Anda di halaman 1dari 16

Pedidikan Pancasila

Mata Kuliah:Pendidikan Pancasila


Dosen : Dr. Aris Suliyono
A. Pengertian Pancasila

“Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta yang dapat dijabarkan dalam


dua kata, yaitu Panca yang berarti lima, dan Sila yang berarti dasar. Sehingga
Pancasila berarti lima dasar, yaitu lima Dasar Negara Republik Indonesia.
Istilah “sila” juga bisa berarti sebagai aturan yang melatarbelakangi
perilaku seseorang atau bangsa; kelakuan atau perbuatan yang menurut adab
(sopan santun); akhlak dan moral.
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di
India. Ajaran Budha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka, yang terdiri atas tiga
macam buku besar yaitu: Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka, dan Vinaya Pitaka.
Dalam ajaran budha terdapat ajaran moraluntuk mencapai Nirwana dengan
melalui samadhi, dan setiap golongan berbeda kewajiban moralnya. Adapun
ajaran-ajaran moral tersebut adalah: Dasasyila, Saptasyila, dan Pancasyila.
Pancasila selain juga sebagai Dasar
Negara, juga sebagai Pandangan Hidup
Bangsa, Sebagai Ideologi Bangsa dan
Negara, atau dalam konteks sebagai
kepribadian bangsa, serta dalam
proses terjadinya.
B. Rumusan Pancasila
Adapun rumusan Pancasila yang termuat dalam Piagam jakarta
tersebut adalah:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-Peme-luknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan-Perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C. Landasan Pendidikan Pancasila
1. Landasan Historis
Bahwa bangsa indonesia ini terbentuk melalui suatu proses sejarah
yang cukup panjang, yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya
kerajaan-kerajaan pada abad ke IV dan ke V. dan kemudian dasar-dasar
kebangsaan Indonesia mulai nampak ketika abad ke VII, yaitu ketika
timbulnya Kerajaan Sriwijaya di bawah Wangsa Syailendra di Palembang,
kemudian timbul Kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur, serta
kerajaan-kerajaan lainnya, yaitu merupakan suatu prinsip yang tersimpul
dalam pandangan hidup bangsa, atau jati diri dari bangsa Indonesia yang
di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda
dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri negara kita di rumuskan
dalam sauatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi
lima (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
2. Landasan Kultural
Bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya dalam
mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, dia mendasarkannya kepada suatu asas kultural yang dimiliki
dan melekat pada bangsa Indonesia itu sendiri. Selanjuntya bahwa nilai-
nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila itu bukanlah hasil konseptual
seseorang saja, melainkan dia merupakan suatu hasil karya besar bangsa
Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural ynag dimiliki oleh
bangsa indonesia sendiri, melalui proses refleksi filosofis para pendiri
bangsa Indonesia, seperti dari tokoh nasional : Sokekarno, M. Yamin, M.
Hatta, Soepomo. Dan dari tokoh-tokoh Islam seperti : Ki Bagoes
Hadikusoemo, K.H. Wahid Hasyim, dan lain-lain.
Oleh sebab itulah para generasi penerus bangsa terutama kalangan
intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami secara dinamis
dalam arti mengembangkannya sesuai dengan tuntutan zaman.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis perkuliahan pancasila telah dituangkan dengan Undang-Undang Nomor
20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 37, ayat 2 yang menetapkan
bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan
Pancasila, Pendidikan agama dan Pendidikan bahasa Indonesia.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pada
pasal 37 ayat (2). bahwa
“kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat a) Pendidikan Agama, b) Pendidikan
Kewarganegaraan, c) Bahasa. Memang secara eksplisit pendidikan Pancasila tidak tercantum
dalam pasal ini, akan tetapi beberapa muatan dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan yakni mengenai Pancasila khususnya berkenaan dengan filsafat Pancasila”
Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, khususnya pada pasal 35
ayat (3). Upaya memperkuat Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian yang diatur dalam
Pasal 37 UU No. 20 Tahun 2003 yakni dengan dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi. Dalam Pasal 35 ayat (3) Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa
“Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata
kuliah: a) Agama, b) Pancasila, 3) Kewarga-negaraan; dan 4) Bahasa Indonesia”.
4. Landasan Filosofis
Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan
objektif bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Mahas Esa, serta
berpersatuan dan berkerakyatan, yang ditandai dengan manusia Indonesia yang
penuh toleransi, dan suasana damai, saling tolong menolong, gotong royong,
selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan, mencintai keamanan dan
ketentraman serta selalu dalam suasana kekeluargaan, yang diungkapkan dengan
istilah: “Gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta raharja”, atau yang pada saat
ini lebih populer dengan sebutan “masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila”.
Atas asar pengertian filosofis tersebut maka dalam hidup bernegara nilai-nilai
Pancasila merupakan dasar filsafat negara. Jadi Pancasila merupakan sumber
nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional
ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
D. Tujuan Pendidikan Pancasila
1. Dapat memahami dan mampu melaksanakan jiwa Pancasila dan UUD
1945 dalam kehidupannya sebagai warga negara Indonesia;
2. Menguasai pengetahauan tentang beragam masalah dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang hendak diatasi dengan
penerapan pemikiran yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945;
3. Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma
Pancasila, sehingga mampu menanggapi perubahan yang terjadi dalam
rangka keterpaduan IPTEKS dan pembangunan;
4. Membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berpikir,
memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dengan menerapkan
strategi heuristik terhadap nilai-nilai Pancasila.
E. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
Pembahasan Pancasila termasuk di dalamnya filsafat Pancasila adalah
merupakan kajian yang ilmiah. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan” yang
menjelasakan bahwa syarat-syarat ilmiah itu adalah :
1. Berobjek;
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat Universal.
1. Berobyek
Pengetahuan dapat dikatakan ilmiah adalah apabila dia mempunyai objek,
yang dalam filsafat ilmu pengetahuan objek tersebut dapat dibagi dua
macam, yaitu objek forma, dan objek materia. Objek forma yaitu sudut
pandang, yaitu dari sudut pandang mana Pancasila dibahas. Sedangkan objek
materia, yaitu Pancasila merupakan suatu objek sasaran pembahasan dan
pangkajian, baik secara empiris maupun non empiris. Yang empiris bisa
berupa lembaran sejarah, bukti sejarah, benda sejarah, benda-benda budaya,
lembaran negara, lembaran hukum, adat istiadat bangsa Indonesia. Adapun
yang non empiris antara lain meliputi nilai-nilai budaya, nilai moral, nilai-nilai
religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola
budaya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Bermetode
Pembahasan Pancasila adalah apa yang disebut dengan metode “analitico
syntetic” yaitu perpaduan antara metode analisis dan sintesis, serta metode
“Pemahaman, Penapsiaran, dan Interpretasi yang kesemuanya itu senantiasa
didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.
3. Bersistem
Maksudnya pengetahuan tersebut haruslah merupakan suatu kesatuan
yang utuh, serta saling berhubungan atau interelasi , maupun interdepensi
atau saling ketergantungan. Oleh sebab itu pembahasan Pancasila secara
ilmiah haruslah merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, karena Pancasila itu
adalah merupakan Majemuk Tunggal yaitu kelima sila tersebut baik
rumusannya, inti dan isi dari sila-sila Pancasila adalah merupakan suatu
keutuhan dan kebulatan.
Demikian pula pembahasan Pancasila secara ilmiah, dengan sendirinya
sebagai suatu sistem dalam dirinya sendiri, yaitu pada Pancasila itu sendiri,
sebagai objek pembahasan ilmiah senantiasa bersifat koheren (runtut), tanpa
adanya suatu pertentangan di dalamnya, sehingga sila-sila Pancasila itu sendiri
adalah merupakan suatu kesatuan yang sistemik.
4. Bersifat Universal
Maksudnya bahwa kebenaran suatu pengetahuan ilmiah haruslah bersifat
universal, artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, ruang, keadaan,
situasi dan kondisi, maupun jumlah tertentu. Berkaitan dengan pembahasan
Pancasila dia dikatakan bersifat universal karena intisari, essensi dan makna
yang terdalam dari sila-sila tersebut pada hakikatnya adalah bersifat
universal.
F. Tingkatan Pengetahuan Ilmiyah
1. Deskriptif ....... Suatu Pertanyaan “Bagaimana”. Pertanyaan Yang
Bersifat Membutuhkan Keterangan, Penjelasan secara Objektif
2. Kausal ....... Suatu Pertanyaan “Mengapa”. Pertanyaan Yang
Membutuhkan Sebab akibat
3. Normatif ....... Suatu Pertanyaan “Kemana”. Pertanyaan Yang
Berkaitan dengan ukuran ,parameter serta Norma-norma
4. Essensial ....... Suatu Pertanyaan “Apa”. Pertanyaan Yang berkaitan
tentang Hakikat segala sesuatu dan hal yang dikaji

Anda mungkin juga menyukai