suku Jawa
KELOMPOK
• NABILLA RIZKY KASTUTI (P031914401060)
• RAHMI RUHAYATI (P031914401067)
• SRI WAHYU NSUNG GUSTI (P031914401076)
A. SEJARAH SUKU JAWA
• Suku Jawa adalah suku bangsa terbesar yang tinggal • Ada juga sebuah tulisan kuno yang
di Indonesia dengan jumlah sekitar 120 juta jiwa berasal dari India, jika beberapa pulau di
atau sekitar 45% populasi manusia di Nusantara. Nusantara termasuk juga Nusa Kendang –
Bukan tak hanya tinggal di pulau Jawa, orang-orang sebutan pulau Jawa pada zaman itu- adalah
dari suku ini juga menyebar ke seluruh pelosok
tanah yang menyatu dengan daratan Asia
Indonesia, terutama setelah dilakukannya program
transmigrasi oleh pemerintahan Orde Baru pada 4
dan Australia. Adapun dalam tulisan
dasawarsa silam. tersebut disebutkan pula bahwa seorang
pengembara bernama Aji Saka adalah
• Menurut Sejarawan berbeda dengan pendapat para
orang yang pertama kali menginjakan kaki
arkeolog. Para sejarawan justru meyakini jika asal
usul suku Jawa berasal dari orang-orang Yunan, di daratan Jawa ini. Ia menetap bersama
China masa lampau yang melakukan pengembaraan beberapa orang pengawalnya dan
ke seluruh wilayah nusantara. Pendapat ini sangat menjadikan mereka sebagai nenek moyang
terkait erat dengan teori asal usul nenek moyang orang dari suku Jawa
bangsa Indonesia dan memiliki cukup banyak bukti
kuat.
• Menurut Babad Jawa Kuno, Asal usul nenek moyang suku Jawa juga disebutkan
bahwa seorang pangeran dari kerajaan Kling bersama para pengikutnya yang tersisih
akibat perebutan kekuasaan membuka lahan baru di sebuah pulau terpencil dan masih
belum berpenghuni. Mereka hidup menetap dan berkoloni membentuk sebuah
kerajaan baru di sana dan membangun peradabannya sendiri. Kerajaan tersebut pada
masa selanjutnya dikenal dengan nama Javaceckwara.
• Sejarah tentang asal usul suku Jawa juga ditemukan dalam sebuah surat kuno dari
keraton Malang. Dalam surat itu disebutkan bahwa asal usul orang Jawa dimulai
ketika Raja Rum – Raja dari kesultanan Turki pada 450 tahun SM- mengirim rakyatnya
untuk membuka lahan di pulau kekuasaannya yang masih belum berpenghuni. Para
rakyat yang dikirim merasa sangat senang karena menemukan pulau yang sangat
subur. Tanaman mudah hidup dan bahan pangan mudah ditemukan. Salah satu
tanaman yang banyak tumbuh liar di pulau ini adalah tanaman Jawi. Oleh orang-orang
yang datang, nama tanaman ini kemudian dijadikan nama pulau tersebut, Pulau Jawi
• Suku Jawa tidak dinisbatkan kepada seluruh penduduk pribumi penghuni pulau Jawa. Di
pulau Jawa sendiri terdapat beberapa suku bangsa lain selain suku Jawa. Sebutan bagi
suku Jawa lebih identik bagi masyarakat yang memegang teguh filosofis atau pandangan
hidup Kejawen. Secara geografis meliputi Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Timur. Jawa
Timur pun juga masih varian karena di dalamnya masih ada suku Madura, suku Tengger
maupun Suku Osing di Banyuwangi. Kebudayaan suku Jawa merupakan hasil dari
peninggalan sejarah kerajaan besar Jawa khususnya Majapahit dan Mataram Baru.
• Filosofis hidup suku Jawa yang paling dasar sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu,
Budha dan juga kepercayaan animisme-dinamisme. Orang jawa pada umumnya
sangat menjunjung tinggi keseimbangan, keserasian dan keselarasan hidup baik terhadap
sesama manusia maupun dengan lingkungan alam. Dalam etika keseharian sangat
mengedepankan norma kesopanan, kesantunan dan kesederhanaan. Oleh sebab itu,
dialog bahasa Jawa memiliki beberapa tingkatan bahasa sesuai dengan lawan bicara yang
dihadapi. Untuk lebih jelasnya, inilah beberapa hal yang menunjukkan identitas
kebudayaan suku Jawa :
Kerajaan mataram
Kerajaan majapahit
B. Sistem Bahasa
Suku Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Bahasa Jawa memiliki
aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang
dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya
Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat. Mayoritas
orang Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Sebagian lainnya menggunakan
bahasa Jawa yang bercampur bahasa Indonesia. Bahasa Jawa bisa dikatakan bahasa yang rumit karena
selain memiliki tingkatan berdasarkan siapa yang diajak bicara, bahasa Jawa juga memiliki perbedaan
dalam hal intonasi. Aspek bahasa ini mempengaruhi hubungan sosial dalam budaya Jawa.
Bahasa Jawa sendiri memiliki berbagai macam variasi
dialek atau pengucapan. Pada dasarnya, dialek tersebut
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Bahasa Jawa dialek Cirebon, dialek • Dalam bahasa Jawa, pada dasarnya terdiri dari 3 kasta
bahasa, yaitu:
Tegal, dialek Banyumas dan dialek • ü Ngoko (kasar)
Bumiayu (dialek barat). • ü Madya (biasa)
2. Bahasa Jawa dialek Pekalongan, • ü Krama (halus)
dialek Semarang, dialek Yogyakarta
Dalam bahasa Jawa penggunaan tingkatan bahasa tersebut,
dan dialek Madiun (dialek tergantung status yang bersangkutan dan lawan bicara.
madya/tengah). Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal
lain. Seorang anak yang bercakap-cakap dengan sebayanya
3. Bahasa Jawa dialek Surabaya, dialek akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika
Malang, dialek Jombang, dialek bercakap dengan orang tuanya akan menggunakan krama
andhap dan krama inggil. Sistem semacam ini masih dipakai
Banyuwangi (dialek timur). di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Dialek lainnya
cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa .
Terdapat juga bentuk bagongan dan kedhaton, yang hanya dipakai sebagai bahasa
pengantar di lingkungan keraton. Dengan demikian, dikenal bentuk-bentuk ngoko lugu,
ngoko andhap, madhya,madhyantara, krama, krama inggil, bagongan dan kedhaton. contoh
kalimat :
•Bahasa Indonesia, "maaf, saya mau tanya rumah Budi itu, di
mana?" •Madya, “nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, griyané mas
•Ngoko kasar, “eh, aku arep takon, omahé Budi kuwi, nèng*ndi?’ Budi niku, teng pundi?” (ini krama desa (substandar)).
•Ngoko alus, “aku nyuwun pirsa, dalemé mas Budi kuwi, nèng •Madya alus, “nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, dalemé
endi?” mas Budi niku, teng pundi?” (ini juga termasuk krama
•Ngoko meninggikan diri sendiri, “aku kersa ndangu, omahé mas
desa (krama substandar)).
Budi kuwi, nèng ndi?” (ini dianggap salah oleh sebagian besar
penutur bahasa Jawa karena menggunakan leksikon krama inggil
•Krama andhap, “nuwun sèwu, dalem badhé nyuwun
untuk diri sendiri) pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”
(dalem itu sebenarnya pronomina persona kedua,
kagungan dalem 'kepunyaanmu'. Jadi ini termasuk
tuturan krama yang salah alias krama desa).
•Krama lugu, “nuwun sewu, kula badhé takèn, griyanipun
mas Budi punika, wonten pundi?”.
•Krama alus, “nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa,
dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”.
Penduduk Jawa yang merantau, membuat bahasa Jawa bisa ditemukan diberbagai daerah bahkan diluar
negeri. Banyaknya orang Jawa yang merantau ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan
Jawa ke Malaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama kampung
Jawa, padang Jawa. Disamping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar di berbagai
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa
atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah: Lampung (61,9%), Sumatera Utara (32,6%), Jambi
(27,6%), Sumatera Selatan (27%), Aceh(15,87%) yang dikenal sebagai Aneuk Jawoe. Khusus
masyarakat Jawa di Sumatera Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan
di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut sebagai
Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), dengan dialek dan beberapa kosa kata
Jawa Deli. Sedangkan masyarakat Jawa didaerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang
diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda.
C.Sistem Pengetahuan
Bentuk kalender Jawa adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan
unik yang berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya
yang terpengaruh unsur budaya islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan sedikit
budaya barat. Namun tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat ini, walaupun
penggunaanya yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam
menggambarkan penanggalan, karena didalamnya berpadu dua sistem
penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari (sonar/syamsiah) dan
juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah).
D.Sistem Kemasyarakatan
Dalam sistem kemasyarakatan, akan dibahas mengenai pelapisan sosial. Dalam sistem kemasyarakatan Jawa,
dikenal 4 tingkatan yaitu Priyayi, Ningrat atau Bendara, Santri dan Wong Cilik.
Priyayi ini sendiri konon berasal dari dua kata bahas Jawa, yaitu “para” dan “yayi” atau yang berarti para adik.
Dalam istilah kebudayaan Jawa, istilah priyayi ini mengacu kepada suatu kelas sosial tertinggi di kalangan masyarakat
biasa setelah Bendara atau ningrat karena memiliki status sosial yang cukup tinggi di masyarakat. Biasanya kaum
priyayi ini terdiri dari para pegawai negeri sipil dan para kaum terpelajar yang memiliki tingkatan pendidikan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya
Ningrat atau Bendara adalah kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa. Pada tingkatan ini biasanya diisi oleh para
anggota keraton, atau kerabat-kerabatnya, baik yang memiliki hubungan darah langsung, maupun yang berkerabat
akibat pernikahan. Bendara pun memiliki banyak tingkatan juga di dalamnya, mulai dari yang tertinggi, sampai yang
terendah. Hal ini dapat dengan mudah dilihat dari gelar yang ada di depan nama seorang bangsawan tersebut.
1. Wong Baku: golongan ini adalah golongan tertinggi dalam golongan wong cilik, biasanya mereka
adalah orang-orang yang pertama mendiami suatu desa, dan memiliki sawah, rumah, dan juga
pekarangan.
2. Kuli Gandok atau Lindung: masuk di dalam golongan ini adalah para lelaki yang telah menikah,
namun tidak memiliki tempat tinggal sendiri, sehingga ikut menetap di tempat tinggal mertua.
3. Joko, Sinoman, atau Bujangan: di dalam golongan ini adalah semua laki-laki yang belum menikah dan
masih tinggal bersama orang tua, atau tinggal bersama orang lain. Namun, mereka masih dapat
memiliki tanah pertanian dengan cara pembelian atau tanah warisan.
4. Desa-desa di Jawa umumnya dibagi-bagi menjadi bagian-bagian kecil yang disebut dengan dukuh,
dan setiap dukuh dipimpin oleh kepala dukuh. Di dalam melakukan tugasnya sehari-hari, para
pemimpin desa ini dibantu oleh para pembantu-pembantunya yang disebut dengan nama Pamong
Desa.
Masing-masing pamong desa memiliki tugas dan perananya masing-masing. Ada yang bertugas menjaga
dan memelihara keamanan dan ketertiban desa, sampai dengan mengurus masalah perairan bagi lahan
pertanian warga.
E. Mata Pencaharian Suku Jawa
Pada umumnya masyarakat bekerja pada segala bidang. Sektor pertanian dan perkebunan, mungkin
salah satu yang paling menonjol dibandingkan mata pencaharian lain, karena seperti yang kita tahu,
baik Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak lahan-lahan pertanian yang beberapa cukup dikenal, karena
memegang peranan besar dalam memasok kebutuhan nasional, seperti padi, tebu, dan kapas. 1.
Pertanian
Yang dimaksud pertanian disini terdiri atas pesawahan dan perladangan (tegalan), tanaman utama adalah padi. Tanaman lainnya
jagung, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan sayur mayor, yang umumnya ditanam di tegalan. Sawah juga ditanami tanaman
perdagangan, seperti tembakau, tebu dan rosella.
2. Perikanan
Adapun usaha yang dilakukan cukup banyak baik perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan laut diusahakan di pantai utara laut
jawa. Peralatannya berupa kail, perahu, jala dan jarring
3. Peternakan
Binatang ternak berupa kerbau, sapi, kambing, ayam dan itik dan lain-lain.
4. Kerajinan
Kerajinan sangat maju terutama menghasilkan batik, ukir-ukiran, peralatan rumah tangga, dan peralatan pertanian.
Dalam suku Jawa atau masyaraakat Jawa biasanya bermata pencaharian bertani, baik bertani disawah maupun tegalan, juga
Beternak pada umumnya bersipat sambilan, selain itu juga masyarakat Jawa bermata pencaharian Nelayan yang biasanya
dilakukan masyarakat pantai.
1. Sistem Religi
Mayoritas orang Jawa menganut agama Islam, sebagian yang lainya menganuti agama Kristian,
Protestan dan Katolik, termasuknya dikawasan luar bandar, dengan penganut agama Buddha dan
Hindu juga ditemukan dikalangan masyarakat Jawa. Terdapat juga agama kepercayaan suku Jawa
yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini pada dasarnya berdasarkan kepercayaan
animisme dengan pengaruh agama Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal kerana sifat
asimilasi kepercayaannya, dengan semua budaya luar diserap dan ditafsirkan mengikut nilai-nilai Jawa.
Selain itu masyarakat Jawa percaya terhadap hal-hal tertentu yang dianggap keramat, yang dapat mendatangkan mala
petaka jika di tintang atau diabaikan. Kepercayaan itu diantaranya :
Kepercayaan terhadap Nyi roro kidul
Kepercayaan kepada hari kelahiran (Wathon)
Kepercayan terhadap hari-hari yang dianggap baik
Kepercayaan kepada Nitowong
Kepercayaan kepada dukun prewangan