22D
Hatika Dara Mareti
Rezy Pysesia Alfani
M. Hafizh Abrar N
Farhan Abdallah
Hamdani Alfian
Aizzatul Aeisyah
Laporan Tutorial
Kelompok 22 D
Cedera
minor
85%
Cedera
mayor
15%
10% dari trauma abdomen
Hematuria (gross/mikroskopik)
• anak-anak/bayi - ada eristrosit -> +ve
• dewasa - eritrosit lebih dari 5 -> +ve
Cedera di daerah pinggang, punggung dan dada bawah + nyeri
Fraktur costae bawah / processus spinosus vertebra
Kadang syok
Sering disertai cedera organ lain
IVP
• ekstravasasi urin
• fungsi ginjal kontralateral
Angiografi
• menentukan ada/tidak delayed renal bleeding-pseudo-aneurisma
USG
• color doppler -> vaskuler
CT Scan
• sensitif dan spesifik
• menentukan derajat trauma
• mengevaluasi organ lain (hepar, lien, aorta)
terapi konservatif
• biasanya pada trauma tumpul
• bed rest selama 3 minggu
• follow up tanda vital
indikasi eksplorasi
• syok persisten
• grade 5
• hematoma membesar dan terpulsasi
TRAUMA GENITAL
Laserasi perineum
risiko pada nullipara
jahitan interrupted
1. Kontusio buli-buli
Hanya terdapat memar pada dindingnya ,mungkin didapatkan hematoma
perivesikal,tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urine keluar buli2
Klasifikasi
2. Cedera intraperitoneal
25-45% dari seluruh trauma buli2.Pada cedera buli2 intraperitoneal terjadi
pengaliran urine kerongga peritonel sehingga menyebabkan inflamasi
bahkan infeksi(peritonitis).Oleh karena itu jika tidak segera dilakukan
tindakan pembedahan 10-20% cedera buli2 berakibat kematian karena
sepsis
Klasifikasi
3. Cedera buli2 ekstraperitoneal kurang lebih 45-60% dari seluruh trauma
buli2.Tidak jarang cedera buli2 intraperitoneal terjadi bersama dengan
cedera ekstraperitoneal (2-12%)
Diagnosis
Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah,pasien
mengeluh nyeri didaerah suprasimfisis,miksi bercampur darah atau
mungkin pasien tidak dapat miksi
Didapatkan tanda fraktur pelvis,syok,hematoma perivesika atu tampak
tanda sepsis dari suatu peritonitis /abses perivesika
Dignosis
Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan
kontras kedalam buli2 sebanyak 300-400ml secara gravitasi melalui
kateter per uretram,kemudian dibuat beberapa foto yaitu:
1.Foto pada saat buli2 terisi kontras dalam posisi AP
2.Pada posis oblik
3.Wash out film,foto setelah kontras dikeluarkan dari buli2
Diagnosis
Jika terdapat robekan pada buli2 terlihat ekstravasasi kontras didalam
rongga perivesikal yang merupakan tanda adanya robekan
ekstraperitoneal
Jika terdapat kontras yang berada di sela2 usus berarti ada robekan buli2
intraperitoneal
Terapi
Terapi cedera buli2 tergantung pada jenis cedera diantarnya adalah:
1.Pada kontusio buli2,cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan
untuk memberikan istirahat pada buli2.Dengan cara ini diharapkan buli2
sembuh setelah 7-10 hari
2. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi
untuk mencari robekan pada buli2 serta kemungkinan cedera pada organ
lain.Jika tidak segera dioperasi ekstravasasi urine ke rongga
intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis.Rongga intraperitoneum
dicuci ,robekan pada buli2 dijahit 2 lapis,kemudian dipasang kateter
sistostomi yang dilewatkan diluar sayatan laparotomi
3.Pada cedera ekstraperitoneal,robekan yang sederhana(ekstravasasi
minimal) dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari,tetapi
sebagian ahli lain menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli2
dengan pemasangan kateter sistostomi
Komplikasi
1. Pada cedera buli2 ekstraperitoneal,ekstravasasi urine kerongga pelvis
yang dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses
pelvis
2.Yang lebih berat adalah robekan buli2 intraperitoneal ,jika tidak segera
dilakukan operasi dapat menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi
urine pada rongga intraperitoneum
3.Kedua keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang dapat mengancam
jiwa
Ruptur Uretra
Ruptur uretra dibedakan menjadi :
• Ruptur uretra anterior
• Ruptur uretra posterior
Manifestasi Klinis
Ruptur uretra anterior
• Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan peruretram.
• Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis
atau butterfly hematoma.
Ruptur uretra posterior
• Pasien seringkali datang dengan keadaan syok karena terdapat fraktur pelvis yang
menimbulkan banyak perdarahan.
• Rupture uretra posterior memberikan gambaran yang khas berupa :
• Perdarahan peruretram
• Retensi urin
• Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan adanya floating prostat
Diagnosis
Foto polos pelvis
• Setiap pemeriksaan trauma uretra sebaiknya dibuat terlebih dahulu foto polos pelvis.
melihat adanya fraktur pelvis
Urografi retrograde
• Merupakan jenis X-ray yang memungkinkan visualisasi kandung kemih, ureter, dan
pelvis ginjal. Indikasi untuk urografi retrograd adalah untuk melihat anatomi traktus
urinarius bagian atas
Penatalaksanaan
Ruptur uretra anterior
• Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini dapat
menimbulkan penyulit striktura uretra dikemudian hari, maka setelah 4-6 bulan perlu
dilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan.
Jika tedapat rupture uretra anterior dengan ekstravasasi urin dan
hematom yang luas perlu dilakukan insisi hematom dan pemasangan
kateter sistostomi.
Ruptur uretra posterior
• Ruptur uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain (abdomen
dan fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan.
• Kerusakan neovaskuler menambah kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi dan
inkontinensia.
• Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistosomi untuk
diversi urin.
• Setelah keadaan stabil dilakukan primary endoscopic realligment. Dengan cara ini
diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah dapat saling didedakatkan. Tindakan ini
dilakukan sebelum 1 minggu pasca rupture dan kateter uretra dipertahankan selama
14 hari.
Aspek Medikolegal
Kasus Kejahatan
Seksual
Klasifikasi
1. Perkosaan
Pasal 285 KUHP : dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menyetubuhi
seorang wanita di luar perkawinan. Termasuk dalam kategori kekerasan disini adalah
dengan sengaja membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89 KUHP)
2. Persetubuhan diluar Perkawinan
Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia diatas 15
tahun tidak dapat dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap wanita
yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
Untuk perbuatan yang terakhir ini pelakunya dapat dihukum maksimal 9 tahun penjara
(pasal 286 KUHP) jika persetubuhan dilakukan terhadap wanita yang diketahui atau
sepatutnya dapat diduga berusia dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin maka
pelakunya dapat diancam hukuman penjara maksimal 9 tahun.
3. Perzinahan
persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan, dimana salah satu
diantaranya telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
Khusus untuk delik ini penuntutan dilakukan oleh pasangan dari yang telah kawin
tadi yang diajukan dalam 3 bulan disertai gugatan cerai/pisah kamar/pisah ranjang.
Perzinahan ini diancam dengan hukuman pen]ara selama maksimal 9 bulan.
4. Perbuatan Cabul
Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, maka ia
diancam dengan hukuman penjara maksimal 9 tahun (pasal 289 KUHP).
Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan
cabul ini dilakukan terhadap orang yang sedang pingsan, tidak berdaya. berumur
dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin dengan atau tanpa bujukan (pasal
290 KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap orang yang belum dewasa
oleh sesama jenis diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 291 KUHP)
Penatalaksanaan Kasus Kejahatan Seksual
Anamnesis
Umur
Status perkawinan
Haid : siklus dan hari pertama haid terakhir
Penyakit kelamin dan kandungan
Riwayat persetubuhan sebelumnya, waktu persetubuhan
terakhir dan penggunaan kondom
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Ada tidaknya perlawanan korban
Ada tidaknya penetrasi
Ada tidaknya ejakulasi
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Baju
Robekan baru/lama/memanjang/melintang
Kancing putus
Ada bercak darah, sperma, lumpur dll/ tidak
Pakaian dalam rapi/ tidak
Benda-benda yang menempel sebagai trace
evidence
b. Pemeriksaan Umum
Rambut atau wajah rapi atau kusut.
Emosi tenang atau gelisah
Tanda bekas pingsan, alkohol, narkotik. Ambil contoh darah
Tanda kekerasan : Mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha
Trace evidence yang menempel pada tubuh
Perkembangan seks sekunder
Tinggi dan berat badan
Pemeriksaan rutin lainnya
c. Pemeriksaan Genitalia
Eritema (kemerahan) vestibulum atau jaringan sekitar anus(dapat akibat zat iritan,
infeksi atau iritan)
Adesi labia ( mungkin akibat iritasi atau rabaan)
Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau karena
traksi labia mayor pada pemeriksaan)
Fisura ani (biasanya akibat konstipasi atau iritasi perianal)
Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter eksterna)
Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal)
Kongesti vena atau pooling vena (juga ditemuka pada konstipasi)
Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau
mungkin akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental).
Pemeriksaan selaput dara.