PUTUSAN BPSK TANPA DIHADIRI OLEH DEVELOPER SELAKU PELAKU USAHA (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN BPSK NO:188/28/BPSK-SBY/KPTS/X/2021)
OLEH: MUHAMAD TAKIM A. Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) yang didirikan tingkat Kotamadya/Kabupaten untuk menyelesaikan sengketa konsumen. Sebagaimana di atur dalam Pasal 23 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”) mengatur bahwa konsumen dapat mengajukan gugatan pada pelaku usaha melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau ke badan peradilan. Jadi sebagai bentuk perlindungan dari negara, konsumen diberi kebebasan sesuai dengan kemampuan untuk menyelesaikan sengketanya dengan pelaku usaha melalui jalur pengadilan maupun diluar pengadilan seperti lembaga peradilan yang bernama BPSK. • Hal terpenting dari penyelesaian melalui BPSK adalah adanya peluang memilih metode penyelesaian yang semi tertutup baik secara konsiliasi, mediasi, ataupun arbitrase. Hal ini penting untuk penyelesaian sengketa konsumen yang mengandung muatan bisnis global. majelis BPSK yang berlatar belakang keterwakilan unsur pemerintah, pelaku usaha dan konsumen pun sangat mempengaruhi keberhasilan penyelesaian sengketa. Keterpaduan 3 tiga unsur tersebut diharapkan dapat memberikan keadilan bagi pelaku usaha dan konsumen yang bersengketa, karena mereka akan mengarahkan menurut sudut pandang masing-masing unsur. • Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini memberikan Hak kepada Konsumen untuk mengadu, bukan berarti hak pelaku usaha diabaikan dalam penyelesaian melalui BPSK. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 memberi jaminan perlindungan hak terhadap Konsumen dan Pelaku Usaha yang ditegakkan melalui BPSK sebagai salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa (ADR). Penyelesaian melalui BPSK terbukti efektif untuk menyelesaikan sengketa konsumen di wilayah kabupaten/kota dibandingkan penyelesaian melalui, • lembaga peradilan konvensional contohnya seperti penyelesaian sengketa konsumen yang di kotamadya Surabaya, dimana saat ini sudah sangat banyak sengketa yang telah berhasil diselesaikan oleh BPSK kotamadya. Khususnya antara konsumen (end user) penghuni satuan Rumah susun dengan Developer, ini ditemukan beberapa permasalahan terutama dalam kepastian atas SERTIFIKAT HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN biasanya disingkat SHM SARUSUN (STRATA TITLE) . konsumen (end user) kesulitan untuk mendapatkan kepastian hukum atas ALAS HAK KEPEMILIKAN sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagai berikut : a) Undang-Undang NO. 5 TAHUN 1960 tentang Pokok Agraria b) Peraturan Pemerintah Nomer 24 Tahun 1997 c) Undang-Undang Nomer 16 Tahun 1985 d) Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2011 e) Peraturan Pemerintah Nomer 13 Tahun 2021 Dalam kasus yang terjadi untuk menjadi pijakan dalam penulisan adalah adanya suatu Perjanjian Baku yang jelas-jelas melanggar pasal 18 dari Undang-Undang perlindungan konsumen Nomer 8 Tahun 1999. Bahkan secara Fakta Developer PT Surya Bumi Megah Sejahtera telah menyerahkan Unit atas Satuan Apartemen dan kuncinya pada tanggal 26 Juli 2011, seolah-olah permasalahan dan kewajiban ini Developer PT Surya Bumi Megah Sejahtera telah selesai, namun secara fakta kronologis dan bukti – bukti tertulis terdapat permasalahan yang sangat kompleks di hadapi oleh Pembeli Apartemen yang dikenal dengan APARTEMEN PUNCAK PERMAI. Permasalahan yang dihadapi terutama dalam Kepastian Hukum atas SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK PERMAI, lalu dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli atas SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK PERMAI, dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh Developer /Pengembang sesuai yang dijanjikan dalam site plan dan penawaran oleh marketing developer. Penekanan yang perlu diperhatikan adalah Kepastian Hukum selesainya dapat diselesaikan SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK PERMAI ini tidak ada dan dikaburkan oleh Developer /Pengembang.Maka Pembeli APARTEMEN PUNCAK PERMAI sebagai warga negara yang berbaik ingin menyelesaikan persoalan hokum berdasarkan Azas Legalitas melalui LITIGATION ataupun melalui Non Litigation yaitu melalui BPSK dengan proses penyelesaian sesuai dengan prosedur penyelesaian yang ada di BPSK berdasarkan Undang- Undang perlindungan konsumen Nomer 8 Tahun 1999. B. Rumusan Masalah
B. Rumusan Masalah dari latar belakang di atas,penulis
ingin mengangkat permasalahan yakni sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Kekuatan Putusan BPSK sebagai Lembaga penyelesaian sengketa konsumen ? 2. Bagaimanakah Penerapan Putusan BPSK terhadap Pelaku Usaha yang tidak Hadir Sidang ? C. DASAR HUKUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6/M-DAG/[ER/2/2017 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Undang Nomer 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria Peraturan Pemerintah Nomer 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Undang-Undang 16 Tahun 1985 dan telah dirubah dalam Undang Undang Nomer 20 Tahun 2011 A UNDANG-UNDANG NOMER 16 TAHUN 1985 tentang Rumah Susun Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 Tahun 1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Peraturan Pemerintah Nomer 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Rumah Susun Undang-Undang 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Nomer : 0600/C/0203/VIII 2010 Tanggal 20 Agustus 2022 D. ANALISA HUKUM
1. Pengajuan Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui
Luar Pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Sengketa Kosumen Sekalipun berbagai instrumen hukum umum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku umum, baik hukum perdata maupun hukum publik, dapat digunakan untuk menyelesaikan hubungan dan atau masalah Pembeli (End User) dengan Pengembang Apartemen Puncak Permai. Pembeli telah melakukan tetapi hukum umum ternyata mengandung berbagai kelemahan dan menjadi kendala bagi konsumen dalam memperoleh perlindungan, baik yang Surat Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun/Unit Apartemen “PUNCAK PERMAI APARTEMENTS”- SURABAYA” di bawah tangan yang telah di buat oleh PT SURYA BUMI MEGAH SEJAHTERA dengan SPJJB Nomer: 0600/C/0203/VIII/2010 tanggal 28-08-2010 dibuat secara legalisasi yang bertentangan dengan UNDANG- UNDANG NOMER 16 TAHUN 1985 tentang Rumah Susun Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 Tahun 1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun Pada waktu penandatangan SPPJB tersebut Direktur PT Surya Bumi Megah Sejahtera tidak hadir dan diwakilkan melalui karyawan untuk menandatangani SPPJB di bawah tangan dan di LEGALISASI oleh Notaris di buat dihadapan Notaris sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan Perundang-undangan.Maka yang menjadi Perhatian adalah memperhatikan tanggal dimulainya perjanjian baku di bawah tangan yang dibuat oleh Pembeli dan PT SURYA BUMI MEGAH SEJAHTERA ini pada tanggal 28-08-2010 hingga saat ini belum ada SHM SARUSUN APARTEMEN Dalam Penyelesain sengketa konsumen melalui BPSK ini juga ada kendala berkaitan dengan materi hukumnya, hukum acaranya,maupun yang berkenan dengan asas -asas hukum yang termuat di dalamnya . KUHperdata dan KUHDagang tidak mengenal istilah konsumen,hal ini dikarenakan pada saat undang-undang ini diterbitkan dan diperkenalkan di Indonesia, tidak di kenal istilah konsumen. Semua subjek hukum dalam peraturan di atas adalah konsumen subjek hukum pembeli, penyewa, tertanggung atau penumpang terdapat dalam KUHPerdata dan KUHDagang tidak membedakan apakah merekah itu sebagai konsumen akhir atau konsumen antara. Hukum perjanjian (buku ke tiga KUHPerdata) menganut asas hukum kebebasan berkontrak, sistemnya terbuka dan merupakan hukum pelengkap. Asas kebebasan berkontrak memberikan pada setiap orang hak untuk dapat mengadakan berbagai kesepakatan sesuai kehendak dan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak, dengan syarat-syarat subjektif dan objektif asalkan sahnya suatu persetujuan tetap di penuhi. Sistem terbuka ini memungkinkan, setiap orang dapat mengadakan perjanjian apa saja dan hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap, jadi setiap orang dapat saja mengajukan persetujuan dalam bentuk-bentuk lain yang disediakan oleh KUHPerdata. Dengan asas kebebasan berkontrak, dan system terbuka maka setiap orang dapat mengadakan perjanjian.Termasuk perjanjian yang di paksakan kepada Konsumen. Kalau yang mengandalkan perjanjian adalah mereka yang seimbangkedudukan ekonomi, tingkat pendidikan dan atau kemampuan daya saingnya, mungkin masalahnya menjadi lain. Tetapi dalam keadaan sebaliknya, yaitu para pihak tidak seimbang, pihak yang lebih kuat akan dapat memaksakan kehendaknya atas pihak yang lemah . Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi kegiatan bisnis dimana pun di dunia. Berbagai produk konsumen, bentuk usaha dan praktik bisnis yang pada masa di terbitkanya KUHPerdata dan Beberapa hal pokok seperti subjek hukum dari suatu perikatan, bentuk perjanjian baku, perikatan beli sewa, kedudukan hukum, berbagai cara pemasaran hukum, berbagai cara pemasaran produk konsumen seperti penjualan dari rumah kerumah. Berkaitan dengan Perjanjian Baku yang sangat merugikan Pembeli (end user) dari suatu Apartemen yang dibangun oleh pengembang (Devoloper) PT. Surya Bumi Megah Sejahtera. Fakta yang terjadi Pembeli Apartemen Promosi-promosi dagang iklan dan yang sejenis dengn itu , serta berbagai praktik niaga lainya yang tumbuh karena kebutuhan atau kegiatan ekonomi tidak terakomodasi secara sangat sumir dalam perundangundangan itu. Sengketa konsumen adalah sengketa yang berkenan dengan pelanggaran hak-hak konsumen, yang ruang lingkupnya mencangkup semua hukum, baik keperdataan, pidana maupun dalam lingkup administrasi. A.Z.Nasution berpendapat sengketa konsumen adalah sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha (baik dalam hukum publik atau hukum privat) tentang produk barang tertentu yang di komsumsi konsumen, dan atau jasa yang di tawarkan produsen/pelaku usaha. Pembeli Apartemen PUNCAK PERMAI telah berkali-kali untuk meminta kejelasan dan kepastian hukum atas alas Hak Kepemilikannya, baik melalui surat ataupun datang langsung ke Developer PT SURYA BUMI MEGAH SEJAHTERA, bahkan mengadu ke wakil Rakyat, Maka Pembeli Apartemen melakukan penyelesaian sengketa terhadap kepastian hukum untuk SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK PERMAI melalui BADAN PENYELESIAN SENGKETA KONSUMEN B.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Mengeluarkan PUTUSAN BPSK Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan dan mengeluarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 membentuk suatu lembaga dalam hukum perlindungan konsumen, yaitu badan penyelesaian sengketa konsumen. Pasal 1 butir 11 UUPK menyatakan bahwa badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK) adalah badan yang berfungsi menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. BPSK sebenarnaya dibentuk untuk dan menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat sederhana.Keberadaan BPSK dapat menjadi bagian dari pemerataan keadilan, terutama bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha /atau produsen, karena sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, biasanya nominalnya kecil sehingga tidak mungkin mengajukan sengketanya ke pengadilan karena tidak sebanding dengan biaya perkara dengan besaranya ganti kerugian yang akan dituntut. Pembentukan BPSK sendiri didasarkan pada adanya kecenderungan masyarakat yang segan untuk berarcara di pengadilan karena posisi konsumen yang secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha. Terbentuknya lembaga BPSK, maka penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan secara cepat, mudah dan murah. Cepat karena penyelesaian sengketa melalui BPSK harus suda diputus dalam tengang waktu 21 hari kerja, dan tidak dimungkinkan banding yang dapat memperlamah proses penyelesaian perkara. Mudah kerena prosedur atministratif dan proses pengambilan putusan yang sangat sederhana, dan dapat dilakukan sendiri oleh parah pihak tanpa diperlukan kuasa hukum. Murah karena biaya persidangan yang dibebankan sangat ringan dan dapat terjangkau oleh konsumen, Keberadaan BPSK juga diharapkan akan mengurangi beban tumpukan perkara di pengadilan. UUPK tidak memberikan batasan yang dimaksud dengan “sengketa kosumen”, namun bukan berarti tidak ada penjelasan kata-kata sengketa konsumen dijumpai pada beberapa bagian UUPK, yaitu: 1) Pasal 1 butir 11 UUPK jo,bab 10 X1 UUPK, penyebutan sengketa konsumen sebagai bagian dari sebutan institusi administrasi negara yang mempunyai tugas untuk menyelesaikan antara pelaku usaha dan konsumen, dalam hal ini adalah badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK). Batasan BPSK pada pasal 1 butir 11 UUPK menunjukan bahwa yang di maksud dengan“sengketa konsumen”, yaitu: sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen. 2) Penyebutan sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian sengketa terdapat pada bab X penyelesaian sengketa. Pada bab ini digunakan penyebutan sengketa konsumen secara konsisten, yaitu pasal 45 ayat(2) danpasal 48 UUPK. 3) Berbagai peraturan perundang-undangan yang memuat berbagai kaidah yang menyangkut perlindungan terhadap konsumen. Di samping UUPK, Hukum konsumen juga ditemukan di dalam berbagai peraturan perundang- undangan yang berlaku, yang juga memuat berbagai kaidah yang menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan perundang-undangan tersebut tidak khusus diterbitkan untuk konsumen,setidaktidaknya dapat dijadikan dasar bagi perlindungan konsumen.BPSK KOTAMADYA SURABAYA dalam menghadapi permasalahan sengketa konsumen antara PEMBELI APARTEMEN PUNCAK PERMAI dengan PT SURYA BUMI MEGAH SEJAHTERA dengan dikeluarkan dengan PUTUSAN NOMER 188/28/BPSK- SBY/KPTS/X/2021 tanggal 19 Oktober 2021, yang berbunyi sebagai berikut : 1. Pengaduan Konsumen an. Jusak Danlee diterima oleh BPSK KOTAMADYA SURABAYA 2. Majelis Hakim BPSK setelah mempertimbangkan bukti- bukti yang diajukan oleh Konsumenn maka Majelis BPSK Kotamadya Surabaya Provinsi Jawa Timur memutuskan pelakuk usaha melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perlidungan Konsumen Nomer 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 3. Sidang dinyatakan selesai dan ditutup Hasil dari Putusan tersebut sesuai dengan konsep EQUALITY BEFORE THE LAW (keseimbangan hukum), meskipun developer PT SURYA BUMI MEGAH SEJAHTERTA ini tidak menghadiri jalannya persidangan, namun demikian Majelis BPSK Kotamadya Surabaya Provinsi Jawa Timur telah melakukan pemanggilan kepada Developer PT SURYA BUMI MEGAH SEJAHTERTA telah dipanggil secara benar dan patut. Meskipun salah pihak, yaitu Developer maka Majelis Hakim dengan tetap berpegang teguh pada Hukum Acara, yaittu mengeluarkan Keputusan dengan tanpa dihadiri oleh PARA PIHAK SECARA DAN MENYELURUH DARI AWAL HINGGA PUTUSAN. C. Peran BPSK Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Konsumen Akibat Adanya PUTUSAN VERSTEK Pasal 54 ayat (3) UUPK menegaskan bahwa putusan majelis dari BPSK itu bersifat final dan mengikat.kata”final” diartikan sebagai tidak adanya upaya banding dan kasasi. Kembali timbul kerancuan tentang 8 Ibid 9 Sidarta, ”Hukum Perlindungan Konsumen” Grasindo, Jakrta, 2000, Hlm. Kata”final” dan “mengikat” pertama, dengan dibukanya kesempatan mengajukan “keberatan” dapatlah disimpulkan bahwa putusan BPSK itu masih belum final. Sementara kata mengikat ditafsirkan sebagai”harus dijalankan” oleh yang diwajibkan untuk itu. Dalam hubunganya dengan keputusan majelis badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK) yang tidak diterima oleh para pihak dan mengajukan keberatan ke pengadilan negeri (pasal 56 ayat (2) UUPK), hal ini terkait dengan produk yang harus dikeluarkan oleh pengadilan negeri yang sesuai dengan ketentuan aturan hukum. Kalau produk yang harus dikeluarkan itu berupa putusan, bukan keputusan, maka prosedur hukum yang harus ditempuh adalah gugatan perdata biasa sesuai dengan proses hukum acara yang berlaku. Dewasa ini memang banyak perangkat hukum yang tidak efektif dalam praktik, bahkan ada aturan hukum yang menjadi antik karena tidak pernah atau jarang sekali diterapkan, permasalahan ini merupakan bagian dari menajemen pembangunan hukum di Indonesia. Termasuk diantarnya perangkat hukum yang tidak dapat diterapkan sesuai dengan tujuannya, adalah UU No.8 tahun 1999 menyangkut hubungan dengan pengadilan negeri dengan penyidik.11 Pelaksanaan pasal 58 UUPK yang menyatakan bahwa” pengadilan negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling lambat 21 hari sejak diterimanya keberatan”. Sedangkan pasal 56 ayat (2) menentukan bahwa” para pihak dapat mengajukan keberatan(keberatan atas putusan BPSK) kepada pengadilan negeri paling lambat 14 hari setelah menerimah putusan”. Dalam hal ini menurut hukum yang lazim karena putusan pengadilan negeri menuntut adanya pemenuhan standar yang baku dan produk pengadilan negeri telah ditentukan pula secara yuridis. Penyerahan kasus pihak yang tidak melaksanakan putusan BPSK kepada penyidik, secara yuridis dituntut untuk memenuhi kualifikasi persyaratan bahwa ketentuan yang dilanggar itu menyangkut masalah pidana. Hal ini merupakan kewajiban yang yuridis bagi penyidik untuk tidak melibatkan diri dalam urusan perdata, karena penyidik tidak memiliki mandat hukum mengurus perkara perdata. Pada saat yang sama penyidik menghadapi gugatan dari pihak yang merasa dirugikan, jika penyidik memaksakan diri berperan menjadi juru sita. Pada Prakteknya terhadap putusan Dalam kacamata sistem peradilan di Indonesia, pada dasarnya putusan majelis BPSK bersifat nonlitigasi, sehingga apabilah ada pihak yang keberatan atas putusan BPSK tersebut, mereka dapat mengajukan kepada pengadilan negeri. Dalam arti pula, putusan BPSK ini tidak memiliki kekuatan aksekutorial. Ketentuan pasal 58 UU No. 8 tahun 1999 yang mewajibkan pengadilan negeri disyaratkan untuk memproses penyelesaian suatu perkara dengan melalui acara gugatan perdata biasa. Pendaftaran Kekantor Pertanahan
Hal ini menunjukan bahwa posisi proses hukum dan
Putusan BPSK itu pada dasarnya non yudisial. Dalam arti pula, putusan BPSK itu merupakan gerbong lain dari gerbong mekanisme sistim pengadilan, jadi berada diluar mekanisme peradilan umum. Pengaturan mengenai BPSK terdapat beberapa pasal dalam UUPK tidak efektif karena tidak sesuai dengan ketentuan undangundang yang lain. Akibat adanya cacat substansial dalam beberapa pasal tersebut, maka tujuan untuk melindungi konsumen tidak tercapai. Hal ini terbukti atas Putusan NOMER 188/28/BPSK-SBY/KPTS/X/2021 tanggal 19 Oktober 2021 ini mengalami kesulitan untuk diimplikasikan dalam penyelesaian Sengketa Konsumen atas Kepastian Hukum pada Alas Hak SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK PERMAI dan Pelaksanaan Penandatanganan Akta Jual Beli SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK PERMAI, hal ini terbukti ketika Pembeli Apartemen Puncak Permai memohon untuk dilaksanakan kepada Pengadilan Negeri Surabaya mengalami kebingungan dan tidak tahu dasarnya sehingga dari Pegawai Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pengadilan Negeri Surabaya dan atau Bagian Panitera serta Pelaksana Eksekusi PN Surabaya. Sehingga PN Surabaya tidak mau melaksanakan Putusan Verstek dari Putusan NOMER 188/28/BPSK-SBY/KPTS/X/2021 tanggal 19 Oktober 2021 . Bahkan para Penyidik Kepolisian tingkat POLRESTABES SURABAYA dan POLDA JATIM melalui SPKT diberi pelaporan dan pangaduan dari Pembeli APARTEMEN PUNCAK PERMAI ini tidak mau memproses dan malah menganjurkan untuk Gugat Perdata disebabkan Pengikatan • secara perdata dan Unit Apartemen Puncak Permai telah diserahkan kepada Pembeli Apartemen Puncak Permai. D. Kendala - Kendala Yang Dihadapi BPSK Dalam Mengimplementasikan UUPK
Senjata bagi konsumen pencari keadilan dalam implementasinya
masi sulit dilakukan. Hal ini disebabkan ketentuan hukumnya tidak sesuai sebagai mana yang diharapkan, yaitu untuk menyelesaikan sengketa konsumen secara cepat, sederhana dan murah. UUPK, adanya pertentangan antara pasal yang satu dengan pasal yang lainnya, maupun adanya konflik horisontal dengan produk perundang-undangan lainya. Beberapa kendala dan permasalahn yang timbul: 1.Kendala kelembagaan Hambatan kelembagaan/ institusional BPSK masih menjadi persoalan sangat mendesak, eksistensi BPSK yang hanya ada dan aktif/berjalan dibeberapa kota saja, mengesankan hingga kini pemerintah (pusat dan daerah) belum serius menangani isu perlindungan konsumen yang sdua menjadi keprihatinan sejak tahun 1999,padahal labih dari 200 juta konsumen tersebar di seluruh kota dan kabupaten se indonesia. Pelaksanaan kepres no 90 tahun 2001 menjumpai hambatan dilapangan. Dari kedelapan BPSK yang suda ada, tidak satupun berada di DKI Jakarta ,padahal menurut kepres tersebut , dari 10 BPSK yang akan didirikan , 2. Kendala Pelaksanaan Putusan BPSK yang mempunyai kekuatan mengikat serta terhubung dengan Pengadilan dari tingkat daerah sampai mahkamah agung, meskipun pada kenyataannya ada kompleks antar Lembaga, intitusi, kementerian, bahkan antar aparat penegak hokum, khususnya aparat Penegak Kepolisian dari Pusat sampai Daerah. Maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini sudah perlu dirubah dan perlu pengaturan tentang kekuatan putusan BPSK serta kekuatan eksekutorial dan pelaksanaannya serta dapat melakukan sinergiritas sebagaimana putusan Majelis Keterbukaan Informasi Publik sebagaimana diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik, dalam hal ini apabila Pihak yang di putuskan bersalah dan wajib melaksanakan Putusan Majelis Keterbukaan Informasi Publik, maka pihak diputuskan untuk dikabulkan permohonannya dapat mengajukan penetapan melalui Pengadilan Negeri untuk mempunyai kekuatan eksekutoriil yang nyata dan pasti 2. Kendala pendanaan Pendanaan juga dapat berpengaruh pada kinerja BPSK. Pada tahun 2002 BPSK masih menerimah anggaran dari anggaran pendapatan dan belanja negara/APBN, kemudian dialokasikan pemerintah daerah melalui APBD. Namun ternyata pemerintah daerah, pemerintah kabupaten dan kota tidak tidak memasukan dana operasional BPSK ke dalam APBD. Mengingat kenyataan bahwa otonomi daerah sampai saat ini belum berjalan lancar, maka beberapa BPSK belum menerimah dana operasional. Departemen perindustrian dan perdagangan/deperindag telah mengajukan dana operasional BPSK kepada departemen keuangan, namun ternyata dana tersebut diminta dialihkan pada dana alokasi umum (DAU). Untuk mengembangkan sumber daya manusia BPSK, Deperindag telah melakukan pelatihan- pelatihan secara bertahap dengan sumber dana yang terbatas Kendala sumber daya manusia BPSK Syarat untuk menjadi anggota BPSK adalah: 1. syarat umum a. warga negara RI b. berbadan sehat c. berkelakuan baik d. tidak pernah dihukum karenakejahatan e. memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang perlindungan konsumen f. berusiaserendah-rendahnya 30 tahun 2. Syarat khusus a. diutamakan bertempat tinggal di daerah/kota kabupaten setempat b. diutamakan berpendidikan serendahrendahnya strata satu atau sederajat dari lembaga pendidikan yang telah diakreditasi oleh departemen pendidikan nasional. c. berpengalaman dan atau berpeegetahuan dibidang industri, perdagangan, kesehatan, pertambangan, pertanian, kehutanan, perhubungan dan keuangan. d. anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintah serendahrendahnya berpangkat pembina. e. anggota BPSK dari unsur konsumen tidak berasal dari kantor cabang atau perwakilan LPKSM18 III. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Peran BPSK dalam menjalankan perannya sebagai lembaga penyelesaian sengketa konsumen belum efektif, karena pelaksanaan tugas BPSK belum sesuai dengan ketentuan yang telah ada dalam UUPK. Dimana dalam melaksanakan putusan, BPSK tidak memiliki kewenangan untuk melaksanakan putusannya, sebagaimana wewenang yang dimiliki oleh suatu badan peradilan. 2. Kendala-kendala yang dihadapi BPSK dalam mengimplementasikan UUPK adalah, kendala kelembagaan, kendala pendanaan, kendala sumber daya manusia dan kendala peraturan. B. Saran Disamping upaya meningkatkan profesionalisme anggota BPSK Juga mulai dipikirkan pengusutan lembaga BPSK sebagai lembaga khusus untuk perkara konsumen di Indonesia dengan batasan nilai perkara yang ditetapkan oleh undang-undang dan menegaskan kedudukan BPSK dalam sistem hukum yang ada untuk mengoptimalkan peran BPSK dalam upaya memberi perlindungan kepada konsumen. Salah satu yang dapat dilakukan yakni dengan merivisi pasal-pasal UU No. 8 Tahun 1999 sebagai undang- undang yang menjadi payung, beserta peraturan pelaksanaannya, untuk mengatasi permasalahan lain. Dan sebagai struktur perlu dilakukan sosialisasi hukum perlindungan konsumen baik kepada masyarakat luas, dengan tujuannya untuk penyelesaian sengketa yang sederhana dan tuntutanya kecil yang dilaksanakan secara, cepat dengan biaya murah. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Margono, Suyud,Arbitrase Dan Proses Pelembagaan Dan Aspek Hukum,Bogor Selatan: Ghalia Indonesia ,2002. Muljadi Kartini, & Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008. Nasution,AZKonsumen Dan Hukum,Tinjauan Sosial, Ekonomi, Dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995. Sidarta,Hukum Prlindungan Konsumen. Jakarta : Grasindo, 2000. Syamsudin, M, Operasonalisasi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007. B. Tesis Putri Wulan Sari,”Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Menyelesaiakan Sengketa Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 ( studi penyelesian sengketa konsumen dabadan penyelesaian sengketa konsumen di Bandung) “ Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Pasca Sarjana C. Internethttp://dictionr.usu.ac.id/boligk/123456789/25879/Chapter %2311.pdfdi unduh 23 September 2013 http://digilib.usu.ac.id/bisterm/123456789/32633/3/chapter%2011. Pdf diunduh 26 mei 2013 • D. Sumber Lain Man Suparman Sastrawidjaja , Aspek Hukum Perlindungan Konsumen ( Makalah : Tahun 2005). Indah Sukma Ningsih,Harapan Segar Dari Kehadiran Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Kompas,20 april 2000) J.Wijiantoro dan All. Wisnubroto “laporan hasil penelitian evaluasi efektifitas BPSK dalam upaya melindungi konsumen” 2004
JurnaPenyelesaian Tunggakan Apartemen Antara Ibu MP Dengan PT. X Anak Dari Perusahaan PT. Y Dihubungkan Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumenl Tesis Indra Gunawan Pasca Unas Ind