Anda di halaman 1dari 65

ANTIBIOTIK

1
Prinsip Penggunaan Antibiotik Rasional
1. penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit, pada indikasi yang
ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang
tepat.
2. pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan
penggunaan antibiotik lini pertama.
3. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan
menerapkan pedoman penggunaan antibiotik, penerapan
penggunaan antibiotik secara terbatas (restricted), dan penerapan
kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu (reserved
antibiotics).
4. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan
diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan
penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh
sendiri (self-limited). 2
AB TERAPI EMPIRIS
• Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah
penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui
jenis bakteri penyebabnya.
• Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah
eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang
diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil
pemeriksaan mikrobiologi.
• Rute pemberian: antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan
pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat
dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral
(Cunha, BA.,2010).
• Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka
waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi
berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta
data penunjang lainnya 3
ANTIBIOTIK TERAPI DEFINITIF
• Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi
klinis untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah
dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan
data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data
penunjang lainnya
• Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik:
1) Efikasi klinik dan keamanan berdasarkan hasil uji klinik.
2) Sensitivitas.
3) Biaya.
4) Kondisi klinis pasien.
5) Diutamakan antibiotik lini pertama/spektrum sempit.
6) Ketersediaan antibiotik (sesuai formularium rumah sakit).
7) Sesuai dengan Pedoman Diagnosis dan Terapi (PDT) setempat
yangterkini.
8) Paling kecil memunculkan risiko terjadi bakteri resisten. 4
PERBEDAAN BAKTERI G (+) DAN G (-)

5
6
KLASIFIKASI AB BERDASAR TEMPAT KERJA

7
SEPEKTRUM KERJA AB

8
MEKANISME RESISTENSI AB

9
AB MENGHAMBAT SINTESIS DINDING SEL

10
ANTIBIOTIK BETA LAKTAM
 Merupakan antibiotik yang
mengandung cincin beta
laktam
 Klasifikasi berdasar struktur
 Penisilin
 Sepalosporin
 Karbapenem
 Monobaktam

11
MEKANISME KERJA ANTIBIOTIK BETA LAKTAM
1. Cincin β-laktam akan berikatan dengan enzym
Penicillin Binding Protein (PBP)
[enzimnya=transpeptidase, karboksipeptidase]
2. PBP tidak dapat terikat dengan rantai peptidoglikan
3. Bakteri tidak dapat mensintesis dinding sel
4. Bakteri lisis
Aktivitas :
Bakterisidal

12
ES PENISILIN
1. Reaksi hipersensitivitas
– Ruam, demam, bronkospasma,
Steven Johnson Sindrom, syok
anafilaktik
– Reaksi alergi dikarenakan penisilin
akan berperan sebagai hapten
(antigen penyebab alergi) yang
berikatan dengan protein serum
– Ruam akan hilang jika penisilin
dihentikan atau diobati dengan
antihistamin
– Untuk pasien alergi, disarankan
mengganti dengan antibiotik lain 13
ES PENISILIN

2. Ada ganguan saluran cerna (diare) jika


dberikan penisilin oral karena terjadi
ketidakseimbangan flora normal dalam
usus
3. Dosis besar dapat menyebakan gagal
ginjal
4. Jika diberikan secara intratekal dapat
menyebabkan kejang (toksisitas pada
saraf), sehingga tidak dianjurkan
diberikan pada pasien epilepsi secara
intratekal
5. Toksisitas hematologi (darah), dapat
menyebabkan penurunan pembekuan
darah, perhatian pada pasien yang juga
menerima antikoagulan 14
Untuk mengatasi beta laktamase, dilakukan:
¤ Pembuatan penisilin oral yang stabil terhadap beta
laktamase
Oksasilin, Dikoksasilin, Fluksosaksilin
¤ Pemberian bersama penisilin (atau turunannya) dengan
senyawa yang dapat menghambat beta-laktamase (misal
asam klavulanat, sulbaktam, tazobaktam)
¤ Pemberian antibiotik beta laktam lain yang tahan beta
laktamase
 Sefalosporin

15
SEFALOSPORIN
• Mekanisme kerja atau
resistensi sama dengan
penisilin
• Gugus R menentukan
spektrum kerja dan efek
farmakologi

16
SEFALOSPORIN : klasifikasi

17
ES SEFALOSPORIN
• Reaksi hipersensitivitas
• Reaksi silang
• Nyeri di daerah injeksi
• Jika diberikan bersama aminoglikosida, dapat
meningkatkan kerusakan ginjal
• Dapat menyebabkan hipoprotrombinemia (pendarahan)
dan reaksi disulfiram (takikardia, pusing, hiperventilasi)

18
KARBAPENEM
Imipenem, Meropenem,
Ertapenem

19
KARBAPENEM
 Imipenem
- Dapat dengan cepat di inaktivasi di ginjal oleh enzim
dehydropeptidase I.
 Sehingga diberikan bersama inhibitor dehidropeptida
(Cilastatin)
ES imipenem-cilastatin: gangguan saluran cerna, toksisitas SSP, alergi
 Meropenem:
- Tidak dimetabolisme oleh dehydropeptidases
 Ertapenem:
Efek pseudomonas paling kecil
Dapat menyebabkan nyeri di daerah injeksi

20
ANTIBIOTIK NON BETA LAKTAM
obat AB yang termasuk PoliPeptida:
• Basitrasin  Polipeptida
• Vancomycin  Glikopeptida
• Teicoplanin  Glikopeptida

21
ANTIBIOTIK NON BETA LAKTAM
MK Polipeptida
Mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri
(sintesis
peptidoglikan)
sehingga
terjadi
kerusakan
membran
sitoplasma
mikroba

 bakterisidal
22
23
Bentuk sediaan injeksi IV vancomysin adalah serbuk kering dan
dilarutkan
Bentuk yang sudah larut (infus) tidak boleh lebih dari 60 menit untuk
menghindari efek samping

24
ANTIBIOTIK NON BETA LAKTAM
obat AB yang termasuk Polimiksin:
• Polimiksin B  diperoleh dari Bacillus polymyxa
• Polimiksin E = Kolistin  diperoleh dari Bacillus
(Aerobacillus) colistinus

25
ANTIBIOTIK NON BETA LAKTAM
MK Polimiksin
Mekanisme kerja mengubah permeabilitas membran
dengan cara
berikatan pada
sisi negatif lapisan
lipopolisakarida

 bakterisidal

26
ANTIBIOTIK NON BETA LAKTAM
Spektrum kerja sempit, hanya pada Bakteri Gram negatif

Toksisitas tinggi  hanya digunakan lokal

- Penggunaan klinis :
- Untuk P. aeruginosa yang resisten
- Kolistin oral digunakan untuk mensterilisasi usus sebelum
operasi
- Kolistin inhalasi digunakan untuk infeksi dada pada penderita
sistik fibrosis
- Kolistin drops digunakan untuk infeksi telinga

• Efek samping : Nefrotoksisitas, neurotoksisitas, alergi

27
AB MENGHAMBAT SINTESIS PROTEIN

28
Kloramfenikol berikatan
dengan r-RNA 50S dan
menghambat
pembentukan ikatan
peptida

Eritromisin berikatan
dengan r-RNA 50S dan
mencegah pergerakan
sepanjang m-RNA

Streptomisin mengubah Tetrasiklin mencampuri


bentuk r-RNA 30S dan kerja t-RNA antikodon
menyebabkan kesalahan pada saat pembacaan
baca m-RNA kodon m-RNA

29
30
ANTIBIOTIK TETRASIKLIN

Yang baru saja diijinkan


31
ANTIBIOTIK TETRASIKLIN
Mekanisme kerja:
Tetrasiklin akan memasuki
organisme melalui difusi pasif dan
transport aktif bergantung energi).
Ksetelah di dalam sel, tetrasiklin
akan berikatan reversibel dengan
subunit 30S pada ribosom bakteri,
menghambat pengikatan
aminoacyl-tRNA di kompleks
mRNA-ribosom.
 Mencegah penambahan asam
amino pada sintesis protein

Bakteriostatik 32
ANTIBIOTIK TETRASIKLIN
Farmakokinetik
• Absorpsi, hampir semua diabsorbsi
Absorbsi dapat dipengaruhi makanan
atau antasid
Kandungan Al3+, Ca2+, Mg2+ akan
bereaksi dengan tetrasiklin membentuk
khelat

33
ANTIBIOTIK TETRASIKLIN
Farmakokinetik
• Distribusi  luas
– Jaringan – hati, limpa, kulit
– Gigi/tulang, juga pada kondisi tumor yang
mengandung Ca2+, misal tumor gastrik
– Plasenta – penetrasi tinggi, termasuk obat kategori D
 bersifat teratogen pada perkembangan tulang dan
gigi
– Cairan air mata dan saliva, tetapi sedikit
serebrospinal, meskipun demikian minosiklin dapat
digunakan untuk menghilangkan meningitis karena
bakteri kokkus
34
ANTIBIOTIK AMFENIKOL

•Chloramphenicol
•Thiamphenicol (gugus SH_ menggantikan
N02_): ES lebih kecil tp efek antibakteri juga
lebih kecil
•Florfenicol (analog dari thiamphenicol)
35
ANTIBIOTIK AMFENIKOL
Mekanisme kerja:
Amfenikol akan berikatan
reversibel dengan subunit 50S
pada ribosom bakteri,
menghambat kerja peptidil
transferase
 Mencegah penambahan asam
amino pada sintesis protein

Bakteriostatik
36
ANTIBIOTIK AMFENIKOL
Efek samping
• Hemolitikanemia , terjadi pada pasien yang menderita
kekurangan enzim glucose 6-phosphate dehydrogenase.
• Amfenikol dapat mensupresi (menghambat) pembentukan
sel darah merah (= dapat mensupresi sumsum tulang)
menyebabkan Anemia, tingkat kerjadian tergantung dosis,
terjadi hanya pada saat pasien mengkonsumsi amfenikol,
dan anemia bersifat reversibel
Tetapi jika pasien menderita anemia aplastik yang terjadi
setelah selesai konsumsi amfenikol, dapat bersifat fatal
• Gangguan saluran cerna, seperti diare, hipovitaminosis B
dan K, kekurangan mikroba saluran cerna
• Dapat menyebabkan kandidiasis mulut dan vagina
37
ANTIBIOTIK AMFENIKOL
Efek samping
• Teratogenik
• Gray baby syndrome:
– Terjadi karena bayi belum dapat melakukan metabolisme
kloramfenikol secara sempurna (atau bay tidak dapat
melakukan fungsi glukoronidasi di hati)
– Jika kolramfenikol terakumulasi, akan mempengaruhi fungsi
ribosom mitokondrial
– Gejala : pernafasan berat,
kolaps kardiovaskular,
sianois, dan kematian
– Sindrom ini juga akan terjadi
pada dewasa yang
menggunakan dosis tinggi
38
ANTIBIOTIK MAKROLIDA
Struktur lakton dengan satu ato lebih gugus gula deoksi

Azithromycin Erythromycin
Clarithromycin Roxithromycin

ERYTHROMYCIN CLARITHROMYCIN AZITHROMYCIN


39
ANTIBIOTIK MAKROLIDA
Mekanisme kerja:
Makrolida akan berikatan
reversibel dengan subunit 50S
pada ribosom bakteri, mencegah
pergerakan sepanjang m-RNA
(=menghambat translokasi)

 Mencegah sintesis protein

 bakteriostatik

40
AMINOGLIKOSIDA

41
AMINOGLIKOSIDA – Mekanisme Kerja
Ikatan bersifat
ireversibel
 bakterisidal

Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara:


1. berikatan dengan subunit 30s ribosom (di bagian start codon) dan
mempengaruhi inisiasi sintesis protein
2. Ketika terjadi kompleks 30s-50s ribosom, akan terjadi insiasi abnormal
(streptomycin monosomes) sehingga menghambat translasi lebih lanjut.
3. Aminoglikosida yang berikatan dengan subunit 30s akan menyebabkan
kesalahan pembacaan mRNA sehingga terjadi terminasi translasi yang
bersifat prematur atau penggabungan asam amino yang tidak tepat,
sehingga protein yang terbentuk abnormal atau nonfungsional 42
AMINOGLIKOSIDA – Mekanisme Resistensi
1. Bakteri memproduksi enzym transferase atau enzym
penginaktivasi lain yang dapat menginaktivasi aminoglikosida
melalui adenilisasi, asetilasi atau fosforilasi

2. Ada kesalahan saat masuknya aminoglikosida ke dalam sel, misal


adanya mutasi pada protein porin
3. Terjadi perubahan (mutasi atau delesi) pada reseptor pada
subunit 30s ribosom
43
ES AB MENGHAMBAT SINTESIS PROTEIN
TETRASIKLIN AMINOGLIKOSIDA MAKROLIDA KLORAMFENIKOL
- Anemia
- Gray baby syndrome

Gangguan Sal cerna


Ototoksisitas

Jaundice
Nefrotoksisitas

Ototoksisitas
Paralisis

44
Skin rash
ANTIBIOTIK QUINOLONES
• Generasi pertama
Asam Nalidiksat (produk samping sintesa
klorokuin)
• Generasi kedua
Ciprofloxacin, levofloxacin, norfloxacine
• Generasi ketiga
Sparfloxacin , gatifloxacin
• Generasi keempat
Moxifloxacine, trovafloxacin

45
ANTIBIOTIK QUINOLONES
Mekanisme kerja menghambat replikasi DNA dengan
menghambat kerja DNA girase = DNA topoisomerase II pada
bakteri Gram negatif atau topoisomerase IV pada bakteri
Gram positif
 Bakterisid (tergantung dosis)

46
ANTIBIOTIK QUINOLONES
Penggunaan klinis :
• Infeksi saluran urin
• Prostatitis
• Efektif untuk gonorrhea, tetapi
tidak untuk siphilis.
• Saluran cerna :
– Diare traveler karena
enterotoksik E coli
– Shigellosis
– Demam tifoid
47
ANTIBIOTIK QUINOLONES
Penggunaan klinis :
• Tulang, sendi, dan jaringan lunak
– Ideal untuk ostomielitis kronis,
terutama bakteri S. aureus,
P. aeruginosa, dan
S. marcesens yang resisten
– Efektif untuk infeksi polimikroba
pada borok penderita diabetes

48
Pulmonary Anthrax
ANTIBIOTIK QUINOLONES

49
ANTIBIOTIK QUINOLONES
EFEK SAMPING
• Mual, muntah, nyeri perut (umum)
• Diare dan kolitis (jarang)
• ES di SSP
– Pening dan sakit kepala (umum)
– Halusinasi dan kejang (jarang)
• Dapat mempengaruhi pertumbuhan
kartilago terganggu dan
menyebabkan artropati, sehingga
tidak direkomendasikan untuk pasien
< 18 tahun (umum)
• Leukopenia, eosinophilia, aritmia
jantung (jarang) 50
ANTIBIOTIK
KONDISI KHUSUS

51
Daftar AB yang tidak boleh diberikan pada anak

52
Daftar AB Ibu Hamil

53
Daftar AB Ibu Hamil

54
Daftar AB Ibu Menyusui

55
Daftar AB Ibu Menyusui

56
TERAPI
ANTIBIOTIK

57
INFEKSI SALURAN KEMIH

58
THYPOID

Trimethoprim-sulfamethoxazole, (TMPSMZ)
in some countries the use of fluoroquinolones is relatively contraindicated in children
because of concerns that they may cause articular damage. These agents are not registered
for routine use in children. The concerns have arisen because of evidence of articular damage
59
in growing, weight-bearing joints in beagles
THYPOID

60
SHIGELLOSIS

61
SHIGELLOSIS

62
SHIGELLOSIS

• Fever should be controlled with anti-pyretic drugs (paracetamol or acetaminophen). This


decreases the risk of convulsion and improves appetite.
• An analgesic may also be given for pain (e.g., paracetamol, acetaminophen).
• Supplemental zinc is recommended for children up to five years of age. The daily dose is 20
mg of elemental zinc (as zinc sulfate, or zinc acetate or zinc gluconate) once daily for 10 to
14 days (10 mg per day for infants below six months). This has been shown to reduce the
severity and duration of the illness and also to reduce the incidence and severity of
63
diarrhoea in the following two to three months
SHIGELLOSIS
Treatment of complications
• Hypokalemia, hyponatremia and hypoglycemia
- Potassium depletion and hypoglycemia may also occur when malnourished children are
rehydrated intravenously with Ringer’s lactate solution or normal saline, which provide
little or no potassium, respectively.
- Severe hyponatraemia (serum sodium < 120 mEq/l) should be treated by intravenous
infusion of hypertonic saline solution (3%) (12 ml/kg over a 4-hour period) along with
restriction of plain water until the abnormality is corrected.
- Severe hypoglycemia (blood glucose < 2.2 mmol/l) should be treated with intravenous
infusion of dextrose (2.0 ml/kg of 25% glucose).
- Significant potassium depletion can be prevented by giving ORS solution (when indicated)
or potassiumrich foods such as bananas, green coconut water or dark green leafy
vegetables.
• Convulsions
Children with shigellosis may have a single brief convulsion. If, however, convulsions are
prolonged or repeated, anticonvulsant treatment should be given (IM paraldehyde, 0.2
ml/kg). Rectal paraldehyde or diazepam should be avoided.

64
TERIMA KASIH
65

Anda mungkin juga menyukai