Rumus:
Masalah yang timbul dalam pencatatan PPN Keluaran, apabila perusahaan menjual barang atau
jasa secara kredit, adalah kemungkinan adanya perbedaan antara saat penyerahan barang/jasa
dengan saat pembuatan faktur pajak. Seperti diketahui, bahwa faktur pajak dapat dibuat pada
akhir bulan berikut setelah bulan terjadinya transaksi penyerahan barang/ jasa. Dilihat dari sisi
perpajakan, karena faktur pajak belum diterbitkan, meskipun barang/jasa telah diserahkan, PPN
belum terutang sehingga belum perlu dicatat. Tetapi di sisi lain, ditinjau dari prinsip akuntansi,
saat penyerahan barang/jasa merupakan salah satu saat pengakuan pendapatan atau pelepasan
aktiva. Pencatatan PPN Keluaran seharusnya mempertimbangkan kedua hal tersebut.
3. AKUNTANSI PPN MASUKAN
PPN Masukan adalah PPN yang dibayar perusahaan pada saat pembelian atau impor barang kena pajak, atau pada saat
perusahaan menerima jasa kena pajak. PPN Masukan dapat dikategorikan ke dalam : (a) PPN Masukan yang dapat
dikreditkan; dan (b) PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
PPN Masukan Yang Dapat Dikreditkan, adalah PPN Masukan yang dapat diperhitungkan (dikurangkan) dari PPN
Keluaran dalam suatu masa pajak. PPN Masukan dapat dikreditkan terhadap PPN Keluaran apabila PPN Masukan
tersebut timbul dari pembelian/ impor barang atau jasa yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan
usaha pokok perusahaan.
PPN Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan, adalah PPN Masukan yang tidak dapat di- perhitungkan
(dikurangkan) dari PPN Keluaran dalam suatu masa pajak. PPN Masukan tidak dapat dikreditkan terhadap PPN
Keluaran apabila PPN Masukan tersebut timbul dari pembelian/impor barang atau jasa yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha pokok perusahaan.
4. PPN MASUKAN YANG DAPAT DIKREDITKAN
Apabila perusahaan membeli Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan lang-
sung dengan kegiatan usaha pokok, maka atas pembelian tersebut tetap dikenai PPN.
Tetapi, dalam hal ini, PPN Masukan yang dibayar tersebut tidak dapat dikreditkan (diperhi-
tungkan) terhadap PPN Keluaran dalam suatu masa pajak. Menurut ketentuan UU PPh
(Pajak Penghasilan) 1995, PPN yang tidak dapat dikreditkan harus dikapitalisasikan seba-
gai bagian dari biaya perolehan (cost) dari barang/aktiva yang bersangkutan, atau dibeban-
kan sebagai biaya operasi.
6. PENYAJIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN
Berdasarkan catatan-catatan akuntansi yang telah dibuat, pada setiap akhir periode terten tu
dapat diketahui jumlah PPN Masukan dan PPN Keluaran selama periode tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa saldo kredit rekening “PPN Keluaran”
menunjukkan jumlah PPN yang telah dipungut oleh perusahaan dalam suatu periode,
yang harus disetor ke kas negara. Sedangkan saldo debit rekening “PPN Masukan”
menunjukkan jumlah PPN yang telah dibayar oleh perusahaan selama periode tersebut.
Informasi tentang jumlah PPN Masukan dan PPN Keluaran akan berguna untuk
menentukan berapa jumlah PPN Lebih Bayar atau PPN Kurang Bayar dalam suatu periode
(masa pajak).
7. KOMPENSASI DAN PELUNASAN PPN
Sesuai dengan ketentuan UU PPN 1995, PPN Lebih Bayar dapat dikompensasikan dengan
pajak pada masa berikutnya, atau dapat dimintakan pengembalian (restitusi).
Contoh 13 :
Dengan demikian, dalam SPT PPN Masa Februari 2022, perusahaan akan melaporkan hal-hal berikut
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan terhadap penyerahan dan impor barang mewah. Macam dan jenis barang
mewah yang dikenakan PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Tarip PPnBM adalah serendah-rendahnya 10% dan setinggi-
tingginya 50%. Penerapan tarip PPnBM tersebut ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah. Sementara ini, ekspor barang mewah
dikenakan tarip 0%.
PPnBM dihitung berdasarkan tarip yang ditetapkan dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pa-jak (DPP). Seperti halnya PPN, DPP untuk
PPnBM adalah nilai jual atau nilai impor. Tetapi, berbeda dengan PPN, PPnBM yang sudah dibayar pada saat perolehan atau impor
barang, tidak dapat dikreditkan terhadap PPN yang dipungut (PPN Keluaran). Khusus untuk barang mewah yang diekspor, PPnBM
yang telah atau pernah dibayar dapat diminta kembali (restitusi).
PPnBM terutang pada saat penyerahan barang. Dalam hal impor, PPnBM terutang pada saat dilakukannya impor. Tetapi, apabila
pembayaran diterima lebih dulu, sebelum barangnya diserahkan, PPnBM terutang pada saat diterimanya pembayaran tersebut.
Berbeda dengan PPN, untuk PPnBM tidak perlu dibuatkan faktur pajak.
1. PENJUALAN
Perusahaan yang melakukan penyerahan barang mewah harus memungut PPnBM. Misal nya, PT Karimata menjual
Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah dengan tarip pajak 20%. Nilai penjualan adalah Rp 50.000.000.
PPN dan PPnBM dihitung sebagai berikut :
• Harga jual (nilai penjualan) 50.000.000
• PPN 11% x Rp 50.000.000 5.500.000
• PPnBM 20% x Rp 50.000.000 10.000.000
¾¾¾¾¾¾¾
• Jumlah yang dibebankan pada pembeli 70.000.000
1. PENJUALAN
Atas transaksi penjualan barang mewah tersebut, pencatatan yang harus dilakukan oleh perusahaan
adalah :
• Penjualan 50.000.000
Perusahaan yang melakukan pembelian atau impor barang mewah, dikenai PPnBM. Misalnya, PT Karimata membeli
BKP (misalnya bahan baku) yang dikategorikan sebagai barang mewah dengan tarip 20%. Nilai pembelian adalah Rp
200.000.000.
PPN dan PPnBM dihitung sebagai berikut :
Atas transaksi pembelian barang mewah (bahan baku) tersebut, pencatatan yang harus dilakukan oleh
perusahaan adalah :
Dalam jurnal di atas, PPnBM sebesar Rp 40.000.000 dikapitalisasikan sebagai biaya perolehan barang atau aktiva
yang dibeli, karena PPnBM tidak dapat dikreditkan terhadap PPN yang dipungut (PPN Keluaran).
2. PEMBELIAN
apabila bahan baku yang dibeli tadi digunakan untuk memproduksi barang yang akan diekspor, PPnBM sebesar Rp
40.000.000 yang telah dibayar tadi dapat diminta kembali (restitusi) setelah ekspor dilakukan. Dalam hal demikian,
ada baiknya bila PPnBM dicatat tersendiri (tidak dikapitalisasikan sebagai biaya perolehan barang/bahan baku),
sehingga transaksi pembelian barang mewah tersebut di atas dicatat sebagai berikut :
apabila bahan baku yang dibeli tadi digunakan untuk memproduksi barang yang akan diekspor, PPnBM sebesar Rp
40.000.000 yang telah dibayar tadi dapat diminta kembali (restitusi) setelah ekspor dilakukan. Dalam hal demikian,
ada baiknya bila PPnBM dicatat tersendiri (tidak dikapitalisasikan sebagai biaya perolehan barang/bahan baku),
sehingga transaksi pembelian barang mewah tersebut di atas dicatat sebagai berikut :
Pada saat perusahaan memperoleh pembayaran kembali (restitusi) atas PPnBM yang pernah dibayarkan, pencatatan
yang harus dilakukan adalah :
• Kas Rp 40.000.000
Pemungutan PPnBM dalam suatu masa pajak harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya 20
hari setelah berakhirnya masa pajak. Pelaporan PPnBM dilakukan dengan membuat Pemberitahuan Penyerahan
Barang Mewah. PPnBM yang dipungut dalam suatu masa pajak harus disetor ke kas negara selambat-lambatnya 15
hari setelah masa pajak berakhir.
TERIMA KASIH
• :