Anda di halaman 1dari 56

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

KONSUMEN YANG DIMENANGKAN OLEH


PUTUSAN BPSK TANPA DIHADIRI OLEH
DEVELOPER SELAKU PELAKU USAHA
(STUDI KASUS ATAS PUTUSAN BPSK NO:188/28/BPSK-SBY/KPTS/X/2021)

OLEH:
MUHAMAD TAKIM
A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Badan Penyelesaian


Sengketa Konsumen (BPSK) yang didirikan tingkat
Kotamadya/Kabupaten untuk menyelesaikan sengketa konsumen.
Sebagaimana di atur dalam Pasal 23 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (“UUPK”) mengatur bahwa konsumen
dapat mengajukan gugatan pada pelaku usaha melalui badan
penyelesaian sengketa konsumen atau ke badan peradilan. Jadi
sebagai bentuk perlindungan dari negara, konsumen diberi
kebebasan sesuai dengan kemampuan untuk menyelesaikan
sengketanya dengan pelaku usaha melalui jalur pengadilan maupun
diluar pengadilan seperti lembaga peradilan yang bernama BPSK.
• Hal terpenting dari penyelesaian melalui BPSK adalah adanya
peluang memilih metode penyelesaian yang semi tertutup baik
secara konsiliasi, mediasi, ataupun arbitrase. Hal ini penting untuk
penyelesaian sengketa konsumen yang mengandung muatan
bisnis global. majelis BPSK yang berlatar belakang keterwakilan
unsur pemerintah, pelaku usaha dan konsumen pun sangat
mempengaruhi keberhasilan penyelesaian sengketa.
Keterpaduan 3 tiga unsur tersebut diharapkan dapat memberikan
keadilan bagi pelaku usaha dan konsumen yang bersengketa,
karena mereka akan mengarahkan menurut sudut pandang
masing-masing unsur.
• Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini memberikan
Hak kepada Konsumen untuk mengadu, bukan berarti
hak pelaku usaha diabaikan dalam penyelesaian melalui
BPSK. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 memberi
jaminan perlindungan hak terhadap Konsumen dan
Pelaku Usaha yang ditegakkan melalui BPSK sebagai
salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa
(ADR). Penyelesaian melalui BPSK terbukti efektif untuk
menyelesaikan sengketa konsumen di wilayah
kabupaten/kota dibandingkan penyelesaian melalui,
• lembaga peradilan konvensional contohnya seperti
penyelesaian sengketa konsumen yang di kotamadya
Surabaya, dimana saat ini sudah sangat banyak sengketa
yang telah berhasil diselesaikan oleh BPSK kotamadya.
Khususnya antara konsumen (end user) penghuni satuan
Rumah susun dengan Developer, ini ditemukan
beberapa permasalahan terutama dalam kepastian atas
SERTIFIKAT HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN
biasanya disingkat SHM SARUSUN (STRATA TITLE) .
konsumen (end user) kesulitan untuk mendapatkan
kepastian hukum atas ALAS HAK KEPEMILIKAN sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, sebagai berikut :
a) Undang-Undang NO. 5 TAHUN 1960 tentang Pokok
Agraria
b) Peraturan Pemerintah Nomer 24 Tahun 1997
c) Undang-Undang Nomer 16 Tahun 1985
d) Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2011
e) Peraturan Pemerintah Nomer 13 Tahun 2021
Dalam kasus yang terjadi untuk menjadi pijakan dalam penulisan
adalah adanya suatu Perjanjian Baku yang jelas-jelas melanggar
pasal 18 dari Undang-Undang perlindungan konsumen Nomer 8
Tahun 1999. Bahkan secara Fakta Developer PT Surya Bumi
Megah Sejahtera telah menyerahkan Unit atas Satuan Apartemen
dan kuncinya pada tanggal 26 Juli 2011, seolah-olah
permasalahan dan kewajiban ini Developer PT Surya Bumi
Megah Sejahtera telah selesai, namun secara fakta kronologis
dan bukti – bukti tertulis terdapat permasalahan yang sangat
kompleks di hadapi oleh Pembeli Apartemen yang dikenal
dengan APARTEMEN PUNCAK PERMAI.
Permasalahan yang dihadapi terutama dalam Kepastian
Hukum atas SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK
PERMAI, lalu dilakukan penandatanganan Akta Jual Beli
atas SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK PERMAI,
dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh
Developer /Pengembang sesuai yang dijanjikan dalam site
plan dan penawaran oleh marketing developer. Penekanan
yang perlu diperhatikan adalah Kepastian Hukum
selesainya dapat diselesaikan SHM SARUSUN
APARTEMEN PUNCAK PERMAI ini tidak ada dan
dikaburkan oleh Developer /Pengembang.Maka Pembeli
APARTEMEN PUNCAK PERMAI sebagai warga negara yang
berbaik ingin menyelesaikan persoalan hokum berdasarkan Azas
Legalitas melalui LITIGATION ataupun melalui Non Litigation
yaitu melalui BPSK dengan proses penyelesaian sesuai dengan
prosedur penyelesaian yang ada di BPSK berdasarkan Undang-
Undang perlindungan konsumen Nomer 8 Tahun 1999.
B. Rumusan Masalah

B. Rumusan Masalah dari latar belakang di atas,penulis


ingin mengangkat permasalahan yakni sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Kekuatan Putusan BPSK sebagai
Lembaga penyelesaian sengketa konsumen ?
2. Bagaimanakah Penerapan Putusan BPSK terhadap
Pelaku Usaha yang tidak Hadir Sidang ?
C. DASAR HUKUM
 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6/M-DAG/[ER/2/2017 Tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
 Undang Nomer 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria
 Peraturan Pemerintah Nomer 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
Undang-Undang 16 Tahun 1985 dan telah dirubah dalam Undang Undang
Nomer 20 Tahun 2011
A
 UNDANG-UNDANG NOMER 16 TAHUN 1985 tentang Rumah Susun
 Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 Tahun
1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang
Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun
 Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
 Peraturan Pemerintah Nomer 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Rumah
Susun
 Undang-Undang 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
 Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Nomer : 0600/C/0203/VIII 2010
Tanggal 20 Agustus 2022
D. ANALISA HUKUM

1. Pengajuan Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui


Luar Pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen
Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Sengketa Kosumen
Sekalipun berbagai instrumen hukum umum atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku umum, baik hukum perdata
maupun hukum publik, dapat digunakan untuk menyelesaikan
hubungan dan atau masalah Pembeli (End User) dengan
Pengembang Apartemen Puncak Permai. Pembeli telah
melakukan tetapi hukum umum ternyata mengandung berbagai
kelemahan dan menjadi kendala bagi konsumen dalam
memperoleh perlindungan, baik yang
Surat Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun/Unit
Apartemen “PUNCAK PERMAI APARTEMENTS”-
SURABAYA” di bawah tangan yang telah di buat oleh PT
SURYA BUMI MEGAH SEJAHTERA dengan SPJJB
Nomer: 0600/C/0203/VIII/2010 tanggal 28-08-2010 dibuat
secara legalisasi yang bertentangan dengan UNDANG-
UNDANG NOMER 16 TAHUN 1985 tentang Rumah Susun
Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
11/KPTS/1994 Tahun 1994 tentang Pedoman Perikatan
Jual Beli Satuan Rumah Susun
Pada waktu penandatangan SPPJB tersebut Direktur PT
Surya Bumi Megah Sejahtera tidak hadir dan diwakilkan
melalui karyawan untuk menandatangani SPPJB di bawah
tangan dan di LEGALISASI oleh Notaris di buat dihadapan
Notaris sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan
Perundang-undangan.Maka yang menjadi Perhatian adalah
memperhatikan tanggal dimulainya perjanjian baku di
bawah tangan yang dibuat oleh Pembeli dan PT SURYA
BUMI MEGAH SEJAHTERA ini pada tanggal 28-08-2010
hingga saat ini belum ada SHM SARUSUN APARTEMEN
Dalam Penyelesain sengketa konsumen
melalui BPSK ini juga ada kendala berkaitan
dengan materi hukumnya, hukum
acaranya,maupun yang berkenan dengan asas
-asas hukum yang termuat di dalamnya .
KUHperdata dan KUHDagang tidak mengenal
istilah konsumen,hal ini dikarenakan pada saat
undang-undang ini diterbitkan dan
diperkenalkan di Indonesia, tidak di kenal istilah konsumen.
Semua subjek hukum dalam peraturan di atas
adalah konsumen subjek hukum pembeli, penyewa,
tertanggung atau penumpang terdapat dalam KUHPerdata
dan KUHDagang tidak membedakan apakah merekah itu
sebagai konsumen akhir atau konsumen antara. Hukum
perjanjian (buku ke tiga KUHPerdata) menganut asas
hukum kebebasan berkontrak, sistemnya terbuka dan
merupakan hukum pelengkap. Asas kebebasan berkontrak
memberikan pada setiap orang hak untuk dapat
mengadakan berbagai kesepakatan sesuai kehendak dan
persyaratan yang disepakati kedua belah pihak,
dengan syarat-syarat subjektif dan objektif asalkan sahnya
suatu persetujuan tetap di penuhi. Sistem terbuka ini
memungkinkan, setiap orang dapat mengadakan perjanjian
apa saja dan hukum perjanjian itu merupakan hukum
pelengkap, jadi setiap orang dapat saja mengajukan
persetujuan dalam bentuk-bentuk lain yang disediakan oleh
KUHPerdata. Dengan asas kebebasan berkontrak, dan
system terbuka maka setiap orang dapat mengadakan
perjanjian.Termasuk perjanjian yang di paksakan kepada
Konsumen. Kalau yang mengandalkan perjanjian adalah
mereka yang seimbangkedudukan ekonomi, tingkat
pendidikan dan atau kemampuan daya saingnya, mungkin
masalahnya menjadi lain. Tetapi dalam keadaan
sebaliknya, yaitu para pihak tidak seimbang, pihak yang
lebih kuat akan dapat memaksakan kehendaknya atas
pihak yang lemah . Perkembangan pesat ilmu pengetahuan
dan teknologi sangat mempengaruhi kegiatan bisnis
dimana pun di dunia. Berbagai produk konsumen, bentuk
usaha dan praktik bisnis yang pada masa di terbitkanya
KUHPerdata dan Beberapa hal pokok seperti subjek hukum dari
suatu perikatan, bentuk perjanjian baku, perikatan beli sewa,
kedudukan hukum, berbagai cara pemasaran hukum, berbagai cara
pemasaran produk konsumen seperti penjualan dari rumah
kerumah. Berkaitan dengan Perjanjian Baku yang sangat merugikan
Pembeli (end user) dari suatu Apartemen yang dibangun oleh
pengembang (Devoloper) PT. Surya Bumi Megah Sejahtera. Fakta
yang terjadi Pembeli Apartemen Promosi-promosi dagang iklan dan
yang sejenis dengn itu , serta berbagai praktik niaga lainya yang
tumbuh karena kebutuhan atau kegiatan ekonomi tidak
terakomodasi secara sangat sumir dalam
perundangundangan itu. Sengketa konsumen adalah
sengketa yang berkenan dengan pelanggaran hak-hak
konsumen, yang ruang lingkupnya mencangkup semua
hukum, baik keperdataan, pidana maupun dalam lingkup
administrasi. A.Z.Nasution berpendapat sengketa
konsumen adalah sengketa antara konsumen dengan
pelaku usaha (baik dalam hukum publik atau hukum privat)
tentang produk barang tertentu yang di komsumsi
konsumen, dan atau jasa yang di tawarkan
produsen/pelaku usaha. Pembeli Apartemen PUNCAK
PERMAI telah berkali-kali untuk meminta kejelasan dan
kepastian hukum atas alas Hak Kepemilikannya, baik
melalui surat ataupun datang langsung ke Developer PT
SURYA BUMI MEGAH SEJAHTERA, bahkan mengadu ke
wakil Rakyat, Maka Pembeli Apartemen melakukan
penyelesaian sengketa terhadap kepastian hukum untuk
SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK PERMAI melalui
BADAN PENYELESIAN SENGKETA KONSUMEN
B.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Mengeluarkan
PUTUSAN BPSK
Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan dan
mengeluarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 membentuk
suatu lembaga dalam hukum perlindungan konsumen, yaitu
badan penyelesaian sengketa konsumen. Pasal 1 butir 11 UUPK
menyatakan bahwa badan penyelesaian sengketa konsumen
(BPSK) adalah badan yang berfungsi menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
BPSK sebenarnaya dibentuk untuk dan menyelesaikan kasus-kasus
sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat
sederhana.Keberadaan BPSK dapat menjadi bagian dari
pemerataan keadilan, terutama bagi konsumen yang merasa
dirugikan oleh pelaku usaha /atau produsen, karena sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha, biasanya nominalnya kecil
sehingga tidak mungkin mengajukan sengketanya ke pengadilan
karena tidak sebanding dengan biaya perkara dengan besaranya
ganti kerugian yang akan dituntut. Pembentukan BPSK sendiri
didasarkan pada adanya kecenderungan masyarakat yang segan
untuk berarcara di pengadilan karena posisi konsumen yang secara
sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha.
Terbentuknya lembaga BPSK, maka penyelesaian
sengketa konsumen dapat dilakukan secara cepat, mudah
dan murah. Cepat karena penyelesaian sengketa melalui
BPSK harus suda diputus dalam tengang waktu 21 hari
kerja, dan tidak dimungkinkan banding yang dapat
memperlamah proses penyelesaian perkara. Mudah kerena
prosedur atministratif dan proses pengambilan putusan
yang sangat sederhana, dan dapat dilakukan sendiri oleh
parah pihak tanpa diperlukan kuasa hukum. Murah karena
biaya persidangan yang dibebankan sangat ringan dan
dapat
terjangkau oleh konsumen, Keberadaan BPSK juga
diharapkan akan mengurangi beban tumpukan perkara di
pengadilan. UUPK tidak memberikan batasan yang
dimaksud dengan “sengketa kosumen”, namun bukan
berarti tidak ada penjelasan kata-kata sengketa konsumen
dijumpai pada beberapa bagian UUPK, yaitu: 1) Pasal 1
butir 11 UUPK jo,bab 10 X1 UUPK, penyebutan sengketa
konsumen sebagai bagian dari sebutan institusi
administrasi negara yang mempunyai tugas untuk
menyelesaikan antara pelaku usaha dan konsumen, dalam
hal ini adalah badan penyelesaian sengketa konsumen
(BPSK). Batasan BPSK pada pasal 1 butir 11 UUPK
menunjukan bahwa yang di maksud dengan“sengketa
konsumen”, yaitu: sengketa antara pelaku usaha dengan
konsumen. 2) Penyebutan sengketa konsumen
menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian sengketa
terdapat pada bab X penyelesaian sengketa. Pada bab ini
digunakan penyebutan sengketa konsumen secara
konsisten, yaitu pasal 45 ayat(2) danpasal 48 UUPK. 3)
Berbagai peraturan perundang-undangan yang memuat
berbagai kaidah yang menyangkut perlindungan terhadap
konsumen. Di samping UUPK, Hukum konsumen juga
ditemukan di dalam berbagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang juga memuat berbagai
kaidah yang menyangkut hubungan dan masalah
konsumen. Sekalipun peraturan perundang-undangan
tersebut tidak khusus diterbitkan untuk
konsumen,setidaktidaknya dapat dijadikan dasar bagi
perlindungan konsumen.BPSK KOTAMADYA SURABAYA
dalam menghadapi permasalahan sengketa konsumen
antara PEMBELI APARTEMEN PUNCAK PERMAI dengan
PT SURYA BUMI MEGAH SEJAHTERA dengan
dikeluarkan dengan PUTUSAN NOMER 188/28/BPSK-
SBY/KPTS/X/2021 tanggal 19 Oktober 2021, yang berbunyi
sebagai berikut :
1. Pengaduan Konsumen an. Jusak Danlee diterima oleh
BPSK KOTAMADYA SURABAYA
2. Majelis Hakim BPSK setelah mempertimbangkan bukti-
bukti yang diajukan oleh Konsumenn maka Majelis
BPSK Kotamadya Surabaya Provinsi Jawa Timur memutuskan pelakuk
usaha melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Perlidungan Konsumen Nomer 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
3. Sidang dinyatakan selesai dan ditutup
Hasil dari Putusan tersebut sesuai dengan konsep
EQUALITY BEFORE THE LAW (keseimbangan hukum),
meskipun developer PT SURYA BUMI MEGAH
SEJAHTERTA ini tidak menghadiri jalannya persidangan,
namun demikian Majelis BPSK Kotamadya Surabaya
Provinsi Jawa Timur telah melakukan pemanggilan kepada
Developer PT SURYA BUMI MEGAH SEJAHTERTA telah
dipanggil secara benar dan patut. Meskipun salah pihak,
yaitu Developer maka Majelis Hakim dengan tetap
berpegang teguh pada Hukum Acara, yaittu mengeluarkan
Keputusan dengan tanpa dihadiri oleh PARA PIHAK
SECARA DAN MENYELURUH DARI AWAL HINGGA
PUTUSAN.
C. Peran BPSK Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa
Konsumen Akibat Adanya PUTUSAN VERSTEK
Pasal 54 ayat (3) UUPK menegaskan bahwa putusan majelis dari
BPSK itu bersifat final dan mengikat.kata”final” diartikan sebagai
tidak adanya upaya banding dan kasasi. Kembali timbul
kerancuan tentang 8 Ibid 9 Sidarta, ”Hukum Perlindungan
Konsumen” Grasindo, Jakrta, 2000, Hlm. Kata”final” dan
“mengikat” pertama, dengan dibukanya kesempatan mengajukan
“keberatan” dapatlah disimpulkan bahwa putusan BPSK itu masih
belum final. Sementara kata mengikat ditafsirkan
sebagai”harus dijalankan” oleh yang diwajibkan untuk itu. Dalam
hubunganya dengan keputusan majelis badan penyelesaian
sengketa konsumen (BPSK) yang tidak diterima oleh para pihak
dan mengajukan keberatan ke pengadilan negeri (pasal 56 ayat
(2) UUPK), hal ini terkait dengan produk yang harus dikeluarkan
oleh pengadilan negeri yang sesuai dengan ketentuan aturan
hukum. Kalau produk yang harus dikeluarkan itu berupa putusan,
bukan keputusan, maka prosedur hukum yang harus ditempuh
adalah gugatan perdata biasa sesuai dengan proses hukum
acara yang berlaku. Dewasa ini memang banyak perangkat hukum yang
tidak efektif dalam praktik, bahkan ada aturan hukum yang menjadi antik
karena tidak pernah atau jarang sekali diterapkan, permasalahan ini
merupakan bagian dari menajemen pembangunan hukum di Indonesia.
Termasuk diantarnya perangkat hukum yang tidak dapat diterapkan sesuai
dengan tujuannya, adalah UU No.8 tahun 1999 menyangkut hubungan
dengan pengadilan negeri dengan penyidik.11 Pelaksanaan pasal 58 UUPK
yang menyatakan bahwa” pengadilan negeri wajib mengeluarkan putusan
atas keberatan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 56 ayat (2) dalam
waktu paling lambat 21 hari sejak diterimanya keberatan”. Sedangkan pasal
56 ayat (2) menentukan bahwa” para pihak dapat mengajukan
keberatan(keberatan atas putusan BPSK) kepada pengadilan negeri paling
lambat 14 hari setelah menerimah putusan”. Dalam hal ini menurut hukum
yang lazim karena putusan pengadilan negeri menuntut adanya pemenuhan
standar yang baku dan produk pengadilan negeri telah ditentukan
pula secara yuridis. Penyerahan kasus pihak yang tidak
melaksanakan putusan BPSK kepada penyidik, secara yuridis
dituntut untuk memenuhi kualifikasi persyaratan bahwa ketentuan
yang dilanggar itu menyangkut masalah pidana. Hal ini
merupakan kewajiban yang yuridis bagi penyidik untuk tidak
melibatkan diri dalam urusan perdata, karena penyidik tidak
memiliki mandat hukum mengurus perkara perdata. Pada saat
yang sama penyidik menghadapi gugatan dari pihak yang
merasa dirugikan, jika penyidik memaksakan diri berperan
menjadi juru sita. Pada Prakteknya terhadap putusan
Dalam kacamata sistem peradilan di Indonesia, pada
dasarnya putusan majelis BPSK bersifat nonlitigasi,
sehingga apabilah ada pihak yang keberatan atas putusan
BPSK tersebut, mereka dapat mengajukan kepada
pengadilan negeri. Dalam arti pula, putusan BPSK ini tidak
memiliki kekuatan aksekutorial. Ketentuan pasal 58 UU No.
8 tahun 1999 yang mewajibkan pengadilan negeri
disyaratkan untuk memproses penyelesaian suatu perkara
dengan melalui acara gugatan perdata biasa.
Pendaftaran Kekantor Pertanahan

Hal ini menunjukan bahwa posisi proses hukum dan


Putusan BPSK itu pada dasarnya non yudisial. Dalam arti
pula, putusan BPSK itu merupakan gerbong lain dari
gerbong mekanisme sistim pengadilan, jadi berada diluar
mekanisme peradilan umum. Pengaturan mengenai BPSK
terdapat beberapa pasal dalam UUPK tidak efektif karena
tidak sesuai dengan ketentuan undangundang yang lain.
Akibat adanya cacat substansial dalam beberapa pasal
tersebut, maka tujuan untuk melindungi konsumen tidak
tercapai.
Hal ini terbukti atas Putusan NOMER
188/28/BPSK-SBY/KPTS/X/2021 tanggal 19 Oktober 2021
ini mengalami kesulitan untuk diimplikasikan dalam
penyelesaian Sengketa Konsumen atas Kepastian Hukum
pada Alas Hak SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK
PERMAI dan Pelaksanaan Penandatanganan Akta Jual Beli
SHM SARUSUN APARTEMEN PUNCAK PERMAI, hal ini
terbukti ketika Pembeli Apartemen Puncak Permai
memohon untuk dilaksanakan kepada Pengadilan Negeri
Surabaya mengalami kebingungan dan tidak tahu dasarnya
sehingga
dari Pegawai Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pengadilan
Negeri Surabaya dan atau Bagian Panitera serta Pelaksana
Eksekusi PN Surabaya. Sehingga PN Surabaya tidak mau
melaksanakan Putusan Verstek dari Putusan NOMER
188/28/BPSK-SBY/KPTS/X/2021 tanggal 19 Oktober 2021 .
Bahkan para Penyidik Kepolisian tingkat POLRESTABES
SURABAYA dan POLDA JATIM melalui SPKT diberi
pelaporan dan pangaduan dari Pembeli APARTEMEN
PUNCAK PERMAI ini tidak mau memproses dan malah
menganjurkan untuk Gugat Perdata disebabkan Pengikatan
• secara perdata dan Unit Apartemen Puncak Permai telah
diserahkan kepada Pembeli Apartemen Puncak Permai.
D. Kendala - Kendala Yang Dihadapi BPSK Dalam
Mengimplementasikan UUPK

Senjata bagi konsumen pencari keadilan dalam implementasinya


masi sulit dilakukan. Hal ini disebabkan ketentuan hukumnya
tidak sesuai sebagai mana yang diharapkan, yaitu untuk
menyelesaikan sengketa konsumen secara cepat, sederhana dan
murah. UUPK, adanya pertentangan antara pasal yang satu
dengan pasal yang lainnya, maupun adanya konflik horisontal
dengan produk perundang-undangan lainya.
Beberapa kendala dan permasalahn yang timbul:
1.Kendala kelembagaan Hambatan kelembagaan/ institusional
BPSK masih menjadi persoalan sangat mendesak, eksistensi
BPSK yang hanya ada dan aktif/berjalan dibeberapa kota saja,
mengesankan hingga kini pemerintah (pusat dan daerah) belum
serius menangani isu perlindungan konsumen yang sdua
menjadi keprihatinan sejak tahun 1999,padahal labih dari 200
juta konsumen tersebar di seluruh kota dan kabupaten se
indonesia. Pelaksanaan kepres no 90 tahun 2001
menjumpai hambatan dilapangan. Dari kedelapan BPSK
yang suda ada, tidak satupun berada di DKI
Jakarta ,padahal menurut kepres tersebut , dari 10 BPSK
yang akan didirikan ,
2. Kendala Pelaksanaan Putusan BPSK yang mempunyai
kekuatan mengikat serta terhubung dengan Pengadilan dari
tingkat daerah sampai mahkamah agung, meskipun pada
kenyataannya ada kompleks antar Lembaga, intitusi,
kementerian, bahkan antar aparat penegak hokum,
khususnya aparat Penegak Kepolisian dari Pusat sampai
Daerah. Maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen
ini sudah perlu dirubah dan perlu pengaturan tentang
kekuatan putusan BPSK serta kekuatan eksekutorial dan
pelaksanaannya serta dapat melakukan sinergiritas
sebagaimana putusan Majelis Keterbukaan Informasi Publik
sebagaimana diatur dalam UU Keterbukaan Informasi
Publik, dalam hal ini apabila Pihak yang di putuskan
bersalah dan wajib melaksanakan Putusan Majelis
Keterbukaan Informasi Publik, maka pihak diputuskan untuk
dikabulkan permohonannya dapat mengajukan penetapan
melalui Pengadilan Negeri untuk mempunyai kekuatan
eksekutoriil yang nyata dan pasti
2. Kendala pendanaan Pendanaan juga dapat berpengaruh
pada kinerja BPSK. Pada tahun 2002 BPSK masih
menerimah anggaran dari anggaran pendapatan dan
belanja negara/APBN, kemudian dialokasikan pemerintah
daerah melalui APBD. Namun ternyata pemerintah daerah,
pemerintah kabupaten dan kota tidak tidak memasukan
dana operasional BPSK ke dalam APBD.
Mengingat kenyataan bahwa otonomi daerah sampai saat
ini belum berjalan lancar, maka beberapa BPSK belum
menerimah dana operasional. Departemen perindustrian
dan perdagangan/deperindag telah mengajukan dana
operasional BPSK kepada departemen keuangan, namun
ternyata dana tersebut diminta dialihkan pada dana alokasi
umum (DAU). Untuk mengembangkan sumber daya
manusia BPSK, Deperindag telah melakukan pelatihan-
pelatihan secara bertahap dengan sumber dana yang
terbatas Kendala sumber daya manusia BPSK Syarat untuk
menjadi anggota BPSK adalah: 1. syarat umum a. warga
negara RI b. berbadan sehat c. berkelakuan baik d. tidak
pernah dihukum karenakejahatan e. memiliki pengetahuan
dan pengalaman dibidang perlindungan konsumen f.
berusiaserendah-rendahnya 30 tahun 2. Syarat khusus a.
diutamakan bertempat tinggal di daerah/kota kabupaten
setempat b. diutamakan berpendidikan serendahrendahnya
strata satu atau sederajat dari lembaga pendidikan yang
telah diakreditasi oleh departemen pendidikan nasional. c.
berpengalaman dan atau berpeegetahuan dibidang industri,
perdagangan, kesehatan, pertambangan, pertanian,
kehutanan, perhubungan dan keuangan. d. anggota BPSK
yang berasal dari unsur pemerintah serendahrendahnya
berpangkat pembina. e. anggota BPSK dari unsur
konsumen tidak berasal dari kantor cabang atau perwakilan
LPKSM18
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peran BPSK dalam menjalankan perannya sebagai
lembaga penyelesaian sengketa konsumen belum efektif,
karena pelaksanaan tugas BPSK belum sesuai dengan
ketentuan yang telah ada dalam UUPK. Dimana dalam
melaksanakan putusan, BPSK tidak memiliki kewenangan
untuk melaksanakan putusannya, sebagaimana wewenang
yang dimiliki oleh suatu badan peradilan.
2. Kendala-kendala yang dihadapi BPSK dalam
mengimplementasikan UUPK adalah, kendala
kelembagaan, kendala pendanaan, kendala sumber daya
manusia dan kendala peraturan.
B. Saran Disamping upaya meningkatkan profesionalisme
anggota BPSK Juga mulai dipikirkan pengusutan lembaga
BPSK sebagai lembaga khusus untuk perkara konsumen di
Indonesia dengan batasan nilai perkara yang ditetapkan
oleh undang-undang dan menegaskan kedudukan BPSK
dalam sistem hukum yang ada untuk mengoptimalkan
peran BPSK dalam upaya memberi perlindungan kepada
konsumen. Salah satu yang dapat dilakukan yakni dengan
merivisi pasal-pasal UU No. 8 Tahun 1999 sebagai undang-
undang yang menjadi payung, beserta peraturan
pelaksanaannya, untuk mengatasi permasalahan lain. Dan
sebagai struktur perlu dilakukan sosialisasi hukum
perlindungan konsumen baik kepada masyarakat luas,
dengan tujuannya untuk penyelesaian sengketa yang
sederhana dan tuntutanya kecil yang dilaksanakan secara,
cepat dengan biaya murah.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku Margono, Suyud,Arbitrase Dan Proses Pelembagaan
Dan Aspek Hukum,Bogor Selatan: Ghalia Indonesia ,2002.
Muljadi Kartini, & Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari
Perjanjian, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008.
Nasution,AZKonsumen Dan Hukum,Tinjauan Sosial, Ekonomi,
Dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, 1995. Sidarta,Hukum Prlindungan
Konsumen. Jakarta : Grasindo, 2000. Syamsudin, M,
Operasonalisasi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2007.
B. Tesis Putri Wulan Sari,”Peran Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Dalam Menyelesaiakan Sengketa
Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
( studi penyelesian sengketa konsumen dabadan
penyelesaian sengketa konsumen di Bandung)
“ Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Pasca Sarjana C.
Internethttp://dictionr.usu.ac.id/boligk/123456789/25879/Chapter
%2311.pdfdi unduh 23 September 2013
http://digilib.usu.ac.id/bisterm/123456789/32633/3/chapter%2011.
Pdf diunduh 26 mei 2013
• D. Sumber Lain Man Suparman Sastrawidjaja , Aspek
Hukum Perlindungan Konsumen ( Makalah : Tahun 2005).
Indah Sukma Ningsih,Harapan Segar Dari Kehadiran
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Kompas,20
april 2000) J.Wijiantoro dan All. Wisnubroto “laporan hasil
penelitian evaluasi efektifitas BPSK dalam upaya
melindungi konsumen” 2004

Anda mungkin juga menyukai