Anda di halaman 1dari 3

Nama : MUHAMMAD MAHDI RAKAN

Nim : 048980316
Tugas 1 TMK
ADBI4336/Hukum Ketenagakerjaan
JAWABAN :

1. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Lebih lanjut, aturan tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul diatur di dalam UU
HAM yang merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang hak asasi
manusia (“HAM”). Pasal 24 ayat (1) UU HAM menjamin kemerdekaan berserikat dan
berkumpul yang berbunyi:
Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.
Dalam International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang
Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU 12/2005 juga mengatur
kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran Pasal 19, Pasal 21, dan Pasal
22.
Pasal 19 UU UU 12/2005 menjamin hak untuk mengeluarkan pikiran. Adapun ketentuan
pasalnya adalah sebagai berikut.
Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan.
Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan
untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari
pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui
media lain sesuai dengan pilihannya;
Pelaksanaan hak-hak yang dicantumkan dalam ayat 2 pasal ini menimbulkan kewajiban dan
tanggung jawab khusus. Oleh karenanya dapat dikenai pembatasan tertentu, tetapi hal ini hanya
dapat dilakukan sesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan untuk menghormati hak atau
nama baik orang lain, melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau
moral umum.
Pasal 21 UU 12/2005 menjamin hak untuk berkumpul secara damai. Tidak ada pembatasan yang
dapat dikenakan terhadap pelaksanaan hak ini kecuali yang ditentukan sesuai dengan hukum, dan
yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan
keselamatan publik, atau ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan atau moral umum,
atau perlindungan atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain.
Selanjutnya, Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU 12/2005 mengatur mengenai hak atas kebebasan untuk
berserikat sebagai berikut.
Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang lain, termasuk hak untuk
membentuk dan bergabung dalam serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
Tidak diperkenankan untuk membatasi pelaksanaan hak ini, kecuali diatur oleh hukum, dan yang
diperlukan dalam masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan
publik, ketertiban umum, perlindungan kesehatan dan moral umum, atau perlindungan atas hak
dan kebebasan dari orang lain. Pasal ini tidak boleh mencegah diberikannya pembatasan yang
sah bagi anggota angkatan bersenjata dan kepolisian dalam melaksanakan hak ini.
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda mengenai dasar hukum PT X mengeluarkan
larangan, tidak ada dasar hukum bagi PT X untuk melarang pedagang pasar membentuk suatu
perkumpulan atau paguyuban. Pada dasarnya, negara menjamin kemerdekaan berserikat dan
berkumpul serta mengeluarkan pikiran.

2. a. Pada Pasal 68 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa pengusaha
dilarang memperkerjakan anak, apabila memperkerjakan anak harus melalui prosedur tertentu.
Selanjutnya pada Pasal 74, Undang-Undang tersebut mengatur bahwa anak dilarang bekerja
ditempat yang membahayakan.

b. Kemudian sanksi pidana bagi pengguna pekerja anak di bawah umur yang terbukti melakukan
tindak pidana adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
200.000.000,00. Dalam suatu pekerjaan pasti dibutuhkan suatu tenaga kerja karena adanya
hubungan timbal balik di antara keduanya.

3. Berikut ini adalah jawaban dari kasus tentang status kepegawaian Karyadi. Isu
ketenagakerjaan tersebut cukup jamak terjadi di dunia bisnis. Hal itu disebabkan oleh adanya
pihak yang diuntungkan dengan status tersebut

a. Jika melihat status hukum atau legalitas hubungan kerja Karyadi dan perusahaan, maka
sejatinya statusnya tidak sah.
b. Tanpa ada perjanjian kerja atau kontrak antara kedua belah pihak, maka status hubungan
kerjanya hanyalah bersifat informal tanpa ada keterikatan secara hukum.
c. Secara hukum dan perundang-undangan, dikenal dua perjanjian kerja yaitu Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Hal
ini termaktub pada UU Ketenagakerjaan Pasal 56 yang berbunyi:Perjanjian kerja dibuat
untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertntu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas:jangka waktu; atauselesainya suatu
pekerjaan tertentu.Secara mendasar perbedaan antara PKWT dan PKWTT dilihat dari
status hubungan kerja dan lama waktu kontrak, namun, terdapat perbedaan lainnya antara
PKWT dan PKWTT, sperti pada infografis berikut : Berbeda dengan kontrak PKWT yang
dibatasi maksimal 3 (tiga) tahun, PKWTT tidak memiliki batasan waktu. Pada
PKWTT, perusahaan wajib memberikan pembayaran jika terjadi Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK), sementara tidak demikian dengan PKWT dikarenakan pekerja PKWT akan
berhenti bekerja saat perjanjian berakhir.Di samping itu, PKWT juga tidak diperbolehkan
menetapkan masa percobaan; sedangkan PKWTT boleh mensyaratkan masa percobaan
maksimal 3 (tiga) bulan. Terakhir, PKWT harus dibuat kontrak secara tertulis; sedangkan
PKWTT dapat dibuat secara lisan, namun harus membuat surat pengangkatan bagi
pekerja/buruh yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai