Anda di halaman 1dari 25

Pengantar Farmasi Klinik

Kelompok 1 :
- Afif
- Putu intan
- Sasdila
FARMASI KLINIK-PHARMACEUTICAL
1. Definisi pharmaceutical care
Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah pelayanan
kefarmasian apoteker yang berorientasi kepada pasien. Hal ini meliputi
semua aktivitas diperlukan untuk menyelesaikan masalah terapi pasien
terkait dengan obat. Praktik kefarmasian memerlukan interaksi langsung
antara apoteker dengan pasien, yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien. Peran apoteker dalam asuhan kefarmasian di awal proses terapi
adalah menilai kebutuhan pasien; di tengah proses terapi adalah memeriksa
kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik untuk DRP (Drug
Related Problem) pasien; sedangkan di akhir proses terapi adalah menilai
hasil intervensi sehingga didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup
meningkat serta hasilnya memuaskan.
Sasaran pelayanan farmasi yaitumeningkatkan mutu kehidupan seorang
pasien melalui pencapaian hasil terapiyang optimal terkait dengan obat.
Hasil yang diusahakan dari pelayanan farmasiadalah kesembuhan pasien,
peniadaan atau pengurangan gejala, menghentikanatau memperlambat
suatu proses penyakit, serta pencegahan suatu penyakit
2. Farmasi Klinik dan Pharmaceutical Care
Farmasi klinis merupakan ilmu farmasi yang lebih
banyak berorientasi pada pelayanan kefarmasian.
Hal ini sejalan dengan paradigma baru pelayanan
kefarmasian yang sekarang tidak hanya fokus pada
produk, tetapi juga lebih berorientasi mengarah
pada pasien.
Menurut Europe Science Clinical Pharmacy (ESCP),
farmasi klinik merupakan pelayanan yang diberikan
oleh apoteker di rumah sakit, apotek, perawatan di
rumah, klinik, dan di mana saja terjadinya proses
resep dan penggunaan obat.
Adapun tujuan secara menyeluruh aktivitas farmasi
klinik yaitu meningkatkan penggunaan obat yang
tepat dan rasional. Hal ini diartikan sebagai berikut :
a. Memaksimalkan efek pengobatan, yaitu
penggunaan obat yang paling efektif untuk setiap
kondisi tertentu pasien.
b. Meminimalkan risiko terjadinya adverse effect,
dengan cara memantau terapi dan kepatuhan
pasien terhadap terapi.
c. Meminimalkan biaya pengobatan yang harus
dikeluarkan oleh pasien atau pemerintah.
Tujuan pelayanan farmasi klinik sebagai berikut.
a. Memaksimalkan efek terapeutik
b. Meminimalkan risiko
c. Meminimalkan biaya
d. Menghormati pilihan pasien
e. Memaksimalkan efek terapeutik
f. Ketepatan indikasi
g. Ketepatan pemilihan obat
h. Ketepatan pengaturan dosis sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi pasien
i. Evaluasi terapi.
Drug Related Problems
Drug related problems merupakan kejadian tidak
diharapkan dari pengalaman pasien sebagai akibat
(diduga) dari terapi obat, yang dalam kenyataannya
berpotensi menganggu keberhasilan
penyembuhan. Drug related problems meliputi
ketidaktepatan indikasi, ketidaktepatan pasien,
ketidaktepatan jenis obat yang diberikan, dosis
obat yang kurang, dosis obat yang berlebih,
terjadinya reaksi obat yang merugikan, terjadinya
interaksi obat dan terjadinya kegagalan terapi obat.
1. Klasifikasi dan penyebab DRP
a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat,
tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk kondisi tersebut
b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang tidak
mempunyai kondisi indikasi medis valid
c. Pasien mempunyai kondisi medis, tetapi tidak mendapatkan obat
yang tidak aman, tidak paling efektif dan kontraidikasi dengan pasien
tersebut
d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar,
tetapi dosis obat tersebut kurang
e. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar,
tetapi dosis obat tersebut lebih
f. Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang
merugikan
g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat dengan obat,
obat dengan makanan, obat dengan hasil laboratorium
h. Pasien mempunyai kondisi medis, tetapi tidak mendapatkan obat
yang diresepkan
2. Identifikasi dan intervensi problem obat
Problem obat dapat terjadi dalam setiap tahap proses
penggunaan obat pada pasien. Oleh karena itu farmasis
harus mengantisipasi terjadinya problem obat tersebut.
Urutan mengidentifikasi problem obat adalah hal utama dan
urutan keputusan penting untuk memastikan bahwa
penilaian bersifat komprehensif dan keputusan klinis rasional.
pasien yang mendapatkan terapi obat mempunyai resiko
mengalami problem obat. Hal tersebut memnyebabkan
perlunya dilakukan pemantauan terapi obat dalam praktek
profesi untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan
efek yang tidak dikehendaki. Proses pemantauan terapi obat
merupakan proses kemprehensif, mulai dari seleksi pasien,
pengumpulan data pasien, identifikasi problem obat,
rekomendasi terapi dan rencana pemantauan sampai dengan
tindak lanjut.
Dalam penyelasaian problem obat, farmasi
dapat memberikan rekomendasi berupa
memberikan alternatif terapi, menghentikan
pemberian obat, memodifikasi dosis atau
interval pemberian, mengubah rute pemberian,
mengedukasi pasien, pemeriksaan lab,
perubahan pola makan atau perubahan nutrisi
parenteral/enternal, serta pemeriksaan
parameter klinis lebih sering.
Medication Error
Medication error adalah kesalahan dalam proses
pengobatan yang masih berada dalam pengawasan
dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau
konsumen yang seharusnya dapat dicegah.
Medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu :
a. Fase prescribing error
b. Fase transcribing error
c. Fase dispensing error
d. Fase administration
salah satu faktor penyebab terjadinya
medication error adalah kegagalan komunikasi
atau salah interpretasi antara prescriber penulis
resep dengan dispenser pembaca resep.
Kegagalan komunikasi ini dpaat disebabkan oleh
ketidakjelasan atau tidak lengkapnya penulisan
resep.
1. Klasifikasi Medication Error
Kategori Definisi Level Error

Kejadian yang masih berpotensi akan menyebabkan kecelakaan


A No Error

Kesalahan telah terjadi, tetapu kesalahan tersebut belum mencapai


B pasien Error, No Harm

Kesalahan terjadi dan telah mencapai pasien, tetapi tidak mencederai


pasien Error, No Harm
C

Kesalahan terjadi pada pasien dan dibutuhkan pengawasan untuk


mencegah cedera pada pasien atau membutuhkan intervensi untuk Error, No Harm
D mencegah cedera/kecelakaan tersebut

Kesalahan terjadi yang berkontribusi terhadap adanya injury sementara


E dan dibutuhkan intervensi Error, Harm

Kesalahan yang terjadi dapat berkontribusi terhadap adanya injury


sementara pada pasien yang membutuhkan perawatan dirumah sakit Error, Harm
F dalam waktu lama

Kesalahan yang terjadi dpaat berkontribusi terhadap adanya kecacatan


permanen Error, Harm
G

H Kesalahan yang terjadi membutuhkan intervensi yang mampu Error, Harm


mempertahankan hidup/menyelamatkan nyawa pasien
I Kesalahan terjadi yang menyebabkan kematian pasien Error, Death
2. Jenis kesalahan obat
Menurut american hospital association, medication error
dapat terjadi dalam situasi berikut.
a. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada
informasi tentang riwayat alergi dan penggunaan obat
sebelumnya
b. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara
minum atau menggunakan obat, frekuensi dan lama
pemberian hingga peringatan jika timbul efek samping
c. Kesalahan komunikasi dalam peresepan
d. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga
berisiko dibaca keliru oleh pasien
e. Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang
obat yang tidak terang, hingga suasana tempat kerja
yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan
timbulnya medication error
3. Pencegahan medication error
peran apoteker dalam mewujudkan
keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu
aspek manajemen dan aspek klinik.
a. Aspek manajemen meliputi pemilihan
perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan
dan sistem pengendalian (misalnya
memanfaatkan IT).
b. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat
(resep atau bebas), penyiapan obat dan obat
khusus, penyerahan dan pemberian informasi
obat, konseling, monitoring dan evaluasi.
4. Pengelolaan kesalahan obat
Apoteker berada dalam posisi strategis untuk
meminimalkan medication error, baik dilihat dari
keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun
dalam proses pengobatan. Untuk itu, beberapa hal
yang bisa dilakukan untuk meminimalkan
terjadinya kesalahan pengobatan antara lain :
a. Mencipatakan budaya safety (aman)
b. Mengembangkan program-program untuk
keamanan pasien
c. Membiasakan mencatat dan
mengomunikasikan setiap kejadian yang
berpotensi untuk error.
Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh apoteker dalam informasi mengenai obat yang tidak memihak
serta dievaluasi kritis dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat.
menurut UU kesehatan no. 36 tahun 2009 praktik kefarmasian, hal
ini meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan penditribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. Tujuan dilakukan PIO
a. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional,
berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain
b. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien,
tenaga kesehatan dan pihak lain
c. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi PFT/KFT
(panitia/komite farmasi dan terapi).
Terdapat berbagai alasan mengapa PIO perlu :
d. Dokter sering menghadapi situasi klinik yang memerlukan
informasi untuk mengambil kesimpulan tentang pengobatan
tertentu
e. Jumlah dan jenis obat semakin banyak
f. Pustaka yang semakin banyak sehingga memerlukan pengalaman
dalam memilih pustaka yang baik.
2. faktor-faktor yang diperlukan dalam PIO
a. Sumber informasi obat
b. Tempat
c. Tenaga
d. perlengkapan
3. Kegiatan PIO
Langkah-langkah sistematis pemberian informasi obat oleh petugas PIO
adalah sebagai berikut :
a. Penerimaan permintaan informasi obat
b. Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan
c. Penelusuran sumber data
d. Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan
e. Pemantauan dan tindak lanjut

4. Sasaran informasi obat


f. Pasien atau keluarga pasien
g. Pihak lain : manajemen tim/kepanitiaan klinik, dll.
- Informasi obat untuk penderita
- Informasi obat untuk dokter
- Informasi obat untuk perawat
- Informasi obat untuk farmasis
Berikut adalah beberapa hal yang harus dilakukan Farmasis di PIO.
a. Mencatat data peminta informasi (nama, status, ruangan,
telepon).
b. Mencatat pertanyaan.
c. Menanyakan dan mencatat latar belakang permohonan dan
kondisi klinik pasien (tergantung pertanyaan).
d. Menanyakan apakah sudah diusahakan mencari informasi
sebelumnya.
e. Menanyakan apakah cito atau tidak.
f. Melakukan kategorisasi permasalahan (Aspek farmasetik-
farmakokinetik dosis regimen).
g. Melakukan penelusuran sumber informasi.
h. Memformulasi jawaban sesuai permintaan.
i. Monitoring dan tindak lanjut formulir pertanyaan PIO.
Pelayanan Farmasi Di Puskesmas
Salah satu pelayanan kesehatan yang paling mudah dijangkau
oleh masyarakat yaitu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas merupakan sarana kesehatan masyarakat terdepan
yang memberi layanan kesehatan kepada masyarakat di seluruh
pelosok tanah air.
Farmasi merupakan salah satu faktor penting dalam
menunjang pelayanan kesehatan puskesmas. Profesi farmasi saat
ini telah mengalami perkembangan, dari orientasi obat berubah
menjadi orientasi pasien. Perubahan ini berdasarkan asas
pharmaceutical care, yaitu bentuk pelayanan dan tanggung jawab
langsung profesi farmasis dalam pekerjaan kefarmasian untuk
mencapai tujuan akhir yaitu peningkatan kualitas hidup pasien.
1. Pelayanan farmasi di puskesmas
a. Pengelolaan obat dan bahan medis habis
pakai (BMHP)
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) bertujuan menjamin kelangsungan
ketersediaan dan keterjangkauan obat serta
bahan medis habis pakai yang efisien, efektif, dan
rasional; meningkatkan kompetensi/kemampuan
tenaga kefarmasian; mewujudkan sistem
informasi manajemen; dan melaksanakan
pengendalian mutu pelayanan.
b. Pelayanan Farmasi Klinik
bertujuan untuk mencapai hasil yang pasti demi
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik meliputi berbagai hal berikut :
1) Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian
informasi obat.
2) Pelayanan Informasi Obat (PIO).
3) Konseling.
4) Ronde/visit pasien (khusus puskesmas rawat inap).
5) Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO).
6) Pemantauan Terapi Obat (PTO).
7) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).
2. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian
Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian terintegrasi dengan
pengendalian mutu pelayanan kesehatan puskesmas yang
dilaksanakan secara programberkesinambungan. Kegiatan
pengendalian mutu pelayanan kefarmasian melipu berbagai hal
berikut :
a. Perencanaan yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring
dan evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai standar.
b. Pelaksanaan
- Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan (membandingkan antara
capaian dengan rencana kerja).
- Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi.
- Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar.
- Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai