Anda di halaman 1dari 132

MATA KULIAH

KOORDINATOR
PENGEMBANGAN PROFESI EVI FITRIYANTI, M.Pd., Kons.
KONSELNG
PERTEMUAN
Wawasan Dasar 1
Profesi
Pengertian Profesi

Undang-undang Nome 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen


Pasal 1 Butir 4

– Profesi adalah pekerjaan atau kegiataan yang dilakukanseseorang yang


menjadi sumber penghasilan kehidupanyang menjadi sumber
penghasilan kehidupan yangmemerlůkan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yangmemenuhi standar 'mūtu atau norma tertentu
sertamemerlukan pendidikan profesi.
Pengertian Profesi Mengandung Unsur-Unsur

1. kegiatan atau pekerjaan 1. pendidikan profesi


2. pendapatan atau penghasilan
untuk kehidupan
3. kecakapan, keterampilan, Kegiatan atau pekerjaan yang tidak
keahlian memenuhi unsur-unsur di atas tidak dapat
disebut profesi. Penegasan ini sangat
4. standar mutu atau standar norma penting mengingat bahwa pekerjaan profesi
itu, selain bukan sembarang pekerjaan,
pekerjaan profesi sangat menentukan
kualitas kondisi dan keberhasilan kehidupan
manusia padau mumnya, atau bahkan
semua manusia yang menghendaki
hidupnya itu sukses dan bahagia.
Kriteria Profesi

Sesungguhnya konsep tentang profesi itu telah lama dikembangkan. Hampir setengah abad
yang lalu, Full (1967) sudah mengemukakan 6 kriteria yang menjadi muatan suatu profesi,
yaitu sebagai berikut :
1. kegiatan keintelektualan
2. kompetensi yang dipelajari
3. objek praktik spesifik
4. motivasi altruistik
5. Komunikasi
6. organisasi profesi
1. Profesi Bermartabat
Pekerjaan profesi dengan berbagai unsur dan kriteria yang ada di
dalamnya merupakan kegiatan atau pekerjaan khusus, unik dan bahkan
istimewa dalam membatu sasaran pelayanan yang berorientasi pada
kebahagiaan mereka. Dengan motivasi altruistiknya itu pekerjaan profesi
bahkan dapat dikategorikan sebagai pekerjaan yang mulia.
Dalam kemuliaannya dan kandungan keilmuan serta mutu kompetensi
para pelaksananya itu, pekerjaan profesi mengarah kepada pelayanan
bermartabat. Profesi bermartabat tu kriterianya ada tiga, yaitu hasilnya
Bermanfaat, tenaga belaksananya bermandat, dan keberadaannya diakui
oleh pemerintah serta masyarakat (Prayitno, 2015).
Hasil Pelayanan Bermanfaat
– Adalah ketentuan umum bahwa kegiatan atau pekerjaan profesi mestinya memberikan hasil
yang bermanfaat, sekecil apapun. Dalam kenyataannya memang ada berbagai kegiatan atau
pekerjaan yang hasilnya kurang atau tidak bermanfaatsama sekali, atau bahkan menimbulkan
akibat buruk; bukan sekedar mubazir tetapi justru bersifat mudharat. Pekerjaan profesi jauh
dari kemubaziran, apalagi kemudharatan; pekerjaan profesi memberikan kebahagian kepada
sasaran pelayanan.
– Lebih jauh, hasil pelayanan berupa kebahagiaan yang diperoleh melalui pelayanan profesi itu
sedapat-dapatnya bersifat langsung, dalam bentuk konkrit yang dirasakan oleh sasaran
pelayanan. Lebih konkrit lagi manfaat yang dimaksudkan itu berupa sesuatu yang secara nyata
dapat "dibawa pulang" oleh subjek sasaran pelayanan setelah menjalani pelayanan profesi.
– Contoh hasil yang dapat "dibawa pulang" oleh sasaran pelayanan profesi adalah sebagai
berikut:
Petugas OPS Hasil Nyata Pelayanan
Profesi
Dokter Pemeliharaan dan penyembuhan penyakit fisik Resep obat untukpenyemduhan penyakit
fisiktertentu
Apoteker Pembuatan obat untuk penyakit fisik Ramuan / racikan obat untukpenyembuhan
penyakit fisik tertentu
Notaris Ketentuan hukum untuk urusan tertentu yang Pengesahan aspek hukum perdata untuk
bersifat perdata digunakan sebagai pegangan dalam urusan
tertentu
Psikolog Potensi dan kondisi dinamis psikis individu / Hasil tes / pengukuran serta analisisnya
kelompok tentang potensi dan / atau kondisi dinamis
psikis individu / kelompok
Psikiater Perneliharaan dan penyembuhan penyakit psikis Resep obat untuk penyembuhan penyakit
psikis tertentu
Akuntan Perhitungan keuangan berdasarkan peraturan Laporan resmi keuangan unit lembaga /
yang berlaku perusahaan tertentu sesuai dengan
peraturan yang berlaku
2. Tenaga Bermandat
– Tuntunan pekerjaan profesi yang ilmiah-ilmiah praktis, dan menjanjikan hasil
yang bermanfaat memerlukan petugas yang benar-benar menguasai aspek-
aspek keilmuan dan keefektifan kompetensi pelayanan, yang tidak bisa
dipenuhi oleh semua atau sembarang orang, meskipun oleh lulusan
perguruan tinggi tingkat perguruan tinggi tingkat program non profesi yang
paling tinggipun. Pekerjaan profesi memerlukan orang-orang yang benar-
benar bermandat, yang menguasai dan dapat memberikan jaminan untuk
keberhasilan yang bermanfaat.
– Petugas profesi yang bermandat dibuktikan dengan ijazah lulusan program
pendidikan profesi yang secara resmidilaksanakan di perguruan tinggi dan
terakreditasi. Program pendidikan profesi-itu diikuti oleh mahasiswa yang
terlebih dahulu menamatkan pendidikan tingkat sarjana yang searah /atau
sejurusan dengan program pendidikan profesi yang dimaksud.

– Lebih jauh, program pendidikan profesi diperguruan tinggi memiliki tiga


tingkatan, yaitu profesi umum, profesi spesialis, dan profesi super spesialis.
Pada tingkatannya yang paling awal, petugas profesi yang bermandat
dimulai dari pemegang ijazah program pendidikan profesi tingkat
pertama,yaitu profesi umum.
3. Pengakuan Pemerintah dan Masyarakat

– Profesi profesi sebagaimana dicontohkan di atas (Tabel 1) semuanya


merupakan profesi legal, resmi diakui oleh Pemerintah secara hukum,
demikian juga dengan program pendidikan profesinya di perguruan tinggi.
Pengakuan secara resmi itu memberikan kesempatan bagi berkembangnya
profesi itu sendiri di seluruh tanah air dan para lulusan program pendidikan
profesinya dapat bekerja di tengah-tengahmasyarakat luas, baik bekerja
sebagai pegawai di kalangan pemerintahan atau kelembagaan swasta,
maupun praktik mandiri.
– Pengakuan oleh Pemerintah itu membawa dampak positif terhadap
pengakuan oleh masyarakat. Pengakuan oleh masyarakat bisa bervariasi,
terutama ditentukan oleh luas dan mendalamnya pemahaman masyarakat
tentang profesi yang dimaksud dan taraf kebermanfaatan hasil dan mutu
pelayanannya yang dirasakan oleh masyarakat. Pengakuan seperti itu
adalah pengakuan yang sehat, tidak sekedar pengakuan begitu saja tanpa
alasan dan bukti-bukti yang jelas. Pengakuan yang sehat mengacu kepada
kebermanfaatan hasil pelayanan yang benar-benar dirasakan; masyarakat
menganggap pelayanan itu penting sehingga keberadaannya menimbulkan
penghargaan, serta ketiadaanya mengundang dan dirasakan sebagai
kerugian.
MARI KITA REVIEW KEMBALI MATERI WAWASAN
DASAR PROFESI

SIAPA SECARA SUKARELA YANG MAU MENJELASKAN


APA DAN BAGAIMANA PROFESI ITU ?
POSISI PROFESI
KONSELING
(PERTEMUAN KE 2 DAN 3)
Sejarah Perkembangan Bimbingan di Indonesia
(Perkembangan Pergerakan Bimbingan di Indonesia)
Masa Rintisan (1960an-1980an)
 Tahun 1960:
Berdirinya Jurusan Bimbingan Penyuluhan (BP) di FKIP-Unpad/IKIP Bandung
IKIP Bandung tahun 1960
Tahun 1965: lulusan pertama BP, mulai tumbuh wacana pelayanan BP di
sekolah.
 Tahun 1971:
berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) di 8 IKIP (Padang,
Jakarta, Bandung, Jogja, Semarang, Surabaya, Malang, dan Manado) dimana
pelayanan BP ikut dikembangkan.
 Tahun 1975:
Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang (Terbentuk IPBI)
BP masuk Kurikulum 1975 : memuat salah satunya adalah buku pedoman bimbingan dan
penyuluhan.
15
Prof. Dr. Prayitno, M.Sc.,Ed. Tokoh Praktisi BK,
16
Pada awal Terbentuknya IPBI, beliau menjabat sebagai Ketua IPBI.
 Tahun 1978:
Diselenggarakannya program PGSLP dan PGSLA (setingkat D2
atau D3) bimbingan dan penyuluhan untuk mengisi jabatan
Guru BP di sekolah
 Tahun 1984/1985
Jurusan BP  menjadi jurusan Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan (PPB).
 Tahun 1989:
 lahirnya UU RI No. 2 Tahun 1989 ttg Sisdiknas yang
mencantumkan secara tegas adanya pelayanan BP pada
satuan pendidikan (PP No. 28 dan No. 29)
 Keberadaan BP secara legal formal diakui tahun 1989
dengan lahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang
angka kredit bagi jabatan Guru dalam lingkungan
Depdikbud.
 Dalam Kepmen tersebut, ditetapkan secara resmi adanya
kegiatan pelayanan BP di sekolah. 17
Masa Tahun 1990 - 2000
 Berkembang teori praksis

 Tahun 1991 s.d. 1993 :

Dibentuk divisi-divisi dalam IPBI Jabatan fungsional tersendiri bagi


petugas bimbingan di sekolah

Lahis SK Mempan No. 83/1993 tentang jabatan fungsional Guru dan


angka kreditnya yang didalamnya termuat aturan tentang BK di
sekolah. Dimana ketentuannya dijabarkan melalui SK Mendikbud No.
025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan fungsional guru dan
angka kreditnya.di dalam SK ini istilah BP berubah menjadi BK

18
Masa Tahun 1990 - 2000
 Praktik Pelayanan Konseling dengan
konsep Mantap
 Perubahan BP menjadi BK

 BK aplikasi BK Pola 17+

 Tahun 1999 dibuka PPK pertama di UNP

19
Masa Tahun 2000 – sekarang (2018)
 2003/2004:
terbit dokumen resmi Dirjendikti tentang DSPK (Dasar
Standarisasi Profesi Konseling) silakan download
 2003:
UU SPN NO. 20 Tahun 2003  konselor adalah pendidik
(seorang profesional) silakan download
 2007:
Selain di UNP, PPK dibuka tahun 2007 di Universitas Negeri
Semarang
 2008:
Permendiknas No. 27 Tahun 2008 ttg SKAKK (Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor) – Konselor
adalah lulusaan S1 BK + PPK. Silakan download
 2012:
Kerjasama UNINDRA dan UNP tentang Program PPK – tanggal
14 Juli 2012, PPK dibuka di UNINDRA tahun 2014 20
 2014:
 PPK dibuka di Unimed dan Universitas Banyuwangi
 UNINDRA Sedang melakukan proses PPK Mandiri
 2016:
IKI berbadan Hukum sesuai dengan keputusan Menteri
Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor AHU-
0041690.AH.01.07. Tahun 2016 tentang Pengesahan
Pendirian Badan Hukum Perkumpulan IKI
 2017:
Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia Nomor 257/M/KPT/2017 yang
mencantukan PPK sebagai Program studi sedangkan PPG-
BK tidak termasuk di dalamnya. (Cari dan download)
 2018:
Uhamka membuka PPK kerjasama UNP
21
PERKEMBANGAN UMUM KONSEP
KONSELING
Perkembangan Gerakan Bimbingan dan Konseling menurut
Miller (1961)
TAHAP PERTAMA  Periode Personian dengan orientasi pada bimbingan
jabatan/karir
TAHAP KEDUA Menekankan pada Bimbingan yang dikaitkan dengan
Pendidikan
TAHAP KETIGA  Menekankan pelayanan untuk penyesuaian diri
Individu terhadap dirinya sendiri, lingkungan, dan
masyarakat. Pada periode ini muncul istilah konseling.
TAHAP KEEMPAT  Mementingkan pada Proses Perkembangan Individu
TAHAP KELIMA  Kecenderungan kembali ke periode personian dan
kecenderungan pada rekonstruksi sosial dan personal.
22
PERKEMBANGAN KONSEPSI BIMBINGAN DAN KONSELING

Bimbingan Bimbingan Konseling Bimbingan Konseling Konseling

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4

Gambar 1  Pelayanan bimbingan, blm mencakup pelayanan konseling (periode pertama dan
kedua dalam Teori Miller)
Gambar 2  Pelayanan bimbingan sudah meliputi pelayanan konseling sebagai salah satu bentuk
pelayanan bimbingan (periode ketiga dalam teori Miller)
Gambar 3  Pelayanan Bimbingan dan Konseling yang saling berhimpitan (periode keempat dan
kelima dalam teori Miller)
Gambar 4  Pelayanan Konseling yang meliputi seluruh pelayanan yang dahulu disebut dengan
“Bimbingan dan Konseling” (perkembangan terakhir)
23
Mari kita ulas kembali

24
1. MUNCULNYA KONSELING SEBAGAI
SUATU PROFESI

• Dibanding profesi dokter dan psikolog misalnya, profesi konseling yang


petugas profesionalnya disebut konselor masih tergolong baru, yang diawali
dengan tampilnya gerakan Bimbingan dan Penyuluhan (disingkat BP) pada
tahun 1960-an, yang kemudian berubah nama menjadi Bimbingan dan
Konseling (disingkat BK) pada tahun 1990-an. Istilah konselor secara resmi
baru digunakan melalui dibukanya untuk pertama kali di Indonesa program
pendidikan profesi dengan nama Pendidikan Profesi Konselor (disingkat PPK)
di Universitas Negeri Padang tahun 1999.
2. PENGAKUAN PEMERINTAH

• Lebih lanjut istilah profesi konseling dengan konselor sebagai nama


pelaksananya kemudian dipakai secara luas sampai ke tingkat nasional. Pada
tahun 2003 / 2004 terbit doKumen resmi dari Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi dengan judul Dosor Standorisasi Profesi Konseling (disingkat DSPK)
yang dijadikan sebagai panduan resmi bagi pelaksanaan program pendidikan
bidang BK untuk semua jenjang diperguruan tinggi, yaitu jenjang Sarjana
(S1), Magister (S2), danDoktor (S3), serta Pendidikan Profesi Konselor
(PKK).
• Pada tahun yang bersamaan, yaitu tahun 2003 ditegakkanlah tonggak oleh
Pemerintah yang sangat monumental bagi profesi konseling dan petugasnya
konselor, yaitu diberlakukannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang salah satu ketetapannya
menyatakan bahwa konselor adalah pendidik dan pendidik yang
dimaksudkan itu adalah tenaga profesional. Dengan penetapan tersebut,
maka profesi konseling diakui secara resmi oleh Pemerintah. Lebih jauh lagi,
terbit juga Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKAKK).
Di dalam SKAKK ditegaskan bahwa gelar Konselor disandang oleh para
lulusan program PPK. Sebelum memasuki program PPK (calon) mahasiwa
yang bersangkutan mengawali pendidikannya dengan menempuh (sampai
tamat) program pendidikan Sarjana jurusan Bimbingan dan Konseling (BK).
Berkenaan dengan kualifikasi Sarjana BK sebelum memasuki program PPK
yang dipersyaratkan oleh SKAKK itu, disini dapat dikemukakan bahwa
menurut Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) kualifikasi pekerjaan Sarjana adalah sebagai teknisi
atau analis. Dengan demikian kualitasi Sarjana BK adalah sebagai teknisi /
analis dalam bidang BK yang merupakan kegiatan awal dari proses pelayanan
konseling
Kegiatan awal itu meliputi antara lain kegiatan dangosis
dan prognosis serta aplikasi instrumentasi dan himpunan
data dalam rangka need assessment dengan tujuan untuk
mengungkapkan kondisi awal subjek sasaran pelayanan
berserta analisis datanya yang mengarah kepada kegiatan
pelayanan selanjutnya.
Kegiatan pelayanan selanjutnya itulah yang diselengarakan oleh
pemegang gelar profesi Konselor (tamatan program PPK) sebagai
kegiatan inti profesi konseling. Dengan kenyataan demikian itu, di
sini dapat juga disebutkan bahwa Sarjana BK sebagai teknisi/analis
dalam bidang BK, harus telah menguasai dengan baik teknik need
assessment dan analisis hasil-hasilnya yang semuanya itu mengarah
kepada pekerjaan konseling lebih lanjut Lebih jauh dalam kondisi
seperti itu, Sarjana BK menduduki fungsi "asisten" bagi para
Konselor profesional dalam penyelengaraan profesi konseling.
Undang-undang SPN dan Permendiknas SKAKK, yang secara akademik
sejalan dan memperkuat DSPK, menjadi landasan formal penyelenggaraan
program PPK yang dewasa ini program tersebut secara resmi dilakui dan
terakreditasi.
Paralulusan program PPK, sebagai penyandang gelar profesi Konselor,
telah mengabdikan diri sebagai tenaga pelaksana profesi konseling di
kelembagaan pemerintah dan swasta, serta berkewenangan untuk melakukan
praktik pribadi.
Para konselor alumni program PPK itu telah pula membantuk organisasi
profesi dengan nama Ikatan Konselor Indonesia (disingkat IKI), sebagaisalah
satu divisi dari Asosiasi Bimbingan dan KonselingIndonesia (disingkat
ABKIN).
SPEKTRUM PROFESI KONSELING
{PERTEMUAN 4 DAN 5}
SPEKTRUM PROFESI KONSELING (BK – 45 PLUS)
Paradigma  1 7  Pengertian
Visi 
WPKNS 8  Tujuan
2
Misi  3 9  Fungsi
Bidang  4 10  Prinsip
Kegiatan  5 11  Asas
Kode Etik  6 12  Landasan
Layanan Pelayanan Kegiatan
Konseling Konseling Pendukung
Orin  13
Info  14 23  AI
PP  15 24  HD
PKO  16 Format 25  KK
KP  17 Layanan 26  KR
BKp  18 27  TKp
KKp  19 29  Individu 28  ATK
KSI  20 30  Kelompok
MED  21 31  Klasikal
ADVO  22 32  Lapangan
Konseling Sebagai : 33  Pendkt Khusus---E- Kredensialisasi
Kons 40  Sertifikasi
34  Filsafat
41  Akredatasi
35  Pandangan/Jalan Hidup
42  Lisensi
36  Sikap
37  Komitmen 43  Keprofesian Profesi Konseling
38  Aksi (kegiatan nyata) 44  Pendidikan Prajabatan 33
39  Pandangan mendunia 45  Pendidikan dalam Jabatan
46  Organisasi Profesi
KESELURUHAN SPEKTRUM PELAYANAN PROFESI
'KONSELING MENGANDUNG SEMUA UNSUR PENGERTIAN
DAN KRITERIA PROFESI, PERATURAN PERUNDANGAN YANG
MENETAPKAN BAHWA KONSELOR ADALAH PENDIDIK
PROFESIONAL MENDASARI SELURUH KONSEP TENTANG
PROFESI KONSELING DAN MELANDASI PENGEMBANGAN
SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM PRAKTIK PELAYANAN
PROFESI.
1. KONSELING SEBAGAI UPAYA PENDIDIKAN
KETETAPAN BAHWA KONSELOR ADALAH PENDIDIK SECARA
LANGSUNG MENGIMPLIKASIKAN BAHWA KONSELING ADALAH
PENDIDIKAN. DALAM KAITAN ITU, PENGERTIAN PEDIDIKAN
SEBAGAIMANA DITUANGKAN DALAM UNDANG-UNDANG TENTANG
SPN MENJADI ORIENTASI DASAR PELAYANAN KONSELING, YAITU :
PENDIDIKAN ADALAH USAHA DASAR DAN RENCANA UNTUK
MEWUJUDKAN SUASANA BELAJAR DAN PROSES PEMBELAJARAN
AGAR PESERTA DIDIK SECARA AKTIF MENGEMBANGKAN POTENSI
DIRINYA UNTUK MEMILIKI KEKUATAN SPIRITUAL KEAGAMAAN,
PENGENDALIAN DIRI, KEPRIBADIAN, KECERDASAN, AKHLAK MULIA,
DAN KETERAMPILAN YANG DIPERLUKAN DIRINYA, MASYARAKAT,
SEGENAP UNSUR YANG TERKANDUNG DI DALAM PENGERTIAN PENDIDIKAN DI ATAS
MENJADI UNSUR YANG TERINTEGRASIKAN SECARA PENUH DALAM PELAYANANAN
KONSELING. SEBAGAI WUJUD UPAYA PENDIDIKAN ITU, DEMIKIAN PULALAH WUJUD
PELAYANAN KONSELING YANG TERLAKSANA DALAM BENTUK SUASANA BELAJAR DAN
PROSES PEMBELAJARAN, YANG KEDUANYA BERPANGKAL PADA PENGERTIAN BELAJAR,
YAITU :

BELAJAR ADALAH UPAYA MENGUASAI SESUATU YANG BARU,DALAM LIMA DIMENSINYA,


YAITU :
1. DIMENSI TAHU, DARI TIDAK TAHU MENJADI TAHU
2. DIMENSI BISA, DARI TIDAK BISA MENJADI BISA
3. DIMENSI MAU, DARI TIDAK MAU MENJADI MAU
4. DIMENSI BIASA, DARI TIDAK BISA MENJADI TERBIASA
5. DIMENSI BERSYUKUR DAN IKHLAS, DARI TIDAK BERSYUKUR DAN TIDAK IKHLAS
MENJADI BERSYUKUR DAN IKHLAS
PERTANYAANNYA ADALAH :
BAGAIMANA UPAYA MEMPEROLEH SESUATU YANG BARU ITU DICAPAI MELALUI
BELAJAR? JAWABANNYA ADALAH :
MELALUI AKTIVITAS BELAJAR DENGAN MEMPRAKTIKKAN DINAMIKA BMB3,
YAITU BERFIKIR, MERASA, BESIKAP, BERTINDAK, DAN BERTANGGUNG JAWAB.
UNTUK BISA MENGUASAI SESUATU YANG BARU, DALAM ARTI YANG BENAR-BENAR
MANTAP, SESEORANG PERLU MEMIKIRKAN, MERASAKAN, BERKEMAUAN,
MEMBIASAKAN DIRI, BERTINDAK DAN BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP OBJEK
YANG DIPELAJARI, UNTUK SELANJUTNYA MENJADI SESUATU YANG BARU SEBAGAI
HASIL BELAJAR. KEGIATAN BELAJAR YANG SEKEDAR MENGHAFAL DAN MENIRU
TIDAKLAH CUKUP. KONDISI PRIBADI DENGAN KEMANDIRIAN DAN KEMAMPUAN
MENGENDALIKAN DIRI DALAM BERBAGAI BIDANG SELANGKAH DEMI
SELANGKAH DIPERKEMBANGKAN MELALUI DIAKTIFKANNYA BMB3 DALAM
BELAJAR YANG DILAKUKAN OLEH PRIBADI YANG BERSANGKUTAN. DARI
PENGERTIAN BELAJAR DI ATAS TERBENTUKLAH PENGERTIAN PEMBELAJARAN,
YAITU :
• PEMBELAJARAN ADALAH PROSES INTERAKSI ANTARA PENDIDIK (DALAM HAL
INI KONSELCR) DAN PESERTA DIDIK (DALAM HAL INI SASARAN PELAYANAN
KONSELING) YANG MANA PENDIDIK (KONSELOR) 'MENGARAHKAN DAN
MENFALITASI PESERTA DIDIK (KLIEN / KONSELI) UNTUK MENJALANI SUASANA
BELAJAR SECARA AKTIF.

• KEGIATAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MERUPAKAN WUJUD NYATA UPAYA


PENDIDIKAN DALAM ARTI SELUAS-LUASNYA, TERMASUK PROFESI KONSELING,
PADA SEGENAP JALUR, JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN, UNTUK SEMUA
SASARAN PENDIDIKAN, TERMASUK SASARAN KONSELING. DALAM BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN ITU PULA DIDALAMI, DILATIHKAN DAN DIPRAKTIKKAN
BERBAGAI UNSUR KEILMUAN YANG BERSIFAT TEORI, PRAKSIS DAN PRAKTIK
DIGERAKKANNYA PROSES PENCAPAIAN KEENAM FOKUS PEMBINAAN MELALUI
PENDIDIKAN, TERMASUK PELAYANAN KONSELING, SECARA MENYELURUH
(PRAYITNO,2009).
• SEJALAN DENGAN PENGERTIAN-PENGERTIAN DI ATAS,
DAPAT DISIMPULKAN BAHWA WUJUD PELAYANAN
KONSELING ADALAH KEGIATAN PEMBELAJARAN YANG
DILAKSANAKAN OLEH KONSELOR SELAKU PELAKSANA
PELAYANAN KONSELING YANG MENGARAHKAN DAN
MEMFASILITASI SUBJEK SASARAN PELAYANAN (DALAM
HAL INI DISEBUT KLIEN ATAU KONSELI) UNTUK BERADA
DALAM SUASANA BELAJAR, TERKAIT DENGAN CAPAIAN
ENAM FOKUS PENDIDIKAN SEBAGAIMANA TERSEBUT DI
ATAS, UNTUK KEPENTINGAN SUBJEK SASARAN PELAYANAN
ITU SENDIRI, MASYARAKAT, BANGSA DAN NEGARA.
2. KONSELOR SEBAGAI PEDIDIK PROFESIONAL

UNDANG-UNDANG SPN MENEGASKAN BAHWA KONSELOR ADALAH


PENDIDIK PROFESSIONAL, SEBAGAIMANA KUALIFIKASI PENDIDIK
LAINNYA (YALTU GURU, DOSEN, PAMONG BELAJAR, WIDYAISWATRA,
TOTOR, FASILIATOR, DAN INSTRUKTUR). JUGA DITEGASKAN BAHWA
PENDIDIK PROFESIONAL HARUS MENGUASAI EMPAT KOMPETENSI
DASAR, YAITU KOMPETENSI PEDAGOGIK, KEPRIBADIAN, SOSIAL,
DAN PROFESIONAL.
KOMPETENSI PEDAGOGIK
• KOMPETENSI PEDAGOGIK MERUPAKAN KOMPETENSI DASAR KELLMUAN, YAITU
ILMU PENDIDIKAN YANG DI DALAMNYA TERLIPUTI LANDASAN FILSAFAT
KEMANUSIAAN (HAL INI SANGAT PERLU KARENA PENDIDIKAN ADALAH UPAYA
DARI, UNTUK DAN OLEH MANUSIA), UNSUR KOMPONEN DASAR KEILMUANNYA,
YAITU ONTOLOGI, EPITIMOLOGI DAN AKSIOLOGI PENDIDIKAN, DISERTAI DAN
KOMPONEN KEILMUAN PENDUKUNG, SEPERTI PSIKOLOGI, SOSIOLOGI
,MANAJEMEN, STATISTIK DAN KEILMUAN LAINNYA YANG RELEVAN. SEMUA ITU
MENJADI BAHASAN DALAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK YANG
MERUPAKAN LANDASAN DAN KOMPONEN UTAMA KOMPETENSI PROFESI
PENDIDIK PROFESIONAL.
KOMPETENSI KEPRIBADIAN

BERIMAN DAN BERTAQWA


CERDAS
JUJUR
TANGGUH
PERDULI
KOMPETENSI SOSIAL
DALAM RANGKA SUKSESNYA PELAYANAN PROFESIONAL KOMPETENSI PELAYANAN TERSEBUT
DISALURKAN MELALUI AKTIFITAS SOSIAL TERHADAP:
1. SUBJEK PELAKSANAAN PELAYANAN;
2. DALAMSEJAWAT PROFESI, DALAM RANGKA DISKUSI PROFESIONAL UNTUK MENINGKATKAN
MUTU PELAYANAN PROFESI;
3. PERSONALIA ORGANISASI, BAGI PETUGAS PROFESI EBEKERJA DI KELEMBAGAAN TERTENTU
DALAM RANGKA KEBIJAKAN KINERJA REALISASI BERORGANISASI KELEMBAGAAN;
4. PIHAK TERKAIT DENGAN SUBJEK SASARAN PELAYANAN,DALAM RANGKA KERJA SAMA
PENGOPTIMALKAN PROSES DAN HASIL PELAYANAN;
5. PROFESI LAIN YANG TERKAIT, DALAM RANGKA KERJASAMA PENGOPTIMALAN HASIL
PELAYANAN, TERMASUK ALIH TANGAN KASUS.
KOMPETENSI PROFESIONAL

LANDASAN KEILMUAN
OPS
KOMPETENSI PELAYANAN
ETIKA PROFESI
LAPANGAN PENGABDIAN
3. OPS KONSELOR

OPS KONSELER ADALAH : PENGEMBANGAN KES


DAN PENANGANAN KES-T
4. ARAH ETIKA DAN PROSEDUR DASAR

SELURUH UNSUR DAN KE EMPAT KOMPETENSI DASAR KONSELOR SEBAGAI


PENDIDIK PROFESIONAL (KOMPETENSI PAEDAGOGIK, KEPRIBADIAN, SOSIAL, DAN
PROFESSIONAL) ITU MENYATU, BERSINERGI DAN BERKIMIAWI DALAM DIRI
KONSELOR, YANG KEMUDIAN TERIMPLEMENTASIKAN DALAM KEGIATAN NYATA
PELAYANAN KONSELING PROFESSIONAL TERHADAP SUBJEK SASARAN
PELAYANAN DENGAN OPS, TERARAH PADA PENGEMBANGAN KES DAN/ ATAU
PENANGANAN KES-T. PENYATUAN SEPERTI ITU MERUPAKAN ENERGI KONSELOR
YANG MENJAMIN KESUKSESAN PELAYANAN PROFESI KONSELING (PRAYITNO,2007;
PRAYITNO & AFRIVA, 2011; PRAYITNO, 2015; PRAYITNO, DKK,2015).
PRAKTIK PELAYANAN PROFESI KONSELING SEPENUHNYA
MENGADOPSI UPAYA PENDIDIKAN DENGAN WUJUD
TERLAKSANANYA SUASANA BELAJAR DAN PROSES
PEMBELAJARAN BERLANDASKAN PADA ARAH, ETIKA DAN
PROSEDUR DASAR KONSELING YANG TELAH DIKUASAI
OLEH KONSELOR. UNTUK SATIAP KALI PELAYANAN
KONSELING HAL-HAL YANG BERSIFAT MENDASAR ITU DI
IMPLEMENTASIKAN.
ARAH DAN ETIKA DASAR
UPAYA KONSELING BERTUJUAN MENGEMBANGKAN KES (KEHIDUPAN EFEKTIF SEHARI-
HARI) DAN MENANGANI KES-T (KEHIDUPAN EFEKTIF SEHARI-HARI YANG TERGANGGU),
DENGAN PENGENDALIAN DIRI FOKUS KEMANDIRIAN PRIBADI DAN PENGENDALIAN DIRI
UPAYA KONSELING TERARAH PADA MEMBELAJARKAN KLIEN AGAR KLIEN BELAJAR
DALAM DIMENSI DARI TIDAK TAHU MENJADI TAHU, DARI TIDAK BISA MENJADI BISA,
DARI TIDAKMAU MENJADI MAU, DARI TIDAK BIASA MENJADI TERBIASA, DAN DARI
TIDAK BERSYUKUR SERTA TIDAK IKHLAS MENJADI BERSYUKUR DAN IKHLAS.
KONSELOR TIDAK PERNAH MEMIHAK, KECUALI PADA KEBENARAN
KONSELOR TIDAK BEKERJA DENGAN ACUAN SANKSI ATAU PUN HUKUMAN
KONSELOR MEMEGANG TEGUH RAHASIA KLIEN
PROSEDUR DASAR

PENGANTARAN
PENJAJAKAN
PENAFSIRAN
PEMBINAAN
PENILAIAN
• ARAH, ETIKA, DAN PROSEDUR DASAR PELAYANAN
KONSELING TERSEBUT DI ATAS TERIMPLIKASIKAN
SECARA MENYELURUH (INTEGRAL) DALAM PROSES
KONSELING. DENGAN IMPLEMENTASI MENYELURUH
SEPERTI ITU PROSES KONSELING DIHARAPKAN DAPAT
MEMBUAHKAN HASIL YANG BENAR-BENAR BERMAMFAAT
BAGI SUBJEK YANG DI LAYANI.
5. PARADIGMA KONSELING
CARA PANDANG TERHADAP KONSELING YANG AKAN MEMPENGARUHI DALAM
BERPIKIR, (KOGNITIF) BERSIKAP (AFEKTIF), DAN BERTINGKAH LAKU (KONATIF)

KONSELING MERUPAKAN PELAYANAN


BANTUAN PSIKO-PENDIDIKAN DALAM
BINGKAI BUDAYA.
ARTINYA:
PELAYANAN KONSELING BERDASARKAN KAIDAH-KAIDAH ILMU DAN
TEKNOLOGI PENDIDIKAN SERTA PSIKOLOGI YANG DIKEMAS DALAM KAJI
TERAPAN PELAYANAN KONSELING YANG DIWARNAI OLEH BUDAYA
LINGKUNGAN PESERTA DIDIK. 51
PELAYANAN KONSELING, HARUSLAH MERUPAKAN:

“PELAYANAN PROFESIONAL PSIKO-PEDAGOGIS DALAM WUJUD PROSES


PEMBELAJARAN YANG DILANDASI ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS

INDIVIDU YANG DILAYANI DAN BERBAGAI KONTEKS SOSIO-KULTURAL

MELALUI TEKNOLOGI OPERASIONAL YANG TERARAH PADA

PENGEMBANGAN KES DAN PENANGANAN KES-T”

52
6 VISI KONSELING
(PENCAPAIAN TUJUAN JANGKA
PANJANG)

1) PROFESI KONSELING MERUPAKAN KEAHLIAN PELAYANAN


PENGEMBANGAN PRIBADI DAN PEMECAHAN MASALAH YANG
MEMENTINGKAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DAN
KEBAHAGIAAN INDIVIDU YANG DIBANTU SESUAI DENGAN
MARTABAT, NILAI, POTENSI, DAN KEUNIKAN INDIVIDU
BERDASARKAN KAJIAN PENERAPAN ILMU DAN TEKNOLOGI
DENGAN ACUAN DASAR ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI
YANG DIKEMAS DALAM KAJI-TERAPAN KONSELING YANG
DIWARNAI OLEH BUDAYA PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT.
53
2) KONSELING SEBAGAI ILMU DAN PROFESI HARUS MAMPU
MEMBERIKAN SUMBANGAN BAGI DUNIA PENDIDIKAN
NASIONAL SERTA KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN BANGSA
PADA UMUMNYA. VISI PROFESI KONSELING TIDAK LAGI
DIBATASI HANYA DI SEKOLAH MELAINKAN JUGA
MENJANGKAU BIDANG-BIDANG DI LUAR SEKOLAH YANG
MEMBERIKAN NUANSA DAN CORAK PADA
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL DAN
PENGEMBANGAN SDM YANG LEBIH SENSITIF, ANTISIPATIF,
PROAKTIF, DAN RESPONSIF TERHADAP PERKEMBANGAN
PESERTA DIDIK DAN WARGA MASYARAKAT. 54
3) DARI SUDUT PANDANG PROFESI BANTUAN, PELAYANAN
KONSELING DIABDIKAN BAGI PENINGKATAN HARKAT DAN
MARTABAT KEMANUSIAAN DENGAN CARA MEMFASILITASI
PERKEMBANGAN INDIVIDU ATAU KELOMPOK INDIVIDU SESUAI
DENGAN KEKUATAN KEMAMPUAN POTENSIAL DAN AKTUAL
SERTA PELUANG-PELUANG YANG DIMILIKINYA, DAN MEMBANTU
MENGATASI KELEMAHAN, HAMBATAN, SERTA KENDALA YANG
DIHADAPI DALAM PERKEMBANGAN DIRINYA. PANDANGAN
TERHADAP MANUSIA DARI SEGI POTENSI YANG POSITIF ADALAH
SESUATU YANG MEMBERIKAN CIRI PELAYANAN KONSELING
DALAM KONTEKS PENDIDIKAN YANG MEMBEDAKAN DARI
PERSPEKTIF PELAYANAN MEDIS/KLINIS YANG CENDERUNG 55

MELIHAT DARI SEGI PATOLOGI.


4) KONSELING TIDAK LAGI HANYA DIPELAJARI SEBAGAI PERANGKAT
TEKNIK, MELAINKAN SEBAGAI KERANGKA BERPIKIR DAN BERTINDAK
YANG BERNUANSA KEMANUSIAAN DAN KEINDIVIDUALAN. NUANSA
DIMAKSUD AKAN LEBIH TAMPAK DALAM MASYARAKAT BERBASIS
PENGETAHUAN YANG MENEMPATKAN ORIENTASI KEMANUSIAAN DAN
BELAJAR SEPANJANG HAYAT SEBAGAI CENTRAL FEATURE KEHIDUPAN
MASYARAKAT MASA KINI DAN MASA DATANG. PROSES PEMBELAJARAN
MENCAKUP USAHA SECARA SADAR DAN INTENSIONAL BERTUJUAN
UNTUK SECARA TERUS MENERUS MENINGKATKAN DAN/ATAU
MEMPERBAIKI KONDISI SASARAN PENDIDIKAN UNTUK BERKIBLAT
SESUAI DENGAN NORMA YANG BERLAKU. KERANGKA KONSELING
SEPERTI INI BERSIFAT HOLISTIK YANG MENYATUPADUKAN HAKIKAT
KEMANUSIAAN, WAWASAN DAN KEILMUAN, KETERAMPILAN, NILAI,
56
SERTA SIKAP (WPKNS) DALAM PELAYANAN.
5) ORIENTASI PELAYANAN KONSELING
BERGESER DARI SUPPLY-SIDE (BENTUK PENAWARAN) KE
DEMAND-SIDE (BENTUK PERMINTAAN/KEBUTUHAN) YANG
MENUNTUT UPAYA PROAKTIF DALAM MELAYANI WARGA
MASYARAKAT YANG MENJADI TARGET PELAYANAN,
MENGGUNAKAN BERBAGAI SUMBER DAN TEKNOLOGI
INFORMASI UNTUK MEMPERKAYA PERAN PROFESIONAL,
MENGEMBANGKAN MANAJEMEN INFORMASI DAN JARINGAN
KERJA, SERTA MEMANFAATKAN BERBAGAI JALUR DAN SETTING
LAYANAN BAIK FORMAL MAUPUN NONFORMAL.

57
6) PROFESI KONSELING SENANTIASA TERBUKA UNTUK
BERKEMBANG SELARAS DENGAN PERKEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN SENI SERTA
TUNTUTAN LINGKUNGAN AKADEMIS DAN
PROFESIONAL, SEHINGGA MAMPU MEMBERIKAN
KONTRIBUSI YANG SIGNIFIKAN BAGI DUNIA
PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA
PADA UMUMNYA.
58
KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI
KONSELOR SEBAGAI PENDIDIK

(PERTEMUAN 6 DAN 7)
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan
sebagaialah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru,
dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur
(UU No. 20 Tahun 2003 Pasat1 Avat 6) Masing-masing kualifikasi
pendidik, termasuk konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan
ekspektasi kinerja. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi
konselor dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang
menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor Konteks
tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan
mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam
pengambilan keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang
produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum. Pelayanan
dimaksud adalah pelayanan bimbingan dankonseling. Konselor adalah
pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling terutama dalam
jalur pendidikan formal dan nonformal.
Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli
bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik,
sikapempatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan
konseli, dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan
yang diberikan: Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi
akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik
merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional
bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi
pengembangan kompetensiprofesional, yang meliputi: (1) memahami secara
mendalam konseli yang dilayani,12) menguasai landasan dan kerangka
teoretik bimbingan dan konseling, (3)menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan(4) mengembangkan
pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan.
Unjuk kerja konselor sangal dipengaruhi oleh kualitas
penguasaan ke empatkomptensi tersebut yang dilandasi
oleh sikap, nilai, dan kecenderungan pribadiyang
mendukung. Kompelensi akademik can profesional
konselor secaraterintegrasi membangun keuluhan
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional.
Pembentukan kompetensi akademik konselor ini merupakan proses
pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang Bimbingan dan
Konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik
Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang Bimbingan dan Konscling.
Sedangkan kompetensi profesional merupakan penguasaan kiat
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan,
vang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan
kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik
Pendidikan Profesi Konseior yang berorientasi pada pengalaman dan
kemampuan praklik lapangan, dan tamatannya memperoleh
sertifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi
Konselor, disingkat Kons.
Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah
menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi
Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi
Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara programpengadaan
tenaga kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan bagi individu
yang menerima pelayanan profesi bimbingan dan konseling disebut
konseli, dan pelayanan bimbingan dan konseling pada jalur
pendidikan formal dan nonformal : diselenggarakan oleh konselor.

Kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur


pendidikanformal dan nonformal adalah:
1. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan
Konseling.
2. Berpendidikan profesi konselor.
KOMPETENSI KONSELOR

1. KOMPETENSI PEDAGOGIK
2. KOMPETENSI KEPRIBADIAN
3. KOMPETENSI SOSIAL
4. KOMPETENSI PROFESIONAL
SILAHKAN DI KLIK
HTTPS://
WWW.ABKIN.ORG/NEWS/READ/82/PERATURAN-MENTERI-
PENDIDIKAN-NASIONAL-REPUBLIK-INDONESIA-NOMOR-2
7-TAHUN-2008.HTML
SIKAP PROFESIONAL DAN
ORGANISASI PROFESI

(PERTEMUAN KE 8)
Di dalam kehidupan sehari-hari, kata "sikap" sering kali
digunakan dalamr arti vang kurang tepat contoh: guru itu tidak
berhasil mengarahkan siswa karena "sikapnya" yang lemah.
Pemahaman kata sikap yang demikian tidak dapat
menggambarkan makna yang sebenarnya. Sikap atau attitude
adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Thursthone
(dalam Azwar) menjelaskan sikap adalah serajat efek positif atau
efek negatif yang dikaitkan dengan suatu objek psikologis.
Dijelaskan pula sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap
suatu objek dengan cara-cara tertentu.
DALAM HAL INI BAGAIMANA SIKAP GURU
BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI
KONSELOR DI SEKOLAH TERHADAP BERBAGAI
FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN
PELAKSANAAN TUGASNYA
1. SIKAP TERHADAP PERATURAN PERUNDANGAN
2. SIKAP TERHADAP ORGANISASI PROFESI
3. SIKAP TERHADAP SEKOLAH
4. SIKAP TERHADAP ANAK DIDIK
5. SIKAP TERHADAP MITRA/MASYARAKAT
6. SIKAP TERHADAP PEMIMPIN
Pengembangan Sikap Profesional Seperti telah diungkapkan bahwa dalam
rangka meningkatkan mutu, baik mutu profesional, maupun mutu layanan,
guru bk harus pula meningkatkan sikap profesionalnya. Ini berarti bahwa
ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan
dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan baik
selagi dalam pendidikan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).

1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan


Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya
nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru bk selalu menjadi panutan
bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu,
bagaimana guru BK bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu
menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi
harus dibina sejak calon guru BK memulai pendidikannya di lembaga
pendidikan. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi
penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap profesional dirancang
dan dilaksanakan selama calon guru BK berada dalam pendidikan
prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi akibat hasil
sampingan (by-product) dari pengtahuan yang diperoleh calon guru.
Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan
memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang
direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diberikan kepadaseluruh siswa
sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan Pengembangan sikap
profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan
pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam
rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa
pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini
dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan seperti
mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televisi,
radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini
selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan,
sekaligus dapat juga meningkatkan sikap profesional keguruan.
ORGANISASI PROFESI

1.ABKIN
2.IKI
Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (disingkat ABKIN) adalah organisasi
profesi di Indonesia yang beranggotakan guru bimbingan dan konseling atau
konselor. Awalnya organisasi ini bernama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia
(IPBI) yang didirikan pada tanggal 17 Desember 1975.

Layanan bimbingan dan konseling adalah layanan yang diberikan oleh tenaga
profesional bimbingan dan konseling kepada peserta didik dan anggota
masyarakat lainnya agar mereka mampu memperkembangkan potensi yang
dimiliki, mengenali dirinya sendiri, serta mengatasi permasalahannya sehingga
dapat menentukan sendiri jalan hidupnya cara bertanggungjawab tanpa
bergantung kepada orang lain.

Berdasarkan konvensi bimbingan ke I di Malang tanggal 17 Desember 1975


telah bersepakat bulat membentuk organisasi profesi bimbingan dan konseling
yang bernama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Berdasarkan Hasil
Kongres IX IPBI di Bandar Lampung nama IPBI diubah menjadi Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) memiliki tujuan sebagai
berikut:

• Aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di


bidang pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan
menunjang melaksanaan program yang menjadi garis kebijakan pemerintah.

• Mengembangkan serta memajukan bimbingan dan konseling sebagai ilmu


dan profesi yang bermartabat dalam rangka mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi.

• Mempertinggi kesadaran, sikap dan kemampuan profesional konselor agar


berhasilguna dan berdayaguna dalam menjalankan tugasnya.
Ikatan Konselor Indonesia (IKI) merupakan
organisasi profesi yang menghimpun seluruh
konselor di Indonesia. Konselor sendiri yaitu suatu
profesi yang melayani konseling bagi masyarakat.
Gerakan konseling di Indonesia yang dimulai
sejak awal tahun 1960-an telah berkembang dan
berhasil mewujudkan secara nyata kegiatan
konseling sebagai pelayanan profesi bagi warga
masyarakat luas, pada setting sekolah, perguruan
tinggi, instansi resmi dan swasta, dunia usaha dan
industri, keluarga, dan kelembagaan
kemasyarakatan lainnya.
Ikatan Konselor Indonesia (IKI) merupakan organisasi profesi
yang menghimpun para konselor di Indonesia. Pada tahun 2003
dikeluarkan naskah Dasar Standadisasi Profesi Konseling oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang menjadi acuan
pokok bagi pengembangan konseling sebagai profesi. Pendirian
Ikatan Konselor Indonesia ini disyahkan pada Kongres Ikatan
Konselor Indonesia I di Padang tanggal 26 s.d 27 Maret
2006. Konselor harus memiliki nilai, sikap, keterampilan,
pengetahuan, dan wawasan dalam bidang profesi konseling, dan
dan pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai
konselor.
Tujuan:
Mewujudkan secara nyata kegiatan konseling sebagai pelayanan profesi
bagi warga masyarakat luas.

Program Kerja:
1.Memantapkan peran serta Ikatan Konselor Indonesia (IKI) sebagai divisi
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
2.Mengusulkan penggantian nama Guru Pembimbing menjadi Konselor
Sekolah atau Guru-Konselor
3. Ikut mendorong pemantapan dan peningkatan kompetensi Konselor
Sekolah
4. Ikut serta mendorong pemantapan dan pengem-bangan program
Pendidikan Profesi Konselor
5.Mendorong penyelenggaraan praktik pribadi (privat) Konselor untuk
warga masyarakat luas.
KODE ETIK PROFESI GURU BK/KONSELOR
(PERTEMUAN 9 DAN 10)
KODE ETIK ABKIN
0
PENGURUS BESAR
ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA
Sekretariat: Lab. Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Yogyakarta; Alamat: Jl. Colombo No.1, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta 55281,Telepon :0812-2707-448 dan 0812-5297-599; email:
pengurusbesar@abkin.org

KEPUTUSAN PENGURUS BESAR


ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA
NOMOR 009/SK/PB ABKIN/VIII/2018
tentang
PENETAPAN KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA
ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGURUS BESAR ABKIN

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan kebijakandan


program Asosiasi Bimbingan dan Konseling (ABKIN), maka
perlu disusun Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Indonesia.
b. Bahwa Kongres XIII ABKIN di Pekanbaru pada tanggal 27-
29 April 2018 telah menyepakati perubahan Kode Etik
Bimbingan dan Konseling Indonesia, ABKIN.
c. Bahwa dipadang perlu untuk menetapkan Kode Etik
Bimbingan dan Konseling Indonesia melalui Keputusan PB
ABKIN.
Mengingat : 1. Kongres XIII ABKIN padatanggal 27-29 April 2018 di
Pekanbaru, Riau.
Memperhatikan : 1. Hasil Rapat Pegurus Harian PB ABKIN pada tanggal 12-13
April 2018 di UNJ DKI Jakarta.
2. Hasil Rapat Kerja PB ABKIN tanggal 27 Mei 2018 di UNY
Yogyakarta
3. Hasil Sidang Komisi Kode Etik pada Rapat Kerja Nasional
ABKIN tanggal 10-11 Juli 2018 di Hotel Grand Keisha, Jl.
Afandi no 9 Yogyakarta.

MEMUTUSKAN

Pertama : Menetapkan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia,


Asosiasi Bimbingan dan Konseling (ABKIN) yang naskah
selengkapnya terlampir dalam keputusan ini.

Kedua Keputusan ini mulai berlaku pada saat tanggal ditetapkan.

Ketiga Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini akan ditetapkan
kemudian dan apabila terjadi kekeliruan akan segera diperbaiki.

Ditetapkan di : Yogyakarta
Padatanggal : 9 Agustus 2018

Ketua Umum Sekretaris Jenderal

Dr. Muh Farozin, M.Pd. Dr. Triyono, M.Pd.


NA 34231554112312017 NA 35265156012812018
MUKADIMAH
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) merupakan
organisasi yang bersifat keilmuan, profesional, dan independen yang
anggotanya para sarjana, profesi, magister, dan doktor bimbingan dan
konseling.Mereka bekerja dalam berbagai setting, khususnya
pendidikan.Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral sistem
pendidikan nasional bertujuan untuk menghantarkan peserta didik mencapai
perkembangan yang optimal.Artinya mereka mampu menavigasi perjalanan
hidupnya melalui pengambilan keputusan termasuk yang terkait dengan
keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karier untuk
mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi
warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum.Peserta didik mampu
untuk mengeksplorasi, memilih, berjuang meraih, serta mempertahankan
karier itu yang ditumbuhkan secara isi-mengisi atau komplementer antara
guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan pendidik lain dalam
setting pendidikan.
Nilai-nilai etika professional merupakan hal yang sangat penting
dalam profesi pembantuan (helping profession). Inti dari nilai bimbingan
dan konseling adalah1)meningkatkan pencapaian tugas-tugas
perkembangan manusia di seluruh rentang kehidupannya; 2) menghormati
keragaman dan menggunakan pendekatan multikultural untuk mendukung
nilai, martabat, potensi, dan keunikan setiap individu dalam konteks sosial
dan budaya mereka; 3) mempromosikan keadilan sosial melalui layanan
advokasi; 4) menjaga integritas pribadi dalam hubungan konselor-konseli;
dan 5) mempraktikkan layanan bimbingan dan konseling dengan cara yang
kompeten dan dilandasi perilaku etis.
Nilai-nilai profesional akan menjadi landasan perilaku etis dan dalam
pengambilan keputusan. Prinsip dasar dari perilaku etis profesional antara
lain otonomi, kebaikan, keadilan, kesetiaan, kejujuran. Sikap-sikap dasar
tersebut harus dijunjung tinggi dan diiamalkan oleh setiap guru bimbingan
dan konseling atau konselor dalam menavigasi perkembangan konseli secara
optimal.Atas dasar pemikiran di atas, maka diaturlah perilaku etis tersebut
dalam sebuak Kode Etik Bimbingan dan Konseling dalam naskah ini.

1
KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA
(ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA)

BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Layanan bimbingan dan konseling diselenggarakan melalui tahapan asesmen
kebutuhan, perencanaan program, pelaksanaan program, evalusi, pelaporan,
dan tindak lanjut bimbingan dan konselingserta dilakukan dalam suatu
kolaborasi dengan pendidik lain serta pemangku kepentingan layanan yang
dapat menciptakan peluang kemandirian dan kesetaraan dalam meraih
kesempatan dan kesuksesan bagi konseli berdasarkan prinsip-prinsip dasar
profesionalitas berikut.
1. Setiap individu dilayani atas dasar kemuliaan harkat dan martabat
kemanusiaannya.
2. Setiap individu memiliki hak untuk dihargai, diperlakukan dengan
hormat dan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pelayanan
bimbingan dan konseling yang bermutu secara profesional.
3. Profesi bimbingan dan konseling memberikan pelayanan bagi individu
atau kelompok dari berbagai latar belakang kehidupan yang beragam
dalam budaya, etnis, agama dan keyakinan, usia, status sosial dan
ekonomi, individu dengan berkebutuhan khusus, individu yang
mengalami kendala bahasa, dan identitas gender.
4. Setiap individu berhak memperoleh informasi dan layanan yang
mendukung pemenuhan kebutuhan mereka untuk mengembangkan diri.
5. Setiap individu mempunyai hak untuk memahami arti penting dari
pilihan hidup dan bagaimana pilihan tersebut akan mempengaruhi masa
depan yang membahagiakan.
6. Setiap individu memiliki hak untuk dijaga kerahasiaan dirinya sesuai
dengan hak-hak pribadinya, aturan hukum, kebijakan, dan standar etika
pelayanan.
Kode etik profesi adalah norma-norma, sistem nilai dan moral yang
merupakan aturan tentang apa yang harus atau perlu dilakukan, tidak boleh
dilakukan, dan tidak dianjurkan untuk dilakukan atau ditugaskan dalam
bentuk ucapan atau tindakan atau perilaku oleh setiap tenaga profesi dalam
menjalankan tugas profesi dan dalam kehidupan bermasyarakat dalam
rangkaian budaya tertentu.
Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia adalah kaidah-kaidah
nilai
dan moral yang menjadi rujukan bagi anggota organisasi dalam

2
melaksanakan tugas, atau tanggung jawabnya dalam melaksanakan
pelayanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kode etik ini merupakan
landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi,
diamalkan, ditegakkan, dan diamankan oleh setiap anggota Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Oleh karena itu, kode etik
wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh jajaran pengurus dan anggota
organisasi tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Kode etik dinyatakan dalam bentuk seperangkat standar, peraturan, dan
atau pedoman yang mengatur dan mengarahkan ucapan, tindakan, dan/atau
perilaku guru bimbingan dan konseling, konselor, dosen bimbingan dan
konseling anggota ABKIN sebagai pemegang kode etik yang bekerja pada
berbagai sektor dan dalam interaksi mereka dengan mitra kerja serta sasaran
layanan atau konseli dan anggota masyarakat pada umumnya.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia memiliki lima
tujuan,
yaitu:
1. Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi
anggota dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Membantu anggota dalam membangun kegiatan pelayanan yang
profesional.
3. Mendukung misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN) dan divisi-divisinya.
4. Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan yang datang dari dan mengenai diri anggota asosiasi.
5. Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan (konseli).

B. LANDASAN LEGAL
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia ditegakkan berdasarkan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ABKIN, serta landasan legal
yang berlaku dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu:
1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang Standar
Pendidik dan Tenaga Kependidikan).

3
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang
Guru.
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor.
8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014
tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah.

4
BAB II
KUALIFIKASI, KOMPETENSI, DAN KEGIATAN

A. KUALIFIKASI

1. Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi


akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan
dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan
Konseling.
2. Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik
minimal Sarjana Pendidikan(S-1) dalam bidang Bimbingan dan
Konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan
Konseling dan/atau Pendidikan Profesi Konselor.
3. Magister bimbingan dan konseling adalah pendidik professional dan ahli
bimbingan dan konseling yang berkualifikasi pendidikan S2 bimbingan
dan konseling.
4. Doctor bimbingan dan konseling adalah pendidik professional dan ahli
pengembang ilmu bimbingan dan konseling yang berkualifikasi
pendidikan S3 bimbingan dan konseling.

B. KOMPETENSI
Sebagai pendidik yang dianugerahi gelar sarjana, profesi, magister,
dan
doktor bimbingan dan konseling harus memiliki kompetensi sikap,
pengetahuan, keterampilan khusus, dan keterampilan umum. Kompetensi
sikap berlaku sama untuk semua jenjang pendidikan sebagai berikut.
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap
religius;
2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas
berdasarkan agama, moral, dan etika;
3. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan kemajuan peradaban berdasarkan Pancasila;
4. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki
nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa;
5. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan
kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal orang lain;
6. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungan;
7. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;

5
8. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;
9. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang
keahliannya secara mandiri; dan
10.Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan.
11. Memiliki kesadaran untuk meningkatkan keahlian bimbingan dan
konseling pada bidang khusus melalui pelatihan dan pengalaman kerja.
Untuk kompetensi pengetahuan, keterampilan khusus, dan keterampilan
umum berlaku berbeda pada setiap jenjang pendidikan.Secara berturut-turut
diuraikan sebagai berikut.

Kompetensi Pengetahuan Sarjana


1. Menguasai konsep teoretis tentang bimbingan dan konseling, pendidikan,
psikologi, sosiologi, sosial budaya, dan antropologi;
2. Menguasai karakteristik sasaran pelayanan bimbingan dan konseling secara
mendalam dengan menggunakan prosedur keilmuan, memperhatikan kode
etik dan batas-batas kewenangan layanan bimbingan dan konseling;
3. Menguasai prinsip, konsep, prosedur dan teknik bimbingan bidang pribadi,
sosial, belajar dan karir;
4. Menguasai prinsip, konsep, prosedur dan teknik konseling psikodinamik,
humanistik, behavioristik, kognitif, postmodern dan integratif;
5. Menguasai metode penelitian kualitatif dan kuantitatif bidang bimbingan
dan konseling berdasarkan kaidah dan etika ilmiah;
6. Menguasai pengetahuan faktual tentang isu-isu problematika dalam
kehidupan masyarakat;
7. Menguasai prinsip, konsep, prosedur, dan metode dalam evaluasi dan
supervisi layanan bimbingan dan konseling;
8. Menguasai prinsip, konsep, prosedur dan teknik komunikasi termasuk
penggunaan Teknologi Iinformasi dan Komunikasi dalam rangka
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling; dan
9. Menguasai prinsip, konsep, prosedur dan teknik dalam pengembangan
kewirausahaan jasa profesi di bidang bimbingan dan konseling.

Kompetensi Keterampilan Khusus Sarjana


1. Mampu melaksanakan analisis kebutuhan pada berbagai sasaran layanan
dengan menggunakan instrumen tes dan non tes berdasarkan prinsip-
prinsip perilaku manusia serta prinsip-prinsip penyusunan instrumen;
2. Mampu menyusun program bimbingan dan konseling yang komprehensif,
memandirikan, dan berwawasan perkembangan yang bersifat

6
pencegahan, pengembangan, pemulihan, dan pemeliharaan pada jenis,
jalur dan jenjang satuan pendidikan;
3. Mampu melaksanakan layanan dasar, layanan responsif, perencanaan
individual dan peminatan, dan dukungan sistem dengan menggunakan
pendekatan, setting,metode, teknik, dan multimedia yang relevan serta
memperhatikan kebutuhan sasaran layanan yang berasal dari
keberagaman sosial budaya pada jenis, jalur dan jenjang satuan
pendidikan;
4. Mampu melaksanakan konseling individual dan kelompok dengan
menggunakan pendekatan, prosedur, dan teknik konseling psikodinamik,
humanistik, behavioristik, kognitif, postmodern dan integratif
berdasarkan kebutuhan sasaran layanan;
5. Mampu melaksanakan evaluasi program, proses, dan hasil
penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling serta melaporkan
hasilnya dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
kepada pengambil kebijakan.

Kompetensi Keterampilan Umum Sarjana


1. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif
dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang
sesuai dengan bidang keahlian pendidikan,bimbingan dan konseling;
2. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur dalam
pelayanan bimbingan dan konseling;
3. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai
humaniora sesuai dengan keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara dan
etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi, gagasan, desain atau
kritik seni dalam bidang bimbingan dan konseling;
4. Mampu menyusun deskripsi saintifik hasil kajian bidang
pendidikan,bimbingan dan konseling dalam bentuk skripsi atau laporan
tugas akhir, dan mengunggahnya dalam laman perguruan tinggi;
5. Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian
masalah di bidang pendidikan,bimbingan dan konseling berdasarkan
hasil analisis informasi dan data;
6. Mampu memelihara dan mengembangkan jaringan kerja bidang
pendidikan,bimbingan dan konseling (dengan pengawas, kepala sekolah,
koordinator, sejawat, dan lain-lain);
7. Mampu bertanggungjawab atas pencapaian kinerja kelompok dan
melakukan refleksi serta evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan

7
layanan bimbingan dan konseling yang ditugaskan kepada kelompok
atau pimpinan;
8. Mampu melakukan evaluasi diri terhadap kinerja layanan bimbingan
dan konseling yang berada dibawah tanggung jawabnya;
9. Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan
menemukan kembali data pendidikan, bimbingan dan konseling untuk
menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi.

Kompetensi Pengetahuan Profesi


1. Menguasai prosedur praksis pendidikan, bimbingan dan konseling, serta
substansi keilmuan pendukungnya;
2. Menguasai prosedur asesmen karakteristik sasaran pelayanan bimbingan
dan konseling dengan menggunakan prosedur keilmuan, dan
memperhatikan kode etik dan batas-batas kewenangan layanan
bimbingan dan konseling;
3. Menguasai prosedur dan teknik bimbingan bidang pribadi, sosial, belajar
dan karir;
4. Menguasai prosedur dan teknik konseling psikodinamik, humanistik,
behavioristik, kognitif, postmodern dan integratif;
5. Menguasai prosedur penelitian kualitatif dan kuantitatif bidang
bimbingan dan konseling berdasarkan kaidah dan etika ilmiah;
6. Menguasai prosedur dan metode penanganan isu-isu problematika dalam
kehidupan masyarakat;
7. Menguasai prosedur dan teknik evaluasi dan supervisi layanan bimbingan
dan konseling;
8. Menguasai prosedurteknik komunikasi termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi dalam rangka layanan bimbingan dan
konseling;
9. Menguasai prosedur pengelolaan dan pengembangan kewirausahaan jasa
profesi di bidang bimbingan dan konseling.

Kompetensi Keterampilan Khusus Profesi


1. Mampu merancang, melaksanakan dan melaporkan analisis kebutuhan
sasaran layanan dengan menggunakan instrumen tes dan non tes
berdasarkan prinsip-prinsip perilaku manusia serta prinsip-prinsip
penyusunan instrumen;
2. Mampu mengelola (merancang, menyusun, mengorganisasi,
melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi) program bimbingan dan
konseling yang komprehensif, memandirikan, dan berwawasan

8
perkembangan yang bersifat pencegahan, pengembangan, pemulihan,
dan pemeliharaan pada jenis, jalur dan jenjang satuan pendidikan;
3. Mampu mengelola (merancang, menyusun, mengorganisasi,
melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi) layanan dasar, layanan
responsif, perencanaan individual dan peminatan, dan dukungan sistem
secara individual, kelompok, klasikal, dan kelas besar/lintas kelas dengan
menggunakan metode, teknik, dan multimedia yang relevan serta
memperhatikan kebutuhan sasaran layanan yang berasal dari
keberagaman sosial budaya pada jenis, jalur dan jenjang satuan
pendidikan;
4. Mampu mengelola (merancang, menyusun, mengorganisasi,
melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi) konseling individual dan
kelompok dengan menggunakan pendekatan, prosedur, dan teknik
konseling psikodinamik, humanistik, behavioristik, kognitif, postmodern
dan integratif berdasarkan kebutuhan sasaran layanan; dan
5. Mampu mengelola (merancang, menyusun, mengorganisasi,
melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi) evaluasi program, proses,
dan hasil penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling serta
melaporkan hasilnya kepada pihak-pihak terkait dengan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi.

Kompetensi Keterampilan Umum Profesi


1. Melaksanakan kolaborasi dengan pihak terkait di tempat kerja, lembaga,
dan profesi lain sebagai sumber referal dan sumber informasi dalam
kerangka layanan pendidikan, bimbingan dan konseling;
2. Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku manusia, perkembangan fisik,
kognitif, sosial, emosi, moral dan religius individu, serta manajemen
pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan dan
pengembangan kehidupan efektif pada umumnya, dan penanganan
kehidupan efektif yang terganggu;
3. Mampu mengambil keputusan yang independen dalam menjalankan
profesinya sebagai konselor berdasarkan pemikiran logis, kritis,
sistematis, kreatif, dan hasil-hasil riset, serta nilai-nilai sosial budaya
yang positif;
4. Mampu menyusun laporan kinerja profesi di bawah tanggung jawabnya
sebagai bentuk akuntabilitas yang dapat diakses oleh masyarakat profesi;
5. Mampu menghasilkan dan mempublikasikan karya aplikatif di bidang
bimbingan dan konseling berdasarkan riset dan kode etik profesi;
6. Mampu membangun kewirausahaan melalui jejaring dan pemangku
kepentingan terkait bimbingan dan konseling sesuai dengan kode etik
profesi;

9
7. Mampu melakukan evaluasi diri dan evaluasi sejawat terhadapkinerja
dan keputusan yang telah diambil;
8. Mampu menggunakan keahlian layanan pendidikan, bimbingan dan
konseling untuk meningkatkan mutu sumber daya dalam rangka
pengembangan organisasi;
9. Mampu memimpin suatu tim kerja untuk memecahkan masalah pada
bidang profesi konselor;
10. Mampu berkontribusi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
profesi konselor dan pengembangan kebijakan nasional dalam bidang
profesi konselor;
11. Mampu mendokumentasikan, memeriksa, menyimpan, mengamankan,
menemukan kembali, dan menggunakan data/informasi untuk keperluan
layanan pendidikan, bimbingan dan konseling.
12. Mampu mengambil inisiasi secara aktif dan menyesuaikan diri dengan
perubahan kebijakan pemerintah dan lembaga tempat bekerja;
13. Mampu mengadvokasi sasaran layanan pendidikan, bimbingan dan
konseling dengan memperhatikan harkat dan martabat manusia;
14. Mampu mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kelancaran pelaksanaan layanan pendidikan, bimbingan dan konseling.

Kompetensi Pengetahuan Magister


1. Menguasai ilmu pendidikan, bimbingan dan konseling sebagai paradigma
dalam pengembangan ilmu dan pemecahan masalah bangsa, masyarakat
dan peserta didik;
2. Menguasai berbagai teori, konsep serta hasil penelitian yang relevan
dengan paradigma atau kerangka kerja penelitian dalam bidang
pendidikan, bimbingan dan konseling;
3. Menguasai metodologi penelitian dalam bidang pendidikan, bimbingan
dan konseling untuk menguatkan teori berbasis evidence dan landasan
bagi praktik bimbingan dan bonseling; dan
4. Menguasai pengetahuan dan pendekatan pembelajaran yang mampu
memelihara dan mengembangkan mutu pendidikan pada jenjang S1 dan
profesi bimbingan dan konseling.

Kompetensi Keterampilan Khusus Magister


1. Mengembangkan instrumen untuk keperluan asesmen dalam bimbingan
dan konseling;
2. Mengembangkan strategi dan media layanan bimbingan dan konseling;

10
3. Mengembangkan disain, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran
pada program S1 dan profesi bimbingan dan konseling;
4. Menyelia pembelajaran, praktikum, magang, dan pelaksanaan program
bimbingan dan konseling;
5. Mengembangkan model-model evaluasi dalam bidang bimbingan dan
konseling;
6. Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik bimbingan kelompok dan
klasikal;
7. Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik konseling individual dan
kelompok;
8. Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik layanan konsultasi, mediasi
dan advokasi;
9. Melaksanakan penelitian pendidikan dalam bidang bimbingan dan
konseling yang bersifat analitik;
10.Menyusun dan mempublikasikan karya tulis ilmiah dalam forum dan atau
jurnal ilmiah;
11. Mengembangkan sistem manajemen bimbingan dan konseling; dan
12.Menelaah isu-isu multikultur yang terkait dengan politik, ekonomi, sosial,
dan budaya dalam konteks pendidikan untuk layanan bimbingan dan
konseling.

Kompetensi Keterampilan Umum Magister


1. Mampu mengembangkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan kreatif
melalui penelitian ilmiah, penciptaan desain atau seni dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi bidang pendidikan, bimbingan dan konseling
yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora;
2. Mampu menyusun konsepsi ilmiah dan hasil kajian berdasarkan kaidah,
tata cara, dan etika ilmiah dalam bentuk tesis yang abstraknya diunggah
dalam laman perguruan tinggi, proceeding dipresentasikan dalam forum
ilmiah, serta artikel yang diterbitkan di jurnal ilmiah baik nasional
maupun internasional;
3. Mampu melakukan validasi akademik dan kajian bimbingan dan
konseling dalam menyelesaikan masalah pendidikan melalui
pengembangan pengetahuan dan keahlian bimbingan dan konseling;
4. Mampu menyusun ide, hasil pemikiran, dan argumen saintifik secara
bertanggung jawab dan berdasarkan etika akademik di bidang
pendidikan, bimbingan dan konseling, serta mengkomunikasikannya
melalui media kepada masyarakat akademik dan masyarakat luas;

11
5. Mampu mengidentifikasi obyek penelitian pada bidang pendidikan,
bimbingan dan konseling dan memposisikannya ke dalam suatu peta
penelitian yang dikembangkan melalui pendekatan interdisiplin atau
multidisiplin yang terkait bimbingan dan konseling;
6. Mampu membuat keputusan dalam konteks penyelesaian masalah dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan,
bimbingan dan konseling yang memperhatikan dan menerapkan nilai
humaniora berdasarkan kajian ilmiah, informasi dan data akurat, dan
hasil-hasil riset;
7. Mampu mengelola, mengembangkan dan memelihara jaringan kerja
dengan kolega, sejawat di dalam lembaga, masyarakat, dan komunitas
penelitian yang lebih luas;
8. Mampu meningkatkan kapasitas belajar secara mandiri; dan
9. Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemu-
kan kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi
termasuk mempertanggungjawabkan hasil-hasil penelitiannya.

Kompetensi Pengetahuan Doktor


1. Memiliki wawasan pendidikan dan keilmuan yang relevan dengan
pendidikan, dan bimbingan dan konseling sehingga mampu mengenali,
memahami, mengantisipasi, merumuskan alternaif solusi masalah-
masalah pendidikan, dan bimbingan dan konseling, melalui pendekatan
inter, multi atau transdisiplin;
2. Memiliki pengetahuan yang mendukung kemampuan berinovasi dalam
pengembangan teori, praktik, keilmuan, dan teknologi bidang pendidikan,
bimbingan dan konseling;
3. Menguasai filsafat keilmuan secara inter, multi, dan transdisiplin untuk
membangun paradigma dan kebaruan (novelty) keilmuan dan kerangka
kerja penelitian pendidikan, bimbingan dan konseling;
4. Menguasai metodologi penelitian dalam pendidikan, bimbingan dan
konseling dengan pendekatan inter, multi, dan transdisiplin untuk
membangun inovasi dan kebaruan ilmu, teknologi, dan seni yang terkait
dengan bimbingan dan konseling; dan
5. Menguasai pengetahuan dan pendekatan pembelajaran yang mampu
memelihara dan mengembangkan mutu pendidikan pada jenjang S1,
profesi, S2 dan S3 Bimbingan dan Konseling.
6. Menguasai pengetahuan dan pendekatan manajemen dan supervisi
pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling

12
Kompetensi Keterampilan Khusus Doktor
1. Melaksanakan tugas sebagai seorang ahli bidang pendidikan, bimbingan
dan konseling yang mencerminkan kepribadian Pancasila, pendidik dan
ilmuwan, yaitu kemandirian, integritas, sikap dan tanggungjawab
profesional, serta kesadaran akan landasan filosofis dan ilmiah bagi setiap
tindakan profesionalnya;
2. Mengkaji perkembangan dan perubahan masyarakat dan berpartisipasi
dalam memajukan dan mengembangkan masyarakat melalui penelitian,
pendidikan, dan layanan bimbingan dan konseling;
3. Melaksanakan penelitian secara inter, multi, dan/atau transdisiplin
dalam bentuk disertasi yang original dan memberikan sumbangan teoritik
bagi pengembangan ilmu, pemecahan masalah masyarakat, masalah
pendidikan dan terkait dengan bidang bimbingan dan konseling;
4. Mendesiminasikan ilmu bidang bimbingan dan konseling yang berhasil
dikembangkan kepada mahasiswa, rekan sejawat, masyarakat, dan
mampu saling bersumbang saran secara inter, multi, atau transdisiplin
bersama para pakar dari berbagai disiplin ilmu yang relevan dalam rangka
pemecahan masalah-masalah masyarakat khususnya terkait pendidikan;
5.Menganalisis perubahan masyarakat dan berpartisipasi dalam usaha-
usaha memajukan dan/atau memecahkan masalah-masalah masyarakat
melalui paradigma keilmuan bimbingan dan konseling, dan keilmuan
pendidikan;
6. Melaksanakan penelitian dalam bentuk disertasi di bidang bimbingan dan
konseling yakni menyusun proposal, melaksanakan penelitian, dan
menyusun laporan disertasi serta mampu mempertahankan karya ilmiah
tersebut di depan dewan penguji;
7. Mempublikasikasikan hasil penelitiannya yang memiliki nilai original dan
sumbangan pengembangan teori dan pemecahan masalah di jurnal ilmiah
dan berbagai forum ilmiah tingkat regional, nasional dan/atau
internasional; dan
8. Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran
bidang bimbingan dan konseling di pendidikan tinggi.

Kompetensi Keterampilan Umum Doktor


1. Menemukan atau mengembangkan teori/konsepsi/gagasan ilmiah baru,
memberikan kontribusi pada pengembangan serta pengamalan ilmu
pengetahuan dan/atau teknologi yang memperhatikan dan menerapkan
nilai humaniora di bidang pendidikan keahlian bimbingan dan konseling,
dengan menghasilkan penelitian ilmiah berdasarkan metodologi ilmiah,
pemikiran logis, kritis, sistematis, dan kreatif;

13
2. Menyusun penelitian inter, multidisipliner atau transdisipliner, termasuk
kajian teoritis dan/atau eksperimen pada bidang keilmuan, teknologi, seni
dan inovasi yang dituangkan dalam bentuk disertasi, dan makalah yang
telah diterbitkan di jurnal nasional terakreditasi dan jurnal internasional
bereputasi;
3. Memilih penelitian yang tepat guna, terkini, termaju, dan memberikan
kemaslahatan pada umat manusia melalui pendekatan inter, multi, atau
transdisiplin, dalam rangka mengembangkan dan/atau menghasilkan
penyelesaian masalah di bidang keilmuan, teknologi, seni, atau
kemasyarakatan, berdasarkan hasil kajian tentang ketersediaan
sumberdaya internal maupun eksternal yang terkait dengan penidikan,
bimbingan dan konseling;
4. Mengembangkan peta jalan penelitian terkait pendidikan, bimbingan dan
konseling dengan pendekatan inter, multi, atau transdisiplin, berdasarkan
kajian tentang sasaran pokok penelitian pada konstelasi sasaran yang
lebih luas;
5. Menyusun argumen dan solusi keilmuan, teknologi atau seni berdasarkan
pandangan kritis atas fakta, konsep, prinsip, atau teori yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan etika akademik, serta
mengkomunikasikannya melalui media massa atau langsung kepada
masyarakat;
6. Menunjukkan kepemimpinan akademik dalam pengelolaan,
pengembangan dan pembinaan sumberdaya serta organisasi yang berada
di bawah tanggung jawabnya;
7. Mengelola, termasuk menyimpan, mengaudit, mengamankan, dan
menemukan kembali data dan informasi hasil penelitian yang berada di
bawah tanggung jawabnya; dan
8. Mengembangkan dan memelihara hubungan kolegial dan kesejawatan di
dalam lingkungan sendiri atau melalui jaringan kerjasama dengan
komunitas peneliti di luar lembaga.

C. KEGIATAN PROFESIONAL
1. Praktik Pelayanan Secara Umum
a. Dinamika Pelayanan
1) Konselor wajib menangani konselisesuai dengan kesepakatan
antara keduanya.
2) Jika dirasa perlu, konseli berhak mengakhiri hubungan dengan
konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil
konkrit.
3) Konselor tidak melanjutkan hubungan bila konselitidak
memperoleh manfaat dari layanan yang sudah/ sedang
dilaksanakan.

14
4) Untuk kepentingan pelayanan lebih lanjut, konselor membuat
catatan ringkas tentang kegiatan layanan yang telah
dilaksanakan dengan sepenuhnya menerapkan asas
kerahasiaan.
b. Hubungan Konselor dengan Konseli
1) Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan
keyakinan konseli.
2) Konselor wajib menempatkan kepentingan konseli di atas
kepentingan pribadi konselor.
3) Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas
dasar suku, bangsa, ras, agama, atau status sosial dan gender
terhadap konseli.
4) Konselor tidak diperkenankan memaksa untuk melaksanakan
pelayanan terhadap seseorang tanpa izin dari pihak yang
bersangkutan.
5) Konselor wajib memberikan pelayanan kepada siapapun yang
memerlukannya, terlebih-lebih dalam keadaan darurat atau
banyak orang menghendakinya.
6) Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas
sebagaimana diperlukan oleh konseli, termasuk kepada orang
yang tidak mampu membayar.
7) Konselor wajib menjelaskan kepada konseli tujuan konseling,
sifat hubungan yang sedang dibina dan tanggung jawab
konselor serta konseli masing-masing dalam hubungan
profesional konseling.
8) Konselor wajib memperhatikan kondisi konseli ketika kegiatan
layanan berlangsung.
9) Konselor tidak boleh memberikan layanan secara professional
kepada konseli yang memiliki hubungan kekerabatan yang
sangat dekat.

2. Praktik pada Unit Kelembagaan


Dalam berpraktik pada unit kelembagaan tertentu, seperti satuan
pendidikan, lembaga pendidikan kedinasan (negeri/swasta), lingkung-
an pendidikan lembaga kerja(perusahaan/industri), atau lembaga
sosial kemasyarakatan:
a. Konselor memahami visi, misi, tujuan, pola kerja dan nilai-nilai
yang berlaku di lembaga · yang dimaksud, dengan ketentuan:
1) Apabila visi, misi, tujuan, pola kerja dan nilai-nilai lembaga
sesuai dengan visi dan misi serta nilai-nilai bimbingan dan
konseling dan memandirikan, konselor dianggap layak untuk
berkerja di lembaga yang dimaksud.

15
2) Apabilavisi, misi, tujuan, pola kerja dan nilai-nilai yang ada di
lembaga tersebut tidak sesuai dengan visi, misi serta nilai-nilai
bimbingan dan konseling, konselor dianggap tidak layak
bekerja di lembaga tersebut.
b. Konselor menjunjung dan mengimplementasikan visi, misi, tujuan,
pola kerja dan nilai-nilai yang berlaku di lembaga yang dimaksud
melalui pelayanan bimbingan dan konseling.
c. Konselor memberikan pelayanan kepada seluruh sasaran layanan
atau konseliyang menjadi tanggung jawabnya di lembaga tempat
bekerja dan konseli-konseliyang secara langsung meminta konselor
memberikan pelayanan, dengan menerapkan segenap kaidah, kode
etik profesional pelayanan konseling.

3. Praktik Mandiri
Dalam status sebagai Konselor yan melakukan
PraktikMandiri
(private) berlaku ketentuan sebagai berikut.
a. Konselor wajib memperoleh izin praktik dari organisasi profesi
bimbingan dan konseling, yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (ABKIN)
b. Konselor memberikan pelayanan kepada seluruh warga
masyarakat yang memerlukanbantuan dengan menerapkan
segenap kaidah praktik dan kode etik profesional pelayanan
bimbingan dan konseling.

4. Dukungan Sejawat Profesional Konselor


1) Berkenaan dengan status konselor yang bekerja pada unit
kelembagaan dankonselor mandiri, semua konselor saling
menghormati dan mendukung.
2) Jika dikehendaki oleh pihak-pihak terkait, sejawat konselor
dengan senang hati dan sekuat tenaga secara profesional
membantu rekan yang bekerja pada unit kelembagaandan praktik
mandiri yang membutuhkan bantuan.

5. Informasi dan Riset


a. Penyimpanan Informasi dan penggunaan
1) Catatan tentang diri konseli seperti: hasil wawancara, testing,
surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi
yang bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk
kepentingan konseli.
2) Penggunaan data/informasi tersebut pada butir 1)
dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon

16
konselor sepanjang identitas pemiliknya dirahasiakan dan
medapatkanijin dari konseli yang bersangkutan.
3) Penyampaian informasi tentang konseli kepada keluarganya
atau anggota profesi yang sama atau profesi lain membutuhkan
persetujuan konseli yang bersangkutan dan kepentingan
konseli tidak dirugikan.
4) Informasi profesional hanya boleh disampaikan kepada orang
yang mampu dan berwenang menafsirkan dan menggunakan-
nya.

b. Riset
Dalam melakukan riset, konselor memperhatikan
hal-hal
berikut.
1) Dalam melakukan riset terhadap manusia, wajib dihindari hal
yang merugikan subjek yang diteliti.
2) Dalam melaporkan hasil riset, identitas subjek penelitian wajib
dijaga kerahasiannya.

6. Assesmen
a. Suatu jenis assesmen tes dan/atau non-tes hanya bisa
diaplikasikan oleh guru bimbingan dan konseling, konselor, atau
dosen bimbinan dan konseling yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya.
1) Assesmen dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas
tentang kondisi diri atau karakteristik kepribadian konseli
untuk kepentingan pelayanan.
2) Konselor memberikan hasil assesmen kepada konseli dan orang
tua untuk kepentingan pelayanan.
3) Penggunaan assesmen wajib mengikuti pedoman atau petunjuk
yang berlaku bagi assesmen yang dimaksud.
4) Data hasil assesmen wajib diintegrasikan ke dalam himpunan
data dan/atau dengan informasi dari sumber lain untuk konseli
yang sama.
5) Hasil assesmen hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain
sejauh ada hubungannya dengan usaha bantuan terhadap
konseli dan tidak menimbulkan kerugian baginya.

17
BAB III
PELAKSANAAN PELAYANAN

Konselor menyadari bahwa kepentingan sasaran layanan atau konseli


terhadap layanan bimbingan dan konseling merupakan hal yang paling
utama. Oleh karena itu, konselor menyikapi dan melayani konseli didasari
oleh motif altruistik dan menampilkan karakteristik pribadi seorang konselor
yang hangat, penuh pemahaman yang empatik, tulus, menerima konseli apa
adanya, dan saling percaya.
A. PENGHARGAAN DAN KETERBUKAAN

1. Perhargaan terhadap Sasaran Layanan


a. Konselor menghargai konseli sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaannya.
b. Konselor menyadari dan menghargai konseli sebagai individu
dengan hak-hak pribadi dan kondisi mutikultural dirinya.
c. Konselor memahami permasalahan yang dialami konseli dan
memposisikannya sebagai subjek yang perlu dibantu dan dicarikan
solusi atas masalah-masalahnya dengan sebaik-baiknya, bukan
menjadikan kesalahan yang diperbuat konseli sebagai objek
layanan.
d. Konselor memahami dan memposisikan konseli sebagai subjek
yang berpotensi untuk mampu mencapai solusi atas permasalahan
yang dialaminya dan mengembangkan dirinya.

2. Kebenaran dan Keterbukaan


a. Dalam melaksanakan pelayanan konseling konselor membahas
dan menangani permasalahan konseli secara objektif atas dasar
kebenaran dengan prinsip konselor tidak pernah memihak, kecuali
pada kebenaran.
b. Dalam pembahasan dan pencarian solusi atas permasalahan
konseli, konselor mendorong konseli untuk objektif dan terbuka
sehingga segala sesuatunya dapat dibahas dan dilayani secara
mendalam, tuntas dan tepat.
c. Dalam menangani permasalahan konseli, konselor bertindak
secara objektif, konkrit dan menghindari kerancuan peran dan
sesuatu yang tidak jelas.

B. KERAHASIAAN DAN BERBAGI INFORMASI

1. Kerahasiaan

18
a. Konselor menyadari, menghargai dan menempatkan informasi
dari dan mengenai diri konseli, baik yang menyangkut kehidupan
pribadi maupun kondisi aktualnya pada posisi yang sangat penting
dan harus dirahasiakan sepenuhnya.
b. Konselor berbagi informasi tentang diri dan kondisi konseli
dengan fihak lainhanya atas izin konseli sesuai dengan asas
kerahasiaan,atau pertimbangan etika profesi dan/atau hukum.
2.Berbagi Informasi dengan Pihak Lain
a. Konselor harus memastikan keamanan atas kerahasiaan informasi
dan data-data tentang konseli yang dilayani dan yang dalam proses
pemberian bantuannya .
b. Dengan Team Konselor
1) Jika pelayanan terhadap konseli melibatkan konselor lain
(dalam satu tim) dengan peranannya masing-masing, maka
konseli terlebih dahulu diberitahu mengenai hal tersebut dan
informasi serta data apa saja tentang dirinya yang akan dibagi
kepada konselor lain itu.
2) Alih tangan kasus kepada konselor lain atau ahli lain harus
seizin konseli, dan konseli diberitahu informasi apa saja
tentang dirinya yang disampaikan kepada konselor lain atau
ahli lain itu.
3) Dalam diskusi profesional antarkonselor, dalam kegiatan
konferensi kasus, namakonseli yang masalahnya dibahas harus
dirahasian.
4) Dalam konferensi kasus, konselor memastikanbahwa para
peserta itu memang benar-benar merahasiakan
namakonselidan permasalahan yang dibahas, tidak akan
disampaikan kepada siapapun juga.
c. Dengan Atasan Konselor. Konselor akan melaporkan kepada
atasan tentang pelaksanaan program Bimbingan dan konseling
tanpa menyebutkan nama-nama konseli dalam laporan tersebut.
d. Dalam Memindahkan informasi. Informasi data yang bersifat
rahasia yang terekam dalam komputer, melalui surat elektronik,
mesin fax, telepon, dan perlengkapan teknologi komputer lainnya,
dipindahkan oleh konselor dengan memperhatikan serta
memastikan keamanan pemindahan informasi/data-data rahasia
tersebut.
3. Rekaman Data Konseling
a. Kerahasiaan rekaman. Proses perekaman dan tempat
penyimpanan hasilnya hanya ditangani oleh orang-orang yang
memiliki wewenang untuk rekaman tersebut.

19
b. Izin untuk merekam. Terlebih dahulu konselor meminta izin dari
konseli untukmerekam proses konseling dalam bentuk elektronik
maupun bentuk lain.
c. Izin untuk pengamatan. Terlebih dahulu konselor meminta izin
dari konseli untuk mengamati sesi layanan langsung, sesi
konseling dalam latihan, termasuk meninjau hasil transkrip dan
laporan pelaksanaan layanan.
d. Rekaman bagi konseli. Konselor hanya memberikan salinan
rekaman dan/atau laporan layanan kepada konseli yang memang
memerlukan. Konselor membatasi pemberian salinan rekaman
atau sebagian salinan hanya jika isi rekaman tersebut tidak akan
menggangu atau menyakiti perasaan konseli. Dalam situasi
konseling yang melibatkan banyak konseli, maka konselor hanya
memberikan salinan rekaman data yang menyangkut konseli yang
memintanya dan tidak menyertakan salinan data yang menyangkut
konseli lain.
e. Bantuan dengan rekaman data. Konselor memberikan bantuan
kepada konseli dengan cara memberikan konsultasi dalam
memaknai rekaman dan memanfaatkan secara proaktif data yang
ada.
f. Membuka atau memindahkan rekaman. Terlebih dahulu konselor
meminta persetujuan tertulis dari konseli untuk membuka atau
memindahkanrekaman data kepada pihak ketiga yang memiliki
wewenang.
g. Penyimpanan rekaman setelah konseling berakhir. Jika konselor
perlu menyimpan rekaman data konseling untuk menindaklanjuti
proses konseling, konselor memelihara dan menjaga kerahasiaan
rekaman. Penghapusan data yang sudah using atau terlalu lama
tersimpan boleh dihapus secara aman jika telah tersimpan selaa 10
tahun.

4. Penelitian
a. Persetujuan institusi atau lembaga. Jika konselor akan
menggunakan informasi mengenai konseli sebagai bagian dari
penelitian, maka konselor harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari lembaga tempat konselor bekerja.
b. Informasi rahasia yang diperlukan dalam penelitian. Konselor
menjaga kerahasiaan setiap rekaman data konseli dengan sebaik-
baiknya jika penelitian yang akan dilakukan melibatkan pihak lain.

C. SETING LAYANAN
1. Suasana dan Sarana Fisik

20
a. Konselor menyelenggarakan pelayanan kepada konseli di tempat
(seperti ruangan dan kelengkapannya) yang dijamin suasana yang
aman dan nyaman.
b. Pelayanan Bimbingan dan Konseling dapat diselenggarakan di luar
ruangan dengan catatan kondisi fisik dan suasananya harus
sebagaimana tersebut pada butir a di atas.
c. Tempat penyelenggaraan layanan dapat dilengkapi dengan alat-
alat seperti tempat relaksasi, persediaan air (untuk cuci tangan dan
cuci muka, serta untuk minum), serta perlengkapan hardware
untuk penayangan media, dan lain-lain.

2. Kondisi Sosio-Psikologis
a. Pelayanan konseling dilaksanakan di dalam ruangan tempat yang
terjaga konfidensialitasnya, artinya tidak dilihat oleh pihak ketiga
yang dapat mengganggu asas kerahasiaan.
b. Tempat penyelenggaraan konseling dipilih dan dipersiapkan
sedemikian rupa sehingga konseli merasa dihargai/dihormati;
dalam hal ini pilihan tempat penyelenggaraan layanan merupakan
kesepakatan antara konseli dan konselor.
c. Jarak dan posisi duduk antara konselor dan konseli, terutama pada
layanan konseling perorangan, tidak melanggar nilai-nilai dan
norma berlaku.

D. TANGGUNG JAWAB
Konselor dalam menjalankan kinerja profesionalnya,
konselor
bertanggung jawab kepada lima pihak, yaitu kepada pihak sebagai
1.berikut.
Tanggung Jawab kepada Konseli
Yaitu bahwa konselor telah berbuat sesuatu yang
menguntungkan
a.konseli
Konselor menjunjung
melalui pelayanantinggi dan memelihara hak-hak konseli
konseling.
sehingga terwujudkan dengan cara yang baik seiring dengan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi konselor.
b. Konselor secara penuh membantu konseli dalam mengembangkan
potensi dan memenuhi kebutuhannya dalam berbagai bidang
kehidupannya, serta mendorongnya untuk mencapai solusi atas
permasalahannya dan mencapai perkembangan diri secara
optimal.
c. Konselor mendorong konseli untuk mampu bertanggung jawab
atas diri sendiri, mengambil keputusan sendiri, dan mandiri
dalam menjalani kehidupan secara efektif dan sukses.
d. Konselor mengerahkan segenap kemampuan profesionalnya yang
terbaik demi keberhasilankonseli.

21
2. Tanggung Jawab kepada Atasan dan Pemangku Kepentingan
Lainnya
a. Konselor memberikan informasi kepada pimpinan lembaga dan
pihak-pihak terkait tentang peranan konselor terutama tentang
pelayanan terhadap konseli yang menjadi tanggung jawab
konselor di lembaga yang dimaksud dan peran konseling demi
suksesnya lembaga.
b. Konselor mendorong konseli yang ada di lembaga yang dimaksud
serta pihak-pihak yang terkait agar melalui pelayanan konseling
mereka dapat ikut serta menyukseskan lembaga.
c. Konselor merupakan kepanjangan tangan dari keseruruhan tugas
kelembagaan melalui kerjasama konselor dengan seluruh
perangkat kelembagaan untuk suksesnya visi dan misi lembaga
secara menyeluruh.
d. Konselor menerima masukan, pendapat atau kritikan dari
pimpinan lembaga sebagai dasar untuk mengembangkan,
memperbaiki dan melaksanakan dengan sukses
programbimbingan dan konseling di lembaga yang dimaksud.

3. Tanggung Jawab kepada Ilmu dan Profesi


a. Konselor menyadari bahwa ilmu dan kemampuan yang telah
dipelajarinya mengandung nilai-nilai luhur yang wajib dijunjung
tinggi dan diimplementasikan dengan cara terbaik, sehingga nilai-
nilai luhur itu tidak tercederai.
b. Konselor tidak menyalahgunakan kedudukannya sebagai konselor
untuk kepentingan diluar tujuan dan kemanfaatan ilmu dan
profesi konseling.
c. Dalam kaitannya dengan asosiasi profesi (ABKIN), konselor secara
konsisten tunduk da~ menjalankan aturan dan kode etik profes1,
sepanjang asosiasi profesi tersebut terarah dan menjalankan
kaidah-kaidah keilmuan dan profesi bimbingan dan konseling
dengan benar.

4. Tanggung Jawab kepada DiriSendiri


a. Konselor menyadari bahwa kualitas layanan konseling yang
dilakukannya berdampak pada pribadi konselor sendiri, terutama
dalam hal pandangan pihak lain tentang kemampuan dan kualitas
keprofesian konselor.

22
b. Konselor berusaha terus-menerus untuk mengembangkan
kompetensi keprofesionalannya dengan menjaga kualitas diri dan
profesinya.

5. Tanggung Jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa


a. Konselor, dalam menjalankan pelayanan konseling merasakan
bahwa hal itu merupakan ibadah. Untuk itu setiap kali memohon
petunjuk dan ridho dari Tuhan Yang Maha Esa demi suksesnya
pelayanan yang dimaksud.
b. Konselor menyadari bahwa apa yang dilaksanakannya dalam
pelayanan konseling wajib terlaksana di jalan yang benar, hanya
untuk kebaikan dan kemaslahatan semua pihak serta terhindar
dari kesalahan-kesalahan yang disadari dan disengaja.

23
BAB IV
PELANGGARAN DAN SANKSI

Konselor wajib memperhatikan apa yang seharusnya dilakukan, apa yang


tidak boleh dilakukan, dan apa yang dianjurkan untuk dilakukan kepada
konseli. Setiap pelanggaran terhadap Kode Etik akan merugikan diri konselor
sendiri, konseli, lembaga dan pihak lain yang terkait, serta profesi Bimbingan
dan Konseling. Pelanggaran Kode Etik akan mendapatkan sanksi, baik secara
moral berkenaan dengan kerugian diri konselor sendiri, konseli dan pihak
lain, serta sanksi secara formal dari organisasi profesi.
A. BENTUK PELANGGARAN
1. Pelanggaran Umum
a. Melanggar nilai dan norma yang mencemarkan nama baik profesi
Bimbingan dan Konseling dan organisasinya, yaitu ABKIN.
b. Melakukan tindak pidana yang mencemarkan nama baik profesi
Bimbingan dan Konseling.
2. Pelanggaran terhadap Konseli
a. Menyebarkan/ membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak
terkait dengan kepentingan konseli.
b. Melakukan perbuatan asusila, seperti pelecehan seksual, penistaan
agama, rasialis terhadap konseli, dan merugikan konseli.
c. Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap
konseli.
d. Melakukan praktik professional yang tidak sesuai standar profesi
e. Tidak memberikan pelayanan atau mengabaikan permintaan
konseli untuk mendapatkan pelayanan.
f. Melakukan referal kepada pihak lain yang tidak sesuai dengan
masalah konseli dan merugikan konseli.
3. Pelanggaran Terkait dengan Lembaga Kerja
a. Melakukan tindak kesalahan terhadap lembaga berkenaan dengan
tanggung jawabnya sebagai konselor yang bekerja di lembaga yang
dimaksudkan.
b. Melakukan kesalahan pidana terhadap lembaga yang dimaksud
yang dikenai sanksi/ hukum yang mencemarkan nama baik profesi
Bimbingan dan Konseling.
4. Pelanggaran terhadap Rekan Sejawat
a. Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik antar sejawat
konselor, seperti penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap
arogan.
b. Berebut konseli untuk dilayani antar sesama
konselor.
5.Pelanggaran terhadap Organisasi Profesi

24
a. Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh
organisasi profesi.
b. Mencemarkan nama baik profesi dan organisasi profesinya.

B. SANKSI PELANGGARAN
Apabila terjadi pelanggaran terhadap Kade Etik Profesi Bimbingan
dan Konseling maka kepada konselor diberikan sanksi sebagai berikut.
1. Teguran secara lisan dan tertulis.
2. Peringatan keras secara tertulis.
3. Pencabutan keanggotaan ABKIN.
4. Pencabutan lisensi izin praktik mandiri.
5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/kriminal maka
permasalahan tersebut diserahkan pada pihak yang berwenang.

C. MEKANISME PENERAPAN SANKSI


Penerapan sanksi terhadap konselor yang dianggap melanggar Kode
Etik
dilakukan sebagai berikut.
1. Diperolehnya pengaduan dan/atau informasi tentang adanya
pelanggaran dari konseli dan/atau pihak lain.
2. Pengaduan/informasi disampaikan kepada Dewan Kade Etik, untuk
diverifikasi.
3. Konselor yang bersangkutan dipanggil oleh dewanpertimbangan kode
etik untuk verifikasi pengaduan/ informasi yang disampaikan oleh
konseli dan/atau pihak lain.
4. Konselor yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
5. Apabila ternyata memang ada pelanggaran dan pelanggaran itu
dianggap masih relatif ringan, maka penyelesaiannya dilakukan oleh
Dewan Kode Etik Daerah, yang kemudian dikuatkan oleh Pengurus
Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (PB-ABKIN).
6. Apabila pelanggaran dilakukan oleh konselor menciderai profesi
bimbingan dan konseling, Dewan Kade Etik Daerah melimpahkan
penyelesaiannya kepada Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (PB-ABKIN).

25
BAB V
PENUTUP
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) sebagai asosiasi
profesi membentuk Dewan Kade Etik Profesi Tingkat Nasional dan Tingkat
Daerah. Tugas pokok dan fungsi Dewan Kade Etik Profesi tersebut adalah:
1. Menjaga tegaknya Kade Etik profesi Bimbingan dan Konseling sebagai
profesi yang bermartabat.
2. Mengadakan verifikasi tentang kebenaran pelanggaran terhadap Kade
Etik oleh konselor yang dilaporkan oleh pihak tertentu.
3. Menerima dan mempertimbangkan pembelaan dari konselor yang
diadukan melanggar Kade Etik.
4. Mempertimbangkan dan menjatuhkan sanksi kepada konselor yang
nyata-nyata melanggar Kade Etik sesuai dengan besar-kecilnya
pelanggaran yang dilakukan
5. Bertindak sebagai saksi di pengadilan berkenaan dengan perkara
berkenaan dengan permasalahan hukum yang menyangkut anggota
ABKIN dan ABKIN sebagai lembaga.
Konselor sebagai anggota ABKIN maupun anggota divisi-divisi ABKIN
wajib memperhatikan dan menerapkan sepenuhnya semua unsur dan butir
Kade Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) ini.Divisi-divisi
dalam lingkungan ABKIN dapat menyusun kode etik profesi tersendiri
dengan memuat butir-butir pokok dan tidak bertentangan dengan substansi
Kade Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.Dewan Kade Etik Tingkat
Nasional dan Tingkat Daerah secara langsung memantau dan menangani
pelanggaran terhadap Kade Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia
dimaksud.

26
2
KODE ETIK IKI
KODE ETIK
PROFESI KONSELING

BAB I
PENDAHULUAN
Dasar
Dasar Kode Etik Profesi Konseling di Indonesia adalah (a) Pancasila, mengingat
bahwa
profesi konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut
membina warga negara yang bertanggung jawab, dan (b) tuntutan profesi, mengacu
kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
BAB II
KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
A. Kualifikasi
Konselor harus memiliki (1) nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan, dan wawasan
dalam bidang profesi konseling, dan (2) pengakuan atas kemampuan dan kewenangan
sebagai konselor.
1. Wawasan, Pengetahuan, Keterampilan, Nilai, dan Sikap
a. Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus-
menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia harus mengerti
kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang
dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan
rendahnya mutu layanan profesional serta merugikan klien.
b. Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan
sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya,
jujur, tertib, dan hormat.
c. Konselor harus memiliki rasa tanggungjawab terhadap saran ataupun
peringatan yang diberikan kepadanya, khusunya dari rekan-rekan seprofesi
dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku
profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini.
d. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja
yang setinggi mungkin; kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material
dan finansial tidak diutamakan.
e. Konselor harus terampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur
khusus yang dikembangkan atas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah
ilmiah.
2. Pengakuan Kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan pengakuan keahlian dan
kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya
oleh pemerintah.

B. Informasi, Testing, dan Riset


1. Penyimpanan dan Penggunaan Informasi

IKATAN KONSELOR INDONESIA (IKI) www.konselor.org 1


a. Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat-
menyurat, perekaman, dan data lain, semuanya merupakan informasi yang
bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien.
Penggunaan data/informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon
konselor dimungkinkan, sepanjang identitas klien dirahasiakan.
b. Penyampaian infornasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota
profesi lain, membutuhkan persetujuan klien.
c. Penggunaan informasi tentang klien dalam rangka konsultasi dengan anggota
profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan
klien dan tidak merugikan klien.
d. Keterangan mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang
yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
1. Testing
a. Suatu jenis tes hanya diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan
dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia
mempunyai wewenang yang dimaksud.
b. Testing diperlukan bila proses pemberian layanan memerlukan data tentang
sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel
yang lebih luas, misalnya taraf intelegensia, minat, bakat khusus, dan
kecenderungan pribadi seseorang.
c. Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan
digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus
disampaikan kepada klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan
kegunaannya.
d. Penggunaan suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang
berlaku bagi tes yang bersangkutan.
e. Data yang diperoleh dari hasil testing harus diintegrasikan dengan informasi
lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain. Dalam hal ini
data hasil testing harus diperlakukan setaraf dengan data dan informasi lain
tentang klien.
f. Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak lain
yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan
tidak merugikan klien.
2. Riset
a. Dalam melakukan riset, di mana tersangkut manusia dengan masalahnya
sebagai subyek, harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subyek yang
bersangkutan.
b. Dalam melaporkan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subyek, harus
dijaga agar identitas subyek dirahasiakan.

C. Proses Layanan
1. Hubungan dalam Pemberian Layanan
a. Kewajiban konselor untuk menangani klien berlangsung selama ada
kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor. Kewajiban itu

IKATAN KONSELOR INDONESIA (IKI) www.konselor.org 2


berakhir jika hubungan konseling berakhir dalam arti, klien mengakhiri
hubungan kerja atau konselor tidak lagi bertugas sebagai konselor.
b. Klien sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor,
meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkret.
Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan apabila klien ternyata
tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.

2. Hubungan dengan Klien


a. Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan klien.
b. Konselor harus menempatkan kepentingan kliennya di atas kepentingan
pribadinya. Demikian pun dia tidak boleh memberikan layanan bantuan di luar
bidang pendidikan, pengalaman, dan kemampuan yang dimilikinya.
c. Dalam menjalankan tugasnya, konselor tidak mengadakan pembedaan klien
atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau status sosial ekonomi.
d. Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang
dan tidak akan mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa izin dari orang
yang bersangkutan.
e. Konselor bebas memilih siapa yang akan diberi bantuan, akan tetapi dia harus
memperhatikan setiap permintaan bantuan, lebih-lebih dalam keadaan darurat
atau apabila banyak orang yang menghendaki.
f. Kalau konselor sudah turun tangan membantu seseorang, maka dia tidak akan
melalaikan klien tersebut, walinya atau orang yang bertanggung jawab
padanya.
g. Konselor harus menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina
dan batas-batas tanggungjawab masing-masing, khususnya sejauh mana dia
memikul tanggungjawab terhadap klien.
h. Hubungan konselor mengandung kesetiaan ganda kepada klien, masyarakat,
atasan, dan rekan-rekan sejawat.
1) Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka harus diperhatikan
kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya
sebagai konselor. Dalam hal ini terutama sekali harus diperhatikan ialah
kepentingan klien.
2) Apabila timbul masalah antara kesetiaan kepada klien dan lembaga tempat
konselor bekerja, maka konselor harus menyampaikan situasinya kepada
klien dan atasannya. Dalam hal ini klien harus diminta untuk mengambil
keputusan apakah dia ingin meneruskan hubungan konseling dengannya.
i. Konselor tidak akan memberikan bantuan profesional kepada sanak keluarga,
teman-teman karibnya, apabila hubungan profesional dengan orang-orang
tersebut mungkin dapat terancam oleh kaburnya peranan masing-masing.

D. Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan Sejawat atau Ahli Lain


1. Konsultasi dengan Rekan Sejawat
Dalam rangka pemberian layanan kepada seorang klien, kalau konselor
merasa
ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan
sejawat se lingkungan profesi. Untuk itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari
kliennya.

IKATAN KONSELOR INDONESIA (IKI) www.konselor.org 3


2. Alih Tangan Kasus
a. Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang klien bila pada
akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepada klien
tersebut, baik karena kurangnya kemampuan/keahlian maupun keterbatasan
pribadinya. Dalam hal ini konselor mengizinkan klien untuk berkonsultasi
dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkan
kepada orang atau badan ahli tersebut, tetapi harus atas dasar persetujuan
klien.
b. Bila pengiriman ke ahli lain disetujui klien, maka menjadi tanggungjawab
konselor untuk menyarankan kepada klien orang atau badan yang mempunyai
keahlian khusus.
c. Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain, akan tetapi klien
menolak pergi kepada ahli yang disarankan oleh konselor, maka konselor
mempertimbangkan apa baik-buruknya kalau hubungan yang sudah ada mau
diteruskan lagi.

BAB III
HUBUNGAN KELEMBAGAAN

A. Prinsip Umum
1. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam layanan individual, khususnya tentang
penyimpanan serta penyebaran informasi tentang klien dan hubungan konfidensial
antara konselor dengan klien, berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan
kelembagaan.
2. Apabila konselor bertindak sebagai konsultan pada suatu lembaga, maka harus ada
pengertian dan kesepakatan yang jelas antara dia dengan pihak lembaga dan
dengan klien yang menghubungi konselor di tempat lembaga itu. Sebagai seorang
konsultan, konselor harus tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi dan tidak
bekerja atas dasar komersial.

B. Keterkaitan Kelembagaan
1. Setiap konselor yang bekerja dalam hubungan kelembagaan turut
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan peraturan kerjasama dengan pihak
atasan atau bawahannya, terutama dalam rangka layanan konseling dengan
menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.
2. Peraturan-peraturan kelembagaan yang diikuti oleh semua petugas dalam lembaga
harus dianggap mencerminkan kebijaksanaan lembaga itu dan bukan pertimbangan
pribadi. Konselor harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada
atasannya. Sebaliknya dia berhak pula mendapat perlindungan dari lembaga itu
dalam menjalankan profesinya.
3. Setiap konselor yang menjadi anggota staf suatu lembaga harus mengetahui
tentang program-program yang berorientasi kepada kegiatan-kegiatan dari
lembaga itu dari pihak lain; pekerjaan konselor harus dianggap sebagai sumbangan
khas dalam mencapai tujuan lembaga itu.

IKATAN KONSELOR INDONESIA (IKI) www.konselor.org 4


4. Jika dalam rangka pekerjaan dalam suatu lembaga, konselor tidak cocok dengan
ketentuan-ketentuan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berlaku di lembaga
itu, maka ia harus mengundurkan diri dari lembaga tersebut.

BAB IV
PRAKTIK MANDIRI DAN LAPORAN
KEPADA PIHAK LAIN

A. Konselor Praktik Mandiri (Privat)


1. Konselor yang berpraktik mandiri (privat) dan tidak bekerja dalam hubungan
kelembagaan tertentu, tetap menaati segenap kode etik jabatannya sebagai
konselor, dan berhak untuk mendapat dukungan serta perlindungan dari rekan-
rekan seprofesi.
2. Konselor yang berpraktik mandiri wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari
organisasi profesi (ABKIN).

B. Laporan kepada Pihak Lain


apabila konselor perlu melaporkan suatu hal tentang klien kepada pihak lain
(misalnya: pimpinan lembaga tempat ia bekerja), atau kalau ia diminta keterangan
tentang klien oleh petugas suatu badan di luar profesinya, dan ia harus juga
memberikan informasi itu, maka dalam memberikan informasi itu ia harus sebijaksana
mungkin dengan berpedoman pada pegangan bahwa dengan berbuat begitu klien tetap
dilindungi dan tidak dirugikan.
BAB V
KETAATAN KEPADA PROFESI

A. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban


1. Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai konselor, konselor harus
selalu mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap klien dan profesi
sebagaimana dicantumkan dalam kode etik ini, dan semuanya itu sebesar-besarnya
untuk kepentingan dan kebahagiaan klien.
2. Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk
maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud-maksud lain yang dapat
merugikan klien, ataupun menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang
tidak wajar.

B. Pelanggaran terhadap Kode Etik


1. Konselor harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya tidak melanggar
kode etik ini.
2. Konselor harus senantiasa mengingat bahwa pelanggaran terhadap kode etik ini
akan merugikan mutu proses dan hasil layanan yang ia berikan, merugikan klien,
lembaga dan pihak-pihak lain yang terkait, serta merugikan diri konselor sendiri
dan profesinya.
3. Pelanggaran terhadap kode etik ini akan mendapatkan sanksi berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN.

IKATAN KONSELOR INDONESIA (IKI) www.konselor.org 5


Nama-Nama Peserta Pertemuan Sanctioning
Dasar Standardisasi Profesi Konseling
Di Yogyakarta Tanggal 17-18 Oktober 2003

No. Nama Status/Jabata Kedudukan/Jabat Keterangan


n an
dalam ABKIN
Direktur
1. Prof.Dr. Sukamto, M.Sc. - -
PPTK-KPT
Direktur PPs Dewan Pembina Tim
2. Prof.Dr. Prayitno, M.Sc.Ed. UNP PB ABKIN Pengembang
Ketua I PB
3. Prof.Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd. PR I UNNES ABKIN Tim Pengembang
Sekretaris LP
4. Dr. Ahman, M.Pd. Sekjen PB ABKIN Tim Pengembang
UPI
Ketua UPBK Pengurus PD
5. Drs. Syamsuddin, S.U Tim Pengembang
UNY ABKIN DIY
Ketua Umum PB
6. Prof.Dr. Sunaryo Kartadinata, PR II UPI ABKIN -

Dosen PPs Dewan Pembina


7. Prof. Drs. Rosjidan, M.A -
UM PB ABKIN
Dekan FIP Ketua Umum
8. Prof. Dr. Soli Abimanyu -
UNM IPKON ABKIN
Ketua II PB
9. Drs. Thantawi R, M.A Dosen UNJ ABKIN/ Ketua PD -
ABKIN DKI
Ketua Jur BK Ketua PD ABKIN -
10. Drs. Giyono, M.Pd. UNILA Lampung
Sekretaris I PB
Dekan FIP
11. Drs. Muh Farozin, M.Pd. UNY ABKIN/ Ketua PD -
ABKIN DIY
Sekretaris II PB
Sekretaris
12. Drs. Alizamar, M.Pd., Kons. LPM UNP ABKIN/ Ketua PD -
ABKIN Sumbar
Bendahara PB
Ketua Jur.
13. Drs. Sutiyono BK UNESA ABKIN/ Ketua PD -
ABKIN Jatim
14. Dr. Soeharto, M.Pd. Dosen UNS Pakar BK -
Sekretaris
15. Drs. Suharso, M.Pd. Jur BK Pakar BK -
UNNES
16. Drs. HA Hidayat, MM Kasubdit KPT - -
Kasubdit
17. Drs. Siswanto Hadi, MM - -
PGSM

18. Deddy Abdul Halim Pimbagpro - -


PTA
Bendaharaw
19. Ratna Juwita L. an Bagpro - -
PTA

IKATAN KONSELOR INDONESIA (IKI) www.konselor.org 6


TUGAS POKOK DAN RAMBU-RAMBU
KEGIATAN PELAYANAN BIMBINGAN DAN
KONSELING DI SATUAN PENDIDIKAN

(PERTEMUAN 11 DAN 12)


Sebagai pendidik, konselor di sekolah pada prinsipnya memiliki
tugas yang secara umum sama dengan pendidik lainya, seperti guru
dan dosen. Akan tetapi, fokus tugasnya yang berbeda. Menurut
peraturan menteri pendidikan nasional konteks tugas konselor berada
dalam kawasan pelayanan yang bertujuan mengembangkan potensi
dan memandirikan konseli daiam pengambilan keputusan dan pilihan
untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli
kemaslahatan umum. Pelayanan dimaksud adalah pelayanan
bimbingan dan konseling. Konselor adalah pengampu pelayanan ahli
bimbingan dan konseling, terutama dalam jalur pendidikan formal
dan nonformal.
Menurut Anas Salahudin, perincian peran, tugas, dan tanggung jawab GURU
bimbingan konseling adalah sebagai berikut.

1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.


2. Mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan
konseling, serta tentang data-data siswa tersebut.
3. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan bantuan.
4. Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor,yaitu siswa yang
menurut pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar/latihan khusus
(seperti pengajaran/latihan perbaikan, program pengayaan).
5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan
hubungan antarsiswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan bimbingan
dan konseling.
6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang
memerlukan layanan/kegiatan bimbingan konseling
untukmengikuti/menjalani layanan//kegiatan yang dimaksud.
7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti
kofrensi kasus.
8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka
penilaian pelayanan bimbingan dan konseling sertaupaya tindak
lanjutnya.
TUGAS POKOK KONSELOR DIKELOMPOKAN
MENJADI :
1. PERENCANAAN PROGRAM BIMBINGAN DAN
KONSELING
2. MELAKSANAKAN PROGRAM BK
3. MELAPORKAN PELAKSANAAN PROGRAM BK
4. BERPARTISIPASI AKTIF DALAM BERBAGAI
KEGIATAN SEKOLAH YANG MENUNJANG
PENIGAKTAN KUALITAS DAN MUTU SATUAN
RAMBU-RAMBU KEGIATAN PELAYANAN
KONSELING PROFESIONAL DI SATUAN
PENDIDIKAN
1. KONSELOR MENGUASAI SPEKTRUM DASAR PELAYANAN KONSELING PROFESIONAL
A. KONSELOR ADALAH PENDIDIK PROFESIONAL
B. KAIDAH DASAR PELAYANAN PROFESIONAL KONSELING
C. ARAH PELAYANAN PROFESIONAL KONSELING
II. KONSELOR MENGUASAI DAN MAMPU MENGEMBANGKAN KAIDAH PRAKSIS-
OPERASIONAL PELAYANAN
KONSELING PROFESIONAL
D. BIDANG PELAYANAN KONSELING
E. PENDEKATAN DALAM KONSELING
F. KAIDAH PRAKSIS-OPERASIONAL PELAYANAN PROFESIONAL KONSELING
III. Konselor Mengoperasionalkan Perangkat Pelayanan Konseling Profesional di Satuan Pendidikan dan
Mempertanggungjawabkannya, Terutama kepada Pimpinan, Sejawat Pendidik, Orangtua, dan Siswa
A. Siswa Asuh
B. Pelayanan Konseling di Dalam dan di Luar Jam Pembelajaran Formal
C. Program Pelayanan Konseling
D. Kelembagaan Pelayanan Konseling di Satuan Pendidikan

IV. Konselor Melakukan Pengendalian, Pengawasan, dan Peningkatan Upaya Demi Keefektifan Pelayanan
Konseling Profesional.
E. Pengendalian
F. Pengawasan
G. Upaya Peningkatan Pelayanan Profesional

V. Konselor Mensosialisasikan Peran Profesional dan Kelemgkapannya di SatuanPendidikan, Terutama


Kepada Siswa, Pimpinan, Sejawat Pendidik, dan Orang Tua
H. Konselor sebagai Pendidik Profesional
I. Tugas Konselor
J. Struktur Kelembagaan Pelayanan Konseling dan Operasionalisasinya
K. Pengembangan Pelayanan Konseling
OPERASIONALISASI PELAYANAN
KONSELING DI SEKOLAH PADA ERA
4.0

(PERTEMUAN 13 DAN 14)


Kunci sukses pelayanan (dalam hal
ini pelayarıan konseling) adalah
mutu kegiatan pelayanan itu sendiri
dan hasil-hasilnyavang bermanfaat.
Dengan oprasionalisasi yang
bermutu tinggi hasil pelayanan
(terlebih-lebih lagi pelayanan
profesional) harus nyata bermanfaat
untuk kepentingan sasaran
pelayanan
bahwa hasil pelayanan operasional harus
nyata, bahkan dikonsepkan sebagai sesuatu
yang "bisa dibawa pulang"oleh subjek sasaran
pelayanan untuk segera dapat ditindaklanjuti
pasca pelayanan oleh sasaran ațau subjek
sasaran pelayanan yangdimaksud. Adakah
sesuatu yang "bisa dibawa pulang" oleh klien
atau konseli setelah ia atau mereka menjalani
proses pelayanan konseling?.
Jawabannya : HARUS BISA. Dan, apakah
mungkin klien melaksanakan sesuatu yang
bermanfaat pasca pelayanan konseling ?
Apakah konselor dapat memberi "oleh-oleh" tertentu sebagai
hasil pelayanan konseling kepada klien atau konseli yang
mendapatkan pelayanan, seperti dokter, psikolog, notaris,
danprofesi lainya itu, yang perolehanya itu dapat ditindak
lanjuti Secara langsung pasca konseling dan menghasilkan
manfaat yang Benar-benar berguna untuk kehidupan
selanjutnya ?

Jawabannya :MUNGKIN
Operasionalisasi pelayanan konseling profesional dituntut
untuk menjamin diperolehnya hasil konkrit yang bermanfaat
1. Hasil (Nyata) Pelayanan Konseling
Memperhatikan hasil nyata pelayanan profesi sebagaimana dicontohkan
terdahulu, sebagai bukti bahwa profesi itu benar-benar bermanfaat, apa
bentuk nyata hasil pelayanan konseling bermanfaat itu? Dalam hal ini,
pembahasan terdahulu tentang muatan kehidupan manusia dan arah
pelayanan konseling ujung-ujungnya adalah perilaku positif terstruktur
(PERPOSTUR) dengan AKURS yang kuat. Hasil demikian itulah yang
diharapkan dapat dipetik daripelayanan konseling untuk mengisi
kehidupan setiap órang(dalam hal ini subjek sasaran pelayanan). Perilaku
seperti ituadalah perilaku positif terstruktur "bersegi lima" sebagai
berikut :
TRIGUNA

PENGENDALIA
MANDIRI
N DIRI
PERILAKU
POSITIF
TERSTRUKTUR
(PERPOSTUR)

AKURS BMB3
Perilaku positif "bersegi lima" itu, sebagai hasil
pelayanan konseling, mengisi KES yang terjauhkan dari
KES-T, yang sedapat-dapatnya berlangsung di sembarang
waktu, tempat, dan kondisi peristiwa. Apakah hasil
seperti itu serupad engan resep yang diberikan oleh
dokter kepada pasiennya? Bukan resep, melainkan
kemampuan berperilaku positif terstruktur yang sikuasai
oleh klien atau konseli yang selanjutnya akan
dipraktikkan pasca konseling dalam rangka aktifitas
KES-nya lebih lanjut yang terhindar dari KES-T.
Kemampuan berperilaku positif terstruktur itulah yang
harusdiupayakan oleh konselor melalui pelayanannya.
2. PRAKTIK LAYANAN

1. DIAGNOSIS, PROGNOSIS, DAN PERENCANAAN


2. SINERGI DAN ISI KEGIATAN PELAYANAN
3. ANALISIS DAN PMBINAAN AKURS
4. HASIL AKHIR PELAYANAN

Anda mungkin juga menyukai