Anda di halaman 1dari 24

AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN

NILAI DAN PAJAK PENJUALAN


ATAS BARANG MEWAH
Pencatatan transaksi yang berhubungan dengan PPN dan PPnBM, bagi Pengusaha Kena
Pajak (PKP), hukumnya adalah wajib, sebagaimana dinyatakan dan diatur dalam pasal 6
UU PPN 1995. Pada catatan dalam pembukuan itu harus dicantumkan secara terpisah dan
jelas, antara lain : (a) jumlah harga perolehan atau nilai impor; (b) jumlah harga jual atau
nilai pengganti; (c) nama barang dan satuannya; (d) jumlah harga jual bukan Barang Kena
Pajak; (e) jumlah nilai ekspor; dan (f) jumlah harga jual yang dikenakan PPN.
Pencatatan transaksi dan administrasi yang baik atas PPN dan PPnBM akan bermanfaat
(memberikan kemudahan) bagi perusahaan dalam hal : (a) menentukan dasar pengenaan
PPN; (b) pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPN, baik SPT Ma-sa
maupun SPT Tahunan; (c) penyusunan laporan-laporan perpajakan yang diperlukan
perusahaan; dan (d) membantu memperlancar pelaksanaan pemeriksaan pajak.
I. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas


penjualan/penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak (BKP/JKP). Secara
umum, PPN dihitung sebagai berikut :
PPN = Tarip Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
Tarip PPN adalah 11%. Sementara itu, tarip PPN untuk barang yang
diekspor adalah 0%. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk PPN adalah harga
jual, dan dalam keadaan atau hal- hal tertentu, DPP dapat berbeda dengan
harga jual. Jadi, apabila harga jual suatu barang/ jasa adalah Rp 100.000,
maka PPN serta jumlah yang dibebankan kepada pembeli adalah:
I. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Rumus:

Harga jual (jumlah penjualan) 100.000

PPN : 11% x Rp 100.000 11.000


Jumlah yang dibebankan kepada pembeli 111.000
Apabila dalam transaksi penjualan/penyerahan BKP/JKP terdapat potongan harga, seperti
potongan tunai atau rabat, maka potongan ini dapat dikurangkan dari harga jual, sehingga
mengurango jumlah PPN.
1. AKUNTANSI PPN KELUARAN

PPN Keluaran adalah PPN yang dipungut pada saat penjualan/penyerahan


barang atau jasa kena pajak. Penjualan barang/jasa dapat dilakukan secara
tunai maupun secara kredit.
• Penjualan Tunai

Apabila penjualan barang/jasa dilakukan secara tunai, maka perusahaan


harus segera menerbitkan faktur pajak, karena pembeli yang membayar
tunai pada umumnya akan keberatan (tidak bersedia) untuk menerima faktur
pajak yang tertunda. Bagi perusahaan (penjual), faktur pajak merupakan
dasar pencatatan PPN Keluaran yang dipungut.
• Penjualan Kredit

Masalah yang timbul dalam pencatatan PPN Keluaran, apabila perusahaan menjual barang atau
jasa secara kredit, adalah kemungkinan adanya perbedaan antara saat penyerahan barang/jasa
dengan saat pembuatan faktur pajak. Seperti diketahui, bahwa faktur pajak dapat dibuat pada
akhir bulan berikut setelah bulan terjadinya transaksi penyerahan barang/ jasa. Dilihat dari sisi
perpajakan, karena faktur pajak belum diterbitkan, meskipun barang/jasa telah diserahkan, PPN
belum terutang sehingga belum perlu dicatat. Tetapi di sisi lain, ditinjau dari prinsip akuntansi,
saat penyerahan barang/jasa merupakan salah satu saat pengakuan pendapatan atau pelepasan
aktiva. Pencatatan PPN Keluaran seharusnya mempertimbangkan kedua hal tersebut.
3. AKUNTANSI PPN MASUKAN

PPN Masukan adalah PPN yang dibayar perusahaan pada saat pembelian atau impor barang kena pajak, atau pada saat
perusahaan menerima jasa kena pajak. PPN Masukan dapat dikategorikan ke dalam : (a) PPN Masukan yang dapat
dikreditkan; dan (b) PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

PPN Masukan Yang Dapat Dikreditkan, adalah PPN Masukan yang dapat diperhitungkan (dikurangkan) dari PPN
Keluaran dalam suatu masa pajak. PPN Masukan dapat dikreditkan terhadap PPN Keluaran apabila PPN Masukan
tersebut timbul dari pembelian/ impor barang atau jasa yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan
usaha pokok perusahaan.

PPN Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan, adalah PPN Masukan yang tidak dapat di- perhitungkan
(dikurangkan) dari PPN Keluaran dalam suatu masa pajak. PPN Masukan tidak dapat dikreditkan terhadap PPN
Keluaran apabila PPN Masukan tersebut timbul dari pembelian/impor barang atau jasa yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha pokok perusahaan.
4. PPN MASUKAN YANG DAPAT DIKREDITKAN

Akuntansi untuk PPN Masukan yang dapat dikreditkan, di mana Barang


atau Jasa Kena Pajak yang dibeli/diterima mempunyai kaitan langsung
dengan usaha pokok perusahaan.
5. PPN MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN

Apabila perusahaan membeli Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan lang-
sung dengan kegiatan usaha pokok, maka atas pembelian tersebut tetap dikenai PPN.
Tetapi, dalam hal ini, PPN Masukan yang dibayar tersebut tidak dapat dikreditkan (diperhi-
tungkan) terhadap PPN Keluaran dalam suatu masa pajak. Menurut ketentuan UU PPh
(Pajak Penghasilan) 1995, PPN yang tidak dapat dikreditkan harus dikapitalisasikan seba-
gai bagian dari biaya perolehan (cost) dari barang/aktiva yang bersangkutan, atau dibeban-
kan sebagai biaya operasi.
6. PENYAJIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN

Berdasarkan catatan-catatan akuntansi yang telah dibuat, pada setiap akhir periode terten tu
dapat diketahui jumlah PPN Masukan dan PPN Keluaran selama periode tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa saldo kredit rekening “PPN Keluaran”
menunjukkan jumlah PPN yang telah dipungut oleh perusahaan dalam suatu periode,
yang harus disetor ke kas negara. Sedangkan saldo debit rekening “PPN Masukan”
menunjukkan jumlah PPN yang telah dibayar oleh perusahaan selama periode tersebut.
Informasi tentang jumlah PPN Masukan dan PPN Keluaran akan berguna untuk
menentukan berapa jumlah PPN Lebih Bayar atau PPN Kurang Bayar dalam suatu periode
(masa pajak).
7. KOMPENSASI DAN PELUNASAN PPN

Sesuai dengan ketentuan UU PPN 1995, PPN Lebih Bayar dapat dikompensasikan dengan
pajak pada masa berikutnya, atau dapat dimintakan pengembalian (restitusi).

Contoh 13 :

PT Karimata memutuskan untuk mengkompensasikan PPN Lebih Bayar Rp 2.000.000


pada masa Januari 2022 dengan pajak pada masa berikutnya. Pada bulan Pebruari 2022,
jumlah PPN Masukan adalah Rp 20.000.000, sedangkan PPN Keluaran Rp 28.000.000.
7. KOMPENSASI DAN PELUNASAN PPN

Dengan demikian, dalam SPT PPN Masa Februari 2022, perusahaan akan melaporkan hal-hal berikut

PPN Keluaran 8.000.000


PPN Masukan (yang dapat dikreditkan) 20.000.000
8.000.000
Kompensasi PPN Lebih Bayar bulan lalu 2.000.000
PPN Kurang Bayar 6.000.000
Pada tanggal 29 Februari 2022 (tanpa menunggu apakah SPT Masa PPN sudah disampai kan atau belum), perusahaan harus
mencatat PPN Kurang Bayar tersebut sebagai berikut:
PPN Keluaran 28.000.000
PPN Masukan 20.000.000
PPN Lebih Bayar 2.000.000
PPN Kurang Bayar 6.000.000
II. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan terhadap penyerahan dan impor barang mewah. Macam dan jenis barang
mewah yang dikenakan PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Tarip PPnBM adalah serendah-rendahnya 10% dan setinggi-
tingginya 50%. Penerapan tarip PPnBM tersebut ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah. Sementara ini, ekspor barang mewah
dikenakan tarip 0%.
PPnBM dihitung berdasarkan tarip yang ditetapkan dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pa-jak (DPP). Seperti halnya PPN, DPP untuk
PPnBM adalah nilai jual atau nilai impor. Tetapi, berbeda dengan PPN, PPnBM yang sudah dibayar pada saat perolehan atau impor
barang, tidak dapat dikreditkan terhadap PPN yang dipungut (PPN Keluaran). Khusus untuk barang mewah yang diekspor, PPnBM
yang telah atau pernah dibayar dapat diminta kembali (restitusi).

PPnBM terutang pada saat penyerahan barang. Dalam hal impor, PPnBM terutang pada saat dilakukannya impor. Tetapi, apabila
pembayaran diterima lebih dulu, sebelum barangnya diserahkan, PPnBM terutang pada saat diterimanya pembayaran tersebut.
Berbeda dengan PPN, untuk PPnBM tidak perlu dibuatkan faktur pajak.
1. PENJUALAN

Perusahaan yang melakukan penyerahan barang mewah harus memungut PPnBM. Misal nya, PT Karimata menjual
Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah dengan tarip pajak 20%. Nilai penjualan adalah Rp 50.000.000.
PPN dan PPnBM dihitung sebagai berikut :
• Harga jual (nilai penjualan) 50.000.000
• PPN 11% x Rp 50.000.000 5.500.000
• PPnBM 20% x Rp 50.000.000 10.000.000
¾¾¾¾¾¾¾
• Jumlah yang dibebankan pada pembeli 70.000.000
1. PENJUALAN

Atas transaksi penjualan barang mewah tersebut, pencatatan yang harus dilakukan oleh perusahaan
adalah :

• Kas (Piutang dagang) 70.000.000

• Penjualan 50.000.000

• PPN Keluaran 5.500.000

• PPnBM Masih Harus Disetor 10.000.000


2. PEMBELIAN

Perusahaan yang melakukan pembelian atau impor barang mewah, dikenai PPnBM. Misalnya, PT Karimata membeli
BKP (misalnya bahan baku) yang dikategorikan sebagai barang mewah dengan tarip 20%. Nilai pembelian adalah Rp
200.000.000.
PPN dan PPnBM dihitung sebagai berikut :

• Harga beli (nilai pembelian) 200.000.000


• PPN 11% x Rp 200.000.000 22.000.000
• PPnBM 20% x Rp 200.000.000 40.000.000
¾¾¾¾¾¾¾

• Jumlah yang harus dibayar 262.000.000


2. PEMBELIAN

Atas transaksi pembelian barang mewah (bahan baku) tersebut, pencatatan yang harus dilakukan oleh
perusahaan adalah :

• Pembelian (Persediaan/aktiva lainnya) Rp 240.000.000

• PPN masukan Rp 22.000.000

• Kas (Utang dagang) Rp 262.000.000

Dalam jurnal di atas, PPnBM sebesar Rp 40.000.000 dikapitalisasikan sebagai biaya perolehan barang atau aktiva
yang dibeli, karena PPnBM tidak dapat dikreditkan terhadap PPN yang dipungut (PPN Keluaran).
2. PEMBELIAN

apabila bahan baku yang dibeli tadi digunakan untuk memproduksi barang yang akan diekspor, PPnBM sebesar Rp
40.000.000 yang telah dibayar tadi dapat diminta kembali (restitusi) setelah ekspor dilakukan. Dalam hal demikian,
ada baiknya bila PPnBM dicatat tersendiri (tidak dikapitalisasikan sebagai biaya perolehan barang/bahan baku),
sehingga transaksi pembelian barang mewah tersebut di atas dicatat sebagai berikut :

• Pembelian (persediaan/aktiva lainnya) Rp 200.000.000

• PPN Masukan 22.000.000

• PPnBM yang belum direstitusi 40.000.000

• Kas (utang dagang) Rp 262.000.000


2. PEMBELIAN

apabila bahan baku yang dibeli tadi digunakan untuk memproduksi barang yang akan diekspor, PPnBM sebesar Rp
40.000.000 yang telah dibayar tadi dapat diminta kembali (restitusi) setelah ekspor dilakukan. Dalam hal demikian,
ada baiknya bila PPnBM dicatat tersendiri (tidak dikapitalisasikan sebagai biaya perolehan barang/bahan baku),
sehingga transaksi pembelian barang mewah tersebut di atas dicatat sebagai berikut :

• Pembelian (persediaan/aktiva lainnya) Rp 200.000.000

• PPN Masukan 22.000.000

• PPnBM yang belum direstitusi 40.000.000

• Kas (utang dagang) Rp 262.000.000


2. PEMBELIAN

Pada saat perusahaan memperoleh pembayaran kembali (restitusi) atas PPnBM yang pernah dibayarkan, pencatatan
yang harus dilakukan adalah :
• Kas Rp 40.000.000

• PPnBM yang belum direstitusi Rp 40.000.000

Pemungutan PPnBM dalam suatu masa pajak harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya 20
hari setelah berakhirnya masa pajak. Pelaporan PPnBM dilakukan dengan membuat Pemberitahuan Penyerahan
Barang Mewah. PPnBM yang dipungut dalam suatu masa pajak harus disetor ke kas negara selambat-lambatnya 15
hari setelah masa pajak berakhir.
TERIMA KASIH
• :

Anda mungkin juga menyukai