Anda di halaman 1dari 90

BUKU AJAR

KEGAWATDARURATAN MATERNAL
NEONATAL
Penuntun Belajar Mata Kuliah
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal

Oleh:
Seventina Nurul Hidayah, S.SiT,
MKes
Umriaty, S.ST, M.Kes

i
KATA PENGANTAR

Buku ajar Asuhan Kebidanan pada Kegawatdaruratan Maternal Neonatal ini membahas
tentang pertolongan pertama pada kegawatdaruratan maternal neonatal. Buku Ajar ini terdiri
dari 5 bab sesuai dengan materinya.
Setelah mempelajari Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Kegawatdaruratan Maternal Neonatal
ini diharapkan Anda mampu mendeskripsikan tentang pertolongan pertama pada
kegawatdaruratan maternal neonatal.
Dalam mempelajari Buku Ajar ini Anda diharapkan banyak membaca dan berlatih berbagai
materi yang disajikan, baik secara mandiri maupun bersama teman-teman Anda, untuk
mendapatkan gambaran dan penguasaan yang lebih mendalam dan luas.
Materi dalam Bahan Ajar ini telah disesuaikan dengan pengalaman dan realita yang ada
sehingga dengan membaca sungguh-sungguh mudah-mudahan Anda dapat menyelesaikan
Bahan Ajar ini dan mendapat hasil yang maksimal.

Tegal, Maret 2020


Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR........................................................................................................ I
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 9
BAB I KONSEP KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL 6
BAB II PRINSIP PENANGANAN
KEGAWATDARURATAN....................................................................... 4
BAB III ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN
MATERNAL NEONATAL....................................................................... 5
BAB IV ASUHAN KEBIDANAN
KEGAWATDARURATAN MATERNAL
NEONATAL SESUAI
KOMPETENSI DAN KEWENANGAN................................................... 5
BAB V PENDOKUMENTASIAN PADA
KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL............... 3
LAMPIRAN

iii
BahanAjarMataKuliah

BAB I

KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL


A. Definisi Kegawatdaruratan Maternal
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kematian ibu. (Saifuddin, 2002)

B. Tujuan Asuhan Kegawat Daruratan Maternal


Agar mampu melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan maternal.
C. Ruang Lingkup Kegawatdaruratan Maternal
Pengertian, gejala, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasi :
1) Perdarahan hamil muda
2) Perdarahan hamil lanjut
3) Pre Eklampsi dan Eklamsi
4) Tindakan Obstetri pada pertolongan persalinan
5) Ekstraksi Vacum
6) Distosia bahu
7) Perdarahan post partum
8) Infeksi akut obstetrik, sepsis, syok septic

KONSEP KEGAWATDARURATAN NEONATAL


A. Definisi Kegawatdaruratan Neonatal
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan
berakibat kematian bayi. (Saifuddin, 2002)
B. Tujuan Asuhan Kegawatdaruratan Neonatal
Agar mampu melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan neonatal.
C. Ruang Lingkup Kegawatdaruratan Neonatal
1. BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
2. Bayi denganHipotermi
3. Bayi dengan Hipoglikemi
4. Bayi dengan Ikterus
5. Bayi dengan masalah pemberian minum
6. Bayi dengan Infeksi Neonatal
7. Asfiksia dan gangguan nafas pada bayi baru lahir.
8. Kejang pada bayi baru lahir

4
BahanAjarMataKuliah
9. Rujukan dan transportasi

T ES FORM A T IF

Pertanyaan:
1. Apa yang anda ketahui tentang kegawatdaruratan Maternal?
2. Apa tujuan dari asuhan kegawatdaruratan maternal ?
3. Sebutkan ruang lingkup dari kegawatdaruratan maternal!
4. Apa yang anda ketahui tentang kegawatdaruratan neonatal?
5. Apa tujuan dari asuhan kegawatdaruratan neonatal?
6. Sebutkan ruang lingkup dari kegawatdaruratan neonatal!

Kunci Jawaban :
Kunci Jawaban :
1. Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu. (Saifuddin, 2002)
2. Tujuan Asuhan Kegawat Daruratan Maternal
Agar mampu melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan maternal dan neonatal.
3. Ruang Lingkup Kegawatdaruratan Maternal dan neonatal
a. Perdarahan hamil muda
b. Perdarahan hamil lanjut
c. Pre Eklampsi dan Eklamsi
d. Tindakan Obstetri pada pertolongan persalinan
e. Ekstraksi Vacum
f. Distosia bahu
g. Perdarahan post partum
h. Infeksi akut obstetrik, sepsis, syok septic

4. Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kematian bayi. (Saifuddin, 2002)
5. Tujuan Asuhan Kegawatdaruratan Neonatal
Agar mampu melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan neonatal.
6. Ruang Lingkup Kegawatdaruratan Neonatal
a. BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
b. Bayi denganHipotermi
c. Bayi dengan Hipoglikemi

5
BahanAjarMataKuliah
d. Bayi dengan Ikterus
e. Bayi dengan masalah pemberian minum
f. Bayi dengan Infeksi Neonatal
g. Asfiksia dan gangguan nafas pada bayi baru lahir.
h. Kejang pada bayi baru lahir
i. Rujukan dan transportasi BBL

TUGAS
1. Tugas Baca (Buku utama, buku acuan, buku penunjang, jurnal)
2. Tugas terstruktur (laporan praktikum di skills lab dan laporan praktek di lapangan)
3. Tugas kelompok (Makalah, bahan diskusi/seminar)

Catatan:
Bila anda belum merasa puas, atau paling tidak belum menguasai materi kurang lebih
75%, maka anda perlu menguulangi kembali sampai anda merasa puas, diatas 75%

6
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Buku Acuan Pelatihan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal


Esensial Dasar. Jakarta
Saifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal, YBPSP, Jakarta.
Wiknjosastro H. 2007. Ilmu Kebidanan. YBPSP, Jakarta.
P2KP. 2005. Buku Panduan Pelatihan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Dasar.
Pemalang.
Mochtar, Rustam. 2005. Sinopsis Obstetri. EGC, Jakarta

7
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal

BAB II

PRINSIP PENANGANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL

A. Prinsip umum penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal


B. Prinsip penanganan kegawatdaruratan maternal
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan
berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu janin
dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)
1. Perdarahan
Perdarahan jika tidak segera diatasi akan menyebabkan syok.
a. Tanda-tanda syok diantaranya:
1) Pasien tampak ketakutan, gelisah, bingung, atau kesadaran menurun sampai
tidaksadar
2) Berkeringat
3) Pucat, tampak lebih jelas disekitar mulut, telapak tangan dan pada kojungtiva
4) Bernapas cepat, frekuensi pernapasan 30 x per menit atau lebih
5) Nadi cepat dan lemah, frekuensi nadi umumnya 110 x /menit atau lebih
6) Tekanan darah rendah, sistol 90 mmHg atau lebih rendah (Saifudin, 2006)
b. Penanganan awal syok perdarahan
1) Tindakan umum
a) Periksa tanda-tanda vital
b) Bebaskan jalan napas
c) Jangan memberikan cairan atau makanan ke dalam mulut
d) Miringkan kepala pasien dan badannya ke sampan
e) Jagalah agar kondisi badannya tetap hangat
f) Naikkanlah kaki pasien
c. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan dalam kecepatan 6 – 8 liter per menit.
8
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal
d. Pemberian cairan intravena
e. Rujuk
Persiapkan surat rujukan, kendaraan yang mengantar ke tempat rujukan, keluarga,
dan dampingi selama merujuk. (Saifudin, 2006)
C. Prinsip penanganan kegawatdaruratan neonatal
1. Prinsip dasar
2. Penilaian awal
3. Penilaian klinik awal
D. System rujukan kasus gawat darurat maternal neonatal
1. Merujuk kasus gawat darurat maternal
a. Identifikasi kasus yang perlu dirujuk
b. Prinsip umum dalam merujuk
1) Stabilisasi penderita
2) Pemberian obat-obatan
2. Merujuk kasus gawat darurat neonatal
a. Identifikasi kasus yang perlu dirujuk
b. Prinsip umum dalam merujuk

1) Stabilisasi penderita
2) Pemberian obat-obatan
Sementara menurut Saifuddin, A.B (Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal, 2002), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus
gawat darurat meliputi:
1. Stabilisasi penderita dengan pemberian oksigen, cairan infus intravena, transfusi darah
serta obat-obatan. Stabilisasi kondisi penderita dan merujuknya dengan cepat dan tepat
sangat penting (essensial) dalam menyelamatkan kasus gawat darurat, tidak peduli
jenjang atau tingkat pelayanan kesehatan.
2. Tata cara untuk memperoleh transportasi dengan cepat bagi kasus gawat darurat harus
ada pada setiap tingkat pelayanan kesehatan, sehingga dibutuhkan koordinasi dengan
semua komponen.
9
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal
3. Penderita harus didampingi oleh tenaga yang terlatih (dokter/ bidan/perawat) sehingga
cairan infus intravena dan oksigen dapat terus diberikan. Apabila pasien tidak dapat
didampingi oleh tenaga terlatih, maka pendamping harus diberi petunjuk bagaimana
menangani cairan intravena dalam perjalanan.
Prinsip pelayanan rujukan, terutama pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal
mengacu pada prinsip utama dalam Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di
Tingkat Kabupaten/Kota dari Departemen Kesehatan RI tahun 2005 yaitu kecepatan dan
ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan
fasilitas Pelayanan. (Kemenkes, 2011)
1. Polindes/Poskesdes
Pondok Bersalin Desa (Polindes)/Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) merupakan
salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang didirikan
masyarakat oleh masyarakat atas dasar musyawarah. Bidan di Desa sebagai
pelaksana pelayanan Polindes/Poskesdes dan sekaligus ujung tombak upaya
pelayanan Maternal dan Neonatal harus memiliki pengetahuan dasar tentang tanda
bahaya ( danger signs), sehingga dapat segera dan secepatnya melakukan rujukam ke
pusat pelayanan yang memiliki fasilitas yang lebih sesuai untuk kasus
kegawatdaruratan setelah melakukan stabilisasi pasien gawat darurat ( tindakan pra-
rujukan).
Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan normal, Bidan di Desa dapat
melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesua dengan tingkat
kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan ke Puskesmas, Puskesmas
dengan fasilitas Pelayanan Obstetri Neonatal Dasar (PONED) dan Rumah Sakit
dengan fasilitas Pelayanan Obstetri Neonatal Komprehensif (PONEK). Peran dan
Fungsi Polindes/Poskesdes dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak antara lain:
a. Sebagai tempat pelayanan kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kesehatan
lainnya.
b. Sebagai tempat-tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan,
komunikasi informasi personal dan konseling (KIP/K) kesehatan ibu dan anak.
10
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal
c. Pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak.
d. Pusat kemitraan dengan Dukun Bersalin. Dalam memberikan pelayanan
pemeriksaan kehamilan, dan nifas serta pertolongan persalinan di Polindes, Bidan
di Desa diharapkan sekaligus memanfaatkannya untuk membina kemitraan dengan
dukun bersalin.
Jenis dan Lingkup pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang
dilakukan di Polindes dapat meliputi antara lain:
a. Pemeriksaan Kehamilan / Antenatal Care (ANC) dengan 7T yaitu timbang berat
badan, mengukur tekanan darah dan tinggi fundus, pemberian imunisasi tetanus
toxoid, pemberian tablet tambah darah (TTD), tatap muka dan tes urine.
b. Persiapan persalinan.
c. Pencegahan Infeksi ibu melahirkan dan bayi baru lahir.
d. Pertolongan Persalinan Normal.
e. Pemeriksaan Nifas, termasuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
f. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir (perawatan tali pusat, pemberian salep mata,
Vitamin K injeksi dan Imunisasi Hepatitis B1).
g. Pelayanan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS).
h. Pelayanan pemakaian Kontrasepsi Wanita Usia Subur.
i. Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetri dan neonatal sesuai
ketrampilannya, antara lain:
1) Stabilisasi pasien gawat darurat Obstetri dan Neonatal.
2) Melakukan Kompresi Bimanual pada ibu dengan perdarahan postpartum.
3) Melakukan Manual plasenta pada kasus retensio placenta.
4) Melakukan digital kuretase pada kasus sisa/rest plasenta.
5) Melakukan resusitasi sederhana pada kasus asfiksia bayi baru lahir.
6) Melakukan Metode Kanguru pada BBLR diatas 2000 gram.
7) Melakukan rujukan pasien maternal dan neonatal.

11
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal
2. Puskesmas Non-PONED
Pada Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, Puskesmas dibedakan menjadi
Puskesmas PONED dan Puskesmas Non-PONED. Puskesmas Non- PONED yaitu
Puskesmas standar yang dalam hal memberikan pelayanan Maternal dan Neonatal
mempunyai fungsi hampir mirip dengan Polindes, namun mempunyai tenaga
kesehatan, sarana dan prasarana yang lebih memadai antara lain tersedia dokter, bidan
dan perawat, mobil puskesmas keliling, dan sebagainya.
Puskesmas Non-PONED dapat menyelenggarakan pelayanan pertolongan
persalinan normal, melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai
dengan tingkat kewenangannya dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada
Puskesmas PONED dan Rumah Sakit PONEK.
Puskesmas Non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan
stabilisasi pasien sebelum melakukan rujukan ke Puskesmas PONED dan Rumah Sakit
PONEK, yaitu semua pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal, ibu hamil
/ bersalin yang datang sendiri maupun yang dirujuk oleh Bidan di Desa atau Dukun /
Kader. Jenis dan lingkup pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang dapat
dilakukan di Puskesmas Non-PONED meliputi:
a. Pemeriksaan Kehamilan / Antenatal Care (ANC) dengan 7T yaitu timbang berat
badan, mengukur tekanan darah dan tinggi fundus, pemberian imunisasi tetanus
toxoid, pemberian tablet tambah darah (TTD), tatap muka dan tes urine.
b. Persiapan persalinan.
c. Pencegahan Infeksi ibu melahirkan dan bayi baru lahir.
d. Pertolongan Persalinan Normal.
e. Pemeriksaan Nifas, termasuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
f. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir (perawatan tali pusat, pemberian salep mata,
Vitamin K injeksi & Imunisasi Hepatitis B1).
g. Pelayanan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS).
h. Pelayanan pemakaian Kontrasepsi Wanita Usia Subur.
12
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal
i. Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetri dan neonatal sesuai
ketrampilannya, antara lain:
1) Stabilisasi pasien gawat darurat Obstetri dan Neonatal.
2) Melakukan Kompresi Bimanual pada ibu dengan perdarahan postpartum.
3) Melakukan Manual plasenta pada kasus retensio plasenta.
4) Melakukan digital kuretase pada kasus rest plasenta.
5) Melakukan resusitasi sederhana pada kasus asfiksia bayi baru lahir.
6) Melakukan Metode kanguru pada BBLR diatas 2000 gram.
7) Melakukan rujukan pasien maternal dan neonatal.
3. Puskesmas PONED
Puskesmas PONED merupakan Puskesmas yang mempunyai Tim Dokter dan
Bidan yang mampu, terlatih dan terampil serta adanya sarana prasarana yang memadai
untuk melakukan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Essensial Dasar (PONED) 24 jam
dalam wilayah beberapa puskesmas. Puskesmas PONED memberikan pelayanan
langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang
datang sendiri atau atas rujukan Puskesmas, Bidan di Desa atau rujukan Kader/Dukun.
Puskesmas PONED dapat melakukan pengelolaan kasus persalinan atau bayi dengan
komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau
melakukan rujukan pada Rumah Sakit PONEK.
Jenis dan lingkup pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang dilakukan di
Puskesmas PONED meliputi:
a. Pemeriksaan Kehamilan / Antenatal Care (ANC) dengan 7T yaitu timbang berat
badan, mengukur tekanan darah dan tinggi fundus, pemberian imunisasi tetanus
toxoid, pemberian tablet tambah darah (TTD), tatap muka dan tes urine.
b. Persiapan persalinan.
c. Pencegahan Infeksi ibu melahirkan dan bayi baru lahir.
d. Pertolongan Persalinan Normal.
e. Pemeriksaan Nifas, termasuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
f. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir (perawatan tali pusat, pemberian salep mata,
13
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal
Vitamin K injeksi & Imunisasi Hepatitis B1).
g. Pelayanan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS).
h. Pelayanan pemakaian Kontrasepsi Wanita Usia Subur.
i. Melakukan tindakan pada kegawatdaruratan obstetri dan neonatal sesuai
ketrampilannya, antara lain :
1) Stabilisasi pasien gawat darurat obstetri dan neonatal
2) Pemberian oksitosin parenteral atau drip intravena.
3) Pemberian antibiotika injeksi atau injeksi intravena.
4) Penanganan perdarahan post partum
5) Melakukan manual plasenta pada kasus retensio plasenta
6) Melakukan kuretase pada kasus sisa/rest plasenta
7) Penanganan pre eklamsia/eklampsia dengan obat MgSO4
8) Melakukan pertolongan persalinan dengan letak sungsang
9) Melakukan pertolongan persalinan dengan distosia bahu
10) Melakukan vakum ekstraksi dan forcep ekstraksi pada partus lama
11) Penanganan infeksi nifas
12) Melakukan resusitasi pada kasus asfiksia bayi baru lahir
13) Penanganan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), berat badan bayi
antara 1500 - 2500 gram
14) Penanggulangan hipotermi pada bayi baru Lahir (BBL).
15) Penanggulangan hipoglikemi pada BBL
16) Penanggulangan ikterus pada BBL
17) Penanggulangan masalah pemberian minum pada BBL
18) Penanggulangan gangguan nafas pada BBL
19) Penanggulangan kejang pada BBL
20) Penanggulangan infeksi pada BBL
j. Melakukan rujukan pasien maternal dan neonatal

14
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal
4. Rumah Sakit PONEK
Dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, ada yang disebut dengan Rumah
Sakit dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Komprehensif atau Rumah Sakit PONEK.
Rumah Sakit PONEK merupakan Rumah Sakit yang memberikan pelayanan maternal
dan neonatal sehari penuh (24 Jam) dan memiliki tenaga dokter spesialis kandungan,
dokter spesialis anak dan bidan dengan kemampuan yang terlatih, serta sarana dan
prasarana penunjang yang memadai untuk memberikan pelayanan kegawatdaruratan
obstetri dan neonatal dasar maupun komprehensif secara langsung terhadap ibu
hamil/ibu bersalin dan ibu nifas baik yang datang sendiri atau rujukan dari Puskesmas
PONED, Puskesmas, Polindes/Poskesdes atau masyarakat /kader/dukun bersalin dalam
wilayah satu atau lebih Kabupaten /Kota.
Rumah Sakit PONEK umumnya adalah Rumah Sakit Umum Kabupaten/Kota
yang telah mempunyai dokter spesialis kandungan (Dokter SpOG) dan dokter spesialis
anak (Dokter Sp.A). Lingkup pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang
dilakukan di Rumah Sakit PONEK adalah meliputi semua pelayanan Obstetri
Neonatal Komprehensif, termasuk pemberian transfusi darah, bedah caesar dan
perawatan neonatal intensif.

15
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal

T E S FOR M AT I F

1. Apa prinsip utama dalam Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Tingkat
Kabupaten/Kota?

Jawaban : yaitu kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan fasilitas Pelayanan

16
B a h a n A j a r M a t a K u l i a h A s u h a n K e b i d a n a n K e g a w a t d a r u r a t a n M a t e r n a l Ne
onatal
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2005. Buku Acuan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal Esensial
Dasar. Jakarta : JNPKKR

Prawirohardjo, Sarwono.2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Saifuddin, dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal.
Jakarta : JNPKKR

Depkes, RI. 2010. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan. Jakarta

17
URA IAN M A TE RI

1. Menjelaskan Infeksi akut kasus obstetrik, sepsis, syok septic


2. Menjelaskan kasus perdarahan hamil muda dalam obstetric
a. Abortus
Abortus atau keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu
hidup di luar kandungan dengan berat janin kurang dari 500 gram atau umur
kehamilan kurang dari 20 minggu (Saifuddin, 2008:460). Cunningham
(2006:951) mengartikan abortus sebagai pengakhiran kehamilan melalui cara
apapun tidak mengecualikan abortus buatan maupun
abortus spontan sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Referensi lain
menyebutkan Abortus merupakan penghentian kehamilan sebelum janin
mencapai viabilitas sebelum usia kehamilan 20-22 minggu, dengan berat badan
kurang dari 500 gram (Wiknjosastro, 2006:302). Dari beberapa pengertian di atas
dapat disimpulakan bahawa abortus merupakan
pengeluaran hasil konsepsi yang belum mampu hidup di luar rahim baik di lihat
dari umur kehamilan maupun berat badan bayi.
1) Klasifikasi Abortus
Klasifikasi abortus menurut Mochtar (1998:211) dilihat dari proses terjadinya
dapat di bagi menjadi dua kelompok yaitu:
a. Abortus provokatus (terjadi disengaja, digugurkan)
1) Abortus provokatus artifisialis adalah pengguguran kehamilan,
biasanya dengan alat-alat dengan alasan bahwa kehamilan
membahayakan bagi ibu misalnya ibu dengan penyakit berat, juga
karena ada kelainan pada bayi yang jika kehamilan dilanjutkan akan
terjadi kecacatan yang parah pada bayi.
2) Abortus provokatus kriminalis adalah pengguguguran kehamilan tanpa
alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum.
b. Abortus spontan (terjadi sendiri, keguguran)
Macam-macam abortus spontan menurut Saifuddin (2008:467-473)
berdasarkan gambaran klinisnya dapat dikelompokkan menjadi:
1) Abortus incompletus

25
Abortus incompletus adalah abortus yang telah terjadi pengeluaran
sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri namun masih ada yang
tertinggal. Pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka
dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri
eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi bergantung pada
jaringan yang tersisa. Pengelolaan pasien harus diawali dengan melihat
keadaan umum pasien dan mengatasi gangguan hemodinamik untuk
selanjutnya disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan Ultra
Sonography (USG) dilakukan jika ada keraguan dari diagnosis klinis.
Besar uterus lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sulit
untuk dikenali. Pascatindakan perlu perbaikan uterotonika parenteral
atau per oral dan antibiotika.
2) Abortus completus
Abortus completus adalah abortus yang telah terjadi dan seluruh hasil
konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Pada pemeriksaan
ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga
perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai umur kehamilan.
Pemeriksaan Ultra Sonography (USG) tidak perlu dilakukan jika
pemeriksaan klinis sudah memadai. Pada tes urin biasanya masih
positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak
memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya
diberi roboransia atau hematenik jika pasien membutuhkan dan
uterotonika tidak perlu diberikan.
3) Abortus iminens
Abortus iminens adalah abortus pada tingkat permulaan dan merupakan
ancaman terjadinya abortus ditandai dengan perdarahan pervaginam,
ostium uteri internum masih tertutup, hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan dan besar uterus sesuai umur kehamilan. Biasanya diawali
dengan penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan.
Untuk melihat prognosis abortus iminens dapat dilihat dengan melihat
kadar Hormone Chorionic Gonadotrophine (HCG) pada urin dengan
cara melakukan tes urin. Jika hasil tes urin positif maka prognosisnya

26
baik. Pemeriksaan Ultra Sonography (USG) diperlukan untuk
mengetahui pertumbuhan janin, mengetahui keadaan
plasenta, melihat denyut jantung janin, gerak janin, melihat kantung
gestasi apakah sesuai umur kehamilan berdasarkan hari pertama haid
terakhir. Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai
perdarahan berhenti dan diberi spasmolitik serta tambahan progesteron
untuk mencegah uterus berkontraksi. Penderita tidak boleh melakukan
hubungan sexual selama 2 minggu.
4) Abortus insipiens
Abortus insipiens adalah abortus yang sedang berlangsung ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka akan
tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses
pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang
sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan
serviks dan umur kehamilan. Besar uterus sesuai umur kehamilan
dengan hasil tes urin positif. Pada pemeriksaan Ultra Sonography
(USG) akan didapati pembesaran uterus sesuai umur kehamilan, gerak
janin dan denyut jantung janin masih jelas, dan biasanya terlihat
penipisan serviks. Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan
keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik untuk segera
dilakukan pengeluaran hasil konsepsi dan segera dilakukan kuretase
jika perdarahan banyak kemudian disusul pemberian uterotonika.
Pascatindakan diperlukan perbaikan keadaan umum, pemberian
uterotonika, dan antibiotika profilaksis.
5) Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
secara berturut-turut. Pada umumnya penderita abortus habitualis tidak
sulit untuk hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan
abortus secara berturut-turut.
6) Abortus infeksiosa
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia
dan terjadi komplikasi infeksi berat disertai penyebaran kuman atau
toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Diagnosis
ditegakkan dengan adanya gejala infeksi seperti panas tinggi, tampak

27
sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus
yang membesar dan lembut serta nyeri tekan. Pengelolaan pasien harus
mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan pemberian
antibiotika. Tindakan kuretase dilakukan jika keadaan tubuh sudah
membaik minimal 6 jam setelah pemberian antibiotika awal. Pada saat
tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika dan antibiotika
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam.
7) Missed abortion
Missed abortion adalah kematian bayi dalam kandungan sebelum usia
20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam
kandungan. Penderita biasanya tidak merasakan keluhan apa pun
kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang
diharapkan yaitu rahim semakin mengecil dengan bertambahnya umur
kehamilan dan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara
menghilang. Pada pemeriksaan tes urin biasanya negatif setelah satu
minggu terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan Ultra
Sonography (USG) akan didapat uterus yang mengecil, kantong gestasi
yang mengecil dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus
yang tidak ada kehidupan. Pada dekade belakangan ini penggunaan
prostaglandin untuk induksi pada abortus jenis ini dan selanjutnya
dlakukan kuretase.
2) Akibat Abortus
a. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi dalam jumlah yang banyak atau sedikit
tergantung pada jaringan yang tersisa dalam kavum uteri yang
menyebabkan tempat perlekatan plasenta masih terbuka sehingga
perdarahan berjalan terus. Jika terjadi perdarahan yang hebat, segera
melakukan pengeluaran hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang
mengganjal untuk terjadinya kontraksi segera dikeluarkan sehingga
kontraksi baik dan perdarahan berhenti (Saifuddin, 2008:469).
b. Anemia
Anemia terjadi jika perdarahan banyak dan prinsip pengobatannya adalah
mencari penyebab perdarahan dan segera mengatasinya serta pemberian
darah atau komponen darah (Saifuddin, 2008:470).

28
c. Infeksi
Infeksi biasanya terjadi pada abortus yang dilakukan dengan kurang
memperhatikan teknik asepsis atau antisepsis. Diagnosa ditegakkan
dengan anamnesis tentang upaya tindakan abortus yang dilakukan dan
memperhatikan gejala infeksi seperti panas tinggi, takikardi, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus lembek dan disertai nyeri tekan
(Saifuddin, 2008:473)
d. Perforasi
Perforasi dapat terjadi karena terdapat penyulit pada waktu kuretase.
Beberapa gejalanya antara lain : kuret terasa tembus, penderita kesakitan,
penderita syok, dapat terjadi perdarahan dalam perut dan infeksi dalam
abdomen. Perforasi uterus pada saat kuretase dapat terjadi pada waktu
posisi uterus retrofleksi. Perforasi uterus biasanya selain perlukaan uterus
yang luas, juga mengenai kandung kemih dan usus (Manuaba, 1998:220).
e. Stress atau depresi
Menurut Hartini (2003:16) ibu hamil yang mengalami abortus diliputi
perasan bersalah, berdosa dan menyesal. Perasan bersalah dan berdosa
terus muncul bahkan ada perilaku menangisi bayinya dan merasa kasihan.
Naluri keibuan kuat dan akan berbekas dalam pikiran ibu seumur hidupnya
sehingga dapat menyebabkan reaksi neurotik.
f. Syok
Perdarahan dalam jumlah banyak dan terus menerus disertai tanda-tanda
vital mulai tidak normal, penderita tampak lelah, panas tinggi dan
menggigil maka keadaan tersebut merupakan tanda terjadi syok
haemoragik (Saifuddin, 2008:473).
g. Kematian
Perdarahan yang terus menerus sehingga timbul syok dan terlambat
penanganan bisa berlanjut kematian (Hartini, 2003:19).
b. Kehamilan
Mola Penyebab:
a. Degenerasi hidropik sel trofoblas
b. Gelembung mola
c. Seperti buah anggur
Prosedur:

29
a. Pemeriksaan USG
b. Bedrest: abortus imminens
c. Kuretase: inkompletus, insipiens, mola
d. Laparotomi: kehamilan ektopik
c. Kehamilan ektopik
Penyebab:
a. Implantasi hasil konsepsi di luar kavum endometrii
b. Tuba, ovarium, kavum abdomen, cerviks
c. Terbanyak di ampulla
tuba Prosedur:
e. Pemeriksaan USG
f. Bedrest: abortus imminens
g. Kuretase: inkompletus, insipiens, mola
h. Laparotomi: kehamilan ektopik

3. Menjelaskan kasus perdarahan hamil lanjut dalam obstetric


Definisi: Perdarahan pervaginam antara 24 minggu kehamilan sampai kelahiran bayi
Penyebab: plasenta
Plasenta normal:
a. Berinsersi di fundus atau corpus
b. Tali pusat berinsersi di sentral atau parasentral
c. Plasenta lepas setelah bayi lahir
Diagnosa: harus ditegakkan
penyebab
a. Placenta Previa
b. Solusio Placenta
c. Vasa Previa
Tindakan:
a. Resusitasi perdarahan
b. tidak melakukan pemeriksaan dalam
c. konfirmasi dengan usg bahwa tidak ada plasenta previa

30
PENJELASAN:
PLASENTA PREVIA
a. Plasenta berinsersi menutupi ostium uteri internum atau letak rendah
b. Klasifikasi
1) Totalis
2) Partial
3) Letak rendah
c. Gejala
1) Perdarahan merah segar
2) Terutama pada saat kontraksi uterus
3) Tanpa rasa sakit terus menerus
4) Hemodinamik ibu sesuai jumlah perdarahan
5) Uterus tidak nyeri tekan
6) Letak janin abnormal
7) USG plasenta previa
d. Penatalaksanaan
1) Konservatif
a. Usia kehamilan <34 minggu
b. Perdarahan sedikit, berhenti
c. Persiapan donor darah
d. Konseling pasien untuk persiapan SC
2) Seksio sesaria
a. Perdarahan banyak
b. Kehamilan aterm
SOLUSIO PLASENTA
1) Definisi: Lepasnya placenta yang berinsersi pada tempat normal sebelum
bayi lahir
2) Gejala
a. Darah merah kehitaman
b. Disertai rasa nyeri
c. Nyeri tekan uterus
d. Kadang tak tampak pada USG
e. Hemodinamika ibu tak sesuai dengan perdarahan yang keluar
3) Penatalakasanaan

31
a. Janin hidup, diharapkan persalinan pervaginam segera – pervaginam
b. Janin hidup, kemungkinan persalinan pervaginam terlalu lama - SC
c. Janin mati dengan kondisi ibu baik, diusahakan - pervaginam
d. Janin mati dengan kondisi ibu memburuk-SC

VASA PREVIA
1) Definisi: Pembuluh darah janin pada selaput ketuban berjalan melalui serviks
2) Gejala
a. Janin mengalami distress
b. Perdarahan bisa saja tidak banyak
c. Terjadi setelah pecah ketuban
3) Penatalakasanaan
Penatalaksanaan sesuai diagnosis (plasenta previa), penatalaksanaan gawat
janin
RUPTURE UTERI
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau
diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium.
Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam
persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan
perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ
vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini.
Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-
kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius
atau bahkan kematian. Syok yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah
keluar karena perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-
keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya
daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal )
Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.

32
4. Menjelaskan kasus perdarahan post partum dalam obstetric
kasus perdarahan post partum dalam obstetric yang meliputi :
1) Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama setengah jam
setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta
(habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi
plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio
karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Prawiraharjo, 2005).
Penyebab retensio plasenta
Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting),
dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya
(plasenta membranacea, plasenta anularis), dan ukurannya (palsenta yang sangat
kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta
adhesive.
Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
Gejala Separasi/ akreta Plasenta Plasenta akreta
parsial inkarserata
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk fundus Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur Terjulur Tidak terjulur
sebagian
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
plasenta
syok sering jarang Jarang sekali

33
Tanda dan Gejala
Gejala yang selalu ada adalah plasenta belum lahir dalam 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu
tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan
lanjutan. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada yaitu plasenta
atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tetapi
tinggi fundus tidak berkurang.
Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini
menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan
manual plasenta, karena retensio bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai
sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada
dinding uterus. Pada plasenta akreta vilii chorialis menanamkan diri lebih dalam
kedalam dinding rahim daripada biasa adalah sampai kebatas atas lapisan otot
rahim. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukannya
melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika
hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan
dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan precreta
jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan desidua, misalnya
desisua yang terlalu tipis.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai /
melewati lapisan miometrium.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus lapisan
miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri,
disebabkan oleh kontriksi ostium uteri
Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya :
a. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit pelepasan hingga
kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.

34
b. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal didalam rahim meingkatkan pertumbuhan
bakteri dibantu dengan pot d’entre dari tempat perlekatan plasenta.
c. Terjadi polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis.
d. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi
patologik (displastik-dikariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasive, proses
keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para
ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan
langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun
kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal
merupakan keadaan pre kanker, yang bisa berubah menjadi kanker (Manuaba, IGB.
1998:300)

Penanganan Retensio Plasenta


Tentukan jenis retensio yang terjaid karena berkaitan dengan tindakan yang di ambil.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak
terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes permenit. Bila
perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak
menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan
plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual palsenta
secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan.
Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan.
Berikan antibiotika profilaksis (ampisislin 2 g IV / oral + metronidazole 1 g
supositoria/oral).
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.

2) Sisa Plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan
35
dengan sisa plasenta. Penemuan secara dini hanya di mungkinkan dengan
melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa
plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan
kembali lagi ketempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari
pulang kerumah dan subinvolusi uterus :
i. Penemuan secara dini hanya dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa
plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien
akan kembali lagi ketempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah
beberapa hari pulang kerumah dan subinvolusi uterus.
ii. Berikan antibiotika (sesuai intruksi dokter) karena perdarahan juga
merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis
awal 1 g IV dilanjukan 3x1 g oral dikombinasi dengan metrodinazol 1 g
supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral
iii. Lakukan eksplorasi digital (bidan boleh melakukan) (bila serviks terbuka)
dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat
dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan
kuretase (dilakukan oleh dokter obgyn)
iv. Bila kadar HB < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar HB > 8 g/dL,
berkian sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (sesuai petunjuk dokter
kandungan).

3) Perlukaan jalan lahir


4) Atonia Uteri
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum
dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan
keluarga berencana makin meningkat (Manuaba & APN).
Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan
plasenta lahir.
Penyebab :
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang ) seperti :

36
1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau
paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi.
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta
belum terlepas dari dinding uterus.
Gejala Klinis:
1. Uterus tidak berkontraksi dan lunak
2. Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
Penanganan Atonia Uteri
1. Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
2. Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus
yang menghentikan perdarahan.
3. Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
4. Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi
dan jahit atau rujuk segera.
5. Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau
selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung
kemih telah kosong
6. Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi
sesuai kebutuhan. Jika perdarahan terus berlangsung:
7. Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta
(tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan
pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan
darah sederhana.
8. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak
yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
5) Inversio uteri
6) Kelainan pembekuan darah

37
PENCEGAHAN
1. Mengenal risiko perdarahan postpartum
Uterus distensi (kembar, janin besar, hidramnion)
Partus lama, Partus dengan pacuan
2. Memberikan oksitosin injeksi setelah bayi lahir
3. Memastikan kontraksi uterus setelah plasenta lahir
4. Memberikan ergometrin injeksi setelah plasenta lahir
5. Memastikan plasenta lahir lengkap
6. Menangani robekan jalan lahir

5. Menjelaskan kasus hipertensi dalam kehamilan dan persalinan: Pre Eklampsia


dan Eklampsia
FAKTOR RESIKO:
1. Primigravida
2. Kehamilan kembar
3. Riwayat keluarga
4. Riwayat hipertensi sebelumya
5. Obesitas
DIAGNOSIS PREEKLAMPSIA
Hipertensi setelah umur kehamilan 20 minggu
TD >= 140/90 mmHg
Peningkatan >= 30/15 mmHg
Diastolik >= 90 mmHg
Konfirmasi ulang 4-6 jam kecuali tinggi
Tekanan darah tinggi sekali
Proteinuria
>= +2 pada dipstik
>= 300 mg/dL pada urin 24 jam
Edema (tetapi tidak masuk syarat preeklampsia)
PREEKLAMPSIA BERAT JIKA:
1. TD diastolik >110 mmHg
2. Lab : AT Turun, SGPT & SGOT naik
3. Oliguria, anuria
4. Kejang, sakit kepala, gangguan penglihatan

38
5. Udem pulmo
6. Gangguan janin: Fetal distress, Tumbuh
lambat PRINSIP MANAJEMEN
1. Pengakhiran kehamilan
2. Melahirkan bayi mampu hidup
3. Perbaikan kondisi ibu

PENCEGAHAN KEJANG
1. MgSO4 merupakan pilihan utama : 8 gram MgSO4 40% bokong kanan dan kiri,
dilanjutkan 4 gram / 6 jam
2. Efek samping : lemas, paralisis pernafasan, toksisitas jantung
3. Monitor : refleks patella, pernafasan
4. Antidotum Kalsium glukonas 10% 10 ml iv dalam 3 menit

KAPAN KEHAMILAN HARUS DITERMINASI


1. >= 37 minggu dengan PER
2. >= 34 minggu dengan PEB
3. < 34 minggu jika
TD sulit dikontrol
Gangguan multiorgan
Gawat janin
Kejang
KOMPLIKASI
1. Eklampsia
2. Solusio plasenta
3. Udem Pulmo
4. Kerusakan Ginjal, Hepar
5. Janin tumbuh lambat
6. Persalinan prematur
EKLAMPSIA: Kejang yang didahului oleh preeklampsia
PENATALAKSANAAN:
1. Bebaskan jalan nafas
2. Pasien dimiringkan ke kiri
3. Diberikan injeksi MgSO4

39
4. Diberikan oksigen
5. Kehamilan segera diterminasi

6. Menjelaskan Kasus persalinan macet /distosia


Persalinan lama disebut juga distosia, didefinisakan sebagai persalinan yang
abnormal atau sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi 3 golongan berikut ini.
a. Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam kuatan atau sifatnya
menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan.
b. Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena
kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
c. Kelainan jlan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bias
menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
d. Kelainan His
Etilogi
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua.
Pada mutipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Factor
hereditaer mungkin memegang peranan pula dalam kelainan his. Sampai seberpa
jauhfaktor emosi (ketakutan dan lain-lain) mempengaruhi kelainan his. Khususnya
inersia uteri, ialah apaila bagian bawah janin tidak berhubungabn rapat dengan
segmen bawah uterus seperti pada kelainan letak janin ayau pada disporposi
sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atauun
hidraamnion juga dapat merupakan penyebab inersia uteri yang murni. Akhirnya,
gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional, misalnya uterus bikornis
unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi, pada sebagian besar
kasus kurang lebih separuhnya, penyebab inersia uteri tidak diketahui.
Penanganan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun keadaan ibu yang
bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap 4 jam,
bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala preeklamsi.
Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam
kala II. Kemingkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya.
Karena ada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan

40
pembedahan dengan narcosis, hendaknya ibu jangan diberi makan biasa melainkan
bentuk cairan. Sebaiknya dberikan infuse lartan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonic
secara intervena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin
50 mg yang dapat diulangi; pada pemmulaan kala I dapat diberikan 10 mg morfin.
Pemeriksaan dalam perlu dilakukan, tetapi harus selalu disadari bahwa pemeriksaan
dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa
kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian keadaan umum, perlu diadakan
penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian umum, perlu ditetapkan
apakah perslainan benar-benar sudah mulai atau masihdalam tingkat false labour,
apaka ada inersia uteri atau incoordinated uterine contraction; apakah tidak ada
disproporsi sefalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal yang terakhir ini, jika
perlu dilakukan pelvimetri roentgenologik atau Magnetic Resinance Imaging (MRI).
Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-sedikitnya 3 cm, dapat diambil
kesimpulan bahwa persalinan sudah mulai. Dalam menentukan sikap lebih lanjut
lebih perlu diketahui apakah ketuban sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah
pecah, maka keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu
lam berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah
dapat diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat
atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus.
KOMPLIKASI
Efek pada janin
1) Kaput Suksedeneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedeneum
yang besar terjad terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar
dan menyebabakan kesalahan diagnostic yang serius. Kaput hamper dapat
mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap.
2) Molase kepala janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain disutura-sutura besar, suatu proses yang disebut
molase. Biasannya batas median tulang parietal yang berkontak dengan
promotorium bertumpang tindih dengan tulang disebelahnya; hal ini sama terjadi
pada tulang-tulang frontal. Namun tulang oksipetal terdorong kebawah tulang
parietal. Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian
yang nyata. Di lain pihak, apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat

41
menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, tanpa
perdarahan intra karinial pada janin.
3) Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah dilakukan upaya
paksa pada persalinan. Fraktur ini juga dapat terjadi pada persalinan spontan atau
bahkan sekseo sesarea.

7. Menjelaskan Kasus Komplikasi Bayi baru lahir dengan : Asfiksia intrauterine,


asfiksia, , ekstra uterin, hipoglikemia, sepsis dan kejang
ASFIKSIA INTRA UTERIN
Asfiksia intrauterin adalah suatu keadaan dimana janin dalam rahim
kekurangan oksigen dan kemudian diikuti dengan penimbunan asam asetat serta
karbon dioksida (CO2) sehingga mengakibatkan keadaan asidosis intrauterin.
Biasanya, keadaan ini terjadi karena terjadi gangguan dalam pertukaran gas (gas
exchange), bisa terjadi secara akut (misalnya kompresi tali pusat) dan juga secara
kronik (misalnya kehamilan post-term).

Kriteria Diagnosis
1. Pasien umumnya termasuk kategori kehamilan risiko tinggi (high risk pregnancy)
2. Abnormalitas bunyi jantung janin (bradikardia, takikardia, irregularitas ataupun
deselerasi tipe lambat dan variabel).
3. Berkurangnya aktivitas / gerakan janin, yakni, 4 kali per 10 menit (bisa dilihat
dengan kardiotokografi)
4. Dijumpai pertumbuhan janin terhambat (PJT).
5. Dijumpai mekoneum dalam air ketuban.

Pemeriksaan Penunjang
1. Kardiotokografi (CTG): NST ataupun CST bila perlu.
2. Amnioskopi.
3. Ultrasonografi untuk menilai jumlah air ketuban (AFI).

ASFIKSIA NEONATORUM
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini

42
disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang
terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc,
1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan
bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru
lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa
skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan
memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada
bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular serta
komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama
kegagalan adaptasi bayi baru lahir (James, 1958). Kegagalan ini akan sering
berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir
(James, 1959). Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan
Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi
yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele
neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat
menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk
menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan
tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan perubahan yang mungkin
terjadi pada penderita asfiksia.
Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia
janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini
merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa
kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan
bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu
disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi
mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah :
1. Faktor ibu

43
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anastesia dalam.
Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus
yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini
sering ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni,
hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada
ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan
lain-lain.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat
anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada
persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi
masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran
pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
Patogenesis
a.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbulah rangsangan
terhadap nesofagus sehingga jantung janin menjadi lambat. Bola kekurangan O2
ini terus berlangsung, maka nesofagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah
kini rangsangan dari nefo simfatikus. Djj menjadi lebih cepat akhirnya irregular
dan menghilang.
b.
Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai
tanda janin dalam hipoksia :
* Jika Djj normal dan ada mekonium maka janin mulai hipoksia.
44
* Jika Djj > 160 x/ menit dan ada mekonium maka janin sedang hipoksia.
* Jika Djj < style > / menit dan ada mekonium maka janin dalam keadaan
gawat.
c.
Janin akan mengadakan pernafasan intra uterine dan bila kita periksa terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronfus tersumbat dan terjadi
atelekrasis bila janin lahir aveoli tidak berkembang.
Prinsip dasar asfiksia pada BBL
Bayi dapat mengalami apnue dan menunjukan upaya pernafasan yang tidak
cukup untuk kebutuhan fentilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya
pengambilan oksigen dan pengeluaran CO 2. Penyebab depresi bayi pada saat
lahir ini mencakup :
1. Asfiksia intra uterin
2. Bayi kurang bulan
3. Obat-obat yang diberikan/diminum oleh ibu
4. Penyakit neuromuskular bawaan
5. Cacat bawaan
6. Hipoksia intra partum
Asfiksia berarti hopoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan
otak/kematian. Asfiksia juga mempengaruhi organ vital lainnya. Pada bayi yang
mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang sacara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnue yang
dikenal dengan nama apnue primer. Perlu diketahui bahwa pernafasan yang
megap-megap dan tonus otot yang juga turun terjadi akibat obat-obat yang
diberikan pada ibunya. Biasanya pemberian rangsangan dan oksigen selama
periode apnue primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila asfiksia berlanjut bayi akan menunjukan megap-megap yang dalam,
denyut jantung terus menurun, dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan
makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnue yang disebut
apnue sekunder, selama apnue sekunder ini denyut jantung, tekanan darah, dan
kadar oksigen dalam darah(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara
45
spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan pernafasan
buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.
Gejala dan tanda-tanda asfiksia termasuk :
 Tidak bernafas /bernafas megap-megap
 Warna kulit kebiruan
 Kejang
 Panurunan kesadaran
SEPSIS NEONATUS
Sepsis neonatorum, sepsis neonatus dan septikemia neonatus merupakan
istilah yang telah digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap
infeksi pada bayi baru lahir.
Sepsis neonatorum adalah suatu bentuk penyakit yang digambarkan dengan
adanya infeksi bakteri secara sistemik pada bulan pertama kehidupan yang
ditandai hasil kultur darah yang positif. Definisi lainnya adalah sindroma
klinis yang ditandai gejala sitemik dan disertai bakteriemia yang terjadi dalam
bulan pertama kehidupan.
Insidensi sepsis neonatorum beragam, dari 1-4/1000 kelahiran hidup di negara
maju dengan fluktuasi yang besar sepanjang waktu dan tempat geografis.
Keragaman insiden dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya dapat
dihubungkan dengan angka prematuritas, perawatan prenatal, pelaksanaan
persalinan, dan kondisi lingkungan di ruang perawatan. Angka sepsis
neonatorum meningkat secara bermakna pada bayi dengan berat badan lahir
rendah dan bila ada faktor resiko ibu ( obstetrik ) atau tanda- tanda
koriamnionitis, seperti ketuban pecah lama ( > 18 jam ), demam intrapartum
ibu (> 37,5°C ), leukositosis ibu (>18000/mm3), pelunakan uterus dan
takikardi janin (>180 kali/menit). Faktor resiko host meliputi jenis kelamin
laki-laki, cacat imun didapat atau kongenital, galaktosemia ( Escherichia coli)
pemberian preparat besi intramuskuler ( E.coli), anomali kongenital (saluran
kencing, asplenia, myelomeningokel, saluran sinus), omfalitis dan kembar
(terutama kembar kedua dari janin yang terinfeksi). Prematuritas merupakan
faktor resiko baik pada sepsis awal maupun lanjut.

46
LATIHAN

Latihan pada kompetensi ini Mahasiswa mencoba menentukan diagnose terhadap kasus
yang ada:
1. Infeksi akut kasus obstetrik, sepsis, syok septic
2. kasus perdarahan hamil muda dalam obstetric
3. kasus perdarahan hamil lanjut dalam obstetric
4. kasus perdarahan post partum dalam obstetric
5. kasus hipertensi dalam kehamilan dan persalinan
6. Kasus persalinan macet /distosia
7. Kasus Komplikasi Bayi baru lahir dengan : Asfiksia intrauterine, asfiksia, , ekstra
uterin, hipoglikemia, sepsis dan kejang

47
T E S FOR M AT I F

SOAL KASUS VI

Ny. Ani, GIIPIA0, 29 tahun, datang ke kamar bersalin dengan keluhan sakit
perut tembus ke belakang sejak jam 13.00 kemarin siang. Pada pemeriksaan
didapatkan T:110/80 mmHg, N:80x/menit, P:40x/menit, S:37 0C. Tinggi fundus uteri 3
jari di bawah processus xiphoideus, punggung janin di kiri, bagian terdepan kepala,
dengan penurunan 3/5, denyut jantung janin 130x/menit dan his 2x dalam 10 menit
dengan durasi 30-35 detik. Pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 4 cm,
ketuban utuh, bagian terdepan kepala dengan kepala belum masuk ke rongga panggul.
Pemeriksaan 4 jam kemudian didapatkan denyut jantung janin 155x/menit, his 2x
dalam 10 menit dengan durasi 30-35 detik, pembukaan dan penurunan tetap dan
ketuban tetap utuh.
Pertanyaan: tentukan diagnosa pada kasusu tersebut!
JAWABAN KASUS VI: pasien dengan partus lama

SOAL KASUS IV
Ny. A P5A0 usia 38 tahun datang ke Rumah Sakit Pukul 09.00 wib berdasarkan
rujukan bidan C dengan keadaan plasenta belum lepas dan ibu mengalami perdarahan
banyak. Pasien di rujuk dengan satu jalur infuse RL di tangan sebelah kiri pasien.
Pertanyaan: tentukan diagnosa pada kasusu tersebut!
JAWABAN KASUS IV: pasien dengan retensio
plasenta

48
KASUS I
Ny. Andri umur 24 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke bidan mengeluh
kenceng-kenceng, perut terasa sering mulas disertai nyeri yang sangat hebat, keluar
keringat dingin, dan gelisah. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh bidan didapatkan
hasil : perut teraba keras, denyut nadi dan pernafasan meningkat, serta teraba lekuk
diantara pusat dan sympisis yang maikn lama makin naik, hasil VT : TBJ 4900 gram
panggul sempit.
SOAL
1. Diagnosa yang sesuai dengan kasus tersebut di atas adalah..
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
c. Ruptura uteri
d. Ruptura uteri imminent
2. Keadaan yang memicu kondisi tersebut adalah....
a. Inersia uteri primer
b. CPD
c. Inersia uteri sekunder
d. Inkoordinate uteri action
3. Diagnosa banding dari kasus tersebut diatas adalah.....
a. Inersia uteri
b. Ruptura uteri
c. Plasenta previa
d. Solusio plasenta
4. Sikap yang segera dilakukan bidan sesuai dengan kasus di atas adalah ......
a. Merujuk ke RS
b. Memimpin persalinan
c. Melakukan pemeriksaan dalam
d. Memberikan cairan parenteral
5. Kemungkinan syok yang terjadi pada Ny. Andri yaitu...
a. Syok nalafilaktik
b. Syok kardiogenik
c. Syok neurogenik
d. Syok hipovolemik

KASUS II
Ny. Rina umur 24 tahun, G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke klinik tanggal 12
September 2011 jam 06.00 WIB dengan keluhan mengeluarkan cairan dari jalan lahir
sejak 1 jam yang lalu dan berlangsung terus menerus. Ibu belum mengeluarkan lendir
darah, kenaikan berat badan selama hamil 19 kg, dari hasil pemeriksaan didapatkan
keadaan umum baik, TD 120/70 mmHg, nadi 78 x/menit, suhu 37 derajat cekcius,
TFU 40 cm, puka, divergen, DJJ 156 x/menit, kontraksi uterus 2x dalam 10 menit
lembek. Hasil pemeriksaan dalam portio tebal, lunak, belum ada pembukaan.

SOAL
6. Dari data tersebut, data manakah yang merupakan penyulit bagi kondisi Ny. Rina ?
a. Infeksi
b. KPD
c. Polyhidramnion
d. Kontraksi uterus lembek

49
7. Diagnosa potensi yang mungkin terjadi pada Ny. Rina adalah.........
a. Infeksi
b. Dehidrasi
c. Partus precipitatus
d. Cephalo pelvic, disproportion
8. Tanggal perkiraan lahir bayi Ny Rina adalah..........
a. 18-06-2012
b. 19-06-2012
c. 20-06-2012
d. 21-06-2012
9. Asuhan kebidanan yang tepat diberikan pada kasus Ny. Rina adalah ...
a. Memberikan antibiotic sebagai profilaksis
b. Memberikan cairan parenteral untuk rehidrasi
c. Kolaborasi dokter untuk terminasi kehamilan dengan SC
d. Menganjurkan ibu berjalan-jalan untuk mempercepat pembukaan

10. Komplikasi yang mungkin terjadi pada Ny. Rina adalah...


a. Atonia uteri
b. Inersia uteri
c. Inversio uteri
d. Prolapsus uteri

KASUS I
Ny. Anggi umur 24 tahun, G2P0A0 hamil 38 minggu dalam persalinan, VT :
pembukaan lengkap, penurunan kepala di H IV, DJJ normal, sudah dipimpin
mengejan sejak 2 jam ynag lalu, bayi belum lahir

SOAL

1. Diagnosa kasus diatas adalah ......


a. Precipitatus
b. Partus lama
c. Partus macet
d. Partus tak maju

2. Yang tidak termasuk data obyektif yang mendukung kasus di atas adalah.....
a. Pembukaan lengkap
b. Penurunan kepala di H IV
c. Hamil 38 minggu dalam proses persalinan
d. Dipimpin mengejan 2 jam bayi tidak lahir

3. Tindkana yang relevan untuk kasus di atas adalah...


a. Bedah Caesar c. Ekstrasi vakum
b. Versi luar d. Induksi persalinan

4. Komplikasi yang mungkin terjadi pada bayi akibat tindakan partus di atas
adalah.........
a. Cephal hematom
b. Perdarahan otak
c. Caput succedaneum

50
d. Perdarahan intracranial

5. Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu adalah...


a. Perdarahan
b. Inersia uteri
c. Ruptura uteri
d. Atonia uteri

KASUS II
Ny. Marni G1P0A0 umur 19 tahun, hamil 39 minggu jam 08.00 dilakukan VT : O3
cm, dengan his 2x dalam 10 menit lamanya 35 detik, 4 jam berikutnya di VT lagi, O
tetap 3 cm, bidan terus mengobservasi hingga 4 jam berikutnya dilakukan VT : 6 cm.

SOAL

6. Diagnosa yang sesuai dengan kasus diatas adalah.....


a. Kala 1 fase laten
b. Kala 1 fase akselerasi
c. Kala 1 fase dilatasi maksimal
d. Kala 1 fase deselerasi

7. Untuk melengkapi diagnosa diatas diperlukan data, kecuali...........


a. Penurunan bagian terendah
b. Denyut jantung
c. Kulit ketuban
d. Pasien mengeluh kesakitan

8. Pengambilan keputusan klinis yang dilakukan oleh bidan dalam menyikapi kasus
tersebut diatas adalah ......
a. Observasi dilatasi servik dengan partograf
b. Melakukan pemeriksaan dalam sewaktu-waktu
c. Segera merujuk apabila dilatasi servik dikiri garis waspada partograf
d. Segera merujuk apabila dilatasi servik dikanan garis waspada partograf

9. Komplikasi yang terjadi pada ibu sesuai dengan kasus di atas adalah..........
a. Partus macet
b. Partus tak maju
c. Partus presipitus
d. Incompeten servik

10. Yang bukan termasuk komplikasi yang terjadi pada janin Ny. Marni adalah......
a. Caput succedaneum
b. IUGR
c. Fetal distress
d. Moulase yang hebat

51
KASUS I
Ibu Tina umur 24 tahun G2P1A0 hamil 38 minggu datang ke bidan dengan keluhan
perut terasa kenceng-kenceng sejak tadi malam, pusing, pandangan mata kabur dan
nyeri epigastrium. Hasil pemeriksaan : tekana darah 170/110 mmHg, Oedem
ekstremitas, protein urine 5 gr%.
Pemeriksaan dalam : pembukaan 3 cm, teraba kepala, penurunan kepala HI-HII , KK
(+).

SOAL

1. Diagnosa dari kasus tersebut di atas adalah.........


a. Inpartu kala I dengan hipertensi
b. Inpartu kala I dengan eklamsi
c. Inpartu kala I dengan pre eklamsi ringan
d. Inpartu kala I dengan pre eklamsi berat

2. Penanganan yang tepat untuk kasus tersebut di atas sesuai dengan kewenangan
bidan adalah..........
a. Berikan diuretic
b. Cateterisasi Urine
c. Berikan uterotonika
d. Berikan antikonvulsan

3. Yang bukan merupakan pemeriksaan sebelum diberikan anti konvulsan pada


ibu Tina adalah....
a. DJJ c. Reflek patella
b. Urine d. Frekuensi pernafasan

4. Pemberian anti konvulsan pada ibu Tina dihentikan jika...


a. Urin < 30 ml/jam
b. Urin > 30 ml/jam
c. Urin < 50 ml/jam
d. Urin > 50 ml/jam

5. Obat antikonvulsan yang diberikan pada kasus diatas adalah .....


a. Katalar
b. MgSO4
c. Phetidin
d. Diasepam

KASUS II

Ibu Ani umur 30 tahun G2P1A0 hamil 36 minggu datang ke RS dengan keluhan sejak
8 jam yang lalu dari kemaluannya mengeluarkan cairan yang warnanya keruh dan bau
anyir. Hasil VT belum ada pembukaan.

52
SOAL

6. Ny. Ani kemungkinan mengalami...........


a. Partus prematurus
b. Partus precipitatus
c. Primary premature of membrane (PPROM)
d. Premature rupture of membrane

7. Komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus di atas adalah..........


a. Perdarahan post partum
b. Perdarahan intra partum
c. Infeksi intra uterine
d. Intra uterine fetal distress

8. Diagnosa kasus di atas ditegakkan dengan pemeriksaan.............


a. PP test c. Urine reduksi
b. Nitrazin test d. Spinbarkeit test
9. Pemberian pengobatan yang tepat untuk kasus di atas adalah ......
a. Sedativa
b. Analgetik
c. Betamitason
d. Anti konvulsan

10. Disamping obat tersebut pada no. 9, diberikan pula obat......


a. Luminal
b. MgSO4
c. Ampisilin
d. Paracetamol

53
DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka
Herry Garna, 2005, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke-3.
Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad. Halaman : 109 – 112.
Winjosastro Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Cetakan ketujuh, Edisi Ketiga, Jakarta : Pustaka
Sarwono Prawirohadjo. Yayasan Bina.
Heller Luz. 1997. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri, cetakan kelima, Edisi pertama,
Jakarta : Buku Kedokteran.
Basri Saifuddin, 2002. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus,
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.

54
BahanAjarMataKuliah

BAB III
AS U H A N K E B ID AN A N P AD A K AS US K E G AW AT D AR U R AT AN M AT E R N AL
K E WE N A NG AN

PENDAHULUAN
Bidan dalam berbagai situasi sering menghadapi wanita yang berpotensi

mengalami kondisi gawat darurat yang dikarenakan berbagai penyebab. Kondisi gawat

darurat ini dapat mengancam jiwa ibu dan bayi, diantaranya masih banyak ibu yang

meninggal disebabkan oleh kehamilan yang berisiko tinggi, adanya komplikasi atau

kondisi medis yang mendasari untuk mendapatkan penatalaksanaan kodisi gawat

darurat. Untuk itu, Bidan dituntut untuk mampu mengenali kondisi kegawatdaruratan

pada ibu dan bayi serta mampu melaksanakan penatalaksanaan kodisi gawat darurat

pada ibu dan bayi.

55
BahanAjarMataKuliah

KOMPETENSI DASAR

NO KOMPETENSI DASAR INDIKATOR


1 Memberikan asuhan 1. Melakukan pengkajian data subyektif dan
kebidanan pada kasus obyektif.
2. Melakukan analisis pada kasus kegawatdaruratan
kegawatdaruratan maternal
maternal dan neonatal.
dan neonatal sesuai 3. Menentukan diagnosa, prognosa dan prioritas
prosedur dan kewenangan. masalah serta sumber-sumber dan fasilitas untuk
kebutuhan intervensi.
4. Menentukan rencana tindakan sebagai upaya
untuk mengatasi kegawatdaruratan maternal dan
neonatal.
5. Menentukan tindakan penatalaksanaan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal
(penanganan awal).
6. Melakukan pemantauan dan evaluasi tindakan
pasca penatalaksanaan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal.
7. Melakukan rujukan dengan mengidentifikasi
kasus, stabilisasi penderita dan pemberian obat-
obatan.

56
BahanAjarMataKuliah

BAB IV

1. Pengkajian data subyektif dan obyektif


Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis, terfokus meliputi
data :
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan saat ini (termasuk kesehatan reproduksi)
c. Riwayat penyakit terdahulu
d. Riwayat kesehatan reproduksi :
1) Riwayat haid
2) Riwayat bedah organ reproduksi
3) Riwayat kehamilan dan persalinan
4) Riwayat KB (Pengaturan kesuburan)
5) Faktor kongenital/ keturunan yang terkait
2. Diagnosa, prognosa dan prioritas masalah serta sumber-sumber dan fasilitas
untuk kebutuhan intervensi lebih lanjut.
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.
3. Penanganan awal
4. Rujukan dengan melakukan identifikasi kasus, Stabilisasi penderita dan
pemberian obat-obatan.

Untuk mencapai kompetensi dasar dalam memberikan asuhan kebidanan pada


kegawatdaruratan maternal dan neonatal sesuai prosedur dan kewenangan berdasarkan
kasus kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.

57
BahanAjarMataKuliah

Contoh Asuhan Kebidanan pada kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal


sesuai prosedur dan kewenangan.

a. Perdarahan hamil muda


Kasus:
Ny. A GIP0A0, umur 24 tahun datang ke Rumah sakit dengan keluhan
terlambat haid 6 minggu dan nyeri perut bagian bawah sebelah kiri. Hasil
pemeriksaan menunjukkan Ny. A wajah tampak pucat, conjungtiva anemis, nyeri
pada saat perabaan, Pemeriksaan khusus melalui vaginal terdapat nyeri goyang pada
pemeriksaan serviks, kavum douglas menonjol dan nyeri.

Asuhan kebidanan berdasarkan kasus kegawatdaruratan


Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk pendekatan
yang digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan. Menurut Helen
Varney, alur berpikir bidan saat menghadapi klien meliputi 7 langkah yaitu pengkajian,
interpretasi data, diagnosa potensial, antisipasi, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Sedangkan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan bidan melalui proses berpikir
sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu Subyektif, Obyektif,
Assesment, dan Plan.
Dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan Kehamilan
Ektopik sebagai berikut:

58
BahanAjarMataKuliah

1. Pengkajian
Pengkajian pada ibu dengan kehamilan ektopik difokuskan pada:
a. Data subyektif
1) Biodata
Biodata pasien terutama dikaji mengenai:
a) Umur
Umur pasien dikaji untuk mengetahui apakah pasien termasuk dalam
golongan resiko tinggi kehamilan ektopik. Karena kehamilan ektopik
sering terjadi pada wanita yang berusia antara 25 tahun – 35 tahun
dengan umur rata-rata 30 tahun (Prof. Dr. Hanifa Wiknjosastro, DSOG
1999; 325)
b) Pendidikan
Latar belakang pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
pasien terhadap masalah kesehatan reproduksi.
c) Pekerjaan
Pekerjaan akan mempengaruhi tingkat sosial ekonomi, gizi, aktivitas,
istirahat, dan besarnya penghasilan.
2) Keluhan pasien
Keluhan pasien terutama dikaji mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
gejala-gejala terjadinya kehamilan ektopik yaitu: terjadinya amenorrhoe.
Amenorrhoe sering ditemukan walaupun hanya pendek saja sebelum diikuti
perdarahan. Perdarahan: gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat
menimbulkan perdarahan yang berasal dari uterus. Rasa nyeri: rasa nyeri

59
BahanAjarMataKuliah

perut bagian bawah bertambah sering dan keras (Prof. Dr. Hanifa
Wiknjosastro, DSOG 1999; 255).
3) Riwayat kesehatan ibu
Riwayat kesehatan ibu terutama dikaji pernah tidaknya ibu menderita
gangguan pada sistem reproduksinya seperti:
a) Bekas radang pada tuba; di sini radang menyebabkan perubahan-
perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi masih dapat
terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat (Prof. Dr. Hanifa
Wiknjosastro, DSOG 1999; 252).
b) Abortus
Kesempatan berkembang yang sangat kecil menyebabkan hasil konsepsi
mati dan lepas dalam lumen tuba (Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba,
DSOG 1987; 233)
c) Infeksi
Pada penyakit infeksi pemakaian antibiotika dapat meningkatkan
frekuensi kehamilan ektopik. Karena antibiotik dapat mempertahankan
terbukanya tuba yang mengalami infeksi, tetapi pendekatan
menyebabkan pergerakan silia dan peristaltis tuba terganggu dan
menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim
sehingga implantasi terjadi pada tuba (Prof. Dr. Hanifa Wiknjosastro,
SOPG 1999; 325).

60
BahanAjarMataKuliah

4) Riwayat Obstetri
Riwayat obstetri yang dikaji mengenai:
a) Haid
(1) Siklus Haid
Perlunya siklus haid untuk menilai teratur tidaknya ibu mendapat
haid dari bulan pertama ke bulan berikutnya, dan untuk mengetahui
ada tidaknya ovulasi.
(2) Lamanya Haid
Perlunya lamanya haid untuk mengetahui normal tidaknya ibu dalam
mendapat haid setiap bulan.
(3) Hari Pertama Haid Terakhir
Perlu dikaji tentang HPHT, karena untuk mengetahui apakah ada
pembuahan, bila sudah terjadi pembuahan, maka tidak terjadi
menstruasi adanya Amenorrhoe.
5) Riwayat KB
Pada riwayat KB dikaji karena berhubungan dengan pemakaian alat
kontrasepsi meningkatkan kejadian kehamilan ektopik, karena fungsinya
menghindari hamil tetapi tidak sekaligus mengurangi kejadian hamil ektopik
(Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, DSOG 1988; 232).

b. Data Obyektif
1) Pemeriksaan fisik
a) Pada umumnya keadaan umum klien lemah, karena mengalami anemia.
b) Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma tidak sadar.

61
BahanAjarMataKuliah

c) Pada ruptur tuba penderita dalam keadaan syok dengan tanda vital suhu
badan menurun, nadi cepat, tekanan darah menurun.
d) Inspeksi
(1) Pada mata biasanya konjuntiva pucat dan muka kelihatan pucat
(pucat karena anemia).
(2) Ekstremitas bagian bawah berwarna biru dan dingin karena aliran
oksigen kurang.
(3) Vagina mengeluarkan darah berwarna hitam.
e) Palpasi
Pada pemeriksaan abdomen perut kembung, terdapat cairan bebas darah,
nyeri pada saat perabaan janin langsung teraba di bawah kulit abdomen,
ballotemen tidak terjadi (Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, DSOG
1998; 234 – 235)
Pada kehamilan 2 bulan mungkin di samping uterus yang membesar
dapat ditemukan tumor yang lembek dan licin
(Prof. Dr. Hanifa Wiknjosastro, DSOG 1999; 254).
2) Pemeriksaan khusus melalui vaginal
a) Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks
b) Kavum douglas menonjol dan nyeri
c) Mungkin terasa tumor di samping uterus
d) Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan (Prof. Dr. Ida Bagus
Gde Manuaba, DSOG 1998; 234).

62
BahanAjarMataKuliah

3) Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
(1) Pemeriksaan haemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan, terutama bila ada tanda-
tanda perdarahan dalam rongga perut.
(2) Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya
perdarahan bila leukositosis meningkat.
(3) Test kehamilan berguna untuk apabila positip. Akan tetapi test
negatip tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan digenerasi trofoblas
menyebabkan produksi human chorionik gonodotropin menurun dan
menyebabkan test negatif.
(Prof. Dr. Hanifa Wiknjosastro, DSOG 1999; 330 – 331).

3. Analisa (Diagnosa)
Ny. A GI P0 A0 umur 24 tahun Ibu dengan kehamilan ektopik
Data Dasar:
– Terjadinya amenorhoea
– Perabaan terdapat nyeri perut bagian bawah sebelah kiri
– Pemeriksaan khusus melalui vaginal terdapat nyeri goyang pada
pemeriksaan serviks dan kavum douglas menonjol serta nyeri.

63
BahanAjarMataKuliah

4. Plan
a. Penderita disangka kehamilan ektopik harus dirawat inap di rumah sakit untuk
penanggulangannya.
b. Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian
cairan yang cukup (Dextrose 5%, glukosa 5%, garam fisiologis) dan transfusi
darah.
c. Setelah diagnosis jelas dan keadaan umum baik segera dilakukan laparatomi
untuk menghilangkan sumber perdarahan: dicari, diklem, dan dieksisi sebersih
mungkin (Salpingektomi).
d. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya
penyembuhan lebih cepat.
e. Memberikan antibiotika yang cukup dan obat anti inflamasi.
b. Pre Eklamsi
Kasus:
Ny. W, umur 22 tahun, GIP0A0, hamil 38 minggu datang ke Puskesmas dengan
riwayat Pre Eklamsia ringan, sudah melakukan kunjungan 1 minggu yang lalu.
Hasil pemeriksaan Tensi 150/ 110 mmHg, Nadi 84x/ menit, keluhan pusing
dan nyeri epigastrik. Inspeksi tampak oedem pada muka, dan ekstremitas,
Palpasi Leopold I teraba satu bagian bulat, besar, keras, Leopold II sebelah
kanan teraba bagian memanjang ada tahanan, bagian kiri teraba bagian kecil-
kecil, Leopold III teraba bagian besar, lunak, tidak bisa digoyagkan, Leopold
IV divergen. Hasil pemeriksaan dalam, pembukaan 4 cm, penurunan kepala 3/
5, kulit ketuban masih utuh. Pemeriksaan protein 2+

64
BahanAjarMataKuliah

Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Pre-eklampsia Berat


1. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Biodata
a) Umur
Umur dikaji karena umur merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-
eklampsia yaitu usia maternal di atas 25 tahun (Varney, 1997: 360).
Pre-eklampsia lebih sering didapatkan pada masa awal dan akhir usia
reproduktif, yaitu usia remaja atau usia di atas 35 tahun (Cunningham,
1995: 774).
b) Suku/bangsa
Faktor ras dan genetik merupakan unsur yang penting yang
mempengaruhi insiden pre-eklampsia, bahwa wanita kulit hitam lebih
sering terkena penyakit hipertensi (Cunningham, 1995: 777).
2) Keluhan utama
Pada keluhan pasien dikaji mengenai gejala subyektif dari pre-eklampsia
berat yaitu:
a) Kenaikan berat badan yang timbul secara cepat dalam waktu yang
singkat, keluhan yang umum adalah sesaknya cincin pada jari-jarinya
(Taber, 1994: 236).
b) Sakit kepala di daerah frontal
c) Gangguan visus: penglihatan kabur, skotoma, diplopia
d) Nyeri epigastrium
e) Mual dan muntah

65
BahanAjarMataKuliah

f) Gangguan serebral lainnya: oyong, refleks meningkat dan tidak


tenang (Mochtar, 1998: 201).
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan lalu
(1) Hipertensi yang diperberat oleh kehamilan umum terjadi pada
multipara yang menderita penyakit vaskuler, termasuk hipertensi
esensial yang kronis dan diabetes melitus, atau dengan penyakit
ginjal (Cunningham, 1995: 774).
(2) Riwayat penyakit trofoblastik, misal mola hidatidosa
(3) Riwayat pre-eklampsia
terdahulu (Varney, 2002: 166-
167).
b. Riwayat kesehatan keluarga
Berhubungan dengan faktor predisposisi pre-eklampsia yaitu:
(1) Kecenderungan keluarga: wanita cenderung berisiko ganda terhadap
pre-eklampsia jika ibunya pernah mengalami pre-eklampsia; 1 di
antara 4 kemungkinan terjadi pre-eklampsia. Jika ibunya pernah
mengalami eklampsia dan berisiko sangat besar jika saudara
perempuannya juga mengalami pre-eklampsia (Varney, 2002: 166-
167).
(2) Kecenderungan untuk pre-eklampsia dan eklampsia akan diwariskan
(Cunningham, 1995: 777).
4) Riwayat obstetri
a) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)

66
BahanAjarMataKuliah

HPHT dikaji untuk bisa menentukan umur kehamilan yang dapat


mendukung diagnosa pre-eklampsia, dimana pre-eklampsia banyak
terjadi pada umur kehamilan 24 minggu
(Varney, 1997: 166).
b) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Predisposisi terjadinya pre-eklampsia adalah nuliparitas.
(Varney, 2002: 166).
Pre-eklampsia lebih sering terjadi pada primigravida muda.
(Bennet and Brown, 1993: 310).
c) Riwayat kehamilan sekarang
Pre-eklampsia banyak dijumpai pada wanita yang tidak mendapatkan
perawatan antenatal dengan baik (Bennett and Brown, 1993: 310).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-
tanda dini pre-eklampsia (Wiknjosastro, 1999: 290).
5) Data sosial-ekonomi
Perlu dikaji tingkat sosial ekonomi pasien karena insiden pre-eklampsia
lebih sering pada wanita dengan tingkat sosial ekonomi rendah yang tidak
mendapat perawatan antenatal yang baik (Bennet and Brown, 1999: 310).
6) Pola kebiasaan sehari-hari
a) Nutrisi
Nutrisi dikaji berkaitan dengan faktor predisposisi pre-eklampsia yaitu
nutrisi yang buruk, terutama dengan diet kurang protein ( Taber, 1994:
239).

67
BahanAjarMataKuliah

Dikaji tentang gejala subjektif pasien pre-eklampsia berat yaitu mual


atau muntah-muntah (Wiknjosastro, 1999: 287).
b) Eliminasi
Perlu dikaji mengenai pengeluaran urin, karena pada pre-eklampsia berat
terdapat oligouria, urin kurang dari 400 cc/24 jam (Manuaba, 1998:
242).
Fungsi ginjal mungkin menurun (pengeluaran urin kurang dari
400 ml/jam) atau tidak ada (Doenges and Moorhouse, 2001: 178).
b. Data Objektif
Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan umum
(1) Kesadaran
Koma sebagai tanda pre-eklampsia berat di antara tanda-tanda yang
lain (Wiknjosastro, 1999: 288).
(2) Vital sign
(a) Tekanan darah
Pada pre-eklampsia berat tekanan darah 160/110 mmHg atau
lebih (Mochtar, 1998: 201).
(b) Nadi
Nadi mungkin menurun (Doenges and moorhause, 2001: 178).
(c) Berat badan
Pertambahan berat badan yang berlebihan merupakan gambaran
klinik dari pre-eklampsia (Mochtar, 1998: 201). Kenaikan berat
badan yang timbul secara cepat dalam waktu yang singkat

68
BahanAjarMataKuliah

menunjukkan adanya retensi cairan dan dapat merupakan gejala


paling dini dari pre-eklampsia (Taber, 1994: 236).
b) Pemeriksaan fisik sistemik
(1) Kepala
(a) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh
darah (Mochtar, 1998: 200).
(b) Muka
Edema pada wajah (Varney, 2002: 168).
(2) Paru
Terdapat edema paru (Mochtar, 1998: 201).
(3) Ekstremitas
(a) Atas:
Terdapat edema pada tangan yang merupakan gambaran klinik
dari pre-eklampsia (Manuaba, 1998: 241).
(b) Bawah:
Terdapat edema pada kaki (Manuaba, 1998: 241).
c) Pemeriksaan obstetrik
(1) Palpasi
Pada pre-eklampsia waktu dilakukan pemeriksaan palpasi abdomen,
umumnya merasa nyeri di epigastrium (kuadran kanan atas) karena
perdarahan sub kapsuler
(Manuaba, 1998: 240).
(a) Leopold I:

69
BahanAjarMataKuliah

Untuk menentukan tinggi fundus uteri dengan demikian tua


kehamilan dapat diketahui. Bila tidak sesuai, dipikirkan ke arah
keadaan patologik.
Pada gemelli (kehamilan ganda) dan mola hidatidosa yang
merupakan faktor predisposisi pre-eklampsia. Tinggi fundus uteri
tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pada gemelli besar uterus
melebihi lamanya amenorhoe (Saifuddin, 2001: 312), sedangkan
pada mola hidatidosa terdapat pembesaran abnormal uterus
(Saifuddin, 2001: 156).
(b) Leopold II:
Dapat ditentukan batas samping uterus dan dapat pula ditentukan
letak punggung janin yang membujur dari atas ke bawah
menghubungkan bokong dengan kepala (Wiknjosastro, 1999:
156). Pada gemelli teraba 3 bagian besar janin, teraba 2
balottement atau lebih (Saifuddin, 2001: 312), serta teraba
banyak bagian kecil (Wiknjosastro, 1999: 392).
(c) Leopold III:
Dapat ditentukan bagian apa yang terletak di sebelah bawah
(Wiknjosastro, 1999: 158)
(d) Leopold IV:
Selain menentukan bagian janin mana yang terletak di sebelah
bawah, juga dapat menentukan berapa bagian dari kepala telah
masuk ke dalam pintu atas panggul. Bila belum masuk teraba
balottement kepala (Wiknjosastro, 1999: 158).

70
BahanAjarMataKuliah

Palpasi kontraksi uterus: frekuensi, durasi, dan intensitas dari


kontraksi (Varney, 2002: 188).
Sudah dalam persalinan (inpartu) bila his adekuat (teratur, minimal 2
kali dalam 10 menit selama 40 detik) (Saifuddin, 2001: 108).
Pengukuran TFU menurut Mc Donald (Mochtar, 1998: 53) dan
perkiraan berat badan janin menurut rumus Johnson Tausak.
(2) Auskultasi
Denyut jantung janin untuk pengkajian kesejahteraan janin (Varney,
2002: 187).
Pada pre-eklampsia dapat terjadi asfiksia berat sampai kematian
janin (Manuaba, 1998: 241).
Pada gemelli terdengar 2 denyut jantung janin dengan perbedaan 10
atau lebih denyut permenit (Saifuddin, 2001: 312-313).
Pada mola hidatidosa tidak ada denyut jantung janin (Saifuddin,
2001: 156).
(3) Perkusi: Terdapat hiperrefleksia (Manuaba, 1998: 241)
Refleks tendon profunda (lutut dan kaki): hiper refleksia dan klonus
merupakan petunjuk dari peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat
dan mungkin meramalkan suatu kejang eklampsia. (Taber, 1994:
237).

(4) Pemeriksaan dalam


Ada pembukaan serviks lebih dari 4 cm yang merupakan tanda
persalinan, ada lendir darah dari vagina.

71
BahanAjarMataKuliah

d) Pemeriksaan penunjang
(1) Pemeriksaan darah lengkap dengan asupan darah: peningkatan
hematokrit dibandingkan nilai yang diketahui sebelumnya memberi
kesan hemokonsentrasi, atau menurunnya volume plasma. Jika
hematokrit lebih rendah dari yang diperkirakan, kemungkinan
hemolisis intravaskuler akibat proses hemolisis mikroangiopatik
perlu dipertimbangkan. Analisa apusan darah tepi dapat
mengungkapkan sel-sel darah merah yang mengalami distorsi dan
skistosit.
(2) Urinalisis: Proteinuria merupakan kelainan yang khas pada pasien
dengan pre-eklampsia. Jika contoh urin yang diambil secara acak
mengandung protein 3 positif atau 4 positif atau urin 24 jam
mengandung 5 gr protein atau lebih, pre-eklampsia dikatakan berat
(Taber, 1994: 238).

Menurut Cunningham (1995), proterinuria yang menetap 2 positif


atau lebih atau ekskresi 4 gr atau lebih dalam urin 24 jam, dapat
dipastikan merupakan indikasi pre-eklampsia berat.
Tes diagnostik tambahan:
(3) Tes kimia darah: ureum kreatinin, dan asam urat menilai fungsi
ginjal. Biasanya konsentrasi ureum dan kreatinin tidak meningkat,
asam urat lebih mungkin meningkat sebagai akibat penurunan
bersihan ginjal. Kadar asam urat serum lebih besar dari 7 mg%
memberi kesan risiko janin meningkat.

72
BahanAjarMataKuliah

(4) Tes fungsi hati (bilirubin, laktat dehidrogenase (LDH), dan SGOT
menilai beratnya penyakit hepar)
(5) Elektrolit darah biasanya normal
(6) Pemeriksaan koagulasi dapat memberi kesan koagulasi intravascular
diseminata. Penurunan jumlah trombosit mungkin manifestasi
pertama dari koagulopati yang serius.
(7) Pengukuran keluaran urin merupakan suatu indikator penting dari
beratnya proses penyakit. Oligouria adalah suatu tanda bahaya dari
fungsi ginjal yang mengalami kegagalan. Kumpulan urin 24 jam
membantu dalam menilai beratnya proteinuria (Taber, 1994: 239).
Pada pre-eklampsia berat terdapat oligouria, urin kurang dari 400
cc/24 jam (Manuaba, 1998: 242).
(8) Bersihan kreatinin membantu dalam evaluasi fungsi ginjal
(9) Pemantauan denyut jantung janin menyingkirkan gawat janin
sepanjang (a) denyut jantung dasar dalam batas normal, (b)
variabilitas denyut ke denyut normal, (c) akselerasi timbul saat
gerakan janin, dan (d) tidak ada deselerasi saat kontraksi uterus.
Non-stress test atau contraction stress test memberikan penilaian
kesehatan janin.
(10)Amniosentesis: Test dari cairan ketuban (rasio L / S ;
fosfotidilgliserol; fosfotidilkolin jenuh) memberikan penilaian dari
maturitas paru janin.
(11)Ultrasonografi: pengukuran secara seri dari diameter biparietal dapat
menerangkan kejadian dini dari retardasi pertumbuhan intra uterin.

73
BahanAjarMataKuliah

Gerakan pernapasan janin, aktivitas janin dan volume cairan ketuban


memberikan penilaian tambahan dari kesehatan janin. Sonografi
dapat mengidentifikasi kehamilan ganda atau anomali janin (Taber,
1994: 240).
Indikasi USG antara lain adalah tersangka kehamilan multipel,
tersangka kehamilan mola, tersangka pertumbuhan janin terhambat,
dan tersangka janin besar (Wiknjosastro, 1999: 136).
c. Analisis (Diagnosa)
1) Ny. W, umur 22 tahun GIP0A0, hamil 38 minggu, janin tunggal intra uterin
letak memanjang, presentasi kepala, puka dengan pre-eklampsia berat dalam
persalinan Kala I.
Data dasar:
a) Data Subjektif
(1) Umur ibu kurang dari 20 tahun (usia remaja) atau usia di atas 35
tahun.
(2) Ibu mengeluh: sakit kepala, nyeri epigastrium.
(3) HPHT: untuk mengetahui umur kehamilan.
b) Data Obyektif
(1) Tekanan darah
Pada pre-eklampsia berat tekanan dari 150/110 mmHg atau lebih
(2) Muka: edema pada wajah
(4) Ekstremitas: edema pada tangan dan kaki, serta hiperrefleksia
(6) Palpasi:

74
BahanAjarMataKuliah

(a) Pemeriksaan Leopold I-IV


Tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan umur kehamilan
(b) Kontraksi uterus
His (kontraksi uterus) adekuat (teratur, minimal 2 kali dalam 10
menit selama 40 detik).
(7) Tinggi fundus uteri menurut Mc Donald dan perkiraan berat badan
janin.
(8) Auskultasi:
Terdengar 1 atau 2 denyut jantung janin (pada kehamilan ganda),
tidak ada denyut jantung janin pada kehamilan mola atau pada
kematian janin. Denyut jantung janin, abnormal bila terjadi hipoksia.
(9) Pemeriksaan dalam: pembukaan serviks lebih dari 3 cm yang me-
rupakan tanda persalinan dan terdapat lendir darah dari vagina.
(10)Data penunjang laboratorium: proteinuria positif 2 atau lebih.

c. Plan
Plan asuhan sebagai berikut:
1) Rawat inap pasien
2) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
3) Memberikan diet rendah garam dan tinggi protein
4) Memberikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler (IM), 4 gr di
bokong kanan dan 4 gr di bokong kiri. Suntikan dapat diulang dengan dosis
4 gr setiap 4 jam.
5) Memasang infus dekstrosa 5% dan Ringer Laktat (Mochtar, 1998: 203)

75
BahanAjarMataKuliah

6) Memberikan obat antihipertensi jika tekanan diastolik tetap lebih dari 110
mmHg, sampai tekanan diastolik di antara 90-100 mmHg.
7) Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria
8) Observasi tanda-tanda vital, refleks patela, dan denyut jantung janin setiap
jam (Saifuddin, 2002: M-38 – M-39).
9) Memposisikan klien miring kiri selama persalinan tahap I dan II, untuk
mencegah kompresi aorta dan vena kava inferior, meningkatkan aliran balik
vena, sirkulasi plasenta, dan perfusi ginjal (Doenges and Moorhouse, 2001:
361)
10) Mengevaluasi kemajuan persalinan
11) Persingkat kala II dengan ekstraksi vakum atau forseps jadi ibu dilarang
mengedan (Mochtar, 1998: 203).
12) Melakukan kolaborasi untuk seksio sesarea bila:
a) Persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada
eklampsia) atau dalam 24 jam (pada pre-eklampsia)
b) Jika denyut jantung janin kurang dari 100 kali permenit atau lebih dari
180 kali permenit
c) Jika serviks belum matang, janin hidup (Saifuddin, 2002: M-41).
13) Mengitung Apgar Score
Komplikasi pre-eklampsia adalah kematian janin (Saifuddin, 2001: 210)
14) Melakukan manajemen aktif kala III (pengeluaran aktif placenta) membantu
menghindarkan perdarahan pasca persalinan meliputi:
a) Pemberian oksitosin dengan segera
b) Pengendalian tarikan pada tali pusat

76
BahanAjarMataKuliah

c) Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir (Saifuddin, 2002: N-19).


Pada pre-eklampsia tidak boleh diberi methergin karena dapat
meningkatkan risiko kejang dan gangguan serebrovaskuler (Saifuddin,
2002: M-36).
15) Memeriksa ibu secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau
vagina atau perbaiki episiotomi.
16) Mengobservasi kala IV dan penanganannya:
a) Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit
selama jam kedua
b) Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih (kateter) dan perdarahan
setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua
c) Anjurkan ibu untuk minum
d) Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering
e) Biarkan ibu beristirahat, bantu ibu pada posisi yang nyaman
f) Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan
bayi.
(Saifuddin, 2002: N-20 – N-21)
17) Melakukan perawatan pasca persalinan: anti konvulsan diteruskan sampai
24 jam setelah persalinan (Saifuddin, 2002: M-40).

77
BahanAjarMataKuliah

TES FORMATIF
SOAL KASUS VI

Ny. Ani, GIIPIA0, 29 tahun, datang ke kamar bersalin dengan keluhan sakit
perut tembus ke belakang sejak jam 13.00 kemarin siang. Pada pemeriksaan
didapatkan T:110/80 mmHg, N:80x/menit, P:40x/menit, S:37 0C. Tinggi fundus
uteri 3 jari di bawah processus xiphoideus, punggung janin di kiri, bagian terdepan
kepala, dengan penurunan 3/5, denyut jantung janin 130x/menit dan his 2x dalam
10 menit dengan durasi 30-35 detik. Pada pemeriksaan dalam didapatkan
pembukaan 4 cm, ketuban utuh, bagian terdepan kepala dengan kepala belum
masuk ke rongga panggul. Pemeriksaan 4 jam kemudian didapatkan denyut jantung
janin 155x/menit, his 2x dalam 10 menit dengan durasi 30-35 detik, pembukaan dan
penurunan tetap dan ketuban tetap utuh.
Pertanyaan: tentukan penatalaksanaan pada kasusu tersebut!

SOAL KASUS IV
Ny. A P5A0 usia 38 tahun datang ke Rumah Sakit Pukul 09.00 wib berdasarkan
rujukan bidan C dengan keadaan plasenta belum lepas dan ibu mengalami
perdarahan banyak. Pasien di rujuk dengan satu jalur infuse RL di tangan sebelah
kiri pasien.
Pertanyaan: tentukan penatalaksanaan pada kasusu tersebut!

78
BahanAjarMataKuliah

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2005. Buku Acuan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal


Esensial Dasar. Jakarta : JNPKKR

Prawirohardjo, Sarwono.2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Saifuddin, dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta : JNPKKR

Depkes, RI. 2010. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

79
BahanAjarMataKuliah

B AB V
PE NDOK UM EN TAS IAN ASUHA N K EB ID ANA N P ADA K ASUS K EGAWA

 120 Menit

PE NDA HL UAN

A. Kompetensi Dasar Dan Indikator


NO KOMPETENSI DASAR INDIKATOR
1 Pendokumentasian Tehnik dan model pendokumentasian pada kasus
Asuhan Kebidanan Pada kegawatdaruratan maternal dan neonatal.
Kasus Kegawatdaruratan
Maternal Dan Neonatal

B. Deskripsi Singkat Mata Kuliah


Mata kuliah kegawat daruratan maternal neonatal ini memberikan kemampuan
kepada mahasiswa untuk memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan
maternal neonatal yang meliputi Konsep kegawatdaruratan maternal neonatal, prinsip
penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal, kondisi maternal neonatal yang
beresiko kegawatdaruratan, asuhan kebidanan pada kasus kegawatdaruratan maternal
dan neonatal sesuai prosedur dan kewenangan, pendokumentasian asuhan kebidanan
pada kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal

83
BahanAjarMataKuliah

URA IAN M A TE RI

A. Definisi Dokumentasi Kegawatdaruratan


1. Depkes 1995
Dokumentasi merupakan proses pencatatan penyimpanan informasi, data
fakta yang bermakna dalam pelaksananaan kegiatan.
2. Kamus Bahasa Indonesia
Dokumentasi adalah pemberian atau pengumpulan bukti-bukti atau
keterangan.
3. Menurut Mart France Talska Fish Back.
Tulisan yang berisikan komunikasi tentang kenyataan yang esensial untuk
menjaga kemungkinan yang bisa terjadi untuk suatu periode tertentu.
Menyiabkan dan memelihara kejadian yang penting melalui lembaran
catatan

Membuat catatan pasien yang otentik tentang kebutuhan keperawatan,


mengidentifikasi masalah pasien, merencanakan, menyelenggarakan
dan mengevaluasi.
Memonitor catatan profesional dan data dari pasien, kegiatan
keperawatan, perkembangan pasien.
B. Dokumentasi Kebidanan
Dalam dokumentasi kebidanan tulislah apa yang dikerjakan dan kerjakanlah
apa yang ditulis. Karena dokumentasi ini bisa menjadi kawan ataupu lawan.

84
BahanAjarMataKuliah

C. Manfaat Dokumentasi
1. Untuk alat komunikasi yang berkesinambungan.
2. Meningkatkan kualitas asuhan yang diberikan
3. Diperlukan dalam pengadilan
4. Penelitian
D. Tujuan Dokumentasi
Menunjang tertipnya administrasi dalam rangka upaya meningkatkan pelayanan
kesehatan di RS, Puskesmas, BPS dan tempat pelayanan kesehatan lainnya.
E. Kegunaan Dokumentasi
1. Aspek administrasi
Isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab
sesuai profesi dan merupakan bukti kerja.
2. Aspek medis
Untuk kesejahteraan klien, Diagnosa dan tindakan yang diberikan kepada
klien.
3. Aspek hukum
Jaminan kepastian hukum sesuia dengan UU Kesehatan No 23 tahun 1992
4. Aspek penelitian
Data informasi untuk penelitian, ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
5. Aspek keuangan
Bahan untuk menetapkan pembayaran pelayanan kesehatan
6. Aspek Dokumentasi
Sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan.

85
BahanAjarMataKuliah

F. Dokumentasi yang disarankan


Dalam pembuatan dokumentasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan
diantaranya adalah :
1. Menyeluruh
2. Mudah dibaca
3. Jelas dan mudah dimengerti
4. Tertulis waktu dengan jelas dalam urutan yang tepat
5. Ada tanda tangan yang jelas

G. Dokumentasi SOAP
Dalam asuhan kebidanan kita bisa menggunakan pendokumentasian secara
SOAP. Pendokumentasian secara SOAP ini banyak sekali dilakukan tenaga
kesehatan selain bidan, keuntungan dari pendokumentasian secara SOAP adalah :
1. Lebih sistematis dalam penulisan
2. Penulisan lebih ringkas dan tidak membutuhkan waktu yang lama
3. Mengorganisir pemikiran
4. Lebih banyak digunakan oleh berbagai profesi
5. Memudahkan komunikasi dan kerja sama

H. SOAP
1. S= Subyektif
Adalah seluruh informasi/data subyektif yang diperoleh dari apa yang dikatakan
klien atau keluhan klien, keluarganya.

86
BahanAjarMataKuliah

2. O= Obyektif
Adalah seluruh data yang didapat dari apa yng dilihat, diperiksa sewktu
melakukan pemeriksaan, hasil pemeriksan laboratorium serta pemeriksaan
penunjang lainnya.
3. A= Assessment
Kesimpulan yang dibuat berdasarkan interpretasi yang benar terhadap data
subyektif dan obyektif yang sudah dikumpulkan ( berupa diagnosa)
4. P= Perencanaan
Rencana pelaksanaan asuhan sesuai dengan hasil assessment yng telah dilakukan
I. Langkah-langkh dalam SOAP
1. Tahap pertama adalah pendokumentasian data subyektif dan
obyektif Semua data yang telh dikumpulkan didokumentasikan
kedalam format pendokumentasian sesuai dengan situasi klien pada
saat itu.
2. Tahap kedua adalah setelah data subyektif dan obyektif didokumentasikan,
dibuat assessment data yang akurat berupa diagnosa atau masalah yang spesifik
didokumentasikan sesuai dengan nomenklatur diagnosa kebidanan.
Contoh :
Diagnosa “ Persalinan Kala I(nomenklatur dan non nomenklatur)
Masalah : Klien merasa kesakitan setiap kali kontraksi.
Kebutuhan
3. Tahap ketiga adalah Meyusun rencana asuhan
Rencana asuhan yang sudah dirumuskan dengan mencakup setiap hal yang
berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan yang disetujui oleh kedua belah
pihak, yaitu bidan klien didokumentasi agar dapat dilaksanakan dengan efektif.

87
BahanAjarMataKuliah

4. Tahap empat adalah pelaksananaa asuhan yang telah direncanakan asuhan ini
didokumentasikan dalam lembar pelaksanan asuhan.
5. Tahap lima adalah mendokumentasikan evaluasi keefektifan pelaksanaan rencana
asuhan dan pendokumentasian SOAP dimulai lagi.

LATIHAN

1. Buatlah pendokumentasian dengan menggunakan model SOAP pada contoh


kasus dibawah ini : (C5)
Kasus :
Ny. A umur 28 th, G1P0A0 dengan umur kehamilan 39 minggu, datang ke
klinik Pada tanggal 25 Januari 2013 jam 15.30 WIB dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir dan perut terasa sakit. Pada pemeriksaan didapatkan RR:
28 x/menit, N 98x/menit, TD : 130/90 mmHg, S : 38°C, pada pemeriksaan
leopold didapatkan hasil perut teraba keras seperti papan.

88
BahanAjarMataKuliah

Kunci Jawaban :
1 S :- Ny. A mengatakan perut terasa sakit
- Ny. A mengatakan keluar darah dari jalan lahir sejak jam 15.00 WIB
O : - TD : 130/90 mmHg
- N : 98x/menit
- RR : 28x/menit
- S : 38°C
- Perut teraba keras seperti papan
- Keluar darah dari jalan lahir
A : Ny. A (28 th) G1P0A0 hamil 38 minggu dengan solusio
placenta P : - Jelaskan kondisi ibu
- Perbaiki KU
- Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan
umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat
ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml.
- Pemberian O2
- Pemberian antibiotik.
- Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.

89
BahanAjarMataKuliah

R AN G KU M AN

Dokumentasi merupakan proses pencatatan penyimpanan informasi,


data fakta yang bermakna dalam pelaksananaan kegiatan.
Langkah-langkah dalam pendokumentasian SOAP yaitu:
Pendokumentasian data subyektif dan obyektif, kemudian dibuat assessment data
yang akurat berupa diagnosa atau masalah yang spesifik didokumentasikan
sesuai dengan nomenklatur diagnosa kebidanan, tahap ketiga menyusun rencana
asuhan, tahap empat adalah pelaksananaa asuhan yang telah direncanakan
asuhan ini didokumentasikan dalam lembar pelaksanan asuhan dan terakhir
adalah evaluasi.

90
BahanAjarMataKuliah

T E S FOR M AT I F

1. Apa saja yang harus diperhatikan dalam pembuatan dokumentasi SOAP? (C1)
2. Jelaskan langkah-langkah pendokumentasian SOAP kegawatdaruratan
maternal neonatal ! (C2)
3. Buatlah pendokumentasian dengan menggunakan model SOAP pada contoh
kasus dibawah ini : (C5)
Kasus :
Ny. A umur 28 th, G1P0A0 dengan umur kehamilan 39 minggu, datang ke
klinik Pada tanggal 25 Januari 2013 jam 15.30 WIB dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir dan perut terasa sakit. Pada pemeriksaan didapatkan RR:
28 x/menit, N 98x/menit, TD : 130/90 mmHg, S : 38°C, pada pemeriksaan
leopold didapatkan hasil perut teraba keras seperti papan.

91
BahanAjarMataKuliah

Kunci jawaban:
Kunci Jawaban :
1. a. Menyeluruh
b. Mudah dibaca
c. Jelas dan mudah dimengerti
d. Tertulis waktu dengan jelas dalam urutan yang tepat
e. Ada tanda tangan yang jelas
2. a. Tahap pertama adalah pendokumentasian data subyektif dan
obyektif Semua data yang telh dikumpulkan didokumentasikan kedalam
format pendokumentasian sesuai dengan situasi klien pada saat itu.
b.Tahap kedua adalah setelah data subyektif dan obyektif didokumentasikan,
dibuat assessment data yang akurat berupa diagnosa atau masalah yang spesifik
didokumentasikan sesuai dengan nomenklatur diagnosa kebidanan.
Contoh :
Diagnosa “ Persalinan Kala I(nomenklatur dan non nomenklatur)
Masalah : Klien merasa kesakitan setiap kali kontraksi.
Kebutuhan
c. Tahap ketiga adalah Meyusun rencana asuhan
Rencana asuhan yang sudah dirumuskan dengan mencakup setiap hal yang
berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan yang disetujui oleh kedua belah
pihak, yaitu bidan klien didokumentasi agar dapat dilaksanakan dengan efektif.
d. Tahap empat adalah pelaksananaa asuhan yang telah direncanakan asuhan ini
didokumentasikan dalam lembar pelaksanan asuhan.

92
BahanAjarMataKuliah

e. Tahap lima adalah mendokumentasikan evaluasi keefektifan pelaksanaan


rencana asuhan dan pendokumentasian SOAP dimulai lagi.

2. S:- Ny. A mengatakan perut terasa sakit


- Ny. A mengatakan keluar darah dari jalan lahir sejak jam 15.00 WIB
O : - TD : 130/90 mmHg
- N : 98x/menit
- RR : 28x/menit
- S : 38°C
- Perut teraba keras seperti papan
- Keluar darah dari jalan lahir
A : Ny. A (28 th) G1P0A0 hamil 38 minggu dengan solusio
placenta P : - Jelaskan kondisi ibu
- Perbaiki KU
- Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan
umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat
ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml.
- Pemberian O2
- Pemberian antibiotik.
- Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.

93
BahanAjarMataKuliah

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI (Pusdiknakes). 2001. Konsep Asuhan Kebidanan. Jakarta


Estiwidani, Dwana, dkk. 2008. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya
Jannah, Nurul. 2011. Konsep Dokumentasi Kebidanan. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Moh. Wildan. 2008. Dokumentasi kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika Sari, Rury Narulita. 2012. Konsep Kebidanan. Yogyakarta:
Graha Ilmu Soepardan, Suryani. 2007. Konsep Kebidanan. Jakarta:
EGC

94
GLOSARIUM

Maternal : Ibu
Neonatal : Bayi
Hipotermi : Suatu keadaan dimana suhu tubuh dibawah 35°C/ dibawah Normal
Hipoglikemi : Suatu keadaan dimana kadar gula dalam darah secara abnormal
rendah
Syok Septik : Suatu keadaan dimana tekanan darah turun sampai tingkat yang
membahayakan nyawa sebagai akibat dari sepsis
Sepsis : respons tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain.

DAFTAR PUSTAKA

Herry Garna, 2005, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke-3.
Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad. Halaman : 109 – 112.
Winjosastro Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Cetakan ketujuh, Edisi Ketiga, Jakarta : Pustaka
Sarwono Prawirohadjo. Yayasan Bina.
Heller Luz. 1997. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri, cetakan kelima, Edisi pertama,
Jakarta : Buku Kedokteran.
Basri Saifuddin, 2002. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus,
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
OGRAM STUDI D III KEBIDANAN POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL JL. MATARAM NO.9 PESURUNGAN LOR.

PERSALINAN LETAK SUNGSANG METODE BRACH

NO BUTIR YANG DINILAI NO PUNGGUNG


A. CONTENT
1. Sudah menggunakan APD (celemek, topi, masker, alas
kaki, sarung tangan)
2. Pimpin ibu meneran sampai bokong lahir (Pimpin ibu
meneran saat ada His dan istirahat diluar His)
3. Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam dengan
kedua ibu jari penolong sejajar dengan paha, jari-jari yang
lain memegang daerah panggul
4. Pimpin ibu meneran sampai lahirnya perut dan sebagian
dada
5. Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut dan sebagian
dada ( setelah selesai memposisikan kembali kedua tangan
penolong mencengkam bokong janin ) *
6. Lakukan hiperlordosis janin pada saat angulus scapula
inferior tampak dibawah simfisis ( dengan mengikuti gerak
rotasi anterior yaitu punggung janin di dekatkan ke arah
perut ibu tanpa tarikan) di sesuaikan dengan lahirnya badan
janin, minta asisten untuk memberi sedikit tekanan diatas
simpisis *
7. Gerakkan ke atas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi
dan kepala bayi lahir dan menilai keadaan bayi
8. Menilai keadaan bayi (Bayi menangis kuat, warna kulit
merah, dan gerakan aktif)
9. Meletakkan bayi di atas perut ibu, bungkus bayi dengan
handuk hangat
10. Membersihkan dan memposisikan ibu dengan meluruskan
kaki, menutup bagian genital dengan kain bersih
11. Melaksanakan Pencegahan Infeksi dengan benar
 Membereskan alat-alat dan memasukkan dalam larutan
clorin 0,5 %, membuang sampah dan membersihkan tempat
tidur (dekontaminasi)
 Membreskan celemek dengan menyemprotkan larutan klorin
dan mengelap dengan waslap
 Mencuci tangan dalam larutan klorin 0,5 % dan lepas
handscoen dalam keadaan terbalik
 Mencucitangan
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan dengan tidak sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna
12. Memberikan selamat pada ibu, dan memberitahu keadaan
bayinya (”Ibu, bayi ibu dalam keadaan sehat, jenis kelamin
perempuan, selamat ya bu”)
13. Teruji mendokumentasikan hasil tindakan
0. Tidak dilakukan
1. Mendokumentasikan dengan tidak lengkap
2. Mendokumentasikan dengan lengkap (tanggal,
jam, nama dan umur klien, tanda tangan pelaksana)
NILAI AKHIR = Σ score x 100
26

Keterangan
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan sempurna

NILAI AKHIR = Σ score x 100


26
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL
JL. MATARAM NO. 09 TEGAL

MANUAL PLASENTA

NOMOR PUNGGUNG
NO BUTIR YANG DINILAI
A. CONTENT
1. Sudah menggunakan APD (celemek, topi, masker,
alas kaki, sarung tangan pendek)
0. Tidak digunakan
1. Digunakan dengan tidak lengkap
2. Digunakan dengan lengkap
2. Palpasi abdomen untuk memastikan kandung kemih
kosong
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak sempurna
2. Dilakukan palpasi suprabupik
3. Melepas sarung tangan pendek sebelah kanan dan
mengenakan sarung tangan panjang DTT/Steril
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak memperhatikan prinsip steril
2. Dilakukan dengan memperhatikan prinsip steril
4. Memindahkan klem 5 – 10 cm dari vulva,
menegangkan tali pusat sejajar lantai
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tapi kurang sempurna
2. Dilakukan sempurna
5. Memasukan tangan secara obstetrik ke dalam vagina
dengan menyusuri tali pusat. (memberitahu ibu
tindakan dan menganjurkan menarik nafas)
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak sempurna
2. Dilakukan sempurna
6. Setelah tangan mencapai serviks, meminta asisten
untuk memegang klem kemudian tangan lain penolong
menahan fundus uteri
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak sempurna
2. Dilakukan sempurna (tangan kiri tepat berada di
fundus)
7. Sambil menahan fundus uteri, memasukan tangan
dalam ke kavum uteri sehingga mencapai tempat
insersi tali pusat
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak sempurna
2. Dilakukan sempurna
8. Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam
(ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk)
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak sempurna (jari-jari tidak merapat)
2. Dilakukan sempurna (jari-jari merapat)
9. Tentukan implantasi plasenta*
Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta
dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan
ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus,
dengan punggung tangan menghadap ke dinding
dalam uterus
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak sempurna
2. Dilakukan sempurna
10. Membawa plasenta ke arah portio, sementara satu
tangan masih di dalam kavum uteri. Melakukan
eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian
plasenta yang masih melekat pada dinding uterus*
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak sempurna
2. Dilakukan sempurna
11. Memindahkan tangan luar ke supra simfisis (untuk
melahirkan plasenta) meminta asisten untuk menarik
tali pusat, sambil tangan yang di dalam menarik
plasenta ke luar
0. Tidak dilakukan/ dilakukan tidak sempurna
1. Dilakukan tidak sempurna
2. Dilakukan sempurna
12. Masase uterus* :
Setelah plasenta lahir lakukan masase sampai uterus
berkontraksi keras
0. Tidak dilakukan
1. Gerakan masase tidak benar
2. Gerakan masase secara benar
13. Memeriksa kelengkapan plasenta : (Kotiledon,
Diameter dan tebal, Insersi tali pusat, Panjang
talipusat, Selaput ketuban)
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak sempurna
2. Dilakukan sempurna
14. Meletakan plasenta pada tempat yang tersedia
0. Tidak dilakukan
1. Meletakkan plasenta tidak dalam tempat yang
tersedia
2. Meletakan plasenta pada tempat yang tersedia
15. Memeriksa laserasi jalan lahir
0. Tidak dilakukan
1. Memeriksa laserasi jalan lahir kurang benar
2. Memeriksa laserasi jalan lahir dengan benar
16. Membersihkan dan menutup bagian genital dengan
kain bersih kemudian meposisikan ibu dengan
meluruskan kaki
0. Tidak dilakukan
1. Hanya salah satu dari ketiganya
2. Ke tiga hal dikerjakan dengan benar
17. Membereskan alat-alat dan memasukkan dalam
larutan clorin 0,5%, membuang sampah dan
membersihkan tempat tidur (dekontaminasi)
0. Tidak dilakukan
1. Hanya salah satu dari ketiganya
2. Ke tiga hal dikerjakan dengan benar
18. Mencuci tangan dalam larutan klorin 0,5 % dan lepas
handscoen dalam keadaan terbalik
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak benar dan tidak lengkap
2. Dilakukan dengan benar dan tepat
19. Mencuci tangan dan melepas APD (Alat Perlindungan
Diri)
0. Tidak dilakukan
1. Dilakukan tidak benar dan tidak lengkap
2. Dilakukan dengan benar dan tepat
TOTAL SCORE SELURUHNYA : 46
NINIAI AKHIR = Σ score x 100
38
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL
JL. DEWI SARTIKA NO 71 PESURUNGAN TEGAL

KOMPRESI BIMANUAL INTERNA

NO BUTIR YANG DINILAI NO PUNGGUNG


CONTENT
1. Menggunakan APD (celemek, topi, masker, alas kaki,
sarung tangan)
2. Inform concent dikerjakan dengan benar
- Kondisi pasien diinformasikan
- Prosedur tindakan dijelaskan
- Koordinasi pasien diminta
3. Mengosongkan kandung kemih
4. Melepas sarung tangan pendek dan mengganti dengan
sarung tangan panjang pada tangan kanan
5. Memasukkan tangan kanan secara obstetrik ke dalam
lumen vagina
6. Melakukan massage uterus untuk mengeluarkan dan
membersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari
vagina dan lubang servik
7. Merubah tangan obstetrik menjadi kepalan tangan dengan
ibu jari dalam kepalan
8. Memasukkan dataran punggung jari telunjuk hingga
kelingking sampai forniks anterior
9. Mendorong segmen bawah rahim ke arah kranio anterior*
10. Upayakan tangan diluar mencakup bagian belakang korpus
uteri sebanyak mungkin
11. Melakukan kompresi uterus dengan mendekatkan telapak
tangan luar dengan kepalan pada forniks anterior selama 5
menit *
12. Lepaskan tekanan sambil mengevaluasi kontraksi uterus
dan perdarahan (tangan kanan tidak dikeluarkan) dengan
melihat dan bertanya pada klien apakah merasakan mules
dan “tidak sur-suran”
13. Setelah uterus berkontraksi pertahankan KBI selama 2
menit dan menanyakan apakah ibu sudah merasa mules?
14. Mengeluarkan tangan secara perlahan dengan terlebih
dahulu mengubah kepalan menjadi tangan obstetric
15. Memberitahu pada ibu hasil tindakan yang dilakukan
16. Melaksanakan Pencegahan Infeksi dengan benar
 Membereskan alat-alat dan memasukkan dalam larutan
clorin 0,5 %, membuang sampah dan membersihkan
tempat tidur (dekontaminasi)
 Membreskan celemek dengan menyemprotkan larutan
klorin dan mengelap dengan waslap
 Mencuci tangan dalam larutan klorin 0,5 % dan lepas
handscoen dalam keadaan terbalik
 Cuci tangan
NILAI IKHIR = TOTAL SCORE/ 32 X 100

Keterangan :
0 = Tidak Dilakukan
1 = Dilakukan dengan tidak sempurna
2 = Dilakukan Sempurna

Anda mungkin juga menyukai