Anda di halaman 1dari 128

PBL 6

SK 1
Epidemiologi Oral
TERMINOLOGI
EPIDEMIOLOGI
ORAL
DEFINISI KESEHATAN
ORAL
(WORLD HEALTH ORGANIZATION,
2008)
Kesehatan oral merupakan suatu kondisi terbebasnya penyakit mulut kronis dan
nyeri wajah, kanker mulut dan tenggorokan, defek sejak lahir seperti celah bibir
dan palatum, penyakit periodontal, gigi berlubang , gigi hilang dan berbagai
penyakit dan kelainan yang mempengaruhi mulut dan kavitas oral.
ETIMOLOGI
EPIDEMIOLOGI:
Epidemiologi berasal dari kata yunani :
epi “pada”, demos “penduduk”, logos “ilmu”.
Secara etimologi, epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu pada penduduk
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
(LAST, 2001)
Epidemiologi merupakan studi distribusi dan determinan status kesehatan
atau sebuah kejadian pada populasi tertentu, dan aplikasi studi ini adalah
untuk mengontrol masalah kesehatan
 
DEFINISI EPIDEMIOLOGI
ORAL
(CHATTOPADHYAY, 2011)
Epidemiologi oral merupakan studi distribusi dan determinan status
kesehatan oral atau kejadian pada populasi tertentu, dan aplikasi studi
ini adalah untuk mengontrol masalah kesehatan oral.
TUJUAN EPIDEMIOLOGI:

1. Mempelajari progresifitas
1. Mencari etiologi penyakit 1.Menentukan perluasan penyakit
penyakit

1. Mengidentifikasi faktor
modifikasi yang dapat
berpengaruh pada terjadinya
1.Menilai intervensi terapetik dan
suatu penyakit sehingga berguna
kebijakan
sebagai landasan yang kuat dalam
menyusun suatu kebijakan
kesehatan yang lebih baik
Referensi
Chattopadhyay, A., 2011. Oral Health Epidemiology:
Principles and Practice. Massachusetts: Jones and
Bartlett Publishers.
MANFAAT
EPIDEMIOLOGI
ORAL
■ Public Health memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan kesehatan
masyarakat.
■ Epidemiologi adalah salah satu bentuk dalam peningkatan kesehatan
masyarakat.
■ Epidemiologi memiliki beberapa manfaat:
– Mengetahui penyebab dari penyakit (Causation of disease)
– Mengetahui dampak dari penyakit (Natural history of disease)
– Menggambarkan status kesehatan masyarakat (Health status of
populations)
– Mengevaluasi pelayanan kesehatan (Evaluating interventions)
Causation of disease
■ Pada umumnya suatu penyakit disebabkan oleh interaksi multifaktor,
seperti interaksi antara faktor genetic dan faktor-faktor lain.
■ Epidemiologi mempelajari pengaruh tiap faktor dan dampaknya terhadap
terjadinya suatu penyakit. Sehingga tindakan preventif dapat ditentukan.
Natural history of disease
■ Gejala suatu penyakit tentu berbeda dari penyakit yang lainnya. Gejala
dari suatu penyakit pada seseorang juga dapat berbeda dengan gejala
penyakit yang terjadi pada orang lain.
■ Pada studi epidemiologi, gejala penyakit tertentu pada suatu kelompok
dapat dipelajari sehingga usaha pencegahan dapat ditentukan.
Health status of populations
■ Status kesehatan suatu kelompok masyarakat tidak sama satu dan yang
lainnya, karena adanya perbedaan paparan faktor resiko pada satu
kelompok dengan kelompok lainnya.
■ Mempelajari status kesehatan suatu kelompok masyarakat adalah hal
yang penting, sehingga program kerja kesehatan dapat direncanakan
dengan baik dan tepat sasaran.
Evaluating interventions
■ Perawatan kesehatan yang telah dilakukan, perlu dilakukan evaluasi
apakah perawatan telah berjalan dengan efektif.
■ Pada studi epidemiologi, evaluasi seperti ini dipelajari untuk mengetahui
apa perawatan yang efektif untuk suatu penyakit tertentu.
Referensi

■ Bonita, Ruth; Robert Beaglehole; Tord Kjellstrom. 2006. Basic


Epidemiology 2nd ed. Geneva. WHO.
SEGITIGA EPIDEMIOLOGY
Segitiga Epidemiologi
TRIAD
EPIDEMIOLOGI
FAKTOR LINGKUNGAN/
ENVIRONMENT
mendeskripsikan faktor luar yang
mempengaruhi agent dan peluang untuk
terpapar. Faktor enviromental meliputi:
■ faktor fisika seperti geologi dan iklim
■ faktor biologi sepeti serangga yang
mentransmisikan agent
■ faktor sosioekonomi seperti
kepadatan penduduk, sanitasi, dan
ketersediaan pelayanan kesehatan

The epidemiological triad (Miller, 2002, p.63)

Sumber: CDC : principle of epidemiology in public health practice, third edition, 2011
FAKTOR WAKTU / TIME

mendeskripsikan dimensi waktu yang


spesifik dalam perkembangan penyakit.
Meliputi:
■ karakteristik waktu
■ inkubasi/laten
■ lama proses penyakit
■ trends dan siklus

The epidemiological triad (Miller, 2002, p.63)

Sumber: CDC : principle of epidemiology in public health practice, third edition, 2011
CONTOH KASUS
Asep adalah anak sekolah. Pada musim hujan, asep terserang penyakit flu
dan kemudian seluruh anggota keluarga dalam rumahnya dan teman-teman
sekelasnya di sekolah ikut menderita flu.
■ Host : Host pertama adalah Asep • Terjadinya penyakit : Virus flu
kemudian penyakitnya menular ke host-host tersebar luas secara bebas di udara
yang lain yaitu teman-teman sekolahnya dan
anggota keluarganya.
sekitar host dan dapat menyerang
siapa saja yang tubuhnya mengalami
■ Agent : Penyebab flu adalah virus yang kekurangan daya tahan. Berdasarkan
termasuk dalam kelompok unsur penyebab
biologis.
model segitiga, penyakit flu yang
menyerang “A” dapat terjadi akibat
■ Environment : Lingkungan yang memiliki ketidakseimbangan pada:
pengaruh dalam kasus ini adalah lingkungan
rumah, sekolah, jalan raya dan cuaca.
INTERAKSI HOST,
AGENT,
ENVIRONMENT
INTERAKSI HEA (HOST, AGENT,
ENVIRONMENT)

Diagram Ketidakseimbangan Agen


Penyakit dan Lingkungan

• Keadaan terpengaruhnya agen penyakit oleh lingkungan yang menguntungkan untuk


agen
• Terjadi saat pra-patogenesis penyakit
• Contoh:
1) Bakteri berkembang saat terpapar oleh sinar matahari
2) Kondisi rongga mulut yang asam memicu perkembangan bakteri
INTERAKSI HEA (HOST, AGENT,
ENVIRONMENT)

Diagram Ketidakseimbangan
Manusia (Host) dan Lingkungan

• Keadaan terpengaruhnya manusia (host) secara langsung oleh lingkungan


• Terjadi saat pra-patogenesis penyakit
• Contoh:
1) Kondisi cuaca
2) Penyediaan nutrisi makanan (kebiasaan makan sirih dapat memicu terjadinya
masalah gigi dan mulut seperti atrisi, keganasan, dan diskolorasi gigi)
INTERAKSI HEA (HOST, AGENT,
ENVIRONMENT)

Diagram Ketidakseimbangan Agen


Penyakit dan Manusia (Host)

• Keadaan agen penyakit yang menetap, berkembang biak dan dapat merangsang manusia untuk
menimbulkan respon berupa tanda atau gejala penyakit (demam, pembentukan kekebalan primer dan
mekanisme lainnya).
• Interaksi dapat berupa kesembuhan sempurna, cacat atau kematian
• Contoh: peningkatan bakteri AA yang menyebabkan penyakit periodontal
INTERAKSI HEA (HOST, AGENT,
ENVIRONMENT)

Diagram Ketidakseimbangan Agen


Penyakit, Manusia (Host) dan
Lingkungan
• Terjadi ketika agen penyakit, manusia (host) dan lingkungan saling berhubungan dalam rentang waktu
yang bersamaan
• Dapat memperberat penyakit atau memudahkan agen masuk ke dalam host
• Contoh: penyakit pencemaran air sumur karena kotoran manusia  muntaber (water-borne disease)
Segitiga
Epidemiologi
(Dental Caries)
Referensi

1. Merrill RM. Introduction to Epidemiology 7th ed. Jones and Bartlett


Publishers
2. Chandra B. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. 2009.
Jakarta: EGC.
Design Epidemiologi
C

Observasional Eksperimental

Deskriptif Analitik

Amit Chattopadhyay: Oral Health Epidemiology, Principles and Practice


Tipe studi
epidemiologi

Bonita R, Beaglehole R, Kjellstrom T. Basic epidemiology. Geneva: World Health Organization; 2007.
STUDI OBSERVASIONAL

Penelitian Penelitian
Deskriptif Analitik
1 Penjelasan sederhana / 1 Menganalisis hubungan
gambaran umum antara status kesehatan dan
Hanya menjelaskan suatu masalah variabel lainnya
2 kesehatan
2 Dapat dilakukan di dua kelompok
3 Tidak dapat menjawab pasti
hipotesa 3 Dapat membuktikan hipotesa
EPIDEMIOLOGI
DESKRIPTIF
STUDI DESKRIPTIF
• Epidemiologi deskriptif memberikan deskripsi umum tentang distribusi dari suatu penyakit dan/atau
faktor yang berhubungan dengan penyakit tersebut pada suatu populasi berdasarkan individu,
tempat, dan waktu. Deskripsi tersebut bisa didapatkan dari data baru maupun data yang sudah ada.
Pada beberapa negara, studi ini dilakukan oleh pusat statistik kesehatan nasional.

Deskripsi status kesehatan suatu komunitas merupakan langkah awal dari investigasi epidemiologi
untuk mengetahui suatu penyakit dan/atau pemaparan, serta berguna untuk membentuk hipotesis
tentang pemaparan dan hasil. Studi deskriptif yang murni tidak menganalisis hubungan antara
pemaparan dan efek.

Perbedaan distribusi penyakit/pemaparan dapat memberikan wawasan tentang kejadian, etiologi,


dan mekanisme suatu penyakit. Contohnya adalah pada kelompok penderita kanker, peneliti harus
mencari pemaparan yang mungkin berhubungan dengan penyakit kanker.

Bonita R, Beaglehole R, Kjellstrom T. Basic epidemiology. Geneva: World Health Organization; 2007.
Konsep Dasar

■ Karatkeristik orang (who)


■ Karakteristik tempat (where)
■ Karakteristik waktu (when)
Karakteristik Orang

■ Siapa (who) -> orang (people)


■ Menjawab siapa yang terkena masalah bisa berupa variabel umur, jenis
kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status
perkawinan dll
Karakteristik Tempat

■ Dimana (where) -> tempat (place)


■ Terkait faktor tempat dimana masyarakat tinggal atau bekerja, dimana
kemungkinan menghadapi masalah kesehatan
■ Faktor tempat dapat berupa kota, desa, pantai, pegunungan, daerah
pertanian, industri dan tempat kerja lainnya
Karakteristik Waktu

■ Kapan (when) -> waktu (time)


■ Kejadian penyakti atau masalah kesehatan berhubungan juga dengan
waktu
■ Faktor waktu dapat berupa jam, hari, minggu, bulan, tahun, musim hujan,
musim kemarau
Skala perubahan frekuensi penyakit:

Variasi jangka pendek (fluktuasi) Variasi berkala (siklis)

■ perubahan naik-turunnya frekuensi ■ Perubahan secara berkala dengan


kejadian penyakit yang berjangka interval daur waktu dalam hitungan
waktu relatif pendek. bulan/musim sampai tahun.
Variasi siklik (berulang interval >= 1 Variasi jangka panjang (secular
tahun) trends)

■ perubahan naik-turunnya frekuensi ■ perubahan frekuensi penyakit atau masalah


kejadian penyakit yang berjangka kesehatan yang terjadi dalam waktu yang
waktu relatif pendek. panjang/ dijelaskan selama bertahun-tahun.
EPIDEMIOLOGI
ANALITIK
• Memperoleh pengjelasan mengenai sebab dan akibat
• Atau why and how
Tujuan

• Untuk mengukur hubungan antara paparan dan outcomenya


• Utuk membuktikan hipotesa mengenai hubungan kausal yang didapat dari
Fungsi epidemiologi deskriptif

• Membandingkan resiko terkena penyakit antara kelompok terpapar dan tak


terpapar faktor penelitian
Prinsip
Jenis Penelitian Analitik

Cross Case
Ekologis
Sectional Control

Studi
Kohort
Ekologis

■ Untuk menghasilkan hipotesis


■ Untuk menentukan apakah suatu kondisi ada atau tidak
■ Sebagai pengetahuan awal yang akan diteliti lagi
■ Unit analisisnya populasi
■ Data yang digunakan data yang sudah tersedia untuk kepentingan atau tujuan lain
Cross Sectional

■ Biasa disebut studi prevalensi


■ Penelitian hanya dilakukan pada satu waktu dan tanpa ada follow up
■ Relatif mudah dan murah berguna untuk menyelidiki paparan pada individu
■ Kekurangan  sulit menentukan hubungan sebab akibat, lebih banyak menjaring
subjek dengan masa sakit panjang, subjek cukup banyak, tidak ada penggambaran
perjalanan penyakit
Case Control

■ Membandingkan 2 kelompok kemudian diuji


■ Memberikan cara sederhana dalam meneliti penyebab suatu penyakit
■ Membandingkan penyebab kejadian pada kelompok kasus dan kontrol
■ Biasa disebut retrospektif
Pemilihan sampel kasus & kontrol

■ Studi case-control dimulai dengan pemilihan kasus, kasus2 tsb harus memperlihatkan
seluruh kasus pada sekelompok populasi tertentu
■ Kasus dipilih berdasarkan penyakit, bukan paparan.
Paparan

■ Aspek penting lainnya pada studi case-control adalah penentuan start & durasi paparan
pada kelompok kasus & kontrol
■ Ditentukan setelah perkembangan penyakit
Odds Ratio

■ Keterkaitan antara paparan dan penyakit (risiko relative) pada studi case kontrol diukur
dengan menghitung OR
■ yaitu rasio keganjilan paparan terhadap kasus dan keganjilan paparan terhadap kontrol
Studi Kohort

■ sekelompok orang dipaparkan pada suatu penyebab penyakit,


kemudian diambil sekelompok orang lain yang mempunyai
ciri-ciri sama dengan kelompok pertama namun tidak
dipaparkan/dikenakan pada penyebab penyakit
■ studi kohort yang bersifat prospektif & retrospektif
■ Studi kohort memberikan informasi terbaik mengenai penyebab
penyakit dan pengukuran langsung terhadap risiko
perkembangan penyakit.
Referensi

■ Bonita, Ruth; Robert Beaglehole; Tord Kjellstrom. 2006. Basic Epidemiology. 2nded.
Geneva:WHO
EPIDEMIOLOGI
EKSPERIMENTAL
STUDI EKSPERIMENTAL

Randomized Cluster
Controlled Randomized
Trials Control Trials

Community
Field Trials
Trials

Amit Chattopadhyay: Oral Health Epidemiology,


Principles and Practice
Randomized controlled trials/ Clinical
trials

 Didesain untuk mempelajari efek dari intervensi tertentu

 Dilakukan pada perawatan penyakit yang spesifik (percobaan klinis).


 Subjek pada populasi ini diacak menjadi kelompok interfensi dan kontrol, kemudian
dibandingkan hasilnya

Bonita R, Beaglehole R, Kjellstrom T. Basic epidemiology. Geneva: World Health Organization; 2007.
FIELD TRIALS

 Subjek pada studi ini merupakan orang-orang sehat namun memiliki resiko terjangkit suatu
penyakit.

Tujuan dari studi ini adalah unutk menguji pencegahan terhadap suatu penyakit dengan
frekuensi rendah.

Kerugian dari studi ini adalah biaya yang mahal dan prosedur yang rumit.

Bonita R, Beaglehole R, Kjellstrom T. Basic epidemiology. Geneva: World Health Organization; 2007.
COMMUNITY TRIALS

 Subjek pada studi ini adalah sebuah komunitas.

 Tujuan dari studi ini adalah untuk mempelajari penyakit yang dipengaruhi oleh kondisi sosial
dimana pencegahannya ditujukan pada perubahan kebiasaan suatu kelompok.

 Kekurangan dari studi ini yaitu apabila komunitas subjek berjumlah sedikit, sistem alokasi secara
acak tidak dapat diterapkan, dan membutuhkan kombinasi metode lain untuk membuktikan bahwa
perbedaan hasil kedua kelompok subjek adalah murni hasil dari intervensi dan bukan dari faktor
lainnya

Bonita R, Beaglehole R, Kjellstrom T. Basic epidemiology. Geneva: World Health Organization; 2007.
Reliabilitas vs validitas

 Reliabilitas: studi yang ketika diulang, dapat menghasilkan hasil yang serupa lagi
(replicable)
 Validitas: menitikberatkan pada menjawab
kemampuan studi tersebut
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dengan benar.
 Validitas internal  hubungan variabel independen dan hasil.
 validitas eksternal  pengaplikasiannya pada observasi, sampel, dan juga populasi
lain.

Chattopadhyay A. Oral health epidemiology. Sudbury, Mass.: Jones and Bartlett Publishers; 2011.
REFERENSI

1. Chattopadhyay A. Oral health epidemiology. Sudbury, Mass.: Jones and Bartlett Publishers; 2011.
2. Bonita R, Beaglehole R, Kjellstrom T. Basic epidemiology. Geneva: World Health Organization; 2007.
3. Ann Aschengrau; Essential of Epidemiology In Public Health
4. Alhamda, Syukra. Sriani, Yustina :Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat
5. Noor, Nur Nasry. 2008: Epidemiologi. Jakarta. PT RINEKA CIPTA
PENGUKURAN
EPIDEMIOLOGI
Pengukuran fRekuensi Penyakit
■Populasi yang beresiko
■Insidensi dan Prevalensi
■Insidensi Kumulatif
■Mortalitas (6)
– Crude Death Rate (CDR)
– Age Specific Death Rate (ASDR)
– Infant Mortality Rate (IMR)
– Child Mortality Rate (CMR)
– Maternal Mortality Rate (MMR)
– Adult Mortality Rate (AMR)
■Morbiditas
Populasi yang beresiko
■ Mencakup subjek yang berpotensi terkena penyakit yang
sedang diteliti
■ Ditentukan berdasarkan demografi, geografi dan faktor
lingkungan
■ Contoh: Kecelakaan kerja, populasi yang beresiko—>
pekerja
Insidensi & prevalensi

Insidensi = tingkat kejadian suatu kasus baru yang muncul pada


populasi spesifik pada kurun waktu tertentu
Prevalensi = frekuensi kasus yang sudah ada pada populasi yang
ditentukan pada waktu
Contoh:
■ Diabetes = insidensi rendah, frekuensi tinggi
■ Flu = insidensi tinggi, frekuensi rendah
Insidensi & Prevalensi
Insidensi Prevalensi

Jumlah kasus baru dalam 1 waktu Jumlah penyakit yang sudah ada dalam
NOMINATOR
tertentu 1 waktu tertentu

DENOMINATOR Populasi beresiko Populasi beresiko

Saat kejadian baru ada, Ada tidaknya penyakit, periode waktu


FOKUS
Waktu onset penyakit yang berubah ubah

Menunjukan resiko terkena penyakit


Probabilitas populasi sakit dalam
baru,
KEGUNAAN kurun waktu tertentu,
Studi penyakit akut,
Studi penyakit kronis
Untuk penyakit kausatif
Data insidensi & prevalensi

■ Data = nilai
■ Melalui perhitungan jumlah Kasus per jumlah populasi beresiko dan
ditunjukan sebagai kasus per 10n orang.
Prevalensi
Rumus Prevalensi (P):

Faktor yang mempengaruhi


Prevalensi:

Kegunaan = membantu mengukur kebutuhan kegiatan preventif, tenaga


kesehatan, dan rencana perawatan kesehatan, kejadian onset terus menerus
INSIDENSI
Insidensi = nilai suatu kejadian baru penyakit dalam suatu populasi dalam 1
waktu tertentu

Unit insidensi untuk setiap individu dalam populasi = kasus per 10n orang dan
per hari, minggu, tahun
Waktu observasi = saat populasi beresiko bebas penyakit
Pembagi = jumlah orang bebas penyakit pada populasi beresiko dalam seluruh
total waktu observasi =TIDAK MUNGKIN AKURAT = dihitung dari :
rata rata populasi studi x panjang waktu studi
Cukup akurat untuk populasi besar dan stabil, Serta insidensi rendah (sprt
stroke)
Prinsip pengukuran angka insidensi
• Angka insidens dapat digunakan untuk mengestimasi probabilitas atau resiko

terkena penyakit selama satu periode waktu tertentu.

• Jika angka insidens meningkat, maka probabilitas resiko terkena penyakit


tersebut juga meningkat.

• Jika angka insidens secara konsisten lebih tinggi selama jangka waktu tertentu

dalam setahun , maka resiko terkena penyakit meningkat.

• Jika angka insidens secara konsisten lebih tinggi diantara mereka yang tinggal

disuatu tempat tertentu, maka resiko seseorang terkena penyakit menular akan meningkat

jika tinggal di tempat tersebut


Insidensi kumulatif
■ Probabilitas seseorang terkena penyakit pada periode waktu tertentu
■ Perbedaan dengan insidensi biasa = Pembagi dihitung dari awal studi
■ Digambarkan kasus per 1000 populasi
■ Kegunaan = untuk mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi,
resiko yang mungkin dihadapi, dan mengetahui beban program
masalah gigi mulut pada populasi tsb.
Hubungan antar pengukuran yang
berbeda
■ Prevalensi  bergantung insidensi & durasi penyakit
– Apabila Prevalensi rendah dan bervariasi tidak
signifikan dihitung dengan:
■ Insidensi kumulatif  bergantung pada insidensi &
lama waktu pengukuran
Morbiditas (kesakitan)

■ Mengukur derajat kesehatan penduduk


■ Semakin tinggi morbiditas, derajat kesehatan makin buruk, vice
versa
■ Morbiditas = kondisi seseorang dikatakan sakit apabila keluhan
kesehatan mengganggu aktivitas sehari hari (tidak dapat bekerja,
mengurus rumah tangga, kegiatan normal lainnya)
■ Rumus:
Morbiditas (kesakitan)

■ Sumber Data Morbiditas:


– Sumber data dan laporan penyakit menular
– Catatan klinis & medis RS
– Data & catatan organisasi managed care
– Perunutan pencatatan dan registrasi
– Registrasi
– Perunutan pencatatan dan komputerisasi
– Survey status kesehatan dan penyakit
Indeks status kesehatan gigi dan mulut
■Kriteria indeks :
– Simple = mudah penggunaan & pemahaman
– Clarity = mudah dikelompokan & dibedakan antar indeks
– Objectivity = objektif, tidak tergantung pendapat penguji
– Validity = indeks sesuai dengan apa yang ingin di uji,
– Reliability = tidak ada variasi internal
– Reproducibility = harus dapat diolah dengan analisa
statistik
– Quantifiability = harus dapat diolah dengan analisa statistik
– Sensitivity = indeks harus bs menganalisa perubahan kecil
– Acceptability = indeks harus dapat diterima apabila
diaplikasikan ke subjek
1. Dmf-t & dmf-s

■ DMFT& DMFS = mendeskripsikan prevalensi karies suatu


individu, secara numerik dengan menghitung Decayed (D),
Missing (M), & Filled (F) pada Teeth (T) atau Surface (S)
■ Untuk mendapatkan ilustrasi estimasi dari seberapa banyak
gigi yang terkena karies pada saat evaluasi.
■ DMFS  penilaian lebih detail yang dihitung per permukaan
gigi. (gigi ant = 4, post =5 permukaan), total dmfs 28 gigi = 128
Komponen DMFT/S
■ Decayed (D) : gigi dengan karies, tambalan dengan karies rekuren, sisa akar,
tambalan rusak karena karies, tambalan sementara, permukaan gigi yang
ditambal dengan permukaan lainnya berlubang
■ Misssing (M) : gigi yang hilang karena karies. Yang tidak termasuk gigi hilang
karena :
– Ekstraksi gigi karena ortho, impaksi, penyakit periodontal
– Gigi yang tidak erupsi
– Hilang kongenital
– Avulsi gigi karena trauma atau kecelakaan
Komponen DMFT/S
■ Filling (F) : gigi yang ditambal karena karies, tambalan tidak ada karies sekunder tanpa
karies primer pada permukaan lainnya, serta gigi dengan mahkota akibat karies.
■ Yang tidak termasuk restorasi karena :
– Trauma atau fraktur
– Hipoplasia
– Abutment
– PSA karena trauma
– Fissure sealant
– Tambalan preventif
Prinsip PENCATATAN & penghitungan
DMFT
■ Aturan perhitungan DMFT
■ Nilai D/ decayed : pada setiap gigi yang terdapat karies diberi nilai 1 dan gigi yang
sehat diberi nilai 0
■ Nilai M/ missing : pada setiap gigi yang hilang diberi nilai 1 dan gigi yang sehat
diberi nilai 0
■ Nilai F/ filling : pada setiap gigi yang ditambal diberi nilai 1
■ Setiap gigi tidak boleh diberi nilai lebih dari satu untuk D, M, F
■ Skor maksimal adalah 32
Prinsip PENCATATAN & penghitungan
DMFT
■ 1. Setiap gigi dihitung berdasarkan jumlah permukaan yang ada yaitu gigi anterior 4
permukaan dan gigi posterior 5 permukaan
■ 2. Nilai D pada tiap gigi ditentukan sesuai luas keterlibatan karies pada gigi tersebut,
contohnya bila karies pada permukaan labil dan distal pada gigi 11 maka nilai D nya adalah
2
■ 3. Nilai M disesuaikan dengan jumlah permukaan gigi yang hilang, contohnya bila gigi 11
hilang maka nilai M nya adalah 4
■ 4. Nilai F juga disesuaikan dengan jumlah permukaan gigi
■ 5. Skor maksimal untuk 28 gigi adalah 128
– 12 gigi anterior (12 x 4 = 48)
– 16 gigi posterior (16 x 5 = 80)
■ 6. Skor maksimal untuk 32 gigi adalah 148 (molar terakhir terlibat)
– 12 gigi anterior (12 x 4 = 48)
– 16 gigi posterior ( 20 x 5 = 100)
Prinsip PENCATATAN & penghitungan
DMFT/s
■ Pada gigi sulung memiliki prinsip yang sama, hanya berbeda pada penulisannya ditulis dengan
hurus kecil (dmft/s). Skor maksimal untuk dmft = 20 dan dmfs = 88
■ Rumus perhitungan DMFT/S perindividu didapat dengan:
Prinsip PENCATATAN & penghitungan DMFT/s
■ Rumus perhitungan DMFT/S untuk populasi didapat dengan :

• Kategori skor DMFT menurut WHO


DMFS (decayed, missing, filled surface)

■ untuk menilai perkembangan karies di tiap permukaan gigi, untuk gigi


anterior ada 4 permukaan sedangkan gigi posterior ada 5 permukaan.
■ Nilai maksimal DMFS adalah 128, sedangkan nilai maksimal dmfs
adalah 88.
2. Significant Caries Index (SiC)

■ Digunakan untuk mengukur kelompok yang mempunyai karies lebih tinggi dalam
suatu populasi
■ Cara menghitung Significant Caries Indes (SiC) :
1. Individu di kelompokkan berdasarkan nilai DMFT
2. Pilih 1/3 populasi dengan nilai karies tertinggi
3. Rata-rata dari DMFT pada sub-group tersebut dihitung dan merupakan nilai dari
SiC
Contoh penghitungan sic
Contoh penghitungan sic
Contoh penghitungan sic
3. Indeks P.u.f.a
■ Untuk menilai kondisi mulut akibat adanya karies yang tidak ditangani . Skor =1 untuk setiap PUFA
pada gigi. Nilai maksimun pufa (gigi sulung) 20, nilai maksimum PUFA (gigi permanen) 32
■ P = Pulpitis
– Terlihat Ruang pulpa, korona habis oleh kareis, sisa akar saja (tidak perlu probing)
■ U = Ulserasi
– Akibat tajamnya permukaan gigi akibat karies yang melibatkan pulpa yang mengenai mukosa / lidah
■ F = Fistula
– Dihitung bila sinus tract mengeluarkan pus yang berhubungan dengan gigi berkaries mencapai pulpa
■ A = Abses
– Dihitung apabila terdapat pembengkakan berisi pus dan berkaitan dengan gigi kreis mencapai pulpa
3. Indeks P.u.f.a
■ Pemberian skor pada PUFA adalah skor 1 per gigi yang terlibat
■ Lesi yang tidak berkaitan dengan ekspos pulpa akibat karies tidak diberi skor.
■ Indeks PUFA merupakan akumulasi seperti indeks DMFT dengan rentang 0-32 untuk gigi
permanen
■ Pada gigi sulung digunakan prinsip yang sama, yaitu pufa menggunakan huruf kecil. Skor
pufa pada anak adalah 0-20 untuk gigi sulung.
4. Silness-Löe Plaque Index
■ Silness-Löe plaque index  Yaitu pengukuran status
kesehatan gigi dan mulut berdasarkan jumlah debis dan
plak pada gigi geligi
■ Keempat permukaan dari gigi tersebut (bukal, lingual, mesial
dan distal) diberi skor 0-3. Skor tersebut adalah dari keempat
area dari gigi yang dijumlah dan dibagi empat permukaan.
■ Bila salah satu gigi tersebut hilang, tidak dapat disubtitusi
dan hanya menggunakan gigi yang ada
■ Kriteria penilaiannya :
■ Rumus indeks plak tiap gigi

• Rumus indeks plak pada individu


CONTOH PENGHITUNGAN Silness-
Löe Plaque Index
■ Contoh penghitungan index pada 1 gigi (4 permukaan)

• Plaque Index =
(2+1+1+2) / 4 = 1.5
CONTOH PENGHITUNGAN Silness-Löe Plaque Index

■ Lakukan penghitungan pada


6 gigi (Pada gigi 16, 12, 24,
36, 32, 44)
■ Kemudian di rata-rata
(dibagi 6)
5. Quigely Hein Index (modified)
■ Indeks ini mengukur dengan nilai 0-5 dari setiap permukaan facial dan lingual dari seluruh gigi
(kecuali molar 3)

Indeks dari keseluruhan membagi total skor


dengan jumlah permukaan. (maksium
permukaan = 2x2x14 = 56 permukaan)
Contoh pengukuran Quigely Hein Index (modified)

The index for the


entire mouth is 2.1.
6. Plaque Control Record

■ The Plaque Control Record adalah metode untuk mengukur keberadaan dari plak pada
setiap permukaan gigi. Yang mencangkup: Permukaan Mesial , Permukaan Distal,
Permukaan Buccal, Permukaan Lingual
■ Pengukuran dapat menggunakan disclosing agent
■ Setelah semua gigi dinilai, kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah permukaan
gigi yang ada pada rongga mulut
Contoh pengukuran Plaque Control
Record
7. INDEKS OHIS
(Oral Hygiene Index-Simplified/OHI-S)
■ OHIS = DI + CI

■ 6 permukaan gigi yang di periksa dipilih


dari 4 gigi posterior dan 2 gigi anterior

RAHANG BUKAL LABIAL BUKAL


ATAS 16 11 26
RAHANG LINGUAL LABIAL LINGUAL
BAWAH 46 31 36

■ Syarat:
– Gigi telah erupsi sempurna (oklusal incisal
mencapai dataran oklusal)
– Gigi tetap
– Gigi tidak berkurang tingginya Karena
trauma/dental
7. INDEKS OHIS
(Oral Hygiene Index-Simplified/OHI-S)

■ Kriteria pengukuran Plak


0 = tidak ada debris • Kriteria pengukuran kalkulus

1 = debris lunak atau terdapat stain 0 = tidak ada kalkulus


ekstrinsik tanpa debris menutupi
tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi 1 = kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3
permukaan gigi
2 = debris lunak menutupi lebih
dari 1/3 permukaan gigi 2 = kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi
tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi atau adanya bercak
kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi
3 = debris lunak menutupi lebih
dari 2/3 permukaan gigi 3 = kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3
permukaan gigi atau adanya puta tebal tidak terputus dari
alkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi
KRITERIA PENILAIAN PLAK DAN KALKULUS
FAKTOR KAUSAL
Kausal

■ Pada penyakit, terdapat hubungan sebab-akibat. Seperti pada penyakit HIV yang
disebabkan karena adanya virus HIV-1, namun penyakit tersebut tidak akan terjadi bila
tidak ada infeksi lain yaitu penyakit immunocompromise yang mendahului.
■ Sehingga, untuk terjadinya suatu penyakit tidak hanya ada satu penyebab atau satu
faktor kausal itu sendiri, namun terdapat keadaan lain yang mendahului.
■ Konsep eksklusif antara satu organisme (atau satu penyebab) dan satu penyakit tidak
selalu berhasil.
Types of Causes

■ Rothman dan Greenland (2005) mengembangkan konsep “multiple causation”


■ Konsep ini menjelaskan bahwa suatu penyakit mungkin terjadi karena adanya
kombinasi dari beberapa faktor berbeda pada kondisi yang berbeda.
Necessary Cause

• Faktor kausal yang dibutuhkan agar terjadi suatu efek, jika tidak ada, penyakit tidak dapat
terjadi

Sufficient Cause

• Suatu rangkap kondisi dan kejadian minimal yang dapat memproduksi suatu penyakit.
Beberapa kausal dapat diperlukan tetapi tidak mencukupi ataupun sebaliknya

Modifiable Cause

• Kausal yang dapat menerima manipulasi dan perubahan. Kausal inilah yang digunakan untuk
menentukan tindakan preventif suatu penyakit.
Reference
Interpretasi untuk skor OHI-S adalah sebagai
berikut.
skor OHI-S interpretasi

0,0 – 1,2 kebersihan mulut baik

1,3 – 3,0 kebersihan mulut cukup

3,1 – 6,0 kebersihan mulut buruk


Indeks Periodontal Komunitas
(Community Periodontal Index/CPI)
■ Indikator status periodontal: perdarahan gingiva,
kalkulus, poket periodontal

■ Alat : probe khusus (WHO CPI periodontal probe)


dengan tip bulat 0,5 mm, dan memiliki pita hitam antara
3,5 mm dan 5,5 mm, serta cincin pada 8,5 dan 11,5 mm
dari ujung tip

■ Sektan : rongga mulut dibagi menjadi 6 bagian (sextant):


18-24, 13-23, 24-28, 38-34, 33-43, 44-48. Sextant hanya
diperiksa hanya jika ada 2 atau lebih gigi dan tidak
diindikasikan untuk ekstraksi. (Keterangan : Hal ini
berbeda dengan intruksi sebelumnya; memasukkan 1 gigi
yang tersisa ke dalam sektan)
Indeks Periodontal Komunitas
(Community Periodontal Index/CPI)
■ Gigi indeks
Untuk dewasa 20 tahun ke atas, gigi yang diperiksa

■ Pada subjek berusia di bawah 20 tahun, hanya 6 gigi yang diperiksa: 16, 11, 26,
36,31,dan 46.
Indeks Periodontal Komunitas
(Community Periodontal Index/CPI)
■ Pemeriksaan untuk perdarahan gingiva dan poket periodontal
– Seluruh gigi yang didalam mulut harus di periksa
– Tip probe ketika menelusuri sepanjang sulkus mengikuti bentuk anatomis
permukaan akar gigi
– Tekanan yang diberikan tidak boleh melebihi 20 g. Tes untuk mempertahankan
tekanan ini adalah dengan menempatkan ujung probe pada kuku dan menekan
hingga kuku terlihat memucat
– Poket periodontal tidak dicatat pada individu dengan umur <15 tahun
SCORING
skor kriteria
0 sehat
1 bleeding on probing
2 ada kalkulus, tetapi semua bagian black band pada probe terlihat
3 poket 4-5 mm
bagian black band pada probe terlihat sebagian (margin gingiva berada segaris dengan black
band)
4 poket ≥ 6 mm
bagian black band tidak terlihat sama sekali
x excluded sextant (pada sextant tersebut ada kurang dari 2 gigi)
9 tidak dinilai
Reference

■ Bonita, Ruth; Robert Beaglehole; Tord Kjellstrom. 2006. Basic Epidemiology. 2nd ed.
Geneva: WHO
■ Nordstrom, Marie. Community Periodontal Index [Internet]. [cited 2018 Sept 05].
Available from: https://www.mah.se/CAPP/Methods-and-Indices/for-Measurement-of-
dental-diseases/CPI/
■ https://www.mah.se/upload/FAKULTETER/OD/Avdelningar/who/MetodsIndices/SIC/
data/significant.pdf
DETERMINANT
FACTORS
DETERMINAN = BERPENGARUH

Faktor Determinan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
(biologi, kimia, fisik, sosial, budaya, lingkungan,
genetika, dan kebiasaan perilaku)
KONSEP BLUM
■ 1974  Blum mengusulkan suatu model bernama “Environment of
Health” yang akhirnya disebut “Force Field and Well-Being Paradigms of
Health”
■ 4 poin penting yang berkontribusi pada kesehatan adalah lingkungan,
gaya hidup, genetik, dan pelayanan kesehatan (FORCE FIELDS)
■ Setiap faktor berinteraksi dengan yang lainnya sehingga dalam
membahas status kesehatan seseorang, seluruh faktor harus
dipertimbangkan secara bersamaan
REFERENSI
■ Bonita, Beaglehole, Kjellstrom - Basic Epidemiology 2nd Edition
■ CDC - Principles of Epidemiology in Public Health Practice
RISK FACTORS
• Basic epidemiology / R. Bonita, R. Beaglehole, T. Kjellström. 2nd edition.
• http://www.who.int/topics/risk_factors/en/
Risk Factors/Faktor Resiko
Faktor resiko adalah hal-hal atau variabel yang terkait
dengan peningkatan resiko/kemngkinan terjadinya suatu
penyakit tertentu.

Faktor resiko berhubungan dengan aspek kebiasaan


individu atau paparan lingkungan terhadap peningkatan
kemungkinan terjadinya suatu penyakit.
Menurut WHO risk factors adalah
beberapa contoh risk factors
High Blood pressure

Underweight atau obesitas

Konsumsi alkohol dan tembakau

Sanitasi

Unsafe water

Hygiene

Aktivitas fisik
Faktor risiko yang tidak dapat di intervensi, antara lain:
– Faktor genetik
– Jenis kelamin
– Usia

Faktor risiko yang dapat di intervensi, antara lain:


– Kebiasaan buruk
– gaya hidup
– pola makan, obesitas, dll
■ Faktor resiko dapat dimodifikasi. Karena dapat dimodifikasi maka dapat lebih mudah
untuk mengatur faktor-faktor tersebut untuk mengurangi kemungkinan terjadinya suatu
penyakit (melakukan intervensi).
■ Faktor resiko dapat digunakan untuk memprediksi/memperkirakan penyakit yang dapat
terjadi di masa yang akan datang oleh karena itu pengukuran pada tingkat populasi
menjadi sangat penting
REFERENSI
■ Basic epidemiology / R. Bonita, R. Beaglehole, T. Kjellström. 2nd edition.2006
■ http://www.who.int/topics/risk_factors/en/
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai