Anda di halaman 1dari 23

NISA LYSTIA NOVIANTI, dr.

 Manajemen trauma kolon telah mengalami perubahan yang signifikan dalam


beberapa decade terakhir, yang menghasilkan penurunan mortalitas pada trauma
kolon.
 Morbiditas trauma kolon dalam beberapa tahun terakhir tetap tingii yang
dikarenakan rasio terjadinya sepsis abdomen mencapai 20%.
 Mayoritas trauma kolon di dunia adalah diakibatkan trauma penetrans, yang
tersering adalah luka tembak.

 Pada luka tembak di abdomen, kolon menjadi lokasi kedua paling sering
mengalami trauma setelah usus halus mencapai 27% pada kasus yang dilakukan
laparotomi.
 Pada populasi sipil , kejadian trauma kolon sering diakibatkan oleh kecelakaan
lalu lintas. Proses terjadinya trauma melalui tiga mekanisnime :
1. Perforasi blow out akibat ada close loop
2. Robekan akibat guncangan pada daerah terfiksasi
3. Robekan langsung pada kolon yang bisa mengakibatkan iskemik.
 Anamnesis  Pemeriksaan Fisik
o Penyebab utama adalah trauma o Perhatikan stabilitas
penetrans seperti luka tembak. hemodinamik
o Mechanism of trauma o Adanya Seatbelt sign sering
tampak pada pasien trauma
o Injury sustained
kolon
o Sign and symptomps
o Awasi tanda peritonitis.
o Treatment
o trauma kolon retroperitoneal
baru muncul 24 jam paska
trauma.
 FAST merupakan standar pemeriksaan awal pada pasien trauma
abdomen, namun kemampuan untuk mendiagnosa trauma kolon rendah.
 Foto X-ray Abdomen polos dapat memperlihatkan udara bebas di
subdiagfragma namun hal ini.
 CT-Scan dapat menunjukan udara bebas ekstralumen, ekstravasasi
kontras rektal, penebalan dinding kolon dan perubahan bentuk pada
mesocolon
 Pada pemeriksaan CT-Scan kecurigaan trauma kolon namun tanda peritonitis belum
jelas, dianjurkan laparoskopi diagnostik. Namun tindakan ini masih kontroversial
karena trauma kolon retroperitoneal masih dapat terlewatkan.
 Diagnosis intra operatif seringkali dilakukan , hal yang perlu diperhatikan adalah
daerah hematoma, perubahan warna, atau kontusi pada kolon atau mesocolon .

Gambar 2. Lubang perforasi kecil pada kolon akibat serpihan peluru, baru terlihat setelah tekanan
intralumen ditingkatkan dengan cara dijepit oleh 2 tangan
 The American Association for the Surgery of the Trauma (AAST) mengembangkan
sistem untuk menilai trauma setiap organ secara objektif.
 Beberapa studi prospektif acak telah dilakukan tanpa kriteria eksklusi seperti diatas (
class I evidence) dengan kesimpulan bahwa perbaikan primer pada trauma kolon non
destruktif cukup aman dilakukan, dengan tingkat komplikasi tidak berbeda dengan
kolostomi.

Tabel . Studi Prospektif Acak Perbandingan Kolostomi dan


Perbaikan Primer pada Trauma Kolon
 Trauma kolon destruktif adalah trauma kolon yang meliputi lebih dari 50%
diameter kolon dengam devaskularisasi kolon yang jelas.
 Pada trauma kolon yang nondestruktif sudah terdapat cukup bukti dapat ditangani
dengan perbaikan primer, faktor lain seperti kontaminasi fekal , syok perdarahan
dan trauma multiple tidak terbukti berpengaruh pada kegagalan anastomosis pada
trauma kolon non destruktif.

Perbaikan Primer pada Trauma Kolon Transversum Non Destruktif


 Trauma kolon destruktif jelas memerlukan reseksi pada bagian yang mengalami
perforasi.
 Penelitian oleh AAST menunjukan bahwa perbaikan primer tetap lebih superior
dibandingkan kolostomi, sehingga dapat disimpulkan bahwa perbaikan primer tetap
menjadi pilhan utama pada trauma kolon destruktif dengan mengatasi kontaminasi
fekal yang ekstensif, kontrol perdarahan yang baik dan pemberian antibiotic
profilaksis ganda.
 Kolostomi dapat dipertimbangkan pada pasien dengan edema usus yang ekstensif
atau vaskularisasi kolon yang terganggu.
 Pada beberapa pendapat , trauma kolon kiri berhubungan dengan resiko kobocoran dan
komplikasi sepsi yang lebih tinggi dibandingkan tumor kolon kanan.
 Persepsi ini menyebabkan beberapa dokter bedah melakukan perbaikan primer pada
trauma kolon kanan dan kolostomi pada trauma kolon kiri.
 Namun demikian tidak ada studi klinis yang menunjukan perbedaan penyembuhan antara
kedua kolon.

Breaking Strength dari Kolon Kiri dan Kolon Kanan yang Setara
 Pada studi WTA kasus trauma disarankan tidak menggunakan stapler dikarenakan
usus yang oedema yang sering dijumpai pada perforasi usus akibat trauma.
 Namun pada studi AAST , anastomosis baik stapler maupun penjahitan biasa dapat
dipakai untuk perbaikan primer trauma kolon, dan pemilihannya tergantung
masing-masing dokter bedah.
 Pada tahun 2000, dilakukan studi prospektif acak oleh Burch dkk mengenai
anastomosis 1 lapis vs 2 lapis pada kolon dengan berbagai macam dasar penyakit.
 Pada studi ini, Tidak ada perbedaan dalam kebocoran anstomosis antara 2 teknik ini
dan rata-rata lama rawat pasien dengan anastomosis 1 lapis juga lebih cepat 2 hari
dibandingkan pasien dengan anastomosis 2 lapis.
 Peneliti menduga bahwa lama rawat lebih singkat karena lumen yang lebih besar dan
oedema yang lebih sedikit pada tempat anastomosis, sehingga aktivitas usus lebih
cepat pulih pada kelompok 1 lapis. Keuntungan yang lain adalah anastomosis 1 lapis
dan kontinus lebih mudah dipelajari.

Anastomosis 1 lapis Pada Kolon


 Tujuan pembuatan kolostomi pada trauma kolon adalah untuk diversi faeces
sementara sehingga meminimalisasi morbiditas saat reanastomosis kemudian
adalah penting.
 Sehingga dengan demikian kolostomi loop lebih disukai dbandingkan dengan end
colostomy.

Loop Kolostomi pada Kolon Sigmoid. Spuring diletakkan diatas kulit


 Tiga studi meta-analisis telah dilakukan untuk mempelajari perlu pemasangan
drain atau tidak pada anastomosis kolon. Semuanya menyimpulkan bahwa
drainase rutin tidak diperlukan.
 studi ini dilakukan pada pasien anastomosis kolon elektif. Dengan demikian data
ini belum tentu dapat diterapkan pada pasien trauma kolon.
 Secara umum terdapat kebijakan bahwa semua peluru yang melukai kolon harus
diangkat, namun bukti-bukti saat ini menyatakan sebaliknya.
 Sebuah studi eksperimental menghitung kontaminasi bakteri pada fragmen baja
yang ditembakkan ke kolon babi.
 Jumlah bakteri menurun secara drastis sepanjang tract luka dan jumlahnya
terutama tinggi pada 1 cm pertama.
 Studi ini memiliki kesimpulan bahwa eksisi tract luka atau pengambilan peluru
tidak selalu harus dilakukan.
 Perbaikan Primer tetap diutamakan pada trauma kolon karena kolostomi tidak
terbukti lebih unggul dibandingkan perbaikan primer.
 Pada kasus damage control pilihan Teknik operasi masih kontroversial antara
penutupan primer dan kolostomi.
 Untuk mencegah komplikasi intraabdomen, harus dikurangi kontaminasi fekal
yang ekstensif, pencegahan transfusi masif dan pencegahan penggunaan
antibiotik tunggal.

Anda mungkin juga menyukai