakan pula dalam penelitian ini karena belum pernah diteliti
sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara berbagai
gambaran klinis dan laboratorium secara bersama-sama dengan respons terhadap
pengobatan steroid (SNRS dan SNSS). (Behrman, 2000)

B. Tujuan Penulisan Makalah


1. Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami konsep dasar medis dan asuhan
keperawatan pada klien dengan penyakit sindroma nefrotik.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa keperawatan dapat :
a. Menjelaskan pengertian dari sindroma nefrotik
b. Menjelaskan etiologi dari sindroma nefrotik
c. Menjelaskan patofisiologi dan pohon masalah (pathways) dari sindroma
nefrotik
d. Menjelaskan manifestasi klinik dari sindroma nefrotik
e. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari sindroma nefrotik
f. Menjelaskan penatalaksanaan dari sindroma nefrotik
g. Menjelaskan komplikasi dari sindroma nefrotik
h. Menjelaskan asuhan keperawatan dari sindroma nefrotik

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Nephrotic Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik;
proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema.
(Suriadi, 2006)
Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom ini dapat terjadi karena
adanya faktor yang menyebabkan premeabilitas glomerulus. (Hidayat, A.Aziz,
2006)
Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi,
dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah, 2005)
Berdasarkan pengertian diatas maka, dapat diambil kesimpulan bahwa
sindroma nefrotik adalah merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.
B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen –
antibodi. Menurut Ngastiyah (2005), umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
Gejala : Edema pada masa neonatus
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
a. Malaria kuartana (malaria kuartana yang disebabkan plasmodium
malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria
tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18

3
sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang
lagi tiap tiga hari) atau parasit lainnya.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid.
c. Glumerulonefritis akut atau kronik,
d. Trombosis vena renalis.
e. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air
raksa.
f. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik. (Ngastiyah, 2005)
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop
biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat imunoglublin G
(IgG) pada dinding kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
1. Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
2. Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang
lobular.
3. Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai
kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
4. Glomerulonefritis membranoproliferatif

4
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai
membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA
rendah. Prognosis buruk.
5. Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
4. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi
tubulus. Prognosis buruk.

C. Patofisiologi dan Pohon Masalah (Pathways)


Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma potein, terutama albumin
ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun
organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-
menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadinya penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat
cairan yang berpindah dari sistem vaskular ke dalam ruang cairan ekstraseluler.
Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin
menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis
lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah
(hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau
sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini
dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang
dewasa termasuk lansia. Penyebab sindrom nefrotik mencakup glomerulonefritis
kronis, dibetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis
ginjal, penyakit lupus erythematosus sistemik, dan trombosis vena renal.
Respons perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan
memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami
glomerulus progresif cepat. (Arif Muttaqin, 2011).

D. Manifestasi Klinik
1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi
dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung

5
bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan
berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
3. Pucat
4. Hematuri
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun
tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom
nefrotik.
5. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
6. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umumnya terjadi.
7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 )

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urin
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindromnetrofik.
. Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick
bacaan, atau dengan pengujian semi kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3
+ merupakan 300 mg / dL dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g /
L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran nefrotik. Pemeriksaan
dipsticks kimia albumin adalah protein utama yang diuji.
a. Protein urin > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari
b. Urinalisa cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin meningkat (normal : 285 mOsmol)
2. Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
a. Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml)
b. Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100 ml).
Hal ini disebut sebagai hipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5
gram/100 ml). Pada SN ternyata katabolisme protein
meningkat akibat katabolisme protein yang terjadi di

6
tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme in merupakan factor tambahan terjadinya hi
poalbuminemia selain dari proteinuria (albuminuria). Pada SN sering pula
dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga intake berkurang yang
pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya edema
anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2 gram/100 ml,
dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar < 1 gram/100 ml. (Betz, 2002)
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
b. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal.
c. Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis kronis
atau pembentukkan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli.
(Betz, 2002)

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk
mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan
hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang
lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari,
dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat
diberi garam sedikit.
c. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya
edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau
kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
d. Dengan antibiotik bila ada infeksi.
e. Diuretikum

7
f. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis
maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini
dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
3) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg,
20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.
g. Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal
jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindroma nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan
pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu
diperhatikan adalah edema yang berat (anasarka), diet, resiko komplikasi,
pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman dan nyaman, dan
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien.
Pasien sindroma nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur,
karena dengan keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan
kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan
harus ditolong di atas tempat tidur.
a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga
thoraks akan menyebabkan sesak nafas.
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal
diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki
akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum
untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah

8
terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab
kematian pasien).
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan
sesuai kemampuannya, tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau
perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya edema
pasien perlu ditimbang setiap hari, di ukur lingkar perut pasien. Selain itu
perawatan pasien dengan sindroma nefrotik, perlu dilakukan pencatatan masukan
dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindroma nefrotik
diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 gram/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu
35 kal/kgBB/hari serta rendah garam (1 gram/hari). Bentuk makanan disesuaikan
dengan keadaan pasien, bisa makanan biasa atau lunak. (Ngastiyah, 2005)
Pasien dengan sindroma nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh
yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat
infeksi streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut, kebersihan
kulit perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien harus bersih dan
kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan diberikan pada waktu yang
sama. Jika pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan
penjelasan bagaimana merawat anak yang menderita penyakit sindroma nefrotik.
Pasien sendiri perlu juga diterangkan aktivitas apa yang perlu dilakukan dan
kepatuhan tentang dietnya masih perlu diteruskan sampai pada saatnya dokter
mengizinkan bebas diet. Memberikan penjelasan pada keluarga bahwa penyakit
ini sering kambuh atau berubah menjadi lebih berat jika tidak terkontrol secara
teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien dianjurkan kontrol sesuai waktu yang
ditentukan (biasanya 1 bulan sekali). (Ngastiyah, 2005)

G. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml)
yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga
terjadi peninggian fibrinogen plasma.

9
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal. (Rauf,
.2002)

10
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Anamnesa
a. Identitas
b. Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki.
c. Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal
berikut :
1) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output.
2) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah.
3) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise.
d. Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah
klien pernah menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat
dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
e. Pada pengkajian psikososiokultural, adanya kelemahan fisik, wajah, dan
kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang
maladaptif pada klien.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
1) Prenatal
Keadaan dimana ibu memeriksakan kandungannya selama
mengandung dan asupan nutrisi selama kehamilan.
2) Natal
Proses persalinan pada saat dilahirkan, serta kondisi bayi saat
dilahirkan.
3) Postnatal
Asupan nutrisi yang diperoleh saat dilahirkan hingga dewasa.
4) Imunisasi
BCG 1 kali, DPT 3 kali, polio 3 kali, campak 1 kali

11
g. Riwayat kesehatan lingkungan
Endemik malaria sering terjadi kasus sindroma nefrotik.
h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan
lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan
ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya,
senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak
laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih
dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs
rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru.
Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak
peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-
alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang
dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya,
menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna,
membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur,
kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah
dari orang tua, teman.
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat
kesadaran biasanya compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya
perubahan.
B1 (Breating). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan
jalan napas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase
akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.

12
B2 (Blood). Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
B3 (Brain). Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik.
Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia
pada sistem saraf pusat.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada
abdomen
B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.
3. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membaran
glomerulus.

4. Pengkajian Penatalaksanaan Medis


Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan risiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka
penatalaksanaan tersebut meliputi hal-hal berikut :
a. Tirah baring
Untuk mengatasi penyulit, pada stadium oedem, ada hipertensi, ada
bahaya trombosis, apabila relaps.
b. Diuretik
Diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB/dosis 2-4 kali sehari.
c. Adenokortikosteroid, golongan prednison
Induksi : 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 4 minggu (maksimal
80 mg/24 jam). Bila terjadi remisi : 2 mg/kgBB/24 jam dosis tunggal tiap
pagi, tiap 48 jam sekali selama 4 minggu. Tapering off dosis dikurangi
0,5 mg/kgBB setiap 2 minggu, selama 2-4 bulan.
d. Diet rendah natrium tinggi protein

13
Tinggi protein dan rendah garam (pada stadium oedem dan selama
pemberian kortikosteroid. Cairan dibatasi. Pemberian kalsium dan
vitamin D.
e. Terapi cairan
Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara
cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan
dan berat badan harian.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine,
retensi cairan dan natrium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau massa.
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

C. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan
1. Pertahankan catatan
berhubungan dengan tindakan keperawatan intake dan output
penurunan volume urine, selama ...x24 jam yang akurat
retensi cairan dan natrium. kelebihan cairan
2. Pasang urin kateter
teratasi dengan kriteria jika diperlukan
hasil : 3. Monitor hasil lab
v Terbebas dari edema, yang sesuai dengan
efusi, anaskara retensi cairan (BUN,
v Bunyi nafas bersih, tidak Hmt, osmolalitas urin)
ada dyspneu/ortopneu 4. Monitor vital sign
v Terbebas dari distensi
5. Monitor indikasi
vena jugularis retensi/kelebihan

14
v Memelihara tekanan cairan (cracles, CVP,
vena sentral, tekanan edema, distensi vena
kapiler paru, output leher, asites)
jantung dan vital sign 6. Kaji lokasi dan luas
v Terbebas dari kelelahan, edema
kecemasan atau
7. Monitor masukan
bingung makanan/cairan
8. Monitor status
nutrisi
9. Monitor berat badan
10. Monitor elektrolit
11. Monitor tanda dan
gejala dari odema.
2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan
1. Kaji adanya alergi
kurang dari kebutuhan tubuh tindakan keperawatan makanan
berhubungan dengan selama ...x24 jam
2. Kolaborasi dengan
ketidakmampuan untuk nutrisi kurang teratasi ahli gizi untuk
mengabsorpsi nutrien. dengan indikator : menentukan jumlah
v Albumin serum kalori dan nutrisi yang
v Pre albumin serum dibutuhkan pasien
v Hematrokit 3. Monitor adanya
v Hemaglobin penurunan BB gula
v Total iron binding darah
capacity 4. Monitor turgor kulit
v Jumlah limfosit 5. Monitor kekringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
6. Monitor mual dan
muntah
7. Monitor pucat,
kemerahan, dan

15
kekeringan
konjungtiva
8. Monitor intake
nutrisi
9. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti
NGT/TPN sehingga
intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan
10. Informasikan kepada
klien dan nutkeluarga
tentang manfaat
nutrisi
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan
1. Kaji kemampuan
berhubungan dengan tindakan keperawatan pasien dalam
penurunan kekuatan otot, selama ...x24 mobilisasi
kontrol dan atau massa. jam gangguan 2. Latih pasien dalam
mobilitas fisik teratasi pemenuhan kebutuhan
dengan kriteria hasil : ADL secara mandiri
v Klien meningkat dalam sesuai kemampuan
aktivitas fisik 3. Dampingi dan bantu
v Mengerti tujuan dari pasien saat mobilisasi
peningkatan mobilitas dan bantu penuhi
v Memperagakan kebutuhan ADL
penggunaan alat bantu pasien
untuk mobilisasi
4. Rencanakan dan
(walker) sediakan aktivitas
secara bertahap
5. Anjurkan keluarga

16
untuk membantu
aktivitas pasien

4. Kecemasan berhubungan Setelah dilakukan


1. Gunakan
dengan perubahan status tindakan keperawatan pendekatan yang
kesehatan. selama ...x24 jam menenangkan
kecemasan klien
2. Temani pasien
teratasi dengan kriteria untuk memberikan
hasil : keamanan dan
v Klien mampu mengurangi takut
mengidentifikasi dan
3. Identifikasi tingkat
mengunkapkan gejala kecemasan
cemas 4. Libatkan keluarga
v Mengidentifikasi, untuk mendampingi
mengungkapkan dan klien
menunjukkan tehnik
5. Bantu pasien
untuk mengontrol mengenal situasi yang
cemas menimbulkan
v Vital sign dalam batas kecemasan
normal
v Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

E. Evaluasi
1. Kelebihan volume cairan dapat teratasi
2. Meningkatnya asupan nutrisi
3. Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari
4. Penurunan kecemasan

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nephrotic Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik;
proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema.
(Suriadi, 2006)
Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom ini dapat terjadi karena
adanya faktor yang menyebabkan premeabilitas glomerulus. (Hidayat, A.Aziz,
2006)
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
2. Sindrom nefrotik sekunder
3. Sindrom nefrotik idiopatik
4. Glomerulosklerosis fokal segmental

B. Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
3. Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai
diskusi dan forum terbuka.

18
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15.
Jakarta: EGC
Betz, Cecily Lynn. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Rauf, Syarifuddin. 2002. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak, FK UH : Makassar
Suriadi .2006. Asuhan Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta: CV Sagung

19

Anda mungkin juga menyukai