KOORDINATOR
PENGEMBANGAN PROFESI EVI FITRIYANTI, M.Pd., Kons.
KONSELNG
PERTEMUAN
Wawasan Dasar 1
Profesi
Pengertian Profesi
Sesungguhnya konsep tentang profesi itu telah lama dikembangkan. Hampir setengah abad
yang lalu, Full (1967) sudah mengemukakan 6 kriteria yang menjadi muatan suatu profesi,
yaitu sebagai berikut :
1. kegiatan keintelektualan
2. kompetensi yang dipelajari
3. objek praktik spesifik
4. motivasi altruistik
5. Komunikasi
6. organisasi profesi
1. Profesi Bermartabat
Pekerjaan profesi dengan berbagai unsur dan kriteria yang ada di
dalamnya merupakan kegiatan atau pekerjaan khusus, unik dan bahkan
istimewa dalam membatu sasaran pelayanan yang berorientasi pada
kebahagiaan mereka. Dengan motivasi altruistiknya itu pekerjaan profesi
bahkan dapat dikategorikan sebagai pekerjaan yang mulia.
Dalam kemuliaannya dan kandungan keilmuan serta mutu kompetensi
para pelaksananya itu, pekerjaan profesi mengarah kepada pelayanan
bermartabat. Profesi bermartabat tu kriterianya ada tiga, yaitu hasilnya
Bermanfaat, tenaga belaksananya bermandat, dan keberadaannya diakui
oleh pemerintah serta masyarakat (Prayitno, 2015).
Hasil Pelayanan Bermanfaat
– Adalah ketentuan umum bahwa kegiatan atau pekerjaan profesi mestinya memberikan hasil
yang bermanfaat, sekecil apapun. Dalam kenyataannya memang ada berbagai kegiatan atau
pekerjaan yang hasilnya kurang atau tidak bermanfaatsama sekali, atau bahkan menimbulkan
akibat buruk; bukan sekedar mubazir tetapi justru bersifat mudharat. Pekerjaan profesi jauh
dari kemubaziran, apalagi kemudharatan; pekerjaan profesi memberikan kebahagian kepada
sasaran pelayanan.
– Lebih jauh, hasil pelayanan berupa kebahagiaan yang diperoleh melalui pelayanan profesi itu
sedapat-dapatnya bersifat langsung, dalam bentuk konkrit yang dirasakan oleh sasaran
pelayanan. Lebih konkrit lagi manfaat yang dimaksudkan itu berupa sesuatu yang secara nyata
dapat "dibawa pulang" oleh subjek sasaran pelayanan setelah menjalani pelayanan profesi.
– Contoh hasil yang dapat "dibawa pulang" oleh sasaran pelayanan profesi adalah sebagai
berikut:
Petugas OPS Hasil Nyata Pelayanan
Profesi
Dokter Pemeliharaan dan penyembuhan penyakit fisik Resep obat untukpenyemduhan penyakit
fisiktertentu
Apoteker Pembuatan obat untuk penyakit fisik Ramuan / racikan obat untukpenyembuhan
penyakit fisik tertentu
Notaris Ketentuan hukum untuk urusan tertentu yang Pengesahan aspek hukum perdata untuk
bersifat perdata digunakan sebagai pegangan dalam urusan
tertentu
Psikolog Potensi dan kondisi dinamis psikis individu / Hasil tes / pengukuran serta analisisnya
kelompok tentang potensi dan / atau kondisi dinamis
psikis individu / kelompok
Psikiater Perneliharaan dan penyembuhan penyakit psikis Resep obat untuk penyembuhan penyakit
psikis tertentu
Akuntan Perhitungan keuangan berdasarkan peraturan Laporan resmi keuangan unit lembaga /
yang berlaku perusahaan tertentu sesuai dengan
peraturan yang berlaku
2. Tenaga Bermandat
– Tuntunan pekerjaan profesi yang ilmiah-ilmiah praktis, dan menjanjikan hasil
yang bermanfaat memerlukan petugas yang benar-benar menguasai aspek-
aspek keilmuan dan keefektifan kompetensi pelayanan, yang tidak bisa
dipenuhi oleh semua atau sembarang orang, meskipun oleh lulusan
perguruan tinggi tingkat perguruan tinggi tingkat program non profesi yang
paling tinggipun. Pekerjaan profesi memerlukan orang-orang yang benar-
benar bermandat, yang menguasai dan dapat memberikan jaminan untuk
keberhasilan yang bermanfaat.
– Petugas profesi yang bermandat dibuktikan dengan ijazah lulusan program
pendidikan profesi yang secara resmidilaksanakan di perguruan tinggi dan
terakreditasi. Program pendidikan profesi-itu diikuti oleh mahasiswa yang
terlebih dahulu menamatkan pendidikan tingkat sarjana yang searah /atau
sejurusan dengan program pendidikan profesi yang dimaksud.
18
Masa Tahun 1990 - 2000
Praktik Pelayanan Konseling dengan
konsep Mantap
Perubahan BP menjadi BK
19
Masa Tahun 2000 – sekarang (2018)
2003/2004:
terbit dokumen resmi Dirjendikti tentang DSPK (Dasar
Standarisasi Profesi Konseling) silakan download
2003:
UU SPN NO. 20 Tahun 2003 konselor adalah pendidik
(seorang profesional) silakan download
2007:
Selain di UNP, PPK dibuka tahun 2007 di Universitas Negeri
Semarang
2008:
Permendiknas No. 27 Tahun 2008 ttg SKAKK (Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor) – Konselor
adalah lulusaan S1 BK + PPK. Silakan download
2012:
Kerjasama UNINDRA dan UNP tentang Program PPK – tanggal
14 Juli 2012, PPK dibuka di UNINDRA tahun 2014 20
2014:
PPK dibuka di Unimed dan Universitas Banyuwangi
UNINDRA Sedang melakukan proses PPK Mandiri
2016:
IKI berbadan Hukum sesuai dengan keputusan Menteri
Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor AHU-
0041690.AH.01.07. Tahun 2016 tentang Pengesahan
Pendirian Badan Hukum Perkumpulan IKI
2017:
Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia Nomor 257/M/KPT/2017 yang
mencantukan PPK sebagai Program studi sedangkan PPG-
BK tidak termasuk di dalamnya. (Cari dan download)
2018:
Uhamka membuka PPK kerjasama UNP
21
PERKEMBANGAN UMUM KONSEP
KONSELING
Perkembangan Gerakan Bimbingan dan Konseling menurut
Miller (1961)
TAHAP PERTAMA Periode Personian dengan orientasi pada bimbingan
jabatan/karir
TAHAP KEDUA Menekankan pada Bimbingan yang dikaitkan dengan
Pendidikan
TAHAP KETIGA Menekankan pelayanan untuk penyesuaian diri
Individu terhadap dirinya sendiri, lingkungan, dan
masyarakat. Pada periode ini muncul istilah konseling.
TAHAP KEEMPAT Mementingkan pada Proses Perkembangan Individu
TAHAP KELIMA Kecenderungan kembali ke periode personian dan
kecenderungan pada rekonstruksi sosial dan personal.
22
PERKEMBANGAN KONSEPSI BIMBINGAN DAN KONSELING
Gambar 1 Pelayanan bimbingan, blm mencakup pelayanan konseling (periode pertama dan
kedua dalam Teori Miller)
Gambar 2 Pelayanan bimbingan sudah meliputi pelayanan konseling sebagai salah satu bentuk
pelayanan bimbingan (periode ketiga dalam teori Miller)
Gambar 3 Pelayanan Bimbingan dan Konseling yang saling berhimpitan (periode keempat dan
kelima dalam teori Miller)
Gambar 4 Pelayanan Konseling yang meliputi seluruh pelayanan yang dahulu disebut dengan
“Bimbingan dan Konseling” (perkembangan terakhir)
23
Mari kita ulas kembali
24
1. MUNCULNYA KONSELING SEBAGAI
SUATU PROFESI
LANDASAN KEILMUAN
OPS
KOMPETENSI PELAYANAN
ETIKA PROFESI
LAPANGAN PENGABDIAN
3. OPS KONSELOR
PENGANTARAN
PENJAJAKAN
PENAFSIRAN
PEMBINAAN
PENILAIAN
• ARAH, ETIKA, DAN PROSEDUR DASAR PELAYANAN
KONSELING TERSEBUT DI ATAS TERIMPLIKASIKAN
SECARA MENYELURUH (INTEGRAL) DALAM PROSES
KONSELING. DENGAN IMPLEMENTASI MENYELURUH
SEPERTI ITU PROSES KONSELING DIHARAPKAN DAPAT
MEMBUAHKAN HASIL YANG BENAR-BENAR BERMAMFAAT
BAGI SUBJEK YANG DI LAYANI.
5. PARADIGMA KONSELING
CARA PANDANG TERHADAP KONSELING YANG AKAN MEMPENGARUHI DALAM
BERPIKIR, (KOGNITIF) BERSIKAP (AFEKTIF), DAN BERTINGKAH LAKU (KONATIF)
52
6 VISI KONSELING
(PENCAPAIAN TUJUAN JANGKA
PANJANG)
57
6) PROFESI KONSELING SENANTIASA TERBUKA UNTUK
BERKEMBANG SELARAS DENGAN PERKEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN SENI SERTA
TUNTUTAN LINGKUNGAN AKADEMIS DAN
PROFESIONAL, SEHINGGA MAMPU MEMBERIKAN
KONTRIBUSI YANG SIGNIFIKAN BAGI DUNIA
PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA
PADA UMUMNYA.
58
KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI
KONSELOR SEBAGAI PENDIDIK
(PERTEMUAN 6 DAN 7)
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan
sebagaialah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru,
dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur
(UU No. 20 Tahun 2003 Pasat1 Avat 6) Masing-masing kualifikasi
pendidik, termasuk konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan
ekspektasi kinerja. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi
konselor dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang
menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor Konteks
tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan
mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam
pengambilan keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang
produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum. Pelayanan
dimaksud adalah pelayanan bimbingan dankonseling. Konselor adalah
pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling terutama dalam
jalur pendidikan formal dan nonformal.
Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli
bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik,
sikapempatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan
konseli, dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan
yang diberikan: Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi
akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik
merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional
bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi
pengembangan kompetensiprofesional, yang meliputi: (1) memahami secara
mendalam konseli yang dilayani,12) menguasai landasan dan kerangka
teoretik bimbingan dan konseling, (3)menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan(4) mengembangkan
pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan.
Unjuk kerja konselor sangal dipengaruhi oleh kualitas
penguasaan ke empatkomptensi tersebut yang dilandasi
oleh sikap, nilai, dan kecenderungan pribadiyang
mendukung. Kompelensi akademik can profesional
konselor secaraterintegrasi membangun keuluhan
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional.
Pembentukan kompetensi akademik konselor ini merupakan proses
pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang Bimbingan dan
Konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik
Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang Bimbingan dan Konscling.
Sedangkan kompetensi profesional merupakan penguasaan kiat
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan,
vang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan
kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik
Pendidikan Profesi Konseior yang berorientasi pada pengalaman dan
kemampuan praklik lapangan, dan tamatannya memperoleh
sertifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi
Konselor, disingkat Kons.
Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah
menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi
Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi
Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara programpengadaan
tenaga kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan bagi individu
yang menerima pelayanan profesi bimbingan dan konseling disebut
konseli, dan pelayanan bimbingan dan konseling pada jalur
pendidikan formal dan nonformal : diselenggarakan oleh konselor.
1. KOMPETENSI PEDAGOGIK
2. KOMPETENSI KEPRIBADIAN
3. KOMPETENSI SOSIAL
4. KOMPETENSI PROFESIONAL
SILAHKAN DI KLIK
HTTPS://
WWW.ABKIN.ORG/NEWS/READ/82/PERATURAN-MENTERI-
PENDIDIKAN-NASIONAL-REPUBLIK-INDONESIA-NOMOR-2
7-TAHUN-2008.HTML
SIKAP PROFESIONAL DAN
ORGANISASI PROFESI
(PERTEMUAN KE 8)
Di dalam kehidupan sehari-hari, kata "sikap" sering kali
digunakan dalamr arti vang kurang tepat contoh: guru itu tidak
berhasil mengarahkan siswa karena "sikapnya" yang lemah.
Pemahaman kata sikap yang demikian tidak dapat
menggambarkan makna yang sebenarnya. Sikap atau attitude
adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Thursthone
(dalam Azwar) menjelaskan sikap adalah serajat efek positif atau
efek negatif yang dikaitkan dengan suatu objek psikologis.
Dijelaskan pula sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap
suatu objek dengan cara-cara tertentu.
DALAM HAL INI BAGAIMANA SIKAP GURU
BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI
KONSELOR DI SEKOLAH TERHADAP BERBAGAI
FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN
PELAKSANAAN TUGASNYA
1. SIKAP TERHADAP PERATURAN PERUNDANGAN
2. SIKAP TERHADAP ORGANISASI PROFESI
3. SIKAP TERHADAP SEKOLAH
4. SIKAP TERHADAP ANAK DIDIK
5. SIKAP TERHADAP MITRA/MASYARAKAT
6. SIKAP TERHADAP PEMIMPIN
Pengembangan Sikap Profesional Seperti telah diungkapkan bahwa dalam
rangka meningkatkan mutu, baik mutu profesional, maupun mutu layanan,
guru bk harus pula meningkatkan sikap profesionalnya. Ini berarti bahwa
ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan
dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan baik
selagi dalam pendidikan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
1.ABKIN
2.IKI
Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (disingkat ABKIN) adalah organisasi
profesi di Indonesia yang beranggotakan guru bimbingan dan konseling atau
konselor. Awalnya organisasi ini bernama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia
(IPBI) yang didirikan pada tanggal 17 Desember 1975.
Layanan bimbingan dan konseling adalah layanan yang diberikan oleh tenaga
profesional bimbingan dan konseling kepada peserta didik dan anggota
masyarakat lainnya agar mereka mampu memperkembangkan potensi yang
dimiliki, mengenali dirinya sendiri, serta mengatasi permasalahannya sehingga
dapat menentukan sendiri jalan hidupnya cara bertanggungjawab tanpa
bergantung kepada orang lain.
Program Kerja:
1.Memantapkan peran serta Ikatan Konselor Indonesia (IKI) sebagai divisi
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
2.Mengusulkan penggantian nama Guru Pembimbing menjadi Konselor
Sekolah atau Guru-Konselor
3. Ikut mendorong pemantapan dan peningkatan kompetensi Konselor
Sekolah
4. Ikut serta mendorong pemantapan dan pengem-bangan program
Pendidikan Profesi Konselor
5.Mendorong penyelenggaraan praktik pribadi (privat) Konselor untuk
warga masyarakat luas.
KODE ETIK PROFESI GURU BK/KONSELOR
(PERTEMUAN 9 DAN 10)
KODE ETIK ABKIN
0
PENGURUS BESAR
ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA
Sekretariat: Lab. Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Yogyakarta; Alamat: Jl. Colombo No.1, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta 55281,Telepon :0812-2707-448 dan 0812-5297-599; email:
pengurusbesar@abkin.org
MEMUTUSKAN
Ketiga Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini akan ditetapkan
kemudian dan apabila terjadi kekeliruan akan segera diperbaiki.
Ditetapkan di : Yogyakarta
Padatanggal : 9 Agustus 2018
1
KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA
(ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA)
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Layanan bimbingan dan konseling diselenggarakan melalui tahapan asesmen
kebutuhan, perencanaan program, pelaksanaan program, evalusi, pelaporan,
dan tindak lanjut bimbingan dan konselingserta dilakukan dalam suatu
kolaborasi dengan pendidik lain serta pemangku kepentingan layanan yang
dapat menciptakan peluang kemandirian dan kesetaraan dalam meraih
kesempatan dan kesuksesan bagi konseli berdasarkan prinsip-prinsip dasar
profesionalitas berikut.
1. Setiap individu dilayani atas dasar kemuliaan harkat dan martabat
kemanusiaannya.
2. Setiap individu memiliki hak untuk dihargai, diperlakukan dengan
hormat dan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pelayanan
bimbingan dan konseling yang bermutu secara profesional.
3. Profesi bimbingan dan konseling memberikan pelayanan bagi individu
atau kelompok dari berbagai latar belakang kehidupan yang beragam
dalam budaya, etnis, agama dan keyakinan, usia, status sosial dan
ekonomi, individu dengan berkebutuhan khusus, individu yang
mengalami kendala bahasa, dan identitas gender.
4. Setiap individu berhak memperoleh informasi dan layanan yang
mendukung pemenuhan kebutuhan mereka untuk mengembangkan diri.
5. Setiap individu mempunyai hak untuk memahami arti penting dari
pilihan hidup dan bagaimana pilihan tersebut akan mempengaruhi masa
depan yang membahagiakan.
6. Setiap individu memiliki hak untuk dijaga kerahasiaan dirinya sesuai
dengan hak-hak pribadinya, aturan hukum, kebijakan, dan standar etika
pelayanan.
Kode etik profesi adalah norma-norma, sistem nilai dan moral yang
merupakan aturan tentang apa yang harus atau perlu dilakukan, tidak boleh
dilakukan, dan tidak dianjurkan untuk dilakukan atau ditugaskan dalam
bentuk ucapan atau tindakan atau perilaku oleh setiap tenaga profesi dalam
menjalankan tugas profesi dan dalam kehidupan bermasyarakat dalam
rangkaian budaya tertentu.
Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia adalah kaidah-kaidah
nilai
dan moral yang menjadi rujukan bagi anggota organisasi dalam
2
melaksanakan tugas, atau tanggung jawabnya dalam melaksanakan
pelayanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kode etik ini merupakan
landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi,
diamalkan, ditegakkan, dan diamankan oleh setiap anggota Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Oleh karena itu, kode etik
wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh jajaran pengurus dan anggota
organisasi tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Kode etik dinyatakan dalam bentuk seperangkat standar, peraturan, dan
atau pedoman yang mengatur dan mengarahkan ucapan, tindakan, dan/atau
perilaku guru bimbingan dan konseling, konselor, dosen bimbingan dan
konseling anggota ABKIN sebagai pemegang kode etik yang bekerja pada
berbagai sektor dan dalam interaksi mereka dengan mitra kerja serta sasaran
layanan atau konseli dan anggota masyarakat pada umumnya.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia memiliki lima
tujuan,
yaitu:
1. Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi
anggota dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Membantu anggota dalam membangun kegiatan pelayanan yang
profesional.
3. Mendukung misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN) dan divisi-divisinya.
4. Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan yang datang dari dan mengenai diri anggota asosiasi.
5. Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan (konseli).
B. LANDASAN LEGAL
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia ditegakkan berdasarkan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ABKIN, serta landasan legal
yang berlaku dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu:
1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan).
3
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang
Guru.
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor.
8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014
tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah.
4
BAB II
KUALIFIKASI, KOMPETENSI, DAN KEGIATAN
A. KUALIFIKASI
B. KOMPETENSI
Sebagai pendidik yang dianugerahi gelar sarjana, profesi, magister,
dan
doktor bimbingan dan konseling harus memiliki kompetensi sikap,
pengetahuan, keterampilan khusus, dan keterampilan umum. Kompetensi
sikap berlaku sama untuk semua jenjang pendidikan sebagai berikut.
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap
religius;
2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas
berdasarkan agama, moral, dan etika;
3. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan kemajuan peradaban berdasarkan Pancasila;
4. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki
nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa;
5. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan
kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal orang lain;
6. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungan;
7. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;
5
8. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;
9. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang
keahliannya secara mandiri; dan
10.Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan.
11. Memiliki kesadaran untuk meningkatkan keahlian bimbingan dan
konseling pada bidang khusus melalui pelatihan dan pengalaman kerja.
Untuk kompetensi pengetahuan, keterampilan khusus, dan keterampilan
umum berlaku berbeda pada setiap jenjang pendidikan.Secara berturut-turut
diuraikan sebagai berikut.
6
pencegahan, pengembangan, pemulihan, dan pemeliharaan pada jenis,
jalur dan jenjang satuan pendidikan;
3. Mampu melaksanakan layanan dasar, layanan responsif, perencanaan
individual dan peminatan, dan dukungan sistem dengan menggunakan
pendekatan, setting,metode, teknik, dan multimedia yang relevan serta
memperhatikan kebutuhan sasaran layanan yang berasal dari
keberagaman sosial budaya pada jenis, jalur dan jenjang satuan
pendidikan;
4. Mampu melaksanakan konseling individual dan kelompok dengan
menggunakan pendekatan, prosedur, dan teknik konseling psikodinamik,
humanistik, behavioristik, kognitif, postmodern dan integratif
berdasarkan kebutuhan sasaran layanan;
5. Mampu melaksanakan evaluasi program, proses, dan hasil
penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling serta melaporkan
hasilnya dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
kepada pengambil kebijakan.
7
layanan bimbingan dan konseling yang ditugaskan kepada kelompok
atau pimpinan;
8. Mampu melakukan evaluasi diri terhadap kinerja layanan bimbingan
dan konseling yang berada dibawah tanggung jawabnya;
9. Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan
menemukan kembali data pendidikan, bimbingan dan konseling untuk
menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi.
8
perkembangan yang bersifat pencegahan, pengembangan, pemulihan,
dan pemeliharaan pada jenis, jalur dan jenjang satuan pendidikan;
3. Mampu mengelola (merancang, menyusun, mengorganisasi,
melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi) layanan dasar, layanan
responsif, perencanaan individual dan peminatan, dan dukungan sistem
secara individual, kelompok, klasikal, dan kelas besar/lintas kelas dengan
menggunakan metode, teknik, dan multimedia yang relevan serta
memperhatikan kebutuhan sasaran layanan yang berasal dari
keberagaman sosial budaya pada jenis, jalur dan jenjang satuan
pendidikan;
4. Mampu mengelola (merancang, menyusun, mengorganisasi,
melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi) konseling individual dan
kelompok dengan menggunakan pendekatan, prosedur, dan teknik
konseling psikodinamik, humanistik, behavioristik, kognitif, postmodern
dan integratif berdasarkan kebutuhan sasaran layanan; dan
5. Mampu mengelola (merancang, menyusun, mengorganisasi,
melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi) evaluasi program, proses,
dan hasil penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling serta
melaporkan hasilnya kepada pihak-pihak terkait dengan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi.
9
7. Mampu melakukan evaluasi diri dan evaluasi sejawat terhadapkinerja
dan keputusan yang telah diambil;
8. Mampu menggunakan keahlian layanan pendidikan, bimbingan dan
konseling untuk meningkatkan mutu sumber daya dalam rangka
pengembangan organisasi;
9. Mampu memimpin suatu tim kerja untuk memecahkan masalah pada
bidang profesi konselor;
10. Mampu berkontribusi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
profesi konselor dan pengembangan kebijakan nasional dalam bidang
profesi konselor;
11. Mampu mendokumentasikan, memeriksa, menyimpan, mengamankan,
menemukan kembali, dan menggunakan data/informasi untuk keperluan
layanan pendidikan, bimbingan dan konseling.
12. Mampu mengambil inisiasi secara aktif dan menyesuaikan diri dengan
perubahan kebijakan pemerintah dan lembaga tempat bekerja;
13. Mampu mengadvokasi sasaran layanan pendidikan, bimbingan dan
konseling dengan memperhatikan harkat dan martabat manusia;
14. Mampu mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kelancaran pelaksanaan layanan pendidikan, bimbingan dan konseling.
10
3. Mengembangkan disain, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran
pada program S1 dan profesi bimbingan dan konseling;
4. Menyelia pembelajaran, praktikum, magang, dan pelaksanaan program
bimbingan dan konseling;
5. Mengembangkan model-model evaluasi dalam bidang bimbingan dan
konseling;
6. Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik bimbingan kelompok dan
klasikal;
7. Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik konseling individual dan
kelompok;
8. Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik layanan konsultasi, mediasi
dan advokasi;
9. Melaksanakan penelitian pendidikan dalam bidang bimbingan dan
konseling yang bersifat analitik;
10.Menyusun dan mempublikasikan karya tulis ilmiah dalam forum dan atau
jurnal ilmiah;
11. Mengembangkan sistem manajemen bimbingan dan konseling; dan
12.Menelaah isu-isu multikultur yang terkait dengan politik, ekonomi, sosial,
dan budaya dalam konteks pendidikan untuk layanan bimbingan dan
konseling.
11
5. Mampu mengidentifikasi obyek penelitian pada bidang pendidikan,
bimbingan dan konseling dan memposisikannya ke dalam suatu peta
penelitian yang dikembangkan melalui pendekatan interdisiplin atau
multidisiplin yang terkait bimbingan dan konseling;
6. Mampu membuat keputusan dalam konteks penyelesaian masalah dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan,
bimbingan dan konseling yang memperhatikan dan menerapkan nilai
humaniora berdasarkan kajian ilmiah, informasi dan data akurat, dan
hasil-hasil riset;
7. Mampu mengelola, mengembangkan dan memelihara jaringan kerja
dengan kolega, sejawat di dalam lembaga, masyarakat, dan komunitas
penelitian yang lebih luas;
8. Mampu meningkatkan kapasitas belajar secara mandiri; dan
9. Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemu-
kan kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi
termasuk mempertanggungjawabkan hasil-hasil penelitiannya.
12
Kompetensi Keterampilan Khusus Doktor
1. Melaksanakan tugas sebagai seorang ahli bidang pendidikan, bimbingan
dan konseling yang mencerminkan kepribadian Pancasila, pendidik dan
ilmuwan, yaitu kemandirian, integritas, sikap dan tanggungjawab
profesional, serta kesadaran akan landasan filosofis dan ilmiah bagi setiap
tindakan profesionalnya;
2. Mengkaji perkembangan dan perubahan masyarakat dan berpartisipasi
dalam memajukan dan mengembangkan masyarakat melalui penelitian,
pendidikan, dan layanan bimbingan dan konseling;
3. Melaksanakan penelitian secara inter, multi, dan/atau transdisiplin
dalam bentuk disertasi yang original dan memberikan sumbangan teoritik
bagi pengembangan ilmu, pemecahan masalah masyarakat, masalah
pendidikan dan terkait dengan bidang bimbingan dan konseling;
4. Mendesiminasikan ilmu bidang bimbingan dan konseling yang berhasil
dikembangkan kepada mahasiswa, rekan sejawat, masyarakat, dan
mampu saling bersumbang saran secara inter, multi, atau transdisiplin
bersama para pakar dari berbagai disiplin ilmu yang relevan dalam rangka
pemecahan masalah-masalah masyarakat khususnya terkait pendidikan;
5.Menganalisis perubahan masyarakat dan berpartisipasi dalam usaha-
usaha memajukan dan/atau memecahkan masalah-masalah masyarakat
melalui paradigma keilmuan bimbingan dan konseling, dan keilmuan
pendidikan;
6. Melaksanakan penelitian dalam bentuk disertasi di bidang bimbingan dan
konseling yakni menyusun proposal, melaksanakan penelitian, dan
menyusun laporan disertasi serta mampu mempertahankan karya ilmiah
tersebut di depan dewan penguji;
7. Mempublikasikasikan hasil penelitiannya yang memiliki nilai original dan
sumbangan pengembangan teori dan pemecahan masalah di jurnal ilmiah
dan berbagai forum ilmiah tingkat regional, nasional dan/atau
internasional; dan
8. Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran
bidang bimbingan dan konseling di pendidikan tinggi.
13
2. Menyusun penelitian inter, multidisipliner atau transdisipliner, termasuk
kajian teoritis dan/atau eksperimen pada bidang keilmuan, teknologi, seni
dan inovasi yang dituangkan dalam bentuk disertasi, dan makalah yang
telah diterbitkan di jurnal nasional terakreditasi dan jurnal internasional
bereputasi;
3. Memilih penelitian yang tepat guna, terkini, termaju, dan memberikan
kemaslahatan pada umat manusia melalui pendekatan inter, multi, atau
transdisiplin, dalam rangka mengembangkan dan/atau menghasilkan
penyelesaian masalah di bidang keilmuan, teknologi, seni, atau
kemasyarakatan, berdasarkan hasil kajian tentang ketersediaan
sumberdaya internal maupun eksternal yang terkait dengan penidikan,
bimbingan dan konseling;
4. Mengembangkan peta jalan penelitian terkait pendidikan, bimbingan dan
konseling dengan pendekatan inter, multi, atau transdisiplin, berdasarkan
kajian tentang sasaran pokok penelitian pada konstelasi sasaran yang
lebih luas;
5. Menyusun argumen dan solusi keilmuan, teknologi atau seni berdasarkan
pandangan kritis atas fakta, konsep, prinsip, atau teori yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan etika akademik, serta
mengkomunikasikannya melalui media massa atau langsung kepada
masyarakat;
6. Menunjukkan kepemimpinan akademik dalam pengelolaan,
pengembangan dan pembinaan sumberdaya serta organisasi yang berada
di bawah tanggung jawabnya;
7. Mengelola, termasuk menyimpan, mengaudit, mengamankan, dan
menemukan kembali data dan informasi hasil penelitian yang berada di
bawah tanggung jawabnya; dan
8. Mengembangkan dan memelihara hubungan kolegial dan kesejawatan di
dalam lingkungan sendiri atau melalui jaringan kerjasama dengan
komunitas peneliti di luar lembaga.
C. KEGIATAN PROFESIONAL
1. Praktik Pelayanan Secara Umum
a. Dinamika Pelayanan
1) Konselor wajib menangani konselisesuai dengan kesepakatan
antara keduanya.
2) Jika dirasa perlu, konseli berhak mengakhiri hubungan dengan
konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil
konkrit.
3) Konselor tidak melanjutkan hubungan bila konselitidak
memperoleh manfaat dari layanan yang sudah/ sedang
dilaksanakan.
14
4) Untuk kepentingan pelayanan lebih lanjut, konselor membuat
catatan ringkas tentang kegiatan layanan yang telah
dilaksanakan dengan sepenuhnya menerapkan asas
kerahasiaan.
b. Hubungan Konselor dengan Konseli
1) Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan
keyakinan konseli.
2) Konselor wajib menempatkan kepentingan konseli di atas
kepentingan pribadi konselor.
3) Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas
dasar suku, bangsa, ras, agama, atau status sosial dan gender
terhadap konseli.
4) Konselor tidak diperkenankan memaksa untuk melaksanakan
pelayanan terhadap seseorang tanpa izin dari pihak yang
bersangkutan.
5) Konselor wajib memberikan pelayanan kepada siapapun yang
memerlukannya, terlebih-lebih dalam keadaan darurat atau
banyak orang menghendakinya.
6) Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas
sebagaimana diperlukan oleh konseli, termasuk kepada orang
yang tidak mampu membayar.
7) Konselor wajib menjelaskan kepada konseli tujuan konseling,
sifat hubungan yang sedang dibina dan tanggung jawab
konselor serta konseli masing-masing dalam hubungan
profesional konseling.
8) Konselor wajib memperhatikan kondisi konseli ketika kegiatan
layanan berlangsung.
9) Konselor tidak boleh memberikan layanan secara professional
kepada konseli yang memiliki hubungan kekerabatan yang
sangat dekat.
15
2) Apabilavisi, misi, tujuan, pola kerja dan nilai-nilai yang ada di
lembaga tersebut tidak sesuai dengan visi, misi serta nilai-nilai
bimbingan dan konseling, konselor dianggap tidak layak
bekerja di lembaga tersebut.
b. Konselor menjunjung dan mengimplementasikan visi, misi, tujuan,
pola kerja dan nilai-nilai yang berlaku di lembaga yang dimaksud
melalui pelayanan bimbingan dan konseling.
c. Konselor memberikan pelayanan kepada seluruh sasaran layanan
atau konseliyang menjadi tanggung jawabnya di lembaga tempat
bekerja dan konseli-konseliyang secara langsung meminta konselor
memberikan pelayanan, dengan menerapkan segenap kaidah, kode
etik profesional pelayanan konseling.
3. Praktik Mandiri
Dalam status sebagai Konselor yan melakukan
PraktikMandiri
(private) berlaku ketentuan sebagai berikut.
a. Konselor wajib memperoleh izin praktik dari organisasi profesi
bimbingan dan konseling, yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (ABKIN)
b. Konselor memberikan pelayanan kepada seluruh warga
masyarakat yang memerlukanbantuan dengan menerapkan
segenap kaidah praktik dan kode etik profesional pelayanan
bimbingan dan konseling.
16
konselor sepanjang identitas pemiliknya dirahasiakan dan
medapatkanijin dari konseli yang bersangkutan.
3) Penyampaian informasi tentang konseli kepada keluarganya
atau anggota profesi yang sama atau profesi lain membutuhkan
persetujuan konseli yang bersangkutan dan kepentingan
konseli tidak dirugikan.
4) Informasi profesional hanya boleh disampaikan kepada orang
yang mampu dan berwenang menafsirkan dan menggunakan-
nya.
b. Riset
Dalam melakukan riset, konselor memperhatikan
hal-hal
berikut.
1) Dalam melakukan riset terhadap manusia, wajib dihindari hal
yang merugikan subjek yang diteliti.
2) Dalam melaporkan hasil riset, identitas subjek penelitian wajib
dijaga kerahasiannya.
6. Assesmen
a. Suatu jenis assesmen tes dan/atau non-tes hanya bisa
diaplikasikan oleh guru bimbingan dan konseling, konselor, atau
dosen bimbinan dan konseling yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya.
1) Assesmen dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas
tentang kondisi diri atau karakteristik kepribadian konseli
untuk kepentingan pelayanan.
2) Konselor memberikan hasil assesmen kepada konseli dan orang
tua untuk kepentingan pelayanan.
3) Penggunaan assesmen wajib mengikuti pedoman atau petunjuk
yang berlaku bagi assesmen yang dimaksud.
4) Data hasil assesmen wajib diintegrasikan ke dalam himpunan
data dan/atau dengan informasi dari sumber lain untuk konseli
yang sama.
5) Hasil assesmen hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain
sejauh ada hubungannya dengan usaha bantuan terhadap
konseli dan tidak menimbulkan kerugian baginya.
17
BAB III
PELAKSANAAN PELAYANAN
1. Kerahasiaan
18
a. Konselor menyadari, menghargai dan menempatkan informasi
dari dan mengenai diri konseli, baik yang menyangkut kehidupan
pribadi maupun kondisi aktualnya pada posisi yang sangat penting
dan harus dirahasiakan sepenuhnya.
b. Konselor berbagi informasi tentang diri dan kondisi konseli
dengan fihak lainhanya atas izin konseli sesuai dengan asas
kerahasiaan,atau pertimbangan etika profesi dan/atau hukum.
2.Berbagi Informasi dengan Pihak Lain
a. Konselor harus memastikan keamanan atas kerahasiaan informasi
dan data-data tentang konseli yang dilayani dan yang dalam proses
pemberian bantuannya .
b. Dengan Team Konselor
1) Jika pelayanan terhadap konseli melibatkan konselor lain
(dalam satu tim) dengan peranannya masing-masing, maka
konseli terlebih dahulu diberitahu mengenai hal tersebut dan
informasi serta data apa saja tentang dirinya yang akan dibagi
kepada konselor lain itu.
2) Alih tangan kasus kepada konselor lain atau ahli lain harus
seizin konseli, dan konseli diberitahu informasi apa saja
tentang dirinya yang disampaikan kepada konselor lain atau
ahli lain itu.
3) Dalam diskusi profesional antarkonselor, dalam kegiatan
konferensi kasus, namakonseli yang masalahnya dibahas harus
dirahasian.
4) Dalam konferensi kasus, konselor memastikanbahwa para
peserta itu memang benar-benar merahasiakan
namakonselidan permasalahan yang dibahas, tidak akan
disampaikan kepada siapapun juga.
c. Dengan Atasan Konselor. Konselor akan melaporkan kepada
atasan tentang pelaksanaan program Bimbingan dan konseling
tanpa menyebutkan nama-nama konseli dalam laporan tersebut.
d. Dalam Memindahkan informasi. Informasi data yang bersifat
rahasia yang terekam dalam komputer, melalui surat elektronik,
mesin fax, telepon, dan perlengkapan teknologi komputer lainnya,
dipindahkan oleh konselor dengan memperhatikan serta
memastikan keamanan pemindahan informasi/data-data rahasia
tersebut.
3. Rekaman Data Konseling
a. Kerahasiaan rekaman. Proses perekaman dan tempat
penyimpanan hasilnya hanya ditangani oleh orang-orang yang
memiliki wewenang untuk rekaman tersebut.
19
b. Izin untuk merekam. Terlebih dahulu konselor meminta izin dari
konseli untukmerekam proses konseling dalam bentuk elektronik
maupun bentuk lain.
c. Izin untuk pengamatan. Terlebih dahulu konselor meminta izin
dari konseli untuk mengamati sesi layanan langsung, sesi
konseling dalam latihan, termasuk meninjau hasil transkrip dan
laporan pelaksanaan layanan.
d. Rekaman bagi konseli. Konselor hanya memberikan salinan
rekaman dan/atau laporan layanan kepada konseli yang memang
memerlukan. Konselor membatasi pemberian salinan rekaman
atau sebagian salinan hanya jika isi rekaman tersebut tidak akan
menggangu atau menyakiti perasaan konseli. Dalam situasi
konseling yang melibatkan banyak konseli, maka konselor hanya
memberikan salinan rekaman data yang menyangkut konseli yang
memintanya dan tidak menyertakan salinan data yang menyangkut
konseli lain.
e. Bantuan dengan rekaman data. Konselor memberikan bantuan
kepada konseli dengan cara memberikan konsultasi dalam
memaknai rekaman dan memanfaatkan secara proaktif data yang
ada.
f. Membuka atau memindahkan rekaman. Terlebih dahulu konselor
meminta persetujuan tertulis dari konseli untuk membuka atau
memindahkanrekaman data kepada pihak ketiga yang memiliki
wewenang.
g. Penyimpanan rekaman setelah konseling berakhir. Jika konselor
perlu menyimpan rekaman data konseling untuk menindaklanjuti
proses konseling, konselor memelihara dan menjaga kerahasiaan
rekaman. Penghapusan data yang sudah using atau terlalu lama
tersimpan boleh dihapus secara aman jika telah tersimpan selaa 10
tahun.
4. Penelitian
a. Persetujuan institusi atau lembaga. Jika konselor akan
menggunakan informasi mengenai konseli sebagai bagian dari
penelitian, maka konselor harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari lembaga tempat konselor bekerja.
b. Informasi rahasia yang diperlukan dalam penelitian. Konselor
menjaga kerahasiaan setiap rekaman data konseli dengan sebaik-
baiknya jika penelitian yang akan dilakukan melibatkan pihak lain.
C. SETING LAYANAN
1. Suasana dan Sarana Fisik
20
a. Konselor menyelenggarakan pelayanan kepada konseli di tempat
(seperti ruangan dan kelengkapannya) yang dijamin suasana yang
aman dan nyaman.
b. Pelayanan Bimbingan dan Konseling dapat diselenggarakan di luar
ruangan dengan catatan kondisi fisik dan suasananya harus
sebagaimana tersebut pada butir a di atas.
c. Tempat penyelenggaraan layanan dapat dilengkapi dengan alat-
alat seperti tempat relaksasi, persediaan air (untuk cuci tangan dan
cuci muka, serta untuk minum), serta perlengkapan hardware
untuk penayangan media, dan lain-lain.
2. Kondisi Sosio-Psikologis
a. Pelayanan konseling dilaksanakan di dalam ruangan tempat yang
terjaga konfidensialitasnya, artinya tidak dilihat oleh pihak ketiga
yang dapat mengganggu asas kerahasiaan.
b. Tempat penyelenggaraan konseling dipilih dan dipersiapkan
sedemikian rupa sehingga konseli merasa dihargai/dihormati;
dalam hal ini pilihan tempat penyelenggaraan layanan merupakan
kesepakatan antara konseli dan konselor.
c. Jarak dan posisi duduk antara konselor dan konseli, terutama pada
layanan konseling perorangan, tidak melanggar nilai-nilai dan
norma berlaku.
D. TANGGUNG JAWAB
Konselor dalam menjalankan kinerja profesionalnya,
konselor
bertanggung jawab kepada lima pihak, yaitu kepada pihak sebagai
1.berikut.
Tanggung Jawab kepada Konseli
Yaitu bahwa konselor telah berbuat sesuatu yang
menguntungkan
a.konseli
Konselor menjunjung
melalui pelayanantinggi dan memelihara hak-hak konseli
konseling.
sehingga terwujudkan dengan cara yang baik seiring dengan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi konselor.
b. Konselor secara penuh membantu konseli dalam mengembangkan
potensi dan memenuhi kebutuhannya dalam berbagai bidang
kehidupannya, serta mendorongnya untuk mencapai solusi atas
permasalahannya dan mencapai perkembangan diri secara
optimal.
c. Konselor mendorong konseli untuk mampu bertanggung jawab
atas diri sendiri, mengambil keputusan sendiri, dan mandiri
dalam menjalani kehidupan secara efektif dan sukses.
d. Konselor mengerahkan segenap kemampuan profesionalnya yang
terbaik demi keberhasilankonseli.
21
2. Tanggung Jawab kepada Atasan dan Pemangku Kepentingan
Lainnya
a. Konselor memberikan informasi kepada pimpinan lembaga dan
pihak-pihak terkait tentang peranan konselor terutama tentang
pelayanan terhadap konseli yang menjadi tanggung jawab
konselor di lembaga yang dimaksud dan peran konseling demi
suksesnya lembaga.
b. Konselor mendorong konseli yang ada di lembaga yang dimaksud
serta pihak-pihak yang terkait agar melalui pelayanan konseling
mereka dapat ikut serta menyukseskan lembaga.
c. Konselor merupakan kepanjangan tangan dari keseruruhan tugas
kelembagaan melalui kerjasama konselor dengan seluruh
perangkat kelembagaan untuk suksesnya visi dan misi lembaga
secara menyeluruh.
d. Konselor menerima masukan, pendapat atau kritikan dari
pimpinan lembaga sebagai dasar untuk mengembangkan,
memperbaiki dan melaksanakan dengan sukses
programbimbingan dan konseling di lembaga yang dimaksud.
22
b. Konselor berusaha terus-menerus untuk mengembangkan
kompetensi keprofesionalannya dengan menjaga kualitas diri dan
profesinya.
23
BAB IV
PELANGGARAN DAN SANKSI
24
a. Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh
organisasi profesi.
b. Mencemarkan nama baik profesi dan organisasi profesinya.
B. SANKSI PELANGGARAN
Apabila terjadi pelanggaran terhadap Kade Etik Profesi Bimbingan
dan Konseling maka kepada konselor diberikan sanksi sebagai berikut.
1. Teguran secara lisan dan tertulis.
2. Peringatan keras secara tertulis.
3. Pencabutan keanggotaan ABKIN.
4. Pencabutan lisensi izin praktik mandiri.
5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/kriminal maka
permasalahan tersebut diserahkan pada pihak yang berwenang.
25
BAB V
PENUTUP
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) sebagai asosiasi
profesi membentuk Dewan Kade Etik Profesi Tingkat Nasional dan Tingkat
Daerah. Tugas pokok dan fungsi Dewan Kade Etik Profesi tersebut adalah:
1. Menjaga tegaknya Kade Etik profesi Bimbingan dan Konseling sebagai
profesi yang bermartabat.
2. Mengadakan verifikasi tentang kebenaran pelanggaran terhadap Kade
Etik oleh konselor yang dilaporkan oleh pihak tertentu.
3. Menerima dan mempertimbangkan pembelaan dari konselor yang
diadukan melanggar Kade Etik.
4. Mempertimbangkan dan menjatuhkan sanksi kepada konselor yang
nyata-nyata melanggar Kade Etik sesuai dengan besar-kecilnya
pelanggaran yang dilakukan
5. Bertindak sebagai saksi di pengadilan berkenaan dengan perkara
berkenaan dengan permasalahan hukum yang menyangkut anggota
ABKIN dan ABKIN sebagai lembaga.
Konselor sebagai anggota ABKIN maupun anggota divisi-divisi ABKIN
wajib memperhatikan dan menerapkan sepenuhnya semua unsur dan butir
Kade Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) ini.Divisi-divisi
dalam lingkungan ABKIN dapat menyusun kode etik profesi tersendiri
dengan memuat butir-butir pokok dan tidak bertentangan dengan substansi
Kade Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.Dewan Kade Etik Tingkat
Nasional dan Tingkat Daerah secara langsung memantau dan menangani
pelanggaran terhadap Kade Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia
dimaksud.
26
2
KODE ETIK IKI
KODE ETIK
PROFESI KONSELING
BAB I
PENDAHULUAN
Dasar
Dasar Kode Etik Profesi Konseling di Indonesia adalah (a) Pancasila, mengingat
bahwa
profesi konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut
membina warga negara yang bertanggung jawab, dan (b) tuntutan profesi, mengacu
kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
BAB II
KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
A. Kualifikasi
Konselor harus memiliki (1) nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan, dan wawasan
dalam bidang profesi konseling, dan (2) pengakuan atas kemampuan dan kewenangan
sebagai konselor.
1. Wawasan, Pengetahuan, Keterampilan, Nilai, dan Sikap
a. Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus-
menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia harus mengerti
kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang
dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan
rendahnya mutu layanan profesional serta merugikan klien.
b. Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan
sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya,
jujur, tertib, dan hormat.
c. Konselor harus memiliki rasa tanggungjawab terhadap saran ataupun
peringatan yang diberikan kepadanya, khusunya dari rekan-rekan seprofesi
dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku
profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini.
d. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja
yang setinggi mungkin; kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material
dan finansial tidak diutamakan.
e. Konselor harus terampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur
khusus yang dikembangkan atas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah
ilmiah.
2. Pengakuan Kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan pengakuan keahlian dan
kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya
oleh pemerintah.
C. Proses Layanan
1. Hubungan dalam Pemberian Layanan
a. Kewajiban konselor untuk menangani klien berlangsung selama ada
kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor. Kewajiban itu
BAB III
HUBUNGAN KELEMBAGAAN
A. Prinsip Umum
1. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam layanan individual, khususnya tentang
penyimpanan serta penyebaran informasi tentang klien dan hubungan konfidensial
antara konselor dengan klien, berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan
kelembagaan.
2. Apabila konselor bertindak sebagai konsultan pada suatu lembaga, maka harus ada
pengertian dan kesepakatan yang jelas antara dia dengan pihak lembaga dan
dengan klien yang menghubungi konselor di tempat lembaga itu. Sebagai seorang
konsultan, konselor harus tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi dan tidak
bekerja atas dasar komersial.
B. Keterkaitan Kelembagaan
1. Setiap konselor yang bekerja dalam hubungan kelembagaan turut
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan peraturan kerjasama dengan pihak
atasan atau bawahannya, terutama dalam rangka layanan konseling dengan
menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.
2. Peraturan-peraturan kelembagaan yang diikuti oleh semua petugas dalam lembaga
harus dianggap mencerminkan kebijaksanaan lembaga itu dan bukan pertimbangan
pribadi. Konselor harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada
atasannya. Sebaliknya dia berhak pula mendapat perlindungan dari lembaga itu
dalam menjalankan profesinya.
3. Setiap konselor yang menjadi anggota staf suatu lembaga harus mengetahui
tentang program-program yang berorientasi kepada kegiatan-kegiatan dari
lembaga itu dari pihak lain; pekerjaan konselor harus dianggap sebagai sumbangan
khas dalam mencapai tujuan lembaga itu.
BAB IV
PRAKTIK MANDIRI DAN LAPORAN
KEPADA PIHAK LAIN
IV. Konselor Melakukan Pengendalian, Pengawasan, dan Peningkatan Upaya Demi Keefektifan Pelayanan
Konseling Profesional.
E. Pengendalian
F. Pengawasan
G. Upaya Peningkatan Pelayanan Profesional
Jawabannya :MUNGKIN
Operasionalisasi pelayanan konseling profesional dituntut
untuk menjamin diperolehnya hasil konkrit yang bermanfaat
1. Hasil (Nyata) Pelayanan Konseling
Memperhatikan hasil nyata pelayanan profesi sebagaimana dicontohkan
terdahulu, sebagai bukti bahwa profesi itu benar-benar bermanfaat, apa
bentuk nyata hasil pelayanan konseling bermanfaat itu? Dalam hal ini,
pembahasan terdahulu tentang muatan kehidupan manusia dan arah
pelayanan konseling ujung-ujungnya adalah perilaku positif terstruktur
(PERPOSTUR) dengan AKURS yang kuat. Hasil demikian itulah yang
diharapkan dapat dipetik daripelayanan konseling untuk mengisi
kehidupan setiap órang(dalam hal ini subjek sasaran pelayanan). Perilaku
seperti ituadalah perilaku positif terstruktur "bersegi lima" sebagai
berikut :
TRIGUNA
PENGENDALIA
MANDIRI
N DIRI
PERILAKU
POSITIF
TERSTRUKTUR
(PERPOSTUR)
AKURS BMB3
Perilaku positif "bersegi lima" itu, sebagai hasil
pelayanan konseling, mengisi KES yang terjauhkan dari
KES-T, yang sedapat-dapatnya berlangsung di sembarang
waktu, tempat, dan kondisi peristiwa. Apakah hasil
seperti itu serupad engan resep yang diberikan oleh
dokter kepada pasiennya? Bukan resep, melainkan
kemampuan berperilaku positif terstruktur yang sikuasai
oleh klien atau konseli yang selanjutnya akan
dipraktikkan pasca konseling dalam rangka aktifitas
KES-nya lebih lanjut yang terhindar dari KES-T.
Kemampuan berperilaku positif terstruktur itulah yang
harusdiupayakan oleh konselor melalui pelayanannya.
2. PRAKTIK LAYANAN