Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ASKEB GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN

PADA ANAK DAN BAYI DENGAN MENINGITIS


BAKTERIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus,


Bayi Balita, Dan Pra Sekolah
Dosen Pengampu : Ibu Indah Soelistiawaty, S.ST, M.K.M

DISUSUN OLEH :

Siti Parika Khoeriah Soemarna

NIM : 21122A010

PRODI D III KEBIDANAN


AKADEMI KEBIDANAN BAKTI INDONESIA BOGOR
Jl. Benteng No. 32, Benteng, Kec. Ciampea, Kab. Bogor, Jawa Barat 16620
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas individu mata kuliah Asuhan kebidanan
Neonatus, Bayi Balita, dan Pra Sekolah

Dalam penyusunan makalah ini saya memperoleh berbagai bantuan oleh


karena itu, kami sebagai penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Indah
Soelistiawaty, S.ST, M.K.M selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan
kebidanan Neonatus, Bayi Balita, dan Pra Sekolah dan semua pihak yang sudah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Saya menyadari makalah ini masih terdapat berbagai kesalahan, oleh


karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pada kita semua.

Bogor, 10 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................3
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................4
2.2 Etiologi/penyebab meningitis .................................................................... 5
2.3 Patofisiologi ...............................................................................................6
2.4 Komplikasi Meningitis .............................................................................. 8
2.6 Klasifikasi Meningitis ..............................................................................11
2.7 Pemeriksaan Penunjang Meningitis .........................................................11
2.8 Diagnosis ................................................................................................. 12
2.9 Penatalasanaan .........................................................................................13
2.10 STUDI KASUS ..................................................................................... 15
BAB III PENUTUP ..............................................................................................20
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 20
4.2 Saran ........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi SSP (Sistem Saraf Pusat) pada anak dapat mengakibatkan
morbiditas dan mortalitas yang besar jika tidak terdeteksi maupun tidak
tertangani secara tepat. Salah satu penyakit infeksi SSP yang terjadi pada
anak adalah meningitis, yang disebutkan bahwa meningitis menduduki urutan
ke-10 dalam penyebab kematian akibat infeksi yang ada pada tiap negara
(WHO, 2015). Meningitis bakterial atau meningitis piogenik adalah infeksi
pada meningen, selaput yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang.
Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan
membutuhkan perhatian medis segera.
Kejadian dan tingkat fatalitas kasus bervariasi berdasarkan wilayah,
negara, patogen, dan kelompok umur. Berdasarkan World Health
Organization (WHO), meningitis bacterial merupakan salah satu penyakit
yang berkontribusi pada kematian anak, dimana insiden meningitis bakterial
lebih tinggi terjadi pada anak-anak, terutama yang berusia <2 tahun(WHO,
Alam et al., 2016). Berdasarkan pembagian regional dari WHO, Asia
tenggara menduduki peringkat kedua untuk meningitis bakterial setelah
Afrika (Robertson et al.,2018).
Di Indonesia, kasus tersangka meningitis bakterialis sekitar 158/100.000
per tahun, dengan etiologi Haemophilus influenzae tipe b(Hib) 16/100.000
dan bakteri lain 67/100.000, angka yang tinggi apabila dibandingkan dengan
negara maju(Alam et al., 2016). Tanpa pengobatan, angka fatalitas kasus
bisa setinggi 70%, dan dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang
seperti epilepsi, hidrosefalus, defisit kognitif, dan kematian (Giovane et al.,
2018). Tingginya tingkat fatalitas kasus dan angka mortalitas yang
disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP) menunjukkan pentingnya
petugas kesehatan dalam mengenali dan memberikan tatalaksana yang cepat.

1
Meningitis bakterial merupakan infeksi pada meningen, yang
mematikan dan membutuhkan penanganan medis segera. Manifestasi klinis
meningitis pada bayi dan anak-anak dapat bersifat tidak spesifik berupa
demam, hipotermia, lesu, irritability, nafsu makan yang buruk, muntah, diare,
gangguan pernapasan, kejang, sakit kepala, dan foto fobia. Pungsilumbal
harus segera dilakukan jika curiga meningitis bakterial dan tidak ada
kontra indikasi. Pemahaman karakter pasien dibutuhkan untuk pemberian
antibiotik yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala yang
terjadi dalam meningitis pada anak. Hasil dari penelitian ini menyatakan
bahwa meningitis menunjukkan keterlibatan primer dari meninges.
Manifestasi klinis meningitis pada bayi dan anak-anak dapat bersifat
tidak spesifik. Pada bayi, gejala klinis yang sering ditemukan adalah demam,
hipotermia, lesu, irritability, nafsu makan yang buruk, muntah, diare,
gangguan pernapasan, kejang, atau fontanel yang menggembung. World
Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terdapat 1,3 juta
kasus baru meningitis dengan tuberculosis pada anak di dunia (Sangadji &
Kusnanto, 2018). Meningitis merupakan peradangan pada meningen yaitu
membran yang melindungi otak dan cairan serebrospinal. Meningitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, infeksi parasit dan obat-obatan tertentu.
Meningitis bakterial merupakan SSP (Sistem Saraf Pusat) yang paling
berat dan sering masih menjadi masalah kesehatan di dunia yang mematikan
dan menyebabkan gangguan neurologis permanen di kemudian hari (Boyles
dkk, 2014). Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang
menakutkan karena menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi
terutama di negara berkembang sehingga diperlukan pengenalan dan
penanganan medis yang serius untuk mencegah kematian (Addo, 2018).
Meningitis merupakan suatu reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang
membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang
belakang yang disebabkan organisme seperti bakteri, virus, dan jamur.
Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang parah dan berakibat fatal
pada 50% kasus jika tidak diobati (Speets et al., 2018)

2
Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala
awal meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin
dan terhindar dari komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis
bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5 - 6,9% tipe sensorineural
permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada anak yang telah
sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014).

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dari meningitis ?


b. Apa penyebab meningitis ?
c. Bagaimana tanda dan gejala yang timbul dari meningitis?
d. Apa saja pemeriksaan diagnostic untuk mengetahui penyakit meningitis?
e. Bagaimana penatalaksanaan penyakit meningitis ?
f. Bagaimana asuhan kebidanan yang harus di lakukan pada pasien anak
yang terkena meningitis ?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui pengertian dari meningitis


b. Mengetahui penyebab timbulnya penyakit meningitis
c. Mengetahui proses terjadinya penyakit meningitis
d. Mengetahui tanda dan gejala yang timbul dari penyakit meningitis
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostic untuk mengetahui penyakit
meningitis
f. Mengetahui penatalaksanaan penyakit meningitis

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Meningitis


Infeksi sistem saraf seperti meningitis bakterial akut merupakan masalah
serius yang harus diidentifikasi dan ditangani secara cepat dan efisien (Roos &
Tyler, 2017). Meningitis bakterial adalah infeksi meninges oleh bakteri yang
menyebabkan inflamasi. Inflamasi yang terjadi tidak terbatas pada otak saja,
namun dapat meluas ke parenkim otak (meningo-ensefalitis), ventrikel
(ventrikulitis), hingga ke sepanjang tulang belakang (Hoffman & Weber, 2009;
Runde & Hafner, 2019).
Meningitis bakterial (MB) adalah infl amasi meningen, terutama araknoid
dan piamater, yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid.
Pada MB, terjadi rekrutmen leukosit ke dalam cairan serebrospinal (CSS).
Biasanya proses infl amasi tidak terbatas hanya di meningen, tapi juga
mengenai parenkim otak (meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis), bahkan
bisa menyebar ke medula spinalis. Kerusakan neuron, terutama pada struktur
hipokampus, diduga sebagai penyebab potensial defi sit neuropsikologik
persisten pada pasien yang sembuh dari meningitis bacterial
Meningitis bacterial atau meningitis piogenik adalah infeksi pada
meningen, selaput yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang.
Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan
membutuhkan perhatian medis segera. Kejadian dan tingkat fatalitas kasus
bervariasi berdasarkan wilayah, negara, patogen, dan kelompok umur.
Berdasarkan World Health Organization (WHO), Pemeriksaan cairan
serebrospinalis (CSS) melalui pungsi lumbal adalah satu-satunya pemeriksaan
untuk membantu menegakkan diagnosis meningitis sehingga pengobatan yang
tepat dapat diberikan.

4
Meningitis adalah radang pada selaput otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit, jamur, dan keadaan non infeksi seperti neoplasma
(Arydina dkk., 2014). Meningitis adalah radang umum pada selaput araknoid
dan piamater, disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau, protozoa

2.2 Etiologi/penyebab meningitis


Meningitis dibagi menjadi dua menurut pemeriksaan Cerebrospinal Fluid
(CSF) atau disebut juga Liquor Cerebrospinalis (LCS), yaitu: meningitis
purulenta dengan penyebab bakteri selain bakteri Mycobacterium tuberculosis,
dan meningitis serosa dengan penyebab bakteri tuberkulosis ataupun virus.
Tanda dan gejala klinis meningitis hampir selalu sama pada setiap tipenya,
sehingga diperlukan pengetahuan dan tindakan lebih untuk menentukan tipe
meningitis.
a. Meningitis serosa (Meningitis tuberkolosa)
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lain dari meningitis Serosa adalal virusIoxoplasma
gondhii serta virus Ricketsia .
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan
medulla spinalis. Penyebabnya antara lain Diplococcus pneumoniae,
Neisseria meningitidis, Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escerichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa .
Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitis ada 2 yaitu:
1) Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus
pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negatif.
2) Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza,
Neiseria meningitidis dan diplococcus pneumonia.

5
Bagian - bagian selaput otak (meninges) dapat dilihat pada gambar 1

2.3 Patofisiologi

Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik


melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang
berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara
traumatik, atau pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan
reaksi radang berupa kemerahan berlebih ( hiperemi ) dan pembuluh darah
selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan pembentukan eksudat.
Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae
dan H. influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak, hidrosefalus dan
infark dari jaringan otak.
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro
spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi. Efek patologi dari peradangan
tersebut adalah hiperemi pada meningen. Otak dan medulla spinalis dilindungi
oleh tiga lapisan meningen yaitu pada bagian paling luar adalah duramater,
bagian tengah araknoid dan bagian dalam piamater. Cairan serebrospinalis
merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang subaraknoid yang
dihasilkan dalam fleksus choroid yang kemudian dialirkan melalui system
ventrikal.

6
Meningitis biasanya dimulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat
kenaikan suhu yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi.
Sering dijumpai anal inudinerangsang atan menjadi apatis dan tidurnya sering
terganggu. Anak dapat mengeluh nyeri kepala, Anoreksia, obstipasi, dan
muntah juga sering djumpai. Stadium in kemudian disusul dengan stadium
transisi dengan kejang. Gejala di atas menjadi ebih berat dan gejala
rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh meadi kaku. Refleks tendon
enjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat
kelumpuhan urat saraf mata.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui
beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat
tembus pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen
mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang subaraknoid
untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang subaraknoid.
Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang subaraknoid yang
pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang terkumpul juga
akan berpengaruh terhadap saraf-saraf kranial dan perifer. Makin
bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan intracranial (Tarwoto,
2013)
Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun. Stadium
terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil
melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak
teratur. Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas
antara satu dengan lainnya .
Faktor-faktor penyebab meningitis yaitu (Ngastiyah, 2013) :
1. Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumonia, Neisseria
meningitidis, Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa.
2. Virus: Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki - laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita.

7
4. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir. kehamilan.
5. Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan
dengan sistem persarafan.

2.4 Komplikasi Meningitis


Komplikasi meningitis Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2018) komplikasi yang
dapat muncul pada anak dengan meningitis antara lain.
a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini
muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga
memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural.
b. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada
meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan
langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
c. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan
produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih
kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS
yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di
intracranial.
d. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak
karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang
tepat.
e. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis
yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak
sebagai tempat menyimpan memori.
f. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang
tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik
yang digunakan untuk pengobatan.

8
2.5 Manifestasi Klinis
Meningitis bacterial akut memiliki trias klinik, yaitu demam, nyeri kepala
hebat, dan kaku kuduk, tidak jarang disertai kejang umum dan gangguan
kesadaran. Tanda Brudzinski dan Kernig juga dapat ditemukan serta memiliki
signii kansi klinik yang sama dengan kaku kuduk, namun sulit ditemukan
secara konsisten.
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik
− Sangat sulit menegakkan diagnosis
− Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
− Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai terlihat
dan menunjukkan perilaku yang buruk
− Menolak pemberian susu/makan
− Kemampuan menghisap buruk
− Diare
− Tonus otot buruk
− Penurunan gerakan
− Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada akhir
perjalanan penyakit
− Leher biasanya lemas (supel)
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
− Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
− Ikterus
− Iritabilitas
− Mengantuk
− Kejang
− Pernapasan ireguler atau apnea
− Sianosis
− Penurunan berat badan
3) Bayi dan anak yang masih kecil
− Demam
− Pemberian makan buruk
− Vomitus

9
− Iritabilitas yang nyata
− Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi)
− Fontanela menonjol
− Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
− Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan
diagnosis
4) Anak-anak dan remaja
− Demam
− Menggigil
− Sakit kepala
− Vomitus
− Perubahan sensorik
− Kejang
− Iritabilitas
− Agitasi
− Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif,
mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
− Dapat berlanjut menjadi opistotonus
− Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya jika
disertai dengan keadaan mirip syok
− Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis pneumokokus).

10
2.6 Klasifikasi Meningitis
Klasifikasi Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma
gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter
yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain:
Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa.

Staphylococcus haemolyticuss,

2.7 Pemeriksaan Penunjang Meningitis


1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a. Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip
terhadap beberapa jenis bakteri.
b. Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )

11
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
9. Rontgen dada/kepala/sinus; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial

2.8 Diagnosis
Untuk menentukan diagnosa meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes
ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum
tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar
puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang
belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyeda contoh cairan sumsum aulang
belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila
tekanan terlalu tinggi, Sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman
dan biasanya tidak terlalu menyakitkan berlangsung beberapa hari. (Ellenby et
al., 2019).

12
2.9 Penatalasanaan
Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2014) penatalaksanaan medis yang secara
umum yang dilakukan di rumah sakit antara lain :
a. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti
asering atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui
penurunan berat badan anak atau tingkat degidrasi yang diberikan
karena pada anak yang menderita meningitis sering datang dengan
penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah,
pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan
intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
b. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal
diberikan diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian melalui intravena.
Setelah kejang dapat diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis
awal pada neonates 30m, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan
anak yang lebih dari 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan
fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ di bagi dalam dua kali pemberian
diberikan selama dua hari. Sedangkan pemberian fenobarbital dua hari
berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dua kali
pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejangjuga
diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik
kumanpeningkatan suhu tubuh berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
c. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab.
Antibiotik yang sering dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400
mg/KgBB dibagi dalam enam dosis pemberian secara intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam
empat dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional
melalui kultur dari pengambilan cairan serebrospinal melalui pungsi
lumbal.
d. Penempatan pada ruang yang minimal rangsangan seperti rangsangan
suara, cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat
membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsang
depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.

13
e. Pembebasan jalan napas dengan menghisap lendir melalui suction dan
memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan
pembebasan jalan napas dipadu dengan pemberian oksigen untuk
mendukung kebutuhan metabolism yang meningkat selain itu mungkin
juga terjadi depresi pusat pernapasan karena peningkatan tekanan
intracranial sehingga peril diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi
yang lebih mudah masuk ke saluran pernapasan. Pemberian oksigen
pada anak meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi
melalui masker oksigen.

14
2.10 STUDI KASUS
An.Z perempuan berusia 7 tahun datang ke RSUP Dr. M Djamil Padang pada
tanggal 27 April 2017 pukul 24.56 WIB melalui IGD rujukan dari RSI Yarsi
Bukit Tinggi. Pasien datang dengan keluhan demam selama 2 minggu, kejang
seluruh tubuh sejak 6 jam sebelum masuk, frekuensi 1 kali, lamanya 10 menit
dan mengalami penurunan kesadaran setelah kejang. An.Z di rawat di ruang
Akut IRNA Kebidanan dan anak dengan diagnosa medis Meningitis Tb.
DATA SUBYEKTIF
1. Biodata Bayi
Nama : An. Z
Tanggal Lahir : 6 Agustus 2008

Jam : 20. 30 WITA


Jenis kelamin : P

Anak ke : Satu

2. Biodata Orang Tua


Klien Suami
Nama : Ny. F : Tn. D
Umur : 22 : 25
Agama : Islam : Islam
Pendidikan : SMA : SMA
Pekerjaan : IRT : Wiraswasta
Alamat : Bukit Tinggi : Bukit Tinggi
3. Alasan masuk RS
Memeriksakan kesehatan anak
4. Keluhan Utama
Ibu Mengatakan demam selama 2 minggu, kejang seluruh tubuh sejak 6
jam sebelum masuk

15
5. Riwayat Antenatal
a. Kehamilan ke : 1 ( Satu )
b. Riwayat ANC
Frekuensi : 7 Kali
Tempat : Bidan
Ke;uhan : Mual, Muantah, Pusing
Komplikasi : Tidak ada
Terapi : Fe, Kala
c. Kenaikan BB sealama hamil : 14 kg
d. Kebiasaan merugikan : Ibu mengatakan tidak Memiliki kebiasaan
seperti ,merokok, minum jamu, ackohol

6. Riwayat Intranatal
a. Usia gestasi : 39 minggu
b. Tanggal/Pukul : 6 Agustus 2019
c. Jenis persalinan : Spontan
d. Penolong : Bidan
e. Komplikasi : Ibu tidak ada hipertensi, KPD,
perdarahan janin tidak ada gawat
janin, tidak ada lilitan tali pusat.
f. Keadaan bayi baru lahir : Menangis spontan, gerakan aktif,
warna kemerahan

7. Riwayat kesehatan
a. Faktor ginetik (kelainan bawaan/sindrom genetik) Ibu mengatakan tidak
memiliki riwayat kelainan bawaan baik dari keluarga ibu maupun
keluarga suami.
b. Faktor Maternal (Penyakit Jantung, DM, Hipertensi, Asma, Penyakit
kelamin, RH/isoimunisasi).

16
Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat keturunan penyakit seperti Jantung. DM,
Hipertensi, Asma, Penyakit kelamin dan RH/iso imunitas baik dari keluarga ibu
maupun keluarga suami.
DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan khusus
Keadaan umum : Anak terlihat kejang , Nampak sesak
2. Tanda vital
Nadi : 87x/menit
Pernapasan : 33x/menit
Suhu : 37,8 %
Berat badan ( BB ) : 14kg
Panjanng badan : 105Cm
3. Eleminasi
Miksi :+
Mekonium :+

4. Pemeriksaan fisik
Kepala : kepala di temukan bentuk kepala normal.

Mata : mata simetris kiri dan kanan refleks pupil


positif, sklera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis
Hidung : tidak ditemukannya pernapasan cuping
hidung. pasien terpasang NGT serta O2
binasal kanul dengan kosentrasi 2L/i
Mulut : bibir ditemukan bibir kering dan pecah-
pecah, lidah kotor dan rongga mulut
kurang bersih
Telinga : tidak ada infeksi, dari telinga tidak ada
keluar cairan
Leher : leher tidak ditemukannya kaku kuduk.

17
Dada : bentuknya simetris tidak ada kelainan
Payudara : Simetris
Abdomen : di dapatkan tidak ada asites dan bising
usus normal.
kulit : ditemukannya ruam kemerahan di seluruh
tubuh, teraba panas, akralnya hangat dan
CRT kembali dalam 3 detik, tanda Kernig
sign dan brdudzinski tidak ditemukan.
Ekstremitas : Ekstremitas atas kanan terpasang infus,
sedangkan pada ekstremitas bawah
tampak kaku, spastik dan ekstensi
abnormal.
ASSESMENT

An.Z Resiko ketidak efektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


proses inflamasi di selaput otak Susp meningitis

PLANNING

1. Memberitahu hasil pemeriksaan kepada keluarga


2. terapi oksigen dengan aktivitas; Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea,
pertahankan jalan napas yang paten, berikan oksigen sesuai kebutuhan,
monitor aliran oksigen
3. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.A
4. Advis dokter :
manajemen edema serebral, dengan kegiatan; monitor tanda-tanda vital,
monitor status pernapasan, Monitor karakteristik cairan serebrospinal (warna,
kejernihan, konsistensi), Berikan anti kejang sesuai kebutuhan dorong
keluarga/orang yang penting untuk bicara pada pasien dan posisikan tinggi
kepala 30o atau lebih
5. monitoring peningkatan intrakranial, dengan kegiatan; Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik pengeluaran cairan serebrispinal (CSF), monitor intake dan
output, monitor suhu dan jumlah leukosit dan berikan antibiotik.
6. Kepatenan jalan nafas dengan kegiatan; Pastikan kebutuhan oral suctioning,
Monitor status oksigen pasien, Berikan oksigen dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suction.

18
7. Manajemen jalan nafas, dengan kegaiatan; Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara
tambahan, perhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi, monitor respirasi
dan status O2.

19
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Meningitis bakterial merupakan suatu kasus kegawatdaruratan


neurologik dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Oleh karena
itu, diagnosis dan terapi harus dilakukan secepatnya untuk mencegah
keluaran yang buruk. Diagnosis MB ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fi sik, dan pemeriksaan penunjang seperti pungsi lumbal.
Penatalaksanaan MB memerlukan pemahaman tentang karakter pasien agar
pemilihan antibiotik dapat dilakukan dengan tepat. Penegakan diagnosis dan
penentuan terapi yang baik dapat memberi harapan kualitas hidup yang baik
bagi pasien. Saat ini sudah terdapat imunisasi untuk beberapa bakteri etiologi
MB, sehingga angka kejadian MB dapat diturunkan.

4.2 Saran

Diharapkan pada orang tua terutama pada ibu Perlunya kesadaran lebih
tinggi dari masyarakat akan bahaya penyakit meningitis bacterial , sehingga
diagnosis dini dapat ditegakkan.dan diharapkan keriasama yang lebih baik
antara pasien dan tim medis sehingga angka kejadian dapat dikurangi

20
DAFTAR PUSTAKA

Arydina, dkk. 2014. Bacterial Meningeal Score (BMS) Sebagai Indikator


Diagnosis Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Muttaqin, Arif. 2013, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Jurnal Penelitian Perawat Profesional Volume 2 Nomor 3, Agustus 2020
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia Vol.7,No.10,Oktober 2022
Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis Bakterialis CDK-224/ vol. 42 no. 1, th.
2015
Andareto, Obi. 2015. Katalog Dalam Terbitan (KDT) Kesehatan Obi Andareto
Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta
Arydina, dkk. 2014. Bacterial Meningeal Score (BMS) Sebagai Indikator
Diagnosis Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
NANDA. 2014. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017. (Budi
Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC
Meisadona, dkk, 2015. Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis Bakterialis

21

Anda mungkin juga menyukai