Anda di halaman 1dari 9

TUGAS INDIVIDU TAFSIR TAHLILI

Nama : Hendri Nofria

Nim : 2020. 2678

Sem/Jur. : Iqt 7 A

Matkul : Tafsir Tahlili

Dosen : H. Zulfi Akmal, L.C., M.A.

Tiga Golongan Manusia Dalam Al-Quran Surah Al Baqarah ayat 1-20

Hadirin yang berbahagia.....!

Tiga Golongan Manusia Dalam Al-Quran Surah Al Baqarah ayat 1-20, Allah SWT
menyebutkan secara rinci, ada tiga golongan manusia dalam menghadapi datangnya Al-
Qur’an, yakni golongan muslim atau mukmin, kafir, dan munafik. Dalam QS 2:1-20 itu Allah
SWT menjelaskan secara rinci karakteristik muslim (mukmin/mutakin), kafirin, dan
munafikin.

Tiga golongan manusia ini diklasifikasikan berdasarkan sikapnya terhadap ajaran Islam yang
bersumberkan Al-Quran.

1. Muslim (‫)مسلم‬
Secara harfiyah, Muslim berarti "seseorang yang berserah diri kepada Allah". Siapa
pun yang berserah diri atau tunduk, patuh, dan taat kepada Allah SWT disebut
muslim.
‫ِإْذ َقاَل َلُه َر ُّبُه َأْس ِلْم ۖ َقاَل َأْس َلْم ُت ِلَر ِّب اْلَع اَلِم يَن‬
"Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab:
“Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam” (Surat Al-Baqarah:2:131)
Selengkapnya: Pengertian Muslim yang Sebenarnya. Muslim adalah orang yang
beragama Islam dengan kewajiban pokoknya berupa syahadat, shalat, zakat, puasa,
dan haji (Rukun Islam). Muslim yang benar-berar menganut Islam disebut mukmin
(mu'min, ‫ )مؤمن‬atau "orang yang beriman (percaya)". Orang yang hanya mengaku
beragama Islam atau pura-pura menjadi sorang muslim disebut munafik. Karena itu,
ada perbedaan antara muslim dan mukmin. Muslim belum tentu mukmin, namun
mukmin sudah tentu muslim.

Hadirin yang berbahagia....!


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

۞ ‫َقاَلِت اَاْلْع َر اُب ٰا َم َّناۗ ُقْل َّلْم ُتْؤ ِم ُنْو ا َو ٰل ِكْن ُقْو ُلْٓو ا َاْس َلْم َنا َو َلَّم ا َيْدُخ ِل اِاْل ْيَم اُن ِفْي ُقُلْو ِبُك ْم ۗ َو ِاْن ُتِط ْيُعوا َهّٰللا َو َر ُسْو َلٗه اَل‬
‫َيِلْتُك ْم ِّم ْن َاْع َم اِلُك ْم َش ْئًـاۗ ِاَّن َهّٰللا َغ ُفْو ٌر َّر ِح ْيٌم‬

Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada


mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, ‘Kami baru berislam’ karena
iman (yang sebenarnya) belum masuk ke dalam hatimu. Jika kamu taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amal perbuatanmu.”
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Allah menjelaskan bahwa orang-orang Arab Badui mengaku bahwa diri mereka telah
beriman. Ucapan mereka itu dibantah oleh Allah. Sepantasnya mereka itu tidak
mengatakan telah beriman, karena iman yang sungguh-sungguh ialah membenarkan
dengan hati yang tulus dan percaya kepada Allah dengan seutuhnya. Hal itu belum
terbukti karena mereka memperlihatkan bahwa mereka telah memberikan kenikmatan
kepada Rasulullah saw dengan keislaman mereka dan dengan tidak memerangi
Rasulullah saw.
Mereka dilarang oleh Allah mengucapkan kata beriman itu dan sepantasnya mereka
hanya mengucapkan ‘kami telah tunduk’ masuk Islam, karena iman yang sungguh-
sungguh itu belum pernah masuk ke dalam hati mereka. Apa yang mereka ucapkan
tidak sesuai dengan isi hati mereka.
Az-Zajjāj berkata, “Islam itu ialah memperlihatkan kepatuhan dan menerima apa-apa
yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dengan memperlihatkan patuh itu terpeliharalah
darah dan jiwa, dan jika ikrar tentang keislaman itu disertai dengan taṣdīq (dibenarkan
hati), maka barulah yang demikian itu yang dinamakan iman yang sungguh-sungguh.
Jika mereka benar-benar telah taat kepada Allah dan rasul-Nya, ikhlas berbuat amal,
dan meninggalkan kemunafikan, maka Allah tidak akan mengurangi sedikit pun
pahala amal mereka, bahkan akan memperbaiki balasannya dengan berlipat ganda.”
Terhadap manusia yang banyak berbuat kesalahan, di mana pun ia berada, Allah akan
mengampuninya karena Dia Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat dan yang
beramal penuh keikhlasan.

Hadirin yang berbahagia....!


Dengan demikian, mukmin adalah seorang muslim yang benar-benar percaya akan
Islam, dibuktikan dengan mengamalkan ajaran Islam. Ciri-ciri golongan mukmin
dalam Al-Quran:
QS 2:2
‫ٰذ ِلَك اْلِكٰت ُب اَل َر ْيَب ۛ ِفْيِهۛ ُهًدى ِّلْلُم َّتِقْيَۙن‬

Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; (ia merupakan) petunjuk bagi
orang-orang yang bertakwa.
Ayat ini menerangkan bahwa Al-Qur’an tidak dapat diragukan, karena ia wahyu Allah
swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw Nabi yang terakhir dengan
perantaraan Jibril a.s.:
)‫ (الشعرۤا ء‬١٩٣ ۙ ‫ َنَز َل ِبِه الُّر ْو ُح اَاْلِم ْيُن‬١٩٢ ۗ ‫َو ِاَّنٗه َلَتْنِزْيُل َر ِّب اْلٰع َلِم ْيَن‬
Dan sungguh (Al-Qur’an) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam,
yang dibawa oleh ar-Rūḥ al-Amīn (Jibril). (asy-Syu‘arā'/26: 192-193).
Hadirin yang berbahagia..!
Yang dimaksud “Al-Kitab” (wahyu) di sini ialah Al-Qur’an. Disebut “Al-Kitab”
sebagai isyarat bahwa Al-Qur’an harus ditulis, karena itu Nabi Muhammad saw
memerintahkan para sahabat menulis ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan
bimbingan bagi orang yang bertakwa, sehingga dia berbahagia hidup di dunia dan di
akhirat nanti. Orang yang bertakwa ialah orang yang memelihara dan menjaga dirinya
dari azab Allah dengan selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Di antara tanda-tanda orang yang bertakwa ialah sebagaimana
yang tersebut pada ayat-ayat berikut:
QS 2:3
‫ۙ اَّلِذ ْيَن ُيْؤ ِم ُنْو َن ِباْلَغْيِب َو ُيِقْيُم ْو َن الَّص ٰل وَة َوِمَّم ا َر َز ْقٰن ُهْم ُيْنِفُقْو َن‬
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
Pertama: Beriman kepada yang gaib. Termasuk di dalamnya beriman kepada Allah
dengan sesungguhnya, menundukkan diri serta menyerahkannya sesuai dengan yang
diharuskan oleh iman itu. Tanda keimanan seseorang ialah melaksanakan semua yang
diperintahkan oleh imannya itu. Gaib ialah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh
pancaindra. Pengetahuan tentang yang gaib itu semata-mata berdasar kepada
petunjuk-petunjuk Allah swt. Karena kita telah beriman kepada Allah, maka kita
beriman pula kepada firman-firman dan petunjuk-petunjuk-Nya. Termasuk yang gaib
ialah: Allah, para malaikat, hari kiamat, surga, neraka, mahsyar dan sebagainya.
Pangkal iman kepada yang gaib ialah iman kepada Allah swt. Iman kepada Allah
adalah dasar dari pembentukan watak dan sifat-sifat seseorang manusia agar dia
menjadi manusia yang sebenarnya, sesuai dengan maksud Allah menciptakan
manusia.
)‫ (البقرة‬١٣٨ ‫“ ِص ْبَغ َة ِهّٰللاۚ َو َم ْن َاْح َس ُن ِم َن ِهّٰللا ِص ْبَغ ًةۖ َّو َنْح ُن َلٗه ٰع ِبُد ْو َن‬
ṣibgah Allah.” Siapa yang lebih baik ṣibgah-nya daripada Allah? Dan kepada-Nya
kami menyembah. (al-Baqarah/2: 138).
Iman membentuk manusia menjadi makhluk individu dan makhluk yang menjadi
anggota masyarakatnya, suka memberi, menolong, berkorban, berjihad dan
sebagainya:

‫ٰۤل‬
‫ِاَّنَم ا اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ِباِهّٰلل َو َر ُسْو ِلٖه ُثَّم َلْم َيْر َتاُبْو ا َو َج اَهُد ْو ا ِبَاْم َو اِلِهْم َو َاْنُفِس ِهْم ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللاۗ ُاو ِٕى َك ُهُم الّٰص ِد ُقْو َن‬
)‫ (الحجٰر ت‬١٥
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (al-
Ḥujurāt/49: 15)
Dalam mencari arti iman hendaklah kita mengikuti petunjuk Rasul. Untuk itu kita
perlu mempelajari sejarah hidup Nabi Muhammad saw, merenungkan ciptaan Allah,
menggunakan akal pikiran dan mempelajari ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw. Iman dapat bertambah dan dapat pula berkurang. Iman akan rusak
bila amal seseorang rusak dan akan bertambah bila nilai dan jumlah amal ditingkatkan
pula. Kedua: Melaksanakan salat, yaitu mengerjakan dan menunaikan salat dengan
menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, terus-menerus mengerjakannya
setiap hari sesuai dengan yang diperintahkan Allah, baik lahir maupun batin. Yang
dimaksud dengan “lahir” ialah mengerjakan salat sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang telah ditentukan sunah Rasul, dan yang dimaksud dengan “batin” ialah
mengerjakan salat dengan hati yang khusyuk, dengan segala ketundukan dan
kepatuhan kepada Allah, dan merasakan keagungan dan kekuasaan Allah yang
menguasai dan menciptakan seluruh alam ini sebagai yang dikehendaki oleh agama.
Iqāmah aṣ-ṣalāh ialah mengerjakan salat dengan sempurna; sempurna segala rukun,
syarat dan ketentuan yang lain yang ditentukan oleh agama. Arti asal dari perkataan
ṣalāt ialah “doa”, kemudian dipakai sebagai istilah ibadah yang dikenal di dalam
agama Islam karena salat itu banyak mengandung doa. Ketiga: Menginfakkan
sebagian rezeki yang telah dianugerahkan Allah. Rezeki ialah segala sesuatu yang
dapat diambil manfaatnya. “Menginfakkan sebagian rezeki” ialah memberikan
sebagian rezeki atau harta yang telah dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang
telah ditentukan oleh agama. Pengertian menginfakkan harta di jalan Allah meliputi
belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha
penelitian ilmiah dan lain-lain. Juga berinfak untuk semua kepentingan umum dengan
niat melaksanakan perintah Allah termasuk fī sabīlillāh. Harta yang akan diinfakkan
itu ialah sebagiannya, tidak seluruh harta. Dalam ayat ini tidak dijelaskan berapa
banyak yang dimaksud dengan sebagian itu, apakah seperdua, sepertiga, seperempat
dan sebagainya. Dalam pada itu Allah melarang berlaku kikir dan melarang berlaku
boros:
)‫ (االسرۤا ء‬٢٩ ‫َو اَل َتْج َع ْل َيَدَك َم ْغ ُلْو َلًة ِاٰل ى ُع ُنِقَك َو اَل َتْبُس ْطَها ُك َّل اْلَبْس ِط َفَتْقُعَد َم ُلْو ًم ا َّم ْح ُسْو ًرا‬
Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula)
engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah), nanti kamu menjadi tercela dan
menyesal. (al-Isrā’/17: 29).
Allah melarang berlebih-lebihan atau kikir dalam membelanjakan harta:
)‫ (الفرقان‬٦٧ ‫َو اَّلِذ ْيَن ِاَذ ٓا َاْنَفُقْو ا َلْم ُيْس ِرُفْو ا َو َلْم َيْقُتُرْو ا َو َك اَن َبْيَن ٰذ ِلَك َقَو اًم ا‬
Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) mereka yang apabila
menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, tetapi berada di
antara keduanya secara wajar (al-Furqān/25: 67)
Pada firman Allah yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan sebagian
harta itu ialah sebagaimana jawaban atas pertanyaan para sahabat:
‫“ َو َيْس َٔـُلْو َنَك َم اَذ ا ُيْنِفُقْو َن ۗە ُقِل اْلَع ْفَۗو‬
mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan.
Katakanlah, ‘Kelebihan (dari apa yang diperlukan).’” (al-Baqarah/2: 219)
Yang dimaksud dengan “kelebihan” ialah setelah mereka cukup makan dan memiliki
pakaian yang dipakai. Jadi tidak harus kaya, tetapi selain yang mereka makan dan
pakai pada hari itu, adalah termasuk lebih. Allah telah menjelaskan cara-cara
membelanjakan harta itu dan cara-cara menggunakannya. Dijelaskan lagi oleh hadis
Rasulullah saw:
)‫ َخْيُر الَّصَد َقِة َع ْن َظْهِر اْلِغ َنى (رواه البخاري ومسلم‬: ‫َع ِن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬
Dari Nabi saw ia berkata, “Sebaik-baik sedekah adalah kelebihan dari kebutuhan
pokok.” (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim)
Hadirin yang berbahagia...!
QS 2:4
‫َو اَّلِذ ْيَن ُيْؤ ِم ُنْو َن ِبَم ٓا ُاْنِز َل ِاَلْيَك َو َم ٓا ُاْنِز َل ِم ْن َقْبِلَك ۚ َو ِباٰاْل ِخَرِة ُهْم ُيْو ِقُنْو َۗن‬
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu
dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat.
QS 2:5
‫ٰۤل‬ ‫ٰۤل‬
‫ُاو ِٕىَك َع ٰل ى ُهًدى ِّم ْن َّرِّبِهْم ۙ َو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُحْو َن‬
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung.

2. Kafir (‫)كافر‬
Kafir adalah orang yang tidak beragama Islam. Al-Quran dengan tegas menyebut
orang yang tidak beriman dengan istilah kafir, misalnya dalam QS Al-Kafirun yang
menjadi pedoman utama toleransi dalam Islam. Jadi, setiap orang yang bukan muslim
(non-muslim), dalam Islam disebut kafir. Secara bahasa, kāfir (dari kafaro) artinya
adalah menutup kebenaran, menolak kebenaran, atau mengetahui kesalahan tapi tetap
menjalankannya, dalam hal ini menutup atau menolak kebenaran ajaran Islam. Dalam
QS Al-Baqarah disebutkan, orang kafir memiliki ciri tidak mengakui Muhammad
SAW sebagai utusan Allah, dan hatinya dikunci oleh Allah SWT untuk tidak beriman.

Hadirin yang berbahagia...!

Ciri golongan kafir antara lain:


QS 2:6
‫ِاَّن اَّلِذ ْيَن َكَفُرْو ا َس َو ۤا ٌء َع َلْيِه ْم َء َاْنَذ ْر َتُهْم َاْم َلْم ُتْنِذ ْر ُهْم اَل ُيْؤ ِم ُنْو َن‬
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau
tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
QS 2:7
‫ٰٓل‬
‫َخَتَم ُهّٰللا َع ٰل ى ُقُلْو ِبِهْم َو َع ٰل ى َسْمِع ِه ْم ۗ َو َع ى َاْبَص اِرِهْم ِغ َش اَو ٌة َّو َلُهْم َع َذ اٌب َع ِظ ْيٌم‬
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka
ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.

3. Munafik (‫)منافق‬
Golongan munafik (munafiq) adalah orang yang pura-pura beriman, mengaku
muslim, padahal tidak, sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Baqoroh: 8-14.
Allah subhanahu wa Ta’ala.
‫َوِم َن الَّناِس َم ْن َّيُقْو ُل ٰا َم َّنا ِباِهّٰلل َو ِباْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِر َو َم ا ُهْم ِبُم ْؤ ِمِنْيَۘن‬
"Diantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari
kemudian,” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman" (QS
2:8).
Di depan kaum muslim, mereka mengaku beriman, namun di belakang atau ketika
berada di kelompoknya sesama munafik, mereka mengaku hanya bercanda dengan
mengaku beriman.
‫َو ِاَذ ا َلُقوا اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َقاُلْٓو ا ٰا َم َّناۚ َوِاَذ ا َخ َلْو ا ِاٰل ى َشٰي ِط ْيِنِهْم ۙ َقاُلْٓو ا ِاَّنا َم َع ُك ْم ۙ ِاَّنَم ا َنْح ُن ُم ْسَتْهِز ُءْو َن‬
"Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:
“Kami telah beriman”, tetapi bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka,
mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah
berolok-olok.” (QS 2:14).
Dalam ayat lain, ciri golongan munafik disebutkan:
‫ِاَذ ا َج ۤا َء َك اْلُم ٰن ِفُقْو َن َقاُلْو ا َنْش َهُد ِاَّنَك َلَر ُسْو ُل ِهّٰللاۘ َو ُهّٰللا َيْع َلُم ِاَّنَك َلَر ُسْو ُلٗه ۗ َو ُهّٰللا َيْش َهُد ِاَّن اْلُم ٰن ِفِقْيَن َلٰك ِذ ُبْو َۚن‬

‫ِاَّتَخ ُذ ْٓو ا َاْيَم اَنُهْم ُج َّنًة َفَص ُّد ْو ا َع ْن َس ِبْيِل ِهّٰللاۗ ِاَّنُهْم َس ۤا َء َم ا َك اُنْو ا َيْع َم ُلْو َن‬
‫ٰذ ِلَك ِبَاَّنُهْم ٰا َم ُنْو ا ُثَّم َكَفُرْو ا َفُطِبَع َع ٰل ى ُقُلْو ِبِهْم َفُهْم اَل َيْفَقُهْو َن‬
"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui,
bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah", dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu
menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari
jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. Yang
demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian
menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat
mengerti. (QS Al-Munafiqun 63:1-3).
Hadirin yang berbahagia..!
Allah menerangkan bahwa apabila orang-orang munafik hadir pada majelis Nabi saw,
di antaranya ‘Abdullāh bin Ubay, mereka mengakui dengan pengakuan yang tidak
mengandung keraguan sedikit pun bahwa Muhammad saw itu benar-benar rasul dari
sisi Allah, telah diberi wahyu, dan diturunkan kepadanya kitab Al-Qur’an sebagai
rahmat kepada hamba-hamba Allah. Allah sebelumnya telah menandaskan bahwa
Muhammad itu adalah rasul atau utusan-Nya kepada manusia seluruhnya, memberi
kabar gembira dan ancaman untuk menyelamatkan mereka dari kesesatan, dan
membawa mereka kepada petunjuk yang benar. Allah mengetahui kebohongan orang-
orang munafik itu di dalam pengakuannya. Mereka itu benar-benar lain di mulut lain
di hati. Orang munafik adalah orang yang beriman secara lahiriah, tetapi tidak secara
batiniah.
Allah menerangkan bahwa dalam menguatkan pengakuannya yang palsu itu, orang-
orang munafik itu berani bersumpah, tetapi hal itu hanya sebagai perisai untuk
menyelamatkan diri dari hukuman bunuh, penahanan, atau pengambilan harta benda
mereka sebagai ganīmah, sebagaimana hukuman yang dijatuhkan kepada orang-orang
kafir. Qatādah berkata, “Setiap akan dijatuhi hukuman terhadap orang-orang munafik
atas perbuatannya, mereka mengemukakan sumpah palsu untuk menyelamatkan jiwa,
darah, dan harta benda mereka.” Tindakan mereka tidak terbatas dengan hal itu saja.
Mereka juga menghalang-halangi manusia untuk masuk dan menganut agama Islam.
Ayat ini ditutup dengan satu ketegasan bahwa perbuatan orang-orang munafik itu
adalah perbuatan yang paling jahat. Mereka lebih suka memilih kekafiran daripada
iman, dan menampakkan apa yang berbeda dalam hatinya. Di dunia mereka akan
kecewa dan di akhirat akan menyesal. Mereka akan dihina di depan khalayak ramai
dengan menyatakan kemunafikan mereka kepada orang-orang mukmin di dunia ini.
Sedangkan di akhirat, mereka akan dimasukkan ke dalam neraka Jahanam. Sejalan
dengan ayat ini firman Allah:
١٤٥ ‫ِاَّن اْلُم ٰن ِفِقْيَن ِفى الَّدْر ِك اَاْلْس َفِل ِم َن الَّناِۚر َو َلْن َتِج َد َلُهْم َنِص ْيًر ۙا‬
Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah
dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka. (an-
Nisā’/4: 145)
Firman Allah:
٦٨ ‫َو َعَد ُهّٰللا اْلُم ٰن ِفِقْيَن َو اْلُم ٰن ِفٰق ِت َو اْلُك َّفاَر َناَر َجَهَّنَم ٰخ ِلِد ْيَن ِفْيَهۗا ِهَي َح ْسُبُهْم ۚ َو َلَع َنُهُم ُهّٰللاۚ َو َلُهْم َع َذ اٌب ُّم ِقْيٌۙم‬
Allah menjanjikan (mengancam) orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan
orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah
(neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka; dan mereka mendapat azab yang
kekal. (at-Taubah/9: 68)
Allah menerangkan bahwa perbuatan jahat dan hina orang-orang munafik itu adalah
karena mereka itu menampakkan iman pada lahiriahnya, kemudian mereka kafir dan
ingkar dalam batinnya. Mereka itu tadinya memang beriman, lalu mereka kafir dan
menyembunyikan kekafirannya yang menyebabkan hati mereka dikunci mati
sehingga tidak dapat lagi memahami dan mengetahui mana yang baik, mana yang
buruk, dan sebagainya. Akhirnya mereka itu tidak ada bedanya dengan orang-orang
yang bisu, tuli, dan buta, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah:
١٧١ ‫َو َم َثُل اَّلِذ ْيَن َكَفُرْو ا َك َم َثِل اَّلِذ ْي َيْنِع ُق ِبَم ا اَل َيْس َم ُع ِااَّل ُد َع ۤا ًء َّو ِنَد ۤا ًء ۗ ُص ٌّم ۢ ُبْك ٌم ُع ْمٌي َفُهْم اَل َيْع ِقُلْو َن‬
Dan perumpamaan bagi (penyeru) orang yang kafir adalah seperti (penggembala)
yang meneriaki (binatang) yang tidak mendengar selain panggilan dan teriakan.
(Mereka) tuli, bisu, dan buta, maka mereka tidak mengerti. (al-Baqarah/2: 171)
Orang munafik itu selalu ‘berwajah dua’, kalau berkumpul dengan orang Mukmin
mereka mengaku beriman tapi saat bergabung dengan orang kafir, mereka
menyatakan kafir. Karena itulah, orang munafik lebih berbahaya daripada orang kafir,
karena orang munafik masuk kedalam barisan golongan umat Islam dan merusak dari
dalam.

Semoga kita selalu berada dalam keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT,
semoga kita terhindar jauh dari sifat orang munafik dan orang kafir, amiin ya rabb al-
alamin...

Anda mungkin juga menyukai