Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS

ANTOLOGI PUISI
Kelompok 1:
• Farhah Nur Choiriyah (34102000001)
• Hira Khoirunnisa Azzahra
(34102000002)
• Muhammad Ridwan (34102000003)
• Nur Sofiah (34102000004)
• Aldhitya Wahyudha (34102000006)
Antologi

“Ada
GENDERUWO di
Istana”
karya Fadli Zon
A PICTURE IS
WORTH A
THOUSAND
WORDS
Ketika Bendera Kau Bakar
ketika bendera kau bakar
selembar kain
menari diterpa angin ketika bendera kau bakar
dengan sebaris tulisan api dan debunya tersebar
mewakili garis keyakinan bergelut di udara gemetar
merasuki jiwa yang lapar
bagimu lapar kejujuran
mungkin hanya selembar kain lapar keadilan
mungkin hanya sebuah bendera lapar keadaban
tapi perlambang sejarah panjang
ketika bendera kau bakar
api perlawanan makin berkobar
satu bendera kau bakar
sejuta bendera berkibar!

Fadli Zon, Buenos Aires, 2 November 2018


Ketika Bendera Kau Bakar
1. Unsur Fisik

a. Diksi
Pemilihan kata dalam puisi tersebut sangatlah menarik, penggunaan beberapa kata yang digabung sehingga membentuk kata baru
membuat puisi ini unik sekali. Hal itu dapat dilihat dari bait pertama, “Selembar kain menari diterpa angin dengan sebaris tulisan mewakili
garis keyakinan”. Nah “Selembar kain” yang dimaksud ialah bendera. “Sebaris tulisan mewakili garis keyakinan”yang dimaksud ialah kalimat
tauhid yang melambangkan agama Islam. Sehingga bait pertama itu mendeskripsikan bendera tauhid.
Pada bait ketiga yaitu, “Ketika bendera kau bakar, api dan debunya tersebar, bergelut di udara gemetar, merasuki jiwa yang lapar,
lapar kejujuran, lapar keadilan, lapar keadaban”. Bait tersebut menggunakan diksi yang menggambarkan sebuah reaksi dari pembakaran
bendera tauhid yang telah dijelaskan sebelumnya. Penggunaan diksi api tersebut melambangkan kemarahan dan diksi debu melambangkan
pergerakan setelah pembakaran tersebut. Dan penggunaan diksi lapar kejujuran, lapar keadilan, lapar keadaban, melambangkan bagaimana
yang dirasakan oleh umat
Kemudian pada bait keempat, “Ketika bendera kau bakar, api perlawanan makin berkobar, satu bendera kau bakar, sejuta bendera
berkibar!”. Pada baris kedua tersebut kalimat “Api perlawanan makin berkobar”, yang dimaksud itu bukan api berkobar-kobar melawan , akan
tetapi memaksudkan sebuah sikap umat muslim tidak terima dan melawan dari tindakan pembakaran bendera tauhid.
.
Ketika Bendera Kau Bakar
b. Imaji
Imaji visual yang ada pada puisi tersebut ialah, “satu bendera kau bakar, sejuta bendera berkibar!”. “selembar kain, menari diterpa angin “.
c. Kata konkret
“Selembar kain, menari diterpa angin”, di baris tersebut membangkitkan imaji visual kita, seolah-olah kita diajak untuk melihat sebuah bendera yang
berkibar. Namun dikiaskan dengan kata menari, walaupun begitu dengan diikuti diterpa angin maka bermakna berkibar.
d. Gaya bahasa/Majas
“Selembar kain menari”, “api dan debunya tersebar, bergelut di udara gemetar, merasuki jiwa yang lapar ”, pada baris tersebut menggambarkan 3 majas
personifikasi, hal itu karena selembar kain tentu tidak mampu menari layaknya manusia. Kemudian pada kalimat “api dan debunya tersebar bergelut di
udara gemetar” dimaknai sebagai sebuah api dan debu sedang berkelahi di udara, tapi sebenarnya tentu tidak bisa, keduanya hanya bergerak bebas. Dan
pada sajak “merasuki jiwa yang lapar “ yang dimaksud ialah api dan debu, padahal tentu saja api dan debu tidak bisa merasuki jiwa. Majas Repetisi pada
puisi tersebut ada pada kalimat “bendera kau bakar” yang terjadi pengulangan sebanyak tiga kali, kata lapar terjadi pengulangan 4 kali berturut-turut.
“sejuta bendera berkibar!”pada bait tersebut menggambarkan contoh dari majas hiperbola, hal itu karena penggunaan kata sejuta dirasa berlebihan.
e. Rima
Rima dalam puisi tersebut ialah rima berpasangan pada bait pertama dan kedua, dan rima lurus di bait ketiga dan keempat. Yaitu in-in-an-an (aabb), imu-
in-ra-ang (aabb), ar-ar-ar-an-an (aaaaa), ar-ar-ar-ar (aaaa).
f. Tipografi
Tipografi puisi tersebut ialah tipografi konvensional. Setiap awal baris dalam puisi tersebut menggunakan huruf kecil. Dengan susunan baris yang sejajar
dan jumlah baris yang tidak sama yaitu 4-4-5-4. Selain itu di akhir dalam puisi tersebut terdapat tanda seru yang melambangkan penegasan.
Ketika Bendera Kau Bakar
2. Unsur Batin

a. Tema : Keadilan dan protes sosial.


b. Perasaan : Penyair mengungkapkan rasa marah juga geram terhadap pembakar
bendera tauhid.
c. Nada : Penyair membacakan puisi dengan nada semangat menggebu-gebu untuk
mengajak umat membela bendera tauhid.
d. Amanat : Kita harus membela agama kita jika dihina dan janganlah diam saja.Hargai
dan hormati apa yang menjadi lambang organisasi atau keyakinan orang lain. Junjung
tinggilah nilai toleransi antar umat beragama dan berpikirlah sebelum bertindak
sesuatu.
Sajak Tentang Boneka
Sebuah boneka
Berbaju kotak merah muda
Dalam kamus besar boneka
Rebah di pinggir kota
Tak ada kata jujur, percaya dan setia
Boneka bebas diperjualbelikan
Boneka tak bisa bersuara
Tergantung penawaran
Kecuali satu dua kata
Boneka jadi alat mainan
Boneka tak punya wacana
Bobok-bobokan atau lucu-lucuan
Kecuali tentang dirinya
Boneka mengabdi pada sang tuan
Boneka tak punya pikiran
Siang dan malam
Karena otaknya utuh tersimpan
Boneka tak punya rasa
Boneka bisa dipeluk mesra
Karena itu milik manusia
Boneka bisa dibuang kapan saja
Boneka tak punya hati
Karena memang benda mati
Sebuah boneka
Boneka tak punya harga diri
Tak punya agenda
Apalagi nurani
Kecuali kemauan pemiliknya

Fadli Zon, 3 April 2014


Sajak Tentang Boneka
1. Struktur Fisik
 Diksi yang digunakan adalah kata-kata yang bernada miris dan menyindir, Boneka tak bisa
bersuara, Boneka tak punya wacana, Boneka tak punya pikiran, Boneka tak punya rasa, Boneka
tak punya harga diri, dan lain-lain.
 Imaji yang tidak memperkabur makna yang hendak disampaikan. Imaji visual dilukiskan
dengan gambaran boneka berbaju kotak merah muda yang dijual di pinggir kota. Imaji auditif
dilukiskan dengan bunyi orang-orang yang sedang memainkan boneka karena boneka itu sendiri
tidak dapat bersuara kecuali satu dua kata (boneka dengan baterai dan bisa berbunyi)
 Kata konkret pada puisi tersebut menumbuhkan pengimajian dalam bayangan pikiran
pembaca. Suasana miris dilukiskan dengan “Dalam kamus besar boneka, Tak ada kata jujur,
percaya dan setia, Boneka bebas diperjualbelikan, Tergantung penawaran, Boneka jadi alat
mainan, Bobok-bobokan atau lucu-lucuan, Boneka mengabdi pada sang tuan, Siang dan
malam”. Suasana menyindir dilukiskan dengan “Boneka bisa dipeluk mesra, Boneka bisa
dibuang kapan saja, Sebuah boneka, Tak punya agenda, Kecuali kemauan pemiliknya”.
Sajak Tentang Boneka
 Gaya bahasa
- Majas Personifikasi dalam kalimat “Rebah di pinggir kota” dan kalimat “Boneka
mengabdi pada sang tuan”.
- Majas Hiperbola dalam kalimat “Tak ada kata jujur, percaya, dan setia”.
 Rima akhir tiap bait pertama yaitu a-a-a, bait kedua yaitu a-a-a-a-a-a-a-a-i-i-i-i, bait
ketiga yaitu rima lurus a-a-a-a-a-a-a-a, dan keempat yaitu a-a, dan bait kelima yaitu a-
a-a
 Tipografi
Puisi berjudul “Sajak Tentang Boneka” karya Fadli Zon memiliki awal baris dalam
puisi yang menggunakan huruf besar. Dengan susunan baris yang sejajar dan dalam
tiap bait pada puisi tersebut memiliki jumlah baris yang tidak sama yaitu 3-12-8-2-3.
Puisi tersebut tidak diakhiri dengan tanda titik.
Sajak Tentang Boneka
2. Struktur Batin.
o Tema : Sindiran Politik.
o Suasana : Di pinggiran kota, siang dan malam.
o Perasaan : Perasaan miris, pasrah, dan menyindir.
o Nada : Nada menyindir dan mengungkapkan rasa miris.
o Amanat : Jadilah seseorang yang bersifat jujur, dapat dipercaya dan setia.
Janganlah mau dimanfaatkan (dijadikan boneka) oleh orang yang curang dan
licik. Manusia dapat bersuara, mengutarakan pendapatnya untuk meraih
keadilan. Karena sejatinya, manusia memiliki martabat, akal pikiran dan hati
nurani, yang harus digunakan untuk selalu berfikir bijak dan selalu berbuat
kebaikan, serta memperjuangkan keadilan.
Sajak Diktator
Ada diktator besar Kecil
Bicara ideologi dasar
Ada diktator kecil
Pidato propaganda akbar
Bicara remeh temeh serba mungil
Narasi bersinar massa berkobar
Tuna sejarah berpikir kerdil
Jiwa bergetar rakyat terbakar
Pencitraan murah dipoles centil
Semangat menggebu maju tak gentar
Rakyat ditindas ancaman bedil Wajah demokrasi berbedak dekil
Membabat total komprador barbar
Ormas ditumpas seperti kutil Kodok lincah bagai kancil
Tapi diktator besar pun akhirnya pudar
Ekonomi merangkak labil Lawan politik dianggap kerikil
Ditelan kuasa pasti bertukar
Kedunguan mewabah ganjil
Utang menjulang tak bisa nyicil
 
Hukum ditabrak makin tak adil Tapi roda zaman berputar stabil

Kebenaran pasti kalahkan yang batil

Fadli Zon.
Sajak Diktator Kecil
1. Unsur Fisik

A. Diksi
Diksi sinonim merupakan pilihan kata yang memiliki persamaan makna. Penggunaan kata sinonim biasanya dimaksudkan untuk membuat apa yang
dikatakan/dituliskan menjadi lebih sesuai dengan ekspresi yang ingin diungkapkan. Diksi sinonim “Narasi bersinar massa berkobar, Jiwa bergetar rakyat terbakar”.
Diksi antonim merupakan pilihan kata yang memiliki makna berlawanan ataupun berbeda. Contoh : “Diktator besar, Ada diktator kecil, Bicara remeh temeh serba
mungil”.
B. Imaji
Imaji visual yang ada pada puisi tersebut ialah, “ Pidato propaganda akbar ”, “ Tapi roda zaman berputar stabil ”, dan “ Semangat menggebu maju tak gentar ”.
C. Kata Konkret
“ Semangat menggebu maju tak gentar ”. Kata tersebut membangkitkan imaji visual seakan-akan untuk pantang menyerah.
D. Gaya Bahasa/Majas : “ narasi bersinar massa berkobar ”, “ jiwa bergetar rakyat terbakar ”. Pada bait tersebut menggambarkan contoh majas hiperbola, hal itu
karena penggunaan kata “jiwa bergetar rakyat terbakar, narasi bersinar massa berkobar” terlalu berlebihan.

E. Rima : Rima dalam puisi tersebut pada paragraf pertama adalah a-a-a-a, di paragraf kedua pun sama rimanya berbentuk a-a-a-a.

F. Tipografi
2. Penulisan atau tata letak dalam puisi tersebut dibuat sama, yaitu rata kiri semua.
3. Pada awal kalimat tidak ada yang diawali dengan huruf kapital.
4. Terdiri dari 2 bait.
5. Setiap bait terkesan sangat panjang, karena terdiri dari beberapa baris (lebih dari 9 10 baris) sehingga terkesan monoton.
Sajak Diktator Kecil
2. Unsur Batin
a. Tema : Keadilan
b. Perasaan
Penulis ingin mengungkapkan rasa marah juga geram karena tidak
adanya keadilan di negeri ini.
c. Nada
Penulis ingin menyampaikan kepada pembaca agar menjadi
pemimpin yang tegas, membela yang benar dan menghakimi yang
salah.
d. Amanat
Jadilah pemimpin yang lebih baik dan tegas.
SAJAK ORANG KAGET
 
Orang kaget mudah nyerempet
Rapat kabinet bisa macet
Macet pikiran menggerus logika Orang kaget terkaget kaget berentet rentet
Macet kebijakan ditebus rekayasa Kaget honor guru rendah sekali
Macet elektabilitas dijurus citra Kaget harga tiket pesawat begitu tinggi
  Kaget harga jagung tak terjangkau lagi
Orang kaget masuk got gorong-gorong Kaget masih banyak pungli
di kolong ketemu hantu kecebong Kaget racun kalajengking jadi solusi
Menyampaikan mimpi siang bolong Kaget dipatil udang oposisi
Ditanya persoalan negeri hanya terbengong Kaget mikrofon mematuk mulut sendiri
  Kaget tak tahu apa yang terjadi
Orang kaget bikin mantra mobil esemka  
Jampi mujarab seketika masuk Jakarta Orang kaget terkaget kaget berentet rentet
Tak lama membuka gerbang istana Besok jangan kaget
Tapi di Istana tak tahu harus berbuat apa Ketika kursi hilang ke awang-awang
  Kutukan melayang terbang
Rakyat menjemput harapan terang
Rakyat girang Indonesia menang
 
Fadli Zon, Jakarta, 13 Febuari 2019
Sajak Orang Kaget
1. Unsur Fisik
A. Diksi
Dalam bait pertama Fadli Zon menuliskan seseorang yang sedang kaget dan sedang melakukan berbagai upaya mulai
dari rekayasa hingga pencitraan untuk menembus tujuannya. “Rapat kabinet bisa macet”, Kata macet tersebut digunakan untuk
menyindir kebijakan pemerintah yang lamban tersebut. “Kaget kalajengking jadi solusi”, Pemilihan diksi ini mengacu kepada
ungkapan pemerintah yang menyatakan bahwa racun kalajengking dihargai Rp. 145 miliar per liter ketika pemerintah menghadiri
acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas). Contoh lain pada salah satu bait “Orang kaget
terkaget kaget berentet rentet”, memiliki sebuah diksi yang sangat menarik yaitu selain kata kaget diartikan sebagai pengganti
nama atau benda, kata kaget yang diulang terus-menerus dalam puisi tersebut bersifat langsung yang bertujuan untuk menegaskan
keadaan pemerintah yang terkejut menggapi suatu persoalan. Pada diksi “hantu kecebong” memiliki makna yang juga tanpa
terduga yaitu yang mana orang-orang yang mengerumuni pemerintah ketika melakukan pengecekan diibaratkan seperti kecebong.

B. Imaji
45%
Imaji visual (penglihatan) dalam “sajak orang kaget” yaitu terdapat pada bait berikut, “Besok jangan kaget, Ketika kursi hilang ke
awang-awang, Kutukan melayang terbang”. Mengartikan seolah-olah kita ikut serta melihat semua kejadian tersebut, sehingga
pembaca diperintahkan untuk tidak kaget.
 
Sajak Orang Kaget
C. Kata Konkret
“Orang kaget terkaget kaget berentet rentet” . Penggalan bait tersebut mengartikan penegasan yang diulang berkali-kali mengenai
orang kaget (pemerintah) yang selalu terkejut dalam menanggapi berbagai persoalan, sehingga menimbulkan munculnya imaji pada
pembaca.
 
D. Majas (Gaya Bahasa)
• Gaya bahasa personifikasi
“Kaget mikrofon mematuk sendiri ”, adalah penggambaran sebuah mikrofon yang dapat melakukan patukan seperti layaknya
ular. Padahal mikrofon adalah benda mati yang digunakan oleh manusia untuk menyalurkan suaranya ketika berbicara dengan orang
banyak di muka umum.
• Gaya bahasa sinisme
“Orang kaget masuk got gorong-gorong, Di kolong ketemu hantu kecebong, Menyampaikan mimpi siang bolong, Ditanya persoalan
negeri hanya terbengong.” Fadli Zon mengkritik pemerintah melalui puisinya, karena dianggap belum mampu menyejahterakan
rakyat dalam berbagai macam persoalan negeri yang melanda. Munculnya gaya bahasa sinisme biasanya dicerminkan oleh maraknya
ketimpangan sosial ekonomi suatu daerah.

E. Rima : Menggunakan rima yang sama pada setiap akhir lariknya (aa-aa).
 
F. Tipografi
Tipografi dalam puisi “Sajak Orang Kaget” yaitu Penempatan puisi menggunakan tengah teks, dan menggunakan huruf
kapital pada huruf awal disetiap larik. Pada akhir lariknya memiliki akhir larik yang sama. Menggunakan kata “kaget” yang memiliki
makna tertentu yaitu seorang yang selalu terkejut dalam suatu persoalan.
Sajak Orang Kaget
2. Unsur Batin
a) Tema umum sajak orang kaget adalah sindiran.
b) Tema khusus sajak orang kaget adalah berupa berbagai sindiran kepada ‘orang kaget’ yaitu sebutan untuk seseorang
yang selalu terkejut dalam menanggapi berbagai persoalan. Secara langsung melemparkan sindiran terhadap
pemerintah yang dirasa tidak siap dalam menangani berbagai macam permasalahan di dalam negeri. Fadli Zon
menyebutkan dalam puisinya bahwa dalam masa pemerintah berkuasa selama hampir lima tahun, banyak sekali
permasalahan yang bermunculan, di antaranya yang disebutkan adalah persoalan gaji guru yang rendah, harga tiket
pesawat yang melonjak, harga jagung yang mahal, merebaknya kebiasaan pungli.
c) Rasa : Rasa yang ditunjukan dalam puisi tersebut ialah sebuah rasa kekesalan dan kekecewaan sehingga penulis
menyindir secara langsung berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap lamban dan tida dapat menanggapi berbagai
persoalan.
d) Nada : Melalui sajaknya, penulis Fadli Zon mengajak pembaca untuk ikut berpendapat mengenai kebijakan
pemerintah tersebut. Berbagai nada yang ditulispun berisi kata-kata sindiran yang membuat pembaca ikut merasakan
kekesalannya.
e) Amanat
• Jadilah seorang pemimpin yang dapat dengan cepat dalam menanggapi berbagai persoalan.
• Jadilah seorang yang bisa menangani berbagai informasi sehingga tidak selalu kaget dengan berbagai permasalahan
yang ada.
• Jadilah seorang politikus yang jujur dan bertanggung jawab.
• Jadilah seorang pemimpin yang mampu memimpin rakyat dengan baik.
Rohingya “kepada Aung San Syu Kyi”
Rohingya adalah wajah politik dunia
Potret kebiadaban sangat nyata Drama apalagi yang ingin kau nikmati?
Pameran keangkuhan dihiasi kemunafikan Ratusan ribu manusia menyabung nyawa di tengah samudera
Tatanan bobrok kekuasaan Jutaan pengungsi tinggal di barak-barak sunyi
Dan kau diam seribu bahasa Mayat-mayat bercecer darah masih merah
Bersolek dibalik keanggunan Tragedi peradaban di era globalisasi
Mendekap erat nobel perdamaian Kemana lagi kau mau bersembunyi?
Mencari-cari dalih pembenaran
Aung san suu kyi
Kau bicara kemanusiaan, kemanusiaan siapa? Masih kuingat kau berjalan gagah
Promosi demokrasi sambil menonton pembantaian sesama Di tengah todongan senjata rezim yang marah
Orang-orang rohingya diusir dari gubuk-gubuk koyak Kau melawan diktator tak kenal menyerah
CREDITS:
Ribuan bapak, ibu, dan anak-anak This presentation template
tergeletak waskini
Tapi created
kaubyseperti patung yang pasrah
Slidesgo, including icons by Flaticon, infographics &
Mereka tak mampu lagi teriak images by FreepikMembiarkan rakyatmu musnah

Melata di tanah panas burma Dan kau masih tersenyum memoles wajah
Dengan kemiskinan sempurna
Fadli Zon, Bali, 8 September 2017.
Rohingya “kepada Aung San Syu Kyi”
1. Unsur Fisik
A. Diksi
 Pada sajak melata di tanah panas Burma, kata Burma tersebut merupakan nama lain dari negara Myanmar.
 bersolek dibalik keanggunan, kata bersolek memiliki makna yaitu berhias diri.
 Jutaan pengungsi tinggal di barak-barak sunyi, kata barak memiliki arti sebuah atau sekumpulan gedung/ asrama
tempat tinggal tantara.
 kau melawan diktator tak kenal menyerah, kata ditraktor memiliki makna yaitu kepala pemerintahan yang
mempunyai kekuasaan mutlak, biasanya diperoleh melalui kekerasan atau dengan cara yang tidak demokratis.

B. Imaji : Hampir keseluruhan Imaji dalam puisi tersebut termasuk dalam imaji visual, karena imaji visual adalah jika kata
dalam puisi itu memberi efek pada indera penglihatan kita. Contoh : “Rohingya adalah wajah politik dunia, potret
kebiadaban sangat nyata, pameran keangkuhan dihiasi kemunafikan, mendekap erat Nobel perdamaian, orang-orang
Rohingya diusir dari gubuk-gubuk koyak, ribuan bapak, ibu, dan anak-anak tergeletak, jutaan pengungsi tinggal di barak-
barak sunyi, mayat-mayat bercecer darah masih merah, masih kuingat kau berjalan gagah, dan kau masih tersenyum
memoles wajah”. 
Rohingya “kepada Aung San Syu Kyi”
C. Kata konkret
Kata konkret dapat di temukan pada sajak yang berbunyi “mendekap erat Nobel perdamaian” pada kata Nobel perdamaian. “orang-orang Rohingya
diusir dari gubuk-gubuk koyak” pada kata gubuk-gubuk menunjukan kata konkret. “melata di tanah panas Burma” pada kata burma menunjukan
karta konkret. “jutaan pengungsi tinggal di barak-barak sunyi” ada kata barak-barak menunjukan kata konkret.
D. Gaya bahasa / Majas
Pada puisi di atas memiliki gaya bahasa antara lain : “Rohingya adalah wajah politik dunia” (majas metafora), “pameran keangkuhan dihiasi
kemunafikan” (majas hiperbola), “dan kau diam seribu bahasa” (majas hiperbola), “kau bicara kemanusiaan, kemanusiaan siapa?” (majas retorik),
“orang-orang Rohingya diusir dari gubuk-gubuk koyak” (majas litotes), “ribuan bapak, ibu, dan anak-anak tergeletak” (anti klimaks), “melata di tanah
panas Burma” (majas hiperbola), “drama apalagi yang ingin kau nikmati?” (majas retorik), “ratusan ribu manusia menyabung nyawa di tengah
samudera” (majas hiperbola), “mayat-mayat bercecer darah masih merah” (majas hiperbola), “kemana lagi kau mau bersembunyi?” (majas retorik),
dan “tapi kini kau seperti patung yang pasrah” (majas personifikasi).
E. Rima : Pada bait pertama, kedua dan ke empat termasuk dalam rima terus yaitu [a-a-a-a] sedang kan bait ke 3 termasuk dalam rima silang yaitu [a-
b-a-b].
F. Tipografi
- Terdiri dari 4 bait, bait ke 1 terdiri 8 baris, bait ke 2 dan 4 terdapat 7 baris, sedangkan bait ke 3 terdapat 6 baris
- Di ketik dengan rata kiri
- Sajak di tulis dengan miring.
Rohingya “kepada Aung San Syu Kyi”

2. Unsur batin

1. Tema yang terdapat pada puisi tersebut adalah ketidakadilan sosial.


2. Perasaan / feeling
Perasaan dalam puisi tersebut adalah penuh semangat dan ritihan, penulis ingin pembaca menjadi
lebih bisa merasakan apa yg ditekankan paa penulis dari puisi tersebut.
3. Nada : penuh dengan kritikan dan sindiran, seperti pada larik “tapi kini kau seperti patung
pasrah” yang artinya orang yang dimaksud yaitu Aung San Syu Kyi. Sudah tidak mau melakuakn
tindakan apapun dan membiarkan semua terjadi begitu saja tanpa adanya perlawanan.
4. Amanat
kita harus memiliki dan menanamkan rasa kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, jangan sampai timbul suatu perpecahan yang hanya menghilangkan ribuan nyawa yang
tidak bersalah.
Thank You 
Our Team :

Hira Ridwan

Sofiah
Farhah Aldi

Anda mungkin juga menyukai