resusitasi
Kenali dan hentikan
perdarahan
Balut tekan
Resusitasi cairan
Tindakan tambahan :
Imobilisasi fraktur : bidai
Foto Rontgen
Secondary survey
Anamnesa
Mekanisme trauma
Lingkungan
Keadaan sebelum trauma dan
faktor predisposisi
Observasi dan pelayanan pra
rumah sakit
Mekanisme trauma
Mencari
kemungkinan
cedera
lain
belum
tampak.
Dengan
merekonstruksi kejadian, menetapkan trauma penyerta, dan
mendapatkan informasi sebagai berikut :
a. Dimana posisi penderita dalam kendaraan sebelum kecelakan
b. Dimana posisi penderita setelah kecelakaan, misalnya di dalam
kendaraan atau terlempar keluar. Jika penderita terlempar tentukan
jarak terlemparnya.
c. Apakah ada kerusakan bagian luar kendaraan
d. Apakah terdapat kerusakan bagian dalam kendaraan
e. Apakah penderita memakai sabuk pengaman ?
f. Apakah penderita jatuh, bila jatuh berapa jaraknya dan bagaimana
mendaratnya.
g. Apakah pasien terlindas (crush) sesuatu, jika benar tentukan berat
benda tersebut, sisi yang cedera, lamanya beban menekan bagian
yang cedera.
h. Apakah terjadi ledakan, berapa besar ledakan, berapa jarak
penderita dengan sumber ledakan.
i. Apakah penderita pejalan kaki yang ditabrak kendaraan. Trauma
muskuloskeletal dapat diramalkan (cedera bumper) berdasarkan
ukuran dan usia penderita.
lingkungan
Harus ditanya tentang :
Apakah penderita terkena trauma
termal ( panas atau dingin )
Apakah terkena gas atau bahan
beracun
Pecahan kaca
Sumber-sumber kontaminasi ( kotoran
binatang, air tawar atau laut). Informasi
ini akan membantu dokter mengatasi
masalah yang dapat timbul serta
pemilihan jenis antibiotika awal.
Pemeriksaan fisik
Seluruh pakaian penderita harus dibuka agar
dapat dilakukan pemeriksaan yang baik.
Pemeriksaan
penderita
cedera
ekskremitas
mempunyai 3 tujuan :
1. Menemukan masalah mengancam jiwa (primary
survey)
2. Menemukan
masalah
yang
mengancam
ekstremitas (secondary survey)
3. Pemerikasaan tulang secara sistematis untuk
menghindari luputnya trauma muskuloskeletal
yang lain ( re-evaluasi berlanjut ).
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan trauma muskuloskeletal dapat
dilakukan dengan melihat dan berbicara kepada
penderita, palpasi ekstermitas yang cedera serta
penilaian yang sistematis dari setiap ekstermitas.
4 komponen yang harus diperiksa adalah :
1. kulit yang melindungi penderita dari kehilangan
cairan dan infeksi
2. fungsi neuromuscular
3. status sirkulasi dan integrasi
4. integritas ligamentum dan tulang
2. raba
Dilakukan palpasi pada ekstremitas untuk
memeriksa sensorik ( fungsi neurologi ) dan
daerah nyeri tekan ( fraktur atau trauma
jaringan lunak.
Hilangnya rasa raba dan nyeri menunjukkan
adanya trauma spinal atau saraf tepi.
Adanya sakit, nyeri tekan, pembengkakan,
dan deformitas menyokong diagnosis fraktur.
Jika ditemukan sakit, nyeri tekan, disertai
gerak abnormal maka diagnosis fraktur
adalah
pasti.
Tetapi
usaha
untuk
menunjukkan krepitasi dan gerakan abnormal
tidak dianjurkan.
3. Pemeriksaan sirkulasi
Pulsasi bagian distal tiap ekstremitas diperiksa dengan
palpasi dan diperiksa pengisian kapiler jari-jari
( capillary refill ), jika hipotensi mempersulit
pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler
( probe ultrasonic yang tidak invasive dapat
membedaka aliran darah dan cairan).
Pada
penderita
dengan
hemodinamik
normal,
perbedaan pulpasi, dingin, parastesi dan motorik yang
abnormal menunjukkan trauma aretri.
Pada aukultasi adanya bruit disertai tril pada bagian
hematoma yang membesar atau perdarahan yang
memancar dari luka menunjukkan adanya trauma arteri.
4. Foto rontgen
Kebutuhan pemeriksaan foto ronsen ditentukan oleh
pemeriksaan klinik. Adanya nyeri dan deformitas
pada ekstremitas, besar kemungkinan ada fraktur.
Jika hemodinamik penderita normal maka boleh
dikerjaan pemeriksaan rontgen.
Efusi sendi, nyeri tekan dipersendian atau
deformitas sendi menunjkkan adanya trauma sendi
atau dislokasi dan memerlukan pemeriksaan
rontgen. Tetapi bila ada gangguan vascular atau
ancaman kerusakan kulit pemeriksaan rontgen
dapat ditunda.
2. PEMERIKSAAN
Tanda klinis yang paling penting : pembengkakan
/hematom yang progresif pada daerah panggul, skrotum
dan perianal
Tanda-tanda trauma pelvic ring yang tidak stabil :
- Patah tulang terbuka daerah pelvix (terutama
daerah perineum, rectum atau bokong)
- High riding prostate (prostate letak tinggi)
- Perdarahan di meatus uretra
- Instabilitas mekanik
Bila penderita sudah stabil, maka foto rontgen AP pelvis
akan menunjang pemeriksaan klinis.
3. PENGELOLAAN
Pengelolaan awal :
- Penghentian perdarahan
- Resusitasi cairan dengan cepat
TRAUMA
Etiologi :
Luka tusuk di ekstremitas trauma arteri.
Trauma tumpul fraktur/dislokasi sendi dekat
arteri merobek arteri
PEMERIKSAAN
Trauma ekstremitas harus diperiksa :
Adanya perdarahan eksternal
Hilangnya pulsasi nadi yang
sebelumnya masih teraba
Perubahan kualitas nadi
Perubahan pada pemeriksaan
Doppler dan ankle/brachial index
1. TRAUMA
Crush syndrome : keadaan klinis yang
disebabkan kerusakan otot, yang jika tidak
ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal.
Etiologi : crush injury pada massa sejumlah
otot, yang tersering paha dan betis. Keadaan
ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot,
iskemia dan pelepasan mioglobin.
Pemeriksaan
Mioglobin urin berwarna kuning gelap,(+) bila
diperiksa u/ adanya Hemoglobin
Rabdomiolisis dapat menyebabkan hipovolemi,
asidosis metabolik, hiperkalemia,hipokalsemia
dan DIC.
Pengelolaan
Pemberian cairan IV : sangat penting untuk
melindungi ginjal dari gagal ginjal.
Dianjurkan untuk mempertahankan output urine
100ml/jam sampai bebas dari mioglobin uria.
TRAUMA MENGANCAM
EKSTREMITAS
B. TRAUMA VASKULER
C. SINDROM KOMPARTEMEN
PEMERIKSAAN
Riwayat trauma
Ditemukan fraktur dengan luka terbuka, dengan
atau tanpa kerusakaan luas otot serta
kontaminasi.
PENGELOLAAN
Setelah deskripsi atau trauma jaringan lunak,
serta menentukan ada atau tidaknya atau
gangguan sirkulasi atau trauma saraf maka
segera dilakukan imobilisasi
Resusitasi secara adekuat dan hemodinamik
sedapat mungkin stabil
Profilaksis tetanus segera diberikan.
TRAUMA VASKULER
Riwayat dan pemeriksaan
Harus dicurigai jika terdapat insufisensi vaskuler
yang menyertai trauma tumpul, remuk (crushing)
, puntiran, atau trauma tembus ekstremitas
Trauma vaskuler parsial : ekstremitas bagian
distal dingin, pengisian kapiler lambat, pulsasi
melemah dan ankle/brachial index abnormal
Aliran yang terputus : ekstremitas dingin, pucat
dan nadi tidak teraba.
Pengelolaan
Otot tidak mampu hidup tanpa aliran darah lebih
dari 6 jam dan nekrosis akan segera terjadi.
Operasi revaskularisasi
Jika gangguan vaskularisasi disertai fraktur harus
dikoreksi segera dengan meluruskan dan
memasang bidai
Amputasi traumatik : bentuk terberat dari fraktur
terbuka
yang
menimbulkan
kehilangan
ekstermitas dan memerlukan konsultasi dan
intervensi bedah. Patah tulang terbuka dengan
iskemia berkepanjangan, trauma saraf dan
kerusakan otot mungkin memerlukan amputasi.
SINDROM KOMPARTEMEN
Trauma
Sindrom kompartemen dapat ditemukan pada
tempat dimana otot dibatasi oleh rongga facia
yang tertutup.
Terjadi
bila
tekanan
diruang
osteofasial
menimbulkan iskemia dan berikutnya nekrosis.
pemeriksaan
Semua trauma ektremitas potensial untuk
terjadinya
sindroma
kompartemen.
Sejumlah cedera mempunyai resiko tinggi
yaitu:
Pengelolaan
Semua balutan, gips dan bidai yang menekan dibuka
Penderita harus diawasi dan diperiksa setiap 30
sampai 60 menit. Jika tidak terdapat perbaikan,
fasciotomi diperlukan.
MOTORIK
SENSORIK
TRAUMA
Ulnaris
Abduksi
telunjuk
Kelingking
Trauma siku
Medianus,
distal
Oposisi tenar
Telunjuk
Dislokasi
pergelangan tangan
Medianus,
interosea
anterior
Fleksi ujung
telunjuk
Muskulokutane
us
Fleksi siku
Lengan
bawah
bagian
lateral
Radialis
Ekstensi ibu
jari, jari sendi
Web space
ke1 bagian
dorsal
Humerus distal,
diskolasi bahu
anterior
Aksilaris
deltoid
Bahu lateral
Dislokasi bahu
anterior, fraktur
humerus proksimal
Fraktur
suprakondiler (anak)
SARAF
MOTORIK
SENSORIK
TRAUMA
Femoralis
Ekstensi lutut
Lutut anterior
Fraktur ramus
pubis
Obturatorius
Aduksi sendi
panggul
Medial paha
Fraktur cincin
obturator
Tibialis
posterior
Telapak kaki
Dislokasi lutut
Peroneus
superficial
Eversi ankle
Dorsum pedis
bagian lateral
Dislokasi lutut,
fraktur kolum
fibula
Peroneus
profundus
Dorsofleksi
ankle/jari
Fraktur leher
fibula
Ischiadikus
Dorsofleksi plantar
Kaki
Kompartemen
dislokasi sendi
Glutealis
superior
Abduksi sendi
panggul
Panggul
posterior fraktur
asetabulum
Glutealis
inferior
Ekstensi sendi
panggul, gluteus
maksimum
Fraktur
asetabulum
B. Trauma Sendi
Trauma
Trauma sendi bukan dislokasi ( sendi masih dalam
konfigurasi anatomi normal tetapi terdapat trauma
ligamen) biasanya tidak mengancam ekstremitas,
walaupun dapat menurunkan fungsi ekstremitas.
Pemeriksaan
C. FRAKTUR
Fraktur : terputusnya kontuinitas korteks tulang
menimbulkan gerakan yang abnormal disertai
krepitasi dan nyeri. Fraktur tertutup maupun
terbuka
biasanya
disertai
berbagai
bentuk
kerusakan jaringan lunak
PEMERIKSAAN
Nyeri, pembengkakan, deformitas, nyeri tekan,
krepitasi dan gerakan abnormal di tempat fraktur.
Sangat penting untuk memeriksa keadaan
neurovascular
ekstremitas
berulang-ulang,
terutama jika bidai telah terpasang
PENGELOLAAN
Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan
dibawah fraktur. Setelah dipasang bidai, status
neurology dan vascular harus diperiksa.
Konsultasi bedah diperlukan untuk pengobatan
lebih lanjut
PRINSIP IMOBILISASI
A. Fraktur femur
. Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara
dengan traction splint.
. Traction splint ini menarik bagian distal tungkai
diatas kulit pergelangan kaki. Di proximal, traction
splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang
menekan bokong, perineum, dan pangkal paha.
. Cara paling sederhana adalah membidai tungkai
yang trauma dengan tungkai sebelahnya
B. Cedera lutut
Pemakaian bidai lutut atau long leg splint atau gips
dapat membantu kenyamanan dan stabilitas.
Tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi dalam
ekstensi penuh, melainkan dalam fleksi kurang lebih
10 derajat untuk menghindari tekanan pada
struktur neurovaskular
C. Fraktur tibia
Fraktur tibia sebaiknya dilakukan imobilisasi dengan
cardboard atau metal gutter, long leg splint.
Jika tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi
meliputi tungkai bawah, lutut dan ankle.
D. Fraktur ankle
Fraktur ankle diimobilisasi dengan bidai bantal
atau karton dengan bantalan, dengan demikian
menghindari tekanan pada daerah tulang yang
menonjol
KONTROL
NYERI
1. Analgesia
2. Pemasangan
bidai yang tepat
akan mengurangi
rasa nyeri / tidak
nyaman
3. Pemberian
narkotik
akan
mengurangi
rasa
nyeri
4. Sedative
dan
muscle relaxants
jika perlu
TRAUMA PENYERTA
Langkah untuk memastikan adanya
trauma penyerta dan pengelolaannya :
Periksa riwayat trauma
Periksa ulang semua ekstremitas
Periksa punggung penderita, termasuk
tulang belakang dan pelvis
Periksa ulang foto ronsen yang telah
dilakukan pada secondary survey
TRAUMA SKELETAL
TERSEMBUNYI
Tidak semua trauma dapat dikenali pada waktu
pemeriksaan dan pengelolaan awal.
Pada sendi dan tulang yang ditutupi jaringan otot
yang
tebal
mungkin
terdapat
cedera
tersembunyi.
Fraktur yang undisplaced atau trauma sendi,
terutama pada penderita tidak sadar atau cidera
berat mungkin sulit terdiagnosis.
PERMASALAHAN
Trauma muskuloskeletal merupakan sumber
perdarahan tersembunyi pada penderita dengan
hemodinamik tidak normal
Sindroma kompartemen mengancam ektremitas
Meskipun pemeriksaan menyeluruh, trauma
tersembunyi dan trauma penyerta dapat tidak
terdiagnosis pada pemeriksaan awal penderita.
Pemeriksaan berulang harus selalu dikerjakan.
RINGKASAN
Tujuan pemeriksaan dan pengelolaan awal
trauma
muskuloskeletal
adalah
melakukan
identifikasi hal yang mengancam nyawa dan
mengancam ekstremitas.
Pemasangan bidai segera pada fraktur dan
dislokasi dapat mencegah komplikasi berat dan
cacat lebih lanjut
Perhatian pada imunisasi tetanus, terutama pada
patah tulang terbuka atau luka dengan
kontaminasi berat, akan mencegah komplikasi
V.Pemeriksaan dan
kompartemen
pengelolaan
sindroma
Palpasi
kompartemen
otot,
dibandingkan ketegangannnya tungkai
yang cedera dengan yang normal
B.
1.