Anda di halaman 1dari 53

Primary survey dan

resusitasi
Kenali dan hentikan
perdarahan
Balut tekan
Resusitasi cairan
Tindakan tambahan :
Imobilisasi fraktur : bidai
Foto Rontgen

Secondary survey
Anamnesa
Mekanisme trauma
Lingkungan
Keadaan sebelum trauma dan
faktor predisposisi
Observasi dan pelayanan pra
rumah sakit

Mekanisme trauma
Mencari
kemungkinan
cedera
lain
belum
tampak.
Dengan
merekonstruksi kejadian, menetapkan trauma penyerta, dan
mendapatkan informasi sebagai berikut :
a. Dimana posisi penderita dalam kendaraan sebelum kecelakan
b. Dimana posisi penderita setelah kecelakaan, misalnya di dalam
kendaraan atau terlempar keluar. Jika penderita terlempar tentukan
jarak terlemparnya.
c. Apakah ada kerusakan bagian luar kendaraan
d. Apakah terdapat kerusakan bagian dalam kendaraan
e. Apakah penderita memakai sabuk pengaman ?
f. Apakah penderita jatuh, bila jatuh berapa jaraknya dan bagaimana
mendaratnya.
g. Apakah pasien terlindas (crush) sesuatu, jika benar tentukan berat
benda tersebut, sisi yang cedera, lamanya beban menekan bagian
yang cedera.
h. Apakah terjadi ledakan, berapa besar ledakan, berapa jarak
penderita dengan sumber ledakan.
i. Apakah penderita pejalan kaki yang ditabrak kendaraan. Trauma
muskuloskeletal dapat diramalkan (cedera bumper) berdasarkan
ukuran dan usia penderita.

lingkungan
Harus ditanya tentang :
Apakah penderita terkena trauma
termal ( panas atau dingin )
Apakah terkena gas atau bahan
beracun
Pecahan kaca
Sumber-sumber kontaminasi ( kotoran
binatang, air tawar atau laut). Informasi
ini akan membantu dokter mengatasi
masalah yang dapat timbul serta
pemilihan jenis antibiotika awal.

Keadaan sebelum trauma


dan faktor predisposisi
Penting mengetahui keadaan sebelum
cedera, karena dapat mengubah kondisi
penderita, cara terapi dan hasil terapi.
Riwayat AMPLE harus mencakup :
1. Kemampuan fisik dan tingkat aktivitas
2. Penggunaan obat dan alkohol
3. Masalah emosional dan penyakit lain
4. Trauma muskuloskeletal sebelumnya.

Observasi dan pelayanan pra rumah


sakit
Waktu kejadian harus dicatat, terutama jika
terdapat perdarahan yang berlanjut serta
keterlambatan mencapai rumah sakit.
Observasi dan tindakan pra rumah sakit harus
dicatat dan dilaporkan. Informasi lain yang
penting adalah :
1. Perubahan fungsi ekstremitas, perfusi atau
status neurology terutama setelah imobilisasi
atau selama transfer ke rumah sakit
2. Reposisi fraktur atau dislokasi selama ekstrikasi
atau pemasangan bidai di tempai kejadian
3. Pembalutan dan pemasangan bidai dengan
perhatian khusus diatas penonjolan tulang

Pemeriksaan fisik
Seluruh pakaian penderita harus dibuka agar
dapat dilakukan pemeriksaan yang baik.
Pemeriksaan
penderita
cedera
ekskremitas
mempunyai 3 tujuan :
1. Menemukan masalah mengancam jiwa (primary
survey)
2. Menemukan
masalah
yang
mengancam
ekstremitas (secondary survey)
3. Pemerikasaan tulang secara sistematis untuk
menghindari luputnya trauma muskuloskeletal
yang lain ( re-evaluasi berlanjut ).

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan trauma muskuloskeletal dapat
dilakukan dengan melihat dan berbicara kepada
penderita, palpasi ekstermitas yang cedera serta
penilaian yang sistematis dari setiap ekstermitas.
4 komponen yang harus diperiksa adalah :
1. kulit yang melindungi penderita dari kehilangan
cairan dan infeksi
2. fungsi neuromuscular
3. status sirkulasi dan integrasi
4. integritas ligamentum dan tulang

1. Lihat dan tanya


Melihat adanya perubahan warna dan perfusi, luka,
deformitas (angulasi, pemendekan), pembengkakan dan
perubahan warna atau memar.
Penilaian inspeksi cepat seluruh tubuh perlu dilakukan
pembengkakan sekitar sendi dan atau sekitar subkutis yang
menutupi tulang merupakan tanda trauma muskuloskeletal.
Luka terbuka akan jelas terlihat kecuali pada bagian
punggung maka penderita harus dilakukan log-rolling secara
hati-hati.
Jika tulang menonjol atau tampak dari luka maka ini adalah
patah tulang terbuka.
Setiap luka diekstremitas disertai patah tulang harus
dianggap patah tulang terbuka sampai dianggap sebaliknya
oleh dokter bedah.
Observasi gerakan motorik membantu menentukan adanya
gangguan neurologi atau muskular.

2. raba
Dilakukan palpasi pada ekstremitas untuk
memeriksa sensorik ( fungsi neurologi ) dan
daerah nyeri tekan ( fraktur atau trauma
jaringan lunak.
Hilangnya rasa raba dan nyeri menunjukkan
adanya trauma spinal atau saraf tepi.
Adanya sakit, nyeri tekan, pembengkakan,
dan deformitas menyokong diagnosis fraktur.
Jika ditemukan sakit, nyeri tekan, disertai
gerak abnormal maka diagnosis fraktur
adalah
pasti.
Tetapi
usaha
untuk
menunjukkan krepitasi dan gerakan abnormal
tidak dianjurkan.

3. Pemeriksaan sirkulasi
Pulsasi bagian distal tiap ekstremitas diperiksa dengan
palpasi dan diperiksa pengisian kapiler jari-jari
( capillary refill ), jika hipotensi mempersulit
pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler
( probe ultrasonic yang tidak invasive dapat
membedaka aliran darah dan cairan).
Pada
penderita
dengan
hemodinamik
normal,
perbedaan pulpasi, dingin, parastesi dan motorik yang
abnormal menunjukkan trauma aretri.
Pada aukultasi adanya bruit disertai tril pada bagian
hematoma yang membesar atau perdarahan yang
memancar dari luka menunjukkan adanya trauma arteri.

4. Foto rontgen
Kebutuhan pemeriksaan foto ronsen ditentukan oleh
pemeriksaan klinik. Adanya nyeri dan deformitas
pada ekstremitas, besar kemungkinan ada fraktur.
Jika hemodinamik penderita normal maka boleh
dikerjaan pemeriksaan rontgen.
Efusi sendi, nyeri tekan dipersendian atau
deformitas sendi menunjkkan adanya trauma sendi
atau dislokasi dan memerlukan pemeriksaan
rontgen. Tetapi bila ada gangguan vascular atau
ancaman kerusakan kulit pemeriksaan rontgen
dapat ditunda.

TRAUMA EKSREMITAS DENGAN


POTENSI ANCAMAN NYAWA
A. Kerusakan Pelvis Berat dengan
Perdarahan
B. Perdarahan Besar Arterial
C. Crush Syndrome
( Rabdomiolisis Traumatik)

Kerusakan Pelvis Berat


dengan Perdarahan
1. TRAUMA
Fraktur pelvis yang disertai perdarahan
seringkali disebabkan fraktur sakroiliaka,
dislokasi,
atau
fraktur
sacrum
yang
kemudian akan menyebabkan kerusakan
posterior oseus ligamentous kompleks (sendi
sacroiliaka, sacrospinosus, sacrotuberosus
atau dasar panggul yang fibro muscular).
Arah gaya yang membuka pelvic ring , akan
merobek pleksus vena di pelvis dan kadangkadang merobek system, arteri iliaka interna
(trauma komresi anterior-posterior).

Mekanisme trauma pelvic ring dapat terjadi pada


tabrakan sepeda motor, pejalan kaki yang
ditabrak, benturan langsung pada pelvic atau
jatuh dari ketinggian lebih dari 12 ft (3,5 m).
Pada tabrakan kendaraan, mekanisme fraktur
pelvis yang tersering adalah tekanan yang
mengenai sisi lateral pelvis dan cenderung
menyebabkan hemipelvis rotasi ke dalam,
mengecilkan rongga pelvis dan mengurangi
regangan system vaskularisasi pelvis. Gerakan
rotasi ini akan menyebabkan pubis mendesak ke
arah
sistem
urogenital
bawah,
sehingga
menyebabkan trauma uretra atau buli-buli.

2. PEMERIKSAAN
Tanda klinis yang paling penting : pembengkakan
/hematom yang progresif pada daerah panggul, skrotum
dan perianal
Tanda-tanda trauma pelvic ring yang tidak stabil :
- Patah tulang terbuka daerah pelvix (terutama
daerah perineum, rectum atau bokong)
- High riding prostate (prostate letak tinggi)
- Perdarahan di meatus uretra
- Instabilitas mekanik
Bila penderita sudah stabil, maka foto rontgen AP pelvis
akan menunjang pemeriksaan klinis.

3. PENGELOLAAN
Pengelolaan awal :
- Penghentian perdarahan
- Resusitasi cairan dengan cepat

Perdarahan Besar Arterial

TRAUMA
Etiologi :
Luka tusuk di ekstremitas trauma arteri.
Trauma tumpul fraktur/dislokasi sendi dekat
arteri merobek arteri

PEMERIKSAAN
Trauma ekstremitas harus diperiksa :
Adanya perdarahan eksternal
Hilangnya pulsasi nadi yang
sebelumnya masih teraba
Perubahan kualitas nadi
Perubahan pada pemeriksaan
Doppler dan ankle/brachial index

Pengelolaan perdarahan besar arteri


Berupa tekanan langsung
Resusitasi cairan yang agresif

Crush Syndrome (Rabdomiolisis


Traumatik)

1. TRAUMA
Crush syndrome : keadaan klinis yang
disebabkan kerusakan otot, yang jika tidak
ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal.
Etiologi : crush injury pada massa sejumlah
otot, yang tersering paha dan betis. Keadaan
ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot,
iskemia dan pelepasan mioglobin.

Pemeriksaan
Mioglobin urin berwarna kuning gelap,(+) bila
diperiksa u/ adanya Hemoglobin
Rabdomiolisis dapat menyebabkan hipovolemi,
asidosis metabolik, hiperkalemia,hipokalsemia
dan DIC.

Pengelolaan
Pemberian cairan IV : sangat penting untuk
melindungi ginjal dari gagal ginjal.
Dianjurkan untuk mempertahankan output urine
100ml/jam sampai bebas dari mioglobin uria.

TRAUMA MENGANCAM
EKSTREMITAS

A. PATAH TULANG TERBUKA & TRAUMA SENDI

B. TRAUMA VASKULER

C. SINDROM KOMPARTEMEN

PATAH TULANG TERBUKA


DAN TRAUMA SENDI
TRAUMA
Pada patah tulang terbuka terdapat hubungan
antara tulang dengan dunia luar, sehingga
mudah terkontaminasi bakteri infeksi,
gangguan penyembuhan, gangguan fungsi

PEMERIKSAAN
Riwayat trauma
Ditemukan fraktur dengan luka terbuka, dengan
atau tanpa kerusakaan luas otot serta
kontaminasi.

PENGELOLAAN
Setelah deskripsi atau trauma jaringan lunak,
serta menentukan ada atau tidaknya atau
gangguan sirkulasi atau trauma saraf maka
segera dilakukan imobilisasi
Resusitasi secara adekuat dan hemodinamik
sedapat mungkin stabil
Profilaksis tetanus segera diberikan.

TRAUMA VASKULER
Riwayat dan pemeriksaan
Harus dicurigai jika terdapat insufisensi vaskuler
yang menyertai trauma tumpul, remuk (crushing)
, puntiran, atau trauma tembus ekstremitas
Trauma vaskuler parsial : ekstremitas bagian
distal dingin, pengisian kapiler lambat, pulsasi
melemah dan ankle/brachial index abnormal
Aliran yang terputus : ekstremitas dingin, pucat
dan nadi tidak teraba.

Pengelolaan
Otot tidak mampu hidup tanpa aliran darah lebih
dari 6 jam dan nekrosis akan segera terjadi.
Operasi revaskularisasi
Jika gangguan vaskularisasi disertai fraktur harus
dikoreksi segera dengan meluruskan dan
memasang bidai
Amputasi traumatik : bentuk terberat dari fraktur
terbuka
yang
menimbulkan
kehilangan
ekstermitas dan memerlukan konsultasi dan
intervensi bedah. Patah tulang terbuka dengan
iskemia berkepanjangan, trauma saraf dan
kerusakan otot mungkin memerlukan amputasi.

SINDROM KOMPARTEMEN
Trauma
Sindrom kompartemen dapat ditemukan pada
tempat dimana otot dibatasi oleh rongga facia
yang tertutup.
Terjadi
bila
tekanan
diruang
osteofasial
menimbulkan iskemia dan berikutnya nekrosis.

pemeriksaan
Semua trauma ektremitas potensial untuk
terjadinya
sindroma
kompartemen.
Sejumlah cedera mempunyai resiko tinggi
yaitu:

Fraktur tibia dan antebrachial.


Balutan kassa atau imobilisasi dengan gips yang ketat.
Crush injury pada massa otot yag luas
Tekanan setempat yang cukup luas.
Peningkatan permeabilitas kapiler dalam kompartemen
akibat reperfusi otot yang mengalami iskemia.
Luka bakar, atau
Latihan berat

Gejala dan tanda-tanda sindroma kompartemen:

Nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan


gerakan pasif yang meregangkan otot bersangkutan.
Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang
terkena
Menurunnya sensasi/hilangnya fungsi dari saraf yang
melewati kompartemen tersebut.
Tegang serta bengkak di daerah tersebut.

Pengelolaan
Semua balutan, gips dan bidai yang menekan dibuka
Penderita harus diawasi dan diperiksa setiap 30
sampai 60 menit. Jika tidak terdapat perbaikan,
fasciotomi diperlukan.

CEDERA SARAF AKIBAT FRAKTUR DISLOKASI


TRAUMA
Fraktur atau/dan dislokasi, dapat menyebabkan
trauma saraf yang disebabkan hubungan anatomi
atau dekatnya posisi saraf dengan persendian
Kembalinya fungsi hanya akan optimal bila
keadaan ini diketahui dan ditangani secara cepat
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan neurologis yang teliti selalu
dilakukan pada penderita dengan trauma
muskuloskeletal

Tabel 2. Pemeriksaan Saraf Perifer


Ekstremitas Superior
SARAF

MOTORIK

SENSORIK

TRAUMA

Ulnaris

Abduksi
telunjuk

Kelingking

Trauma siku

Medianus,
distal

Oposisi tenar

Telunjuk

Dislokasi
pergelangan tangan

Medianus,
interosea
anterior

Fleksi ujung
telunjuk

Muskulokutane
us

Fleksi siku

Lengan
bawah
bagian
lateral

Dislokasi sendi bahu


anterior

Radialis

Ekstensi ibu
jari, jari sendi

Web space
ke1 bagian
dorsal

Humerus distal,
diskolasi bahu
anterior

Aksilaris

deltoid

Bahu lateral

Dislokasi bahu
anterior, fraktur
humerus proksimal

Fraktur
suprakondiler (anak)

Tabel 3. Pemeriksaan Saraf Perifer Pada Ekstremitas Inferior

SARAF

MOTORIK

SENSORIK

TRAUMA

Femoralis

Ekstensi lutut

Lutut anterior

Fraktur ramus
pubis

Obturatorius

Aduksi sendi
panggul

Medial paha

Fraktur cincin
obturator

Tibialis
posterior

Fleksi jari kaki

Telapak kaki

Dislokasi lutut

Peroneus
superficial

Eversi ankle

Dorsum pedis
bagian lateral

Dislokasi lutut,
fraktur kolum
fibula

Peroneus
profundus

Dorsofleksi
ankle/jari

Web space ke1


Dan 2 bag kaki

Fraktur leher
fibula

Ischiadikus

Dorsofleksi plantar

Kaki

Kompartemen
dislokasi sendi

Glutealis
superior

Abduksi sendi
panggul

Panggul
posterior fraktur
asetabulum

Glutealis
inferior

Ekstensi sendi
panggul, gluteus
maksimum

Fraktur
asetabulum

TRAUMA EKSTREMITAS YANG


LAIN
A. Kontusio dan Laserasi
. Secara
umum,
laserasi
memerlukan
debridemen dan penutupan luka
. Kontusio umumnya dikenal karena ada
nyeri dan penurunan fungsi. Palpasi
menunjukkan adanya pembengkakan lokal
dan nyeri tekan. Kontusio diobati dengan
istirahat dan pemakaian kompres dingin
pada fase awal.

B. Trauma Sendi
Trauma
Trauma sendi bukan dislokasi ( sendi masih dalam
konfigurasi anatomi normal tetapi terdapat trauma
ligamen) biasanya tidak mengancam ekstremitas,
walaupun dapat menurunkan fungsi ekstremitas.

Pemeriksaan

Adanya riwayat gaya abnormal terhadap sendi


Nyeri tekan pada ligament yang terkena
Hemartrosis
Test pasif dari ligamen instabilitas

C. FRAKTUR
Fraktur : terputusnya kontuinitas korteks tulang
menimbulkan gerakan yang abnormal disertai
krepitasi dan nyeri. Fraktur tertutup maupun
terbuka
biasanya
disertai
berbagai
bentuk
kerusakan jaringan lunak
PEMERIKSAAN
Nyeri, pembengkakan, deformitas, nyeri tekan,
krepitasi dan gerakan abnormal di tempat fraktur.
Sangat penting untuk memeriksa keadaan
neurovascular
ekstremitas
berulang-ulang,
terutama jika bidai telah terpasang

PENGELOLAAN
Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan
dibawah fraktur. Setelah dipasang bidai, status
neurology dan vascular harus diperiksa.
Konsultasi bedah diperlukan untuk pengobatan
lebih lanjut

PRINSIP IMOBILISASI

Membidai trauma ekstremitas bila tidak


disertai masalah ancaman nyawa, bisa
ditunda hingga secondary survey.
Setelah
pemasangan
bidai
dan
meluruskan
fraktur
harus
dilakukan
pemeriksaan status neurovaskular.
Long spine board digunakan untuk
penderita trauma multiple dengan dugaan
trauma spinal yang tidak stabil.

A. Fraktur femur
. Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara
dengan traction splint.
. Traction splint ini menarik bagian distal tungkai
diatas kulit pergelangan kaki. Di proximal, traction
splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang
menekan bokong, perineum, dan pangkal paha.
. Cara paling sederhana adalah membidai tungkai
yang trauma dengan tungkai sebelahnya

B. Cedera lutut
Pemakaian bidai lutut atau long leg splint atau gips
dapat membantu kenyamanan dan stabilitas.
Tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi dalam
ekstensi penuh, melainkan dalam fleksi kurang lebih
10 derajat untuk menghindari tekanan pada
struktur neurovaskular

C. Fraktur tibia
Fraktur tibia sebaiknya dilakukan imobilisasi dengan
cardboard atau metal gutter, long leg splint.
Jika tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi
meliputi tungkai bawah, lutut dan ankle.

D. Fraktur ankle
Fraktur ankle diimobilisasi dengan bidai bantal
atau karton dengan bantalan, dengan demikian
menghindari tekanan pada daerah tulang yang
menonjol

E. Cedera lengan dan tangan


Tangan dapat dibidai sementara dalam posisi
anatomis fungsional, dengan pergelangan tangan
sedikit dorsofleksi dan jari-jari fleksi 45 pada
sendi metakarpofalangeal

KONTROL
NYERI

1. Analgesia
2. Pemasangan
bidai yang tepat
akan mengurangi
rasa nyeri / tidak
nyaman
3. Pemberian
narkotik
akan
mengurangi
rasa
nyeri
4. Sedative
dan
muscle relaxants
jika perlu

TRAUMA PENYERTA
Langkah untuk memastikan adanya
trauma penyerta dan pengelolaannya :
Periksa riwayat trauma
Periksa ulang semua ekstremitas
Periksa punggung penderita, termasuk
tulang belakang dan pelvis
Periksa ulang foto ronsen yang telah
dilakukan pada secondary survey

TRAUMA SKELETAL
TERSEMBUNYI
Tidak semua trauma dapat dikenali pada waktu
pemeriksaan dan pengelolaan awal.
Pada sendi dan tulang yang ditutupi jaringan otot
yang
tebal
mungkin
terdapat
cedera
tersembunyi.
Fraktur yang undisplaced atau trauma sendi,
terutama pada penderita tidak sadar atau cidera
berat mungkin sulit terdiagnosis.

PERMASALAHAN
Trauma muskuloskeletal merupakan sumber
perdarahan tersembunyi pada penderita dengan
hemodinamik tidak normal
Sindroma kompartemen mengancam ektremitas
Meskipun pemeriksaan menyeluruh, trauma
tersembunyi dan trauma penyerta dapat tidak
terdiagnosis pada pemeriksaan awal penderita.
Pemeriksaan berulang harus selalu dikerjakan.

RINGKASAN
Tujuan pemeriksaan dan pengelolaan awal
trauma
muskuloskeletal
adalah
melakukan
identifikasi hal yang mengancam nyawa dan
mengancam ekstremitas.
Pemasangan bidai segera pada fraktur dan
dislokasi dapat mencegah komplikasi berat dan
cacat lebih lanjut
Perhatian pada imunisasi tetanus, terutama pada
patah tulang terbuka atau luka dengan
kontaminasi berat, akan mencegah komplikasi

Pemeriksaan dan pengelolaan trauma


muskuloskeletal
I. Pemeriksaan fisik
Melihat, gambaran umum
Raba
II. Prinsip imobilisasi ekstremitas
Periksa ABCDE
Buka semua pakaiannya termasuk ekstremitas. Cegah
hipotermia
Periksa keadaan neurovascular sebelum memasang bidai
Tutup luka dengan balutan steril
Pilih jenis dan ukuran bidai yang sesuai dengan
ekstremitas yang trauma.
III. Meluruskan deformitas
IV. Pemasangan traction splint

V.Pemeriksaan dan
kompartemen

pengelolaan

sindroma

A. Yang penting diperhatikan :


Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan
berakibat berat
Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau
remuk dan tanpa cedera luar atau fraktur yang jelas
Reevaluasi yang sering sangat penting
Penderita
dengan
hipotensi
atau
tidak
sadar
meningkatkan resiko terjadinya sindroma kompartemeN
Tidak sadar atau dalam intubasi tidak dapat
mengkomunikasikan tanda awal dari iskemia ekstremitas
Nyeri
Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan
gejala lanjut

Palpasi
kompartemen
otot,
dibandingkan ketegangannnya tungkai
yang cedera dengan yang normal
B.

1.

Asimetri adalah tanda penemuan


yang penting
2. Pemeriksaan berulang dari ekstremitas
yang cedera adalah hal pokok
3. Pengukuran tekanan intra kompartemen
sangat membantu
4. Jika curiga sindroma kompartemen
segera konsultasi bedah

VI. Identifikasi dan pengelolaan fraktur pelvis


A.Identifikasi mekanisme trauma
B.Periksa daerah pelvis adanya ekhimosis atau hematoma
skrotal, darah di meatus uretra
C.Periksa tungkai akan adanya perbedaan panjang atau
asimetri rotasi panggul
D.Lakukan pemeriksaan rektum, posisi dan mobilitas
kelenjar prostatm teraba fraktur, atau adanya darah pada
kotoran
E.Lakukan pemeriksaan vagina, raba fraktur, ukuran dan
konsistensiuterus, adanya darah.
Jika dijumpai kelainan pada B sampai E, jika mekanisme
trauma menunjang terjadinya fraktur pelvis, lakukan
pemeriksaan ronsen pelvis AP. Jika B sampai E normal,
lakukan palpasi tulang pelvis untuk menemukan tempat
nyeri.

Tentukan stabilitas pelvis dengan hati-hati


melakukuan tekanan anterior-posterior
dan lateral-medial pada SIAS
Perhatikan pemasangan kateter, jika tidak
ada
kontraindikasi,
atau
lakukan
pemeriksaan retrogard uretrogram jika
terdapat kecurigaan trauma uretra
Penilaian foto ronsen pelvis, perhatian
khusus pada fraktur yang sering disertai
kehilangan darah banyak

Teknik mengurangi perdarahan dari frakur pelvis :

Cegah manipulasi berlebihan atau berulang-ulang


Tungkai bawah di rotasi ke dalam untuk menutup
fraktur open-book
Pasang dan kembangkan PASG
Pasang external fixator pelvis (konsultasi orthopedi)
Pasang traksi skeletal
Embolisasi pembuluh darah pelvis melalui angiografi
Lakukan segera konsultasi bedah/orthopedi untuk
menetukan prioritas
Letakkan bantal pasir dibawah bokong kiri-kanan jika
tidak terdapat trauma tulang belakang atau cara
menutup pelvis yang lain tidak tersedia
Pasang pelvic binder
Mengatur untuk transfer ke fasilitas terapi definitif jika
tidak mampu melakukannya

VII. Identifikasi Trauma Arteri


Mengetahui bahwa iskemia merupakan
ancaman tungkai dan mempunyai potensi
ancaman nyawa
Palpasi pulsasi perifer bilateral (dorsalis
pedis, tibialis anterior, femoral, radial dan
brakhialis) akan simetri dan kualitas
Catat dan evaluasi adanya asimetri
pulsasi perifer
Reevaluasi pulsasi perifer yang sering,
terutama jika terdapat asimetri
Konsultasi bedah segera

Anda mungkin juga menyukai