Anda di halaman 1dari 6

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

‫اللهم صلى على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم‬


Hadits hadits tentang nikah
(anjuran menikah)
Penyusun : Megar Ibra Andara 11180430000049
Irsyad
Fitri Intan
Salsabila
Hadits tentang nikah
• TEKS HADITS
• ‫ستَطَا َع ِم ْن ُك ُم‬ ْ ‫ب ! َم ِن ا‬ َ ‫سو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم ( يَا َم ْع‬
َّ ‫ش َر اَل‬
ِ ‫شبَا‬ ُ ‫س ُعو ٍد رضي هللا عنه قَا َل لَنَا َر‬ ْ ‫َعنْ َع ْب ِد هَّللَا ِ ْب ِن َم‬
ٌ َ‫ ُمتَّف‬ ) ‫ص ْو ِم ; فَإِنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء‬
‫ق َعلَ ْي ِه‬ َّ ‫ستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِال‬ َ ‫ َوأَ ْح‬, ‫ص ِر‬
ِ ‫ص ُن ِل ْلفَ ْر‬
ْ َ‫ َو َمنْ لَ ْم ي‬, ‫ج‬ ُّ ‫ فَإِنَّهُ أَ َغ‬, ‫اَ ْلبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّو ْج‬
َ َ‫ض لِ ْلب‬
• TERJEMAH
• Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai
generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan
pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat
mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.
• TAKHRIJ HADITS
• Hadits ini termasuk hadits yang paling sahih secara takhrij, Secara takhrij, karena hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim
• MUFRODAT
• Ma'syar, artinya sekelompok atau segenap orang yang memiliki sifat tertentu, seperti segenap pemuda, segenap orang tua,
segenap para nabi dan sebagainya.
• Syabab: bentuk plural (jamak) dari Syab, artinya para pemuda.
• Ba'ah, secara bahasa berarti jima' (bersenggama) kemudian dipakai untuk menyatakan akad nikah.
• Wija', artinya tameng. Orang yang berpuasa seolah-olah memiliki tameng yang dapat melindungi dirinya.
• ASBABUL WURUD
• Imam Bukhari dan Nasa’i meriwayatkan dari Al-A’masy, dia berkata: ‘Ammarah dari Abdurrahman bin Yazid
berkata: Aku bersama ‘Alqamah pernah mendatangi Abdullah (Ibnu Mas’ud), lalu beliau (Ibnu Mas’ud) berkata:
Dahulu kami adalah para pemuda yang tidak memiliki sesuatu apapun, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda, “Wahai segenap para muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga
hendaknya ia kawin, dst”.
• Dalam riwayat Muslim: Aku (Abdurrahman bin Yazid) dan pamanku (‘Alqamah) dan Al Aswad pernah
mendatangi Abdullah bin Mas’ud. Beliau (Ibnu Mas’ud) berkata: “Pada saat itu aku masih seorang pemuda”.
Lalu beliau menyebutkan hadits itu, seolah-olah beliau menyebutkannya karena aku. Tak lama setelah itu pun
aku menikah.
• MUSYKILUL HADITS
• Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Muslim (1) mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai
maksud dari kata Ba'ah dalam hadits tersebut. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud Ba'ah di sini
adalah maknanya secara bahasa, yaitu jima'. Jadi bunyi hadits tersebut menjadi, "Barangsiapa di antara kalian
telah mampu berjima', hendaklah ia menikah. Barangsiapa belum mampu berjima', hendaklah ia berpuasa untuk
menahan syahwat dan air maninya, sebagaimana tameng yang menahan serangan".
• Jika yang dimaksud Ba'ah adalah jima', maka objek dari hadits tersebut adalah para pemuda yang memiliki
hasrat yang besar terhadap lawan jenisnya.
• Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud Ba'ah adalah kemampuan seseorang untuk memberikan
nafkah dan keperluan pernikahan. Jadi, bunyi haditsnya menjadi, "Barangsiapa di antara kalian telah mampu
memberikan nafkah dan keperluan pernikahan, hendaklah ia menikah. Barangsiapa belum mampu memberikan
nafkah dan keperluan pernikahan, hendaklah ia berpuasa untuk menahan syahwatnya".
• PENJELASAN / SYARAH
• Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengarahkan anjuran dan motivasi untuk menikah ini kepada para
seluruh umatnya, khususnya para pemuda. Beliau bersabda, "Wahai segenap para pemuda". Kata "Ma'syar"
yang berarti "segenap" menyiratkan makna kemanusiaan dan sosial yang menjadi ciri masyarakat Islam. Beliau
tidak menggunakan kata lain seperti "Ya Ayyuha Syabab" misalnya, karena kata "Ma'syar" memiliki nuansa cinta
dan kasih sayang dalam komunitas muslim. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Islam terhadap
persoalan para pemuda, sehingga Islam memberikan perhatian yang khusus bagi mereka, yaitu anjuran untuk
segera menikah bagi yang telah mampu.
• "Barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa". Beliau menggunakan kata "Alaihi" yang berarti
"hendaklah" untuk menyatakan makna banyak. Artinya, "hendaklah ia memperbanyak berpuasa". Beliau tidak
menggunakan kata "Fal Yashum" misalnya, yang berarti "berpuasalah", karena kata itu bermakna puasa yang
sehari atau dua hari saja. Adapun kata "Alaihi Bishoum" bermakna memperbanyak berpuasa.
• Hadits tersebut di atas juga memberikan hikmah yang sangat penting dalam pernikahan, yaitu "karena ia lebih
mampu menjaga pandangan dan lebih mampu memelihara kemaluan". Ini merupakan jaminan yang sangat
penting bagi umat manusia yang ingin memelihara pandangan dan kemaluannya.
• Dalam hadits tersebut terdapat Shighat Tafdhil yaitu kata "Aghaddu" dan "Ahshonu" yang berarti "lebih mampu
menundukkan" dan "lebih mampu memelihara" untuk menunjukkan tujuan daripada pernikahan, yaitu
terpeliharanya pandangan dan kemaluan. Kata tersebut juga memberikan pemahaman bahwa keimanan
memiliki kemampuan menundukkan dan memelihara sebagian pandangannya, sedangkan pernikahan memiliki
kemampuan yang lebih besar dan kuat (2).
• Kemudian hadits tersebut juga memberikan pengarahan bagi para pemuda yang belum mampu melaksanakan
pernikahan untuk memperbanyak berpuasa, karena puasa mampu menahan gejolak syahwat.
•ISTINBATH HUKUM
•Hadits di atas mengandung hukum-hukum yang sangat penting berkaitan dengan masalah sosial, di antaranya yaitu:
•1. Anjuran dan motivasi yang sangat kuat untuk menikah
•Secara lahir, hadits tersebut menunjukkan wajibnya menikah bagi yang telah mampu. Tentunya yang dimaksud mampu di sini sesuai dengan
pengertian yang telah kita bahas di depan. Pendapat inilah yang diambil oleh para ulama dari kalangan Zhahiriyah (3) dan salah satu riwayat dari
Imam Ahmad (4).
•Sedangkan mayoritas (jumhur) ulama dan riwayat yang masyhur dalam mazhab Imam Ahmad mengatakan bahwa hukum menikah bagi yang telah
mampu dalah sunnah, bukan wajib. Tentu saja dengan syarat ia mampu menahan dirinya dari perbuatan dosa (seperti zina, onani, masturbasi, dsb).
Jika tidak, maka hukum menikah menjadi wajib baginya menurut kesepakatan seluruh ulama.
•Para ulama menjawab dalil Zhahiriyah dengan sabda Rasul, "Barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa". Jika berpuasa disunnahkan, maka
menikah pun demikian, karena puasa adalah sebagai ganti dari menikah (5).
•2. Hukum menikah bagi setiap orang berbeda-beda sesuai kondisinya
•Berikut ini rinciannya:
•Wajib, bagi yang khawatir terjerumus ke dalam perbuatan dosa, sementara ia mampu menikah.
•Haram, bagi yang belum mampu berjima' dan membahayakan kondisi pasangannya jika menikah.
•Makruh, bagi yang belum membutuhkannya dan khawatir jika menikah justru menjadikan kewajibannya terbengkalai.
•Sunnah, bagi yang memenuhi kriteria dalam hadits di atas sedangkan ia masih mampu menjaga kesucian dirinya.
•Mubah, bagi yang tidak memiliki pendorong maupun penghalang apapun untuk menikah (6). Ia menikah bukan karena ingin mengamalkan sunnah
melainkan memenuhi kebutuhan bilogisnya semata, sementara ia tidak khawatir terjerumus dalam kemaksiatan.
•Akan tetapi penelitian menunjukkan bahwa poin terakhir ini hukumnya sunnah sebagaimana sebagian ulama mengambil pendapat ini berdasarkan
hadits-hadits yang berisi anjuran untuk menikah secara mutlak.
•Qodhi Iyadh berkata: hukum menikah adalah sunnah bagi yang ingin menghasilkan keturunan meskipun ia tidak memiliki kecenderungan untuk
berjima', berdasarkan hadits "Sesungguhnya aku merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian (umatku)" dan juga hadits-hadits yang secara lahir
berisi anjuran untuk menikah.
•Hadits-hadits yang berisi anjuran untuk menikah ini sangatlah banyak sehingga semakin menguatkan perintah ditekankannya menikah bagi yang telah
mampu meskipun ia masih dapat menjaga kesucian dirinya (7).
•3. Menikah merupakan solusi yang tepat dalam mencegah tersebarnya penyakit masyarakat, yaitu perzinahan, pemerkosaan, seks bebas dan lain
sebagainya.
•4. Hadits tersebut juga menjadi renungan bagi para pemerhati masalah sosial agar memberikan perhatian yang serius kepada para pemuda, kerena
mereka merupakan tulang punggung peradaban umat. Jika para pemuda di suatu komunitas baik, maka baiklah urusan mereka. Wallahu A'lamu
Bishowab.
• CATATAN KAKI
• 1 Syarah Muslim juz 5 hal. 173
• 2 Ibnu Daqiq Al 'Iid, Ihkam Al Ahkam juz 4 hal. 23
• 3 Al Muhalla juz 9 hal. 440-441
• 4 Fathul Bari juz 9 hal. 95
• 5 Fathul Bari juz 9 hal. 95; Syarah Nawawi juz 9 hal 173-174.
• 6 Ibnu Daqiq Al 'Iid, Al Ihkam 2/181; Ibnu Abidin: 2/358; Minahul Jalil: 2/322; Syarbini: 3/125; Al Mughni: 6/446
• 7 Lihat At Targhib wat Tarhib juz 3 hal. 34

Anda mungkin juga menyukai