Pada luka tembak di abdomen, kolon menjadi lokasi kedua paling sering
mengalami trauma setelah usus halus mencapai 27% pada kasus yang dilakukan
laparotomi.
Pada populasi sipil , kejadian trauma kolon sering diakibatkan oleh kecelakaan
lalu lintas. Proses terjadinya trauma melalui tiga mekanisnime :
1. Perforasi blow out akibat ada close loop
2. Robekan akibat guncangan pada daerah terfiksasi
3. Robekan langsung pada kolon yang bisa mengakibatkan iskemik.
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
o Penyebab utama adalah trauma o Perhatikan stabilitas
penetrans seperti luka tembak. hemodinamik
o Mechanism of trauma o Adanya Seatbelt sign sering
tampak pada pasien trauma
o Injury sustained
kolon
o Sign and symptomps
o Awasi tanda peritonitis.
o Treatment
o trauma kolon retroperitoneal
baru muncul 24 jam paska
trauma.
FAST merupakan standar pemeriksaan awal pada pasien trauma
abdomen, namun kemampuan untuk mendiagnosa trauma kolon rendah.
Foto X-ray Abdomen polos dapat memperlihatkan udara bebas di
subdiagfragma namun hal ini.
CT-Scan dapat menunjukan udara bebas ekstralumen, ekstravasasi
kontras rektal, penebalan dinding kolon dan perubahan bentuk pada
mesocolon
Pada pemeriksaan CT-Scan kecurigaan trauma kolon namun tanda peritonitis belum
jelas, dianjurkan laparoskopi diagnostik. Namun tindakan ini masih kontroversial
karena trauma kolon retroperitoneal masih dapat terlewatkan.
Diagnosis intra operatif seringkali dilakukan , hal yang perlu diperhatikan adalah
daerah hematoma, perubahan warna, atau kontusi pada kolon atau mesocolon .
Gambar 2. Lubang perforasi kecil pada kolon akibat serpihan peluru, baru terlihat setelah tekanan
intralumen ditingkatkan dengan cara dijepit oleh 2 tangan
The American Association for the Surgery of the Trauma (AAST) mengembangkan
sistem untuk menilai trauma setiap organ secara objektif.
Beberapa studi prospektif acak telah dilakukan tanpa kriteria eksklusi seperti diatas (
class I evidence) dengan kesimpulan bahwa perbaikan primer pada trauma kolon non
destruktif cukup aman dilakukan, dengan tingkat komplikasi tidak berbeda dengan
kolostomi.
Breaking Strength dari Kolon Kiri dan Kolon Kanan yang Setara
Pada studi WTA kasus trauma disarankan tidak menggunakan stapler dikarenakan
usus yang oedema yang sering dijumpai pada perforasi usus akibat trauma.
Namun pada studi AAST , anastomosis baik stapler maupun penjahitan biasa dapat
dipakai untuk perbaikan primer trauma kolon, dan pemilihannya tergantung
masing-masing dokter bedah.
Pada tahun 2000, dilakukan studi prospektif acak oleh Burch dkk mengenai
anastomosis 1 lapis vs 2 lapis pada kolon dengan berbagai macam dasar penyakit.
Pada studi ini, Tidak ada perbedaan dalam kebocoran anstomosis antara 2 teknik ini
dan rata-rata lama rawat pasien dengan anastomosis 1 lapis juga lebih cepat 2 hari
dibandingkan pasien dengan anastomosis 2 lapis.
Peneliti menduga bahwa lama rawat lebih singkat karena lumen yang lebih besar dan
oedema yang lebih sedikit pada tempat anastomosis, sehingga aktivitas usus lebih
cepat pulih pada kelompok 1 lapis. Keuntungan yang lain adalah anastomosis 1 lapis
dan kontinus lebih mudah dipelajari.