ASKEB Meningitis
ASKEB Meningitis
DISUSUN OLEH :
NIM : 21122A010
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas individu mata kuliah Asuhan kebidanan
Neonatus, Bayi Balita, dan Pra Sekolah
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Meningitis bakterial merupakan infeksi pada meningen, yang
mematikan dan membutuhkan penanganan medis segera. Manifestasi klinis
meningitis pada bayi dan anak-anak dapat bersifat tidak spesifik berupa
demam, hipotermia, lesu, irritability, nafsu makan yang buruk, muntah, diare,
gangguan pernapasan, kejang, sakit kepala, dan foto fobia. Pungsilumbal
harus segera dilakukan jika curiga meningitis bakterial dan tidak ada
kontra indikasi. Pemahaman karakter pasien dibutuhkan untuk pemberian
antibiotik yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala yang
terjadi dalam meningitis pada anak. Hasil dari penelitian ini menyatakan
bahwa meningitis menunjukkan keterlibatan primer dari meninges.
Manifestasi klinis meningitis pada bayi dan anak-anak dapat bersifat
tidak spesifik. Pada bayi, gejala klinis yang sering ditemukan adalah demam,
hipotermia, lesu, irritability, nafsu makan yang buruk, muntah, diare,
gangguan pernapasan, kejang, atau fontanel yang menggembung. World
Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terdapat 1,3 juta
kasus baru meningitis dengan tuberculosis pada anak di dunia (Sangadji &
Kusnanto, 2018). Meningitis merupakan peradangan pada meningen yaitu
membran yang melindungi otak dan cairan serebrospinal. Meningitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, infeksi parasit dan obat-obatan tertentu.
Meningitis bakterial merupakan SSP (Sistem Saraf Pusat) yang paling
berat dan sering masih menjadi masalah kesehatan di dunia yang mematikan
dan menyebabkan gangguan neurologis permanen di kemudian hari (Boyles
dkk, 2014). Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang
menakutkan karena menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi
terutama di negara berkembang sehingga diperlukan pengenalan dan
penanganan medis yang serius untuk mencegah kematian (Addo, 2018).
Meningitis merupakan suatu reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang
membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang
belakang yang disebabkan organisme seperti bakteri, virus, dan jamur.
Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang parah dan berakibat fatal
pada 50% kasus jika tidak diobati (Speets et al., 2018)
2
Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala
awal meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin
dan terhindar dari komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis
bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5 - 6,9% tipe sensorineural
permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada anak yang telah
sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014).
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Meningitis adalah radang pada selaput otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit, jamur, dan keadaan non infeksi seperti neoplasma
(Arydina dkk., 2014). Meningitis adalah radang umum pada selaput araknoid
dan piamater, disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau, protozoa
5
Bagian - bagian selaput otak (meninges) dapat dilihat pada gambar 1
2.3 Patofisiologi
6
Meningitis biasanya dimulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat
kenaikan suhu yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi.
Sering dijumpai anal inudinerangsang atan menjadi apatis dan tidurnya sering
terganggu. Anak dapat mengeluh nyeri kepala, Anoreksia, obstipasi, dan
muntah juga sering djumpai. Stadium in kemudian disusul dengan stadium
transisi dengan kejang. Gejala di atas menjadi ebih berat dan gejala
rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh meadi kaku. Refleks tendon
enjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat
kelumpuhan urat saraf mata.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui
beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat
tembus pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen
mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang subaraknoid
untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang subaraknoid.
Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang subaraknoid yang
pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang terkumpul juga
akan berpengaruh terhadap saraf-saraf kranial dan perifer. Makin
bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan intracranial (Tarwoto,
2013)
Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun. Stadium
terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil
melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak
teratur. Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas
antara satu dengan lainnya .
Faktor-faktor penyebab meningitis yaitu (Ngastiyah, 2013) :
1. Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumonia, Neisseria
meningitidis, Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa.
2. Virus: Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki - laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita.
7
4. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir. kehamilan.
5. Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan
dengan sistem persarafan.
8
2.5 Manifestasi Klinis
Meningitis bacterial akut memiliki trias klinik, yaitu demam, nyeri kepala
hebat, dan kaku kuduk, tidak jarang disertai kejang umum dan gangguan
kesadaran. Tanda Brudzinski dan Kernig juga dapat ditemukan serta memiliki
signii kansi klinik yang sama dengan kaku kuduk, namun sulit ditemukan
secara konsisten.
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik
− Sangat sulit menegakkan diagnosis
− Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
− Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai terlihat
dan menunjukkan perilaku yang buruk
− Menolak pemberian susu/makan
− Kemampuan menghisap buruk
− Diare
− Tonus otot buruk
− Penurunan gerakan
− Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada akhir
perjalanan penyakit
− Leher biasanya lemas (supel)
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
− Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
− Ikterus
− Iritabilitas
− Mengantuk
− Kejang
− Pernapasan ireguler atau apnea
− Sianosis
− Penurunan berat badan
3) Bayi dan anak yang masih kecil
− Demam
− Pemberian makan buruk
− Vomitus
9
− Iritabilitas yang nyata
− Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi)
− Fontanela menonjol
− Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
− Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan
diagnosis
4) Anak-anak dan remaja
− Demam
− Menggigil
− Sakit kepala
− Vomitus
− Perubahan sensorik
− Kejang
− Iritabilitas
− Agitasi
− Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif,
mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
− Dapat berlanjut menjadi opistotonus
− Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya jika
disertai dengan keadaan mirip syok
− Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis pneumokokus).
−
10
2.6 Klasifikasi Meningitis
Klasifikasi Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma
gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter
yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain:
Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa.
Staphylococcus haemolyticuss,
11
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
9. Rontgen dada/kepala/sinus; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial
2.8 Diagnosis
Untuk menentukan diagnosa meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes
ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum
tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar
puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang
belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyeda contoh cairan sumsum aulang
belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila
tekanan terlalu tinggi, Sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman
dan biasanya tidak terlalu menyakitkan berlangsung beberapa hari. (Ellenby et
al., 2019).
12
2.9 Penatalasanaan
Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2014) penatalaksanaan medis yang secara
umum yang dilakukan di rumah sakit antara lain :
a. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti
asering atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui
penurunan berat badan anak atau tingkat degidrasi yang diberikan
karena pada anak yang menderita meningitis sering datang dengan
penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah,
pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan
intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
b. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal
diberikan diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian melalui intravena.
Setelah kejang dapat diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis
awal pada neonates 30m, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan
anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan
fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ di bagi dalam dua kali pemberian
diberikan selama dua hari. Sedangkan pemberian fenobarbital dua hari
berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dua kali
pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejangjuga
diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik
kumanpeningkatan suhu tubuh berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
c. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab.
Antibiotik yang sering dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400
mg/KgBB dibagi dalam enam dosis pemberian secara intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam
empat dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional
melalui kultur dari pengambilan cairan serebrospinal melalui pungsi
lumbal.
d. Penempatan pada ruang yang minimal rangsangan seperti rangsangan
suara, cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat
membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsang
depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
13
e. Pembebasan jalan napas dengan menghisap lendir melalui suction dan
memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan
pembebasan jalan napas dipadu dengan pemberian oksigen untuk
mendukung kebutuhan metabolism yang meningkat selain itu mungkin
juga terjadi depresi pusat pernapasan karena peningkatan tekanan
intracranial sehingga peril diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi
yang lebih mudah masuk ke saluran pernapasan. Pemberian oksigen
pada anak meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi
melalui masker oksigen.
14
2.10 STUDI KASUS
An.Z perempuan berusia 7 tahun datang ke RSUP Dr. M Djamil Padang pada
tanggal 27 April 2017 pukul 24.56 WIB melalui IGD rujukan dari RSI Yarsi
Bukit Tinggi. Pasien datang dengan keluhan demam selama 2 minggu, kejang
seluruh tubuh sejak 6 jam sebelum masuk, frekuensi 1 kali, lamanya 10 menit
dan mengalami penurunan kesadaran setelah kejang. An.Z di rawat di ruang
Akut IRNA Kebidanan dan anak dengan diagnosa medis Meningitis Tb.
DATA SUBYEKTIF
1. Biodata Bayi
Nama : An. Z
Tanggal Lahir : 6 Agustus 2008
Anak ke : Satu
15
5. Riwayat Antenatal
a. Kehamilan ke : 1 ( Satu )
b. Riwayat ANC
Frekuensi : 7 Kali
Tempat : Bidan
Ke;uhan : Mual, Muantah, Pusing
Komplikasi : Tidak ada
Terapi : Fe, Kala
c. Kenaikan BB sealama hamil : 14 kg
d. Kebiasaan merugikan : Ibu mengatakan tidak Memiliki kebiasaan
seperti ,merokok, minum jamu, ackohol
6. Riwayat Intranatal
a. Usia gestasi : 39 minggu
b. Tanggal/Pukul : 6 Agustus 2019
c. Jenis persalinan : Spontan
d. Penolong : Bidan
e. Komplikasi : Ibu tidak ada hipertensi, KPD,
perdarahan janin tidak ada gawat
janin, tidak ada lilitan tali pusat.
f. Keadaan bayi baru lahir : Menangis spontan, gerakan aktif,
warna kemerahan
7. Riwayat kesehatan
a. Faktor ginetik (kelainan bawaan/sindrom genetik) Ibu mengatakan tidak
memiliki riwayat kelainan bawaan baik dari keluarga ibu maupun
keluarga suami.
b. Faktor Maternal (Penyakit Jantung, DM, Hipertensi, Asma, Penyakit
kelamin, RH/isoimunisasi).
16
Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat keturunan penyakit seperti Jantung. DM,
Hipertensi, Asma, Penyakit kelamin dan RH/iso imunitas baik dari keluarga ibu
maupun keluarga suami.
DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan khusus
Keadaan umum : Anak terlihat kejang , Nampak sesak
2. Tanda vital
Nadi : 87x/menit
Pernapasan : 33x/menit
Suhu : 37,8 %
Berat badan ( BB ) : 14kg
Panjanng badan : 105Cm
3. Eleminasi
Miksi :+
Mekonium :+
4. Pemeriksaan fisik
Kepala : kepala di temukan bentuk kepala normal.
17
Dada : bentuknya simetris tidak ada kelainan
Payudara : Simetris
Abdomen : di dapatkan tidak ada asites dan bising
usus normal.
kulit : ditemukannya ruam kemerahan di seluruh
tubuh, teraba panas, akralnya hangat dan
CRT kembali dalam 3 detik, tanda Kernig
sign dan brdudzinski tidak ditemukan.
Ekstremitas : Ekstremitas atas kanan terpasang infus,
sedangkan pada ekstremitas bawah
tampak kaku, spastik dan ekstensi
abnormal.
ASSESMENT
PLANNING
18
7. Manajemen jalan nafas, dengan kegaiatan; Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara
tambahan, perhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi, monitor respirasi
dan status O2.
19
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Diharapkan pada orang tua terutama pada ibu Perlunya kesadaran lebih
tinggi dari masyarakat akan bahaya penyakit meningitis bacterial , sehingga
diagnosis dini dapat ditegakkan.dan diharapkan keriasama yang lebih baik
antara pasien dan tim medis sehingga angka kejadian dapat dikurangi
20
DAFTAR PUSTAKA
21