Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang fana. Orang yang ahli dalam tasawuf disebut dengan seorang sufi. Seorang sufi menekankan aspek rohaninya daripada aspek jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat dengan Tuhannya. Dan untuk mencapai itu, terdapat tingkatannya, yaitu tobat , zuhud , sabar , kefakiran kerendahan hati, takwa , tawakkal , kerelaan , cinta , ma'rifat. Dan dalam makalah ini akan mencoba membahas tentang pengertian tasawuf, sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf, penyebaran serta perjalanan tasawuf.

1 0

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Tashawwuf Sejak dahulu hingga sekarang, pembahasan tentang asal kata tashawwuf belum pernah mencapai kata sepakat. Para ahli berbeda pendapat tentang kata itu, dijelaskan oleh Syeikh Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah bahwa perbedaan itu disebabakan karena adanya kata yang dinisbahkan kepada kata sesuatu. Ada yang dinisbahkan kepada kata safa dan safw yang artinya bersih dan suci. Maksudnya, kehidupan seorang seorang sufi lebih banyak diarahkan pada penyucian batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Suci, sebab Tuhan tidak bisa didekati kecuali oleh orang yang suci. Adapun tentang definisi Tashawwuf itu sendiri ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh sufi. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Zakaria Al-Anshori Tashawwuf ialah suatu ilmu yang menjelaskan hal ihwal pembersih jiwa dan penyantun akhlak baik lahir atau batin, guna menjauhi bidah dan tidak meringankan ibadah. 2. Abul Qasim al-Qashairi ( W. 456H/1072M ) Tashawwuf adalah menerapkan ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi secara tepat berusaha menekan hawa nafsu, menjauhi bidah dan tidak meringankan ibadah. 3. Bisyr bin Haris al-Hafi ( W. 227H/841M ) Seorang sufi ialah yang telah bersih hatinya,semata-mata untuk Allah SWT.

1 0

4. ABU Husain An-Nuri ( W. 295H/908M ) Kaum sufi itu ialah kaum yang hatinya suci dari kotoran basariyah ( hawa nafsu kemanusiaan ) dan kesalahan pribadi. Ia harus mampu membebaskkan diri dari syahwat sehingga ia berada pada shaf pertama dan mencapai derajat yang mulia dalam kebenaran. Harun Nasution dalam bukunya falsafat dan Mistisme dalam islam menjelaskan bahwa,tasawuf itu merupakan suatu ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu pengetahuan, tashawwuf atau sufisme mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang islam bisa sedekat mungkin dengan tuhan. Dari berbagai definisi yang berbeda-beda tersebut kiranya dapat ditarik suatu kesimpilan tentang pengertian Tashawwuf itu sebagai berikut : Tashawwuf ialah suatu ilmu pengetahuan yang membahas dan mempelajari tentang jalan atau cara yang ditempuh dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jalan atau cara yang dimaksud dengan melalui pembersihan rohani, peningkatan amal saleh, berakhlak mulia dan tekun melakukan ibadah menurut contoh Rasulullah SAW disertai dengan melakukan zuhud, berkhalwat dan kontemplasi. B. Sejarah Pertumbuhan Tashawwuf Sebenarnya kehidupan shufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad saw. Dimana dalam kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan waktunya untukk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah swt. Bahkan seperti diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat sebagai Rasul Allah, beliau seringkali melakukan kegiatan shufi dengan melakukan uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama saat diangkat sebagai Rasul Allah. Setelah Beliau resmi diangkat sebagai Nabi utusan Allah, keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan suasana kerakyatan, meskipun beliau berada dalam lingkaran keadaan hidup yang serba dapat terpenuhi semua
1 0

keinginan lantaran kekuasaannya sebagai Nabi yang menjadi kekasih TuhanNya. Pada waktu malam sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan untuk bertawajjuh kepada Allah dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya. Tempat tidur beliau terdiri dari balai kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma, tidak pernah memakai pakaian yang terdiri dari wool, meskipun mampu membelinya. Pendek kata beliau lebih cinta hidup dalam suasana sederhana( meskipun pangkatnya Nabi ) Daripada hidup bermewahmewah.Kehidupan Nabi semacam itu langsung ditiru oleh shahabatnya, Tabiin, Tabiit Tabiin dan terus turun temurun sampai sekarang. Bahkan para shahabat beliau banyak yang melakukan kehidupan shufi dengan hidup sederhana dan selalu bertaqarrub dengan Allah. Kehidupan mereka sangat sederhana bahkan serba kekurangan, tetapi dalam dirinya tumbuh memancar sinar kesemangatan beribadah. Hal seperti itu tampak dalam kehidupan para shahabat beliau, semisal Abu Hurairah, Abu Darda, Salman Al Farisy, Abu Bakar, Umar Bin Khathab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar dan sebagainya. Dapat dicontohkan disini, seperti kehidupan Abu Hurairah ra. Yang dalam sejarah disebutkan bahwa beliau tidak mempunyai rumah, hanya tidur di emperan Masjidil Haram Makkah, pakaiannya hanya satu melekat di badan, makannya tidak pernah merasa kenyang, bahkan sering tidak makan. Sampai pada suatu hari beliau dudukduduk di pinggir jalan sedang ia sangat lapar. Tatkala Abu Bakar ra. Lewat disitu ia bertanya ayat apa yang harus dibacanya dari Al-Quran untuk menekan laparnya. Abu bakar tidak menjawab dan berjalan terus. Kemudian lewat pula Umar Bin Khathab. Abu Hurairah meminta pula padanya, ditunjukkan Ayat Al-Quran yang dapat menahan laparnya.. Umar tidak berbuat apa-apa dan meneruskan perjalanannya. Kemudian lewatlah disitu pula Rasulullah saw, Nabi tersenyum melihat Abu Hurairah, Nabi tersenyum karena mengetahui apa yang terkandung dalam dirinya dan yang tersirat di mukanya, Nabi mengajak Abu Hurairah mengikuti. Tatkala sampai di rumah,Nabi mengeluarkan sebuah bejana susu dan disuruh minum pada Abu Hurairah, sehingga tidak dapat menghabiskannya.
1 0

C. Jalan Pendekatan Diri Kepada Tuhan Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat melihat Tuhan dengan mata hati dan akhirnya bersatu dengan Tuhan demikan panjang dan penuh duri. Bertahun-tahun orang harus menempuh jalan yang sulit itu. Karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai pada puncak tujuan Tashawwuf. Jalan itu disebut Thariqah (bahasa Arab), dan dari sinilah berasal kata Tarekat dalam bahasa Indonesia. Jalan itu, yang intinya adalah penyucian diri, di bagi kaum sufi ke dalam stasion-stasion yang dalam bahasa Arab disebut maqamat-tempat calon seorang sufi menunggu sambil berusaha keras untuk membersihkan diri agar dapat melanjutkan perjalanan ke stasion berikutnya. Sebagaimana telah disebut di atas penyucian diri diusahakan melalui ibadat, terutama puasa, shalat, membaca Al-Quran dan dzikir. Maka, seirang calon sufi banyak melaksanakan Ibadat. Tujuan semua ibadat dalam islam ialah mendekatkan diri itu, terjadilah penyucian diri calon sufi secara berangsur. Jelas kiranya bahwa usaha penyucian diri, langkah pertama yang harus dilakukan seseorang adalah tobat dari dosa-dosanya. Karena itu, stasion pertama dalam Tashawwuf adalah tobat. Pada mulanya seorang calon sufi harus tobat dari dosa-dosa besar yang dilakukannya. Kalau ia telah berhasil dalam hal ini, ia akan tobat dari dosadosa kecil, kemudian dari perbuatan makruh dan selanjutnya dari perbuatan syubhat. Tobat yang dimaksud adalah tobat nasuha, yaitu tobat yang membuat orangnya menyesal atas dosa-dosanya yang lampau dan betul-betul tidak berbuat dosa lagi walau sekecil apapun. Jelaslah bahwa usaha ini memakan waktu panjang. Untuk memantapkan tobatnya ia pindah ke stasion kedua, yaitu zuhud. Di stasion ini ia menjauhkan diri dari dunia materi dan dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk beribadat, puasa, shalat, membaca al-quran dan zikir. Puasanya yang banyak membuat hawa nafsunya lemah, dan membuat ia tahan lapar dan dahaga. Ia makan dan minum hanya untuk mempertahankan kelanjutan hidup. Ia sedikit tidur dan banyak beribadah. Pakaiannya sederhana.
1 0

Ia menjadi orang zahid dari dunia, orang yang tidak bisa lagi digoda oleh kesenangan dunia dan kelezatan materi. Yang dicarinya ialah kebahagiaan rohani, itu diperolehnya dalam berpuasa, melakukan shalat, membaca alQuran dan berdzikir. Kalau kesenangan dunia dan kelezatan materi tidak bisa menggodanya lagi, ia keluar dari pengasingannya masuk kembali ke dunianya semula. Ia terus banyak berpuasa, melakukan shalat, membaca al-qurqn dan berdzikir. Ia juga akan selalu naik haji. Sampailah ia ke stasion wara. Di stasion ini ia dijauhkan tuhan dari perbuatan-perbuatan syubhat. Dalam literature tashawwuf di sebut bahwa al-muhasibi menolak makanan, karena di dalamnya terdapat syubhat. Bisyr al-Hafi tidak bisa mengulurkan tangan ke arah makanan yang berisi syubhat.Dari stasion wara, ia pindah ke stasion faqr. Di stasion ini ia menjalani hidup kefakiran.Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban agamanya. Bahkan ia tidak meminta sungguhpun ia tidak punya. Ia tidak meminta tapi tidak menolak pemberian Tuhan. Setelah menjalani hidup kefakiran ia sampai ke stasion sabar. Ia sabar bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah tuhan yang berat dan menjauhi larangan-larangan tuhan yang penuh godaan, tetapi juga sabar dalam menerima percobaan-percobaan berat yang ditimpakan Tuhan kepadanya. Ia bukan hanya tidak meminta pertolongan dari Tuhan, bahkan ia tidak menunggu-nunggu datangnya pertolongan. Ia sabar menderita. Selanjutnya ia pindah ke stasion tawakal. Ia menyerahkan diri senulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Ia tidak memikirkan hari esok; baginya cukup apa yang ada untuk hari ini. Bahkan, sungguhpun tak ada padanya, ia selamanya merasa tentram. Kendatipun ada padanya, ia tidak mau makan, karena ada orang yang lebih berhajat pada makanan dari padanya. Ia bersikap seperti telah mati. Dari stasiion tawakkal, ia meningkat ke stasion ridla. Dari stasion ini ia tidak menentang percobaan dari Tuhan bahkan ia menerima dengan senang hati. Ia tidak minta masuk syurga dan dijauhkan dari neraka. Di dalam hatinya tidak ada perasaan benci, yang ada hanyalah perasaan senang. Ketika malapetaka turun, hatinya merasa senang dan di dalamnya bergelora rasa cinta
1 0

kepada Tuhan. Di sini ia telah dekat sekali dengan Tuhan dan iapun sampai ke ambang pintu melihat Tuhan dengan hati nurani untuk selanjutnya bersatu dengan Tuhan. Karena stasion-stasion tersebut di atas baru merrupakan tempat penyucian diri bagi orang yang memasuki jalan Tashawwuf, ia senarnya belunlah menjadi sufi, tapi barulah menjadi zahid atau calon sufi. Ia menjadi sufi setelah sampai ke stasion berikutnya dan memperoleh pengalamanpengalaman tashawwuf. D. Perkembangan Tashawwuf dan Thariqat Semenjak drintis dengan berdiri madrasah shufi di bashra samapi pada abad-abad berikutnya,tashawwuf terus menerus dikebangan oleh para tokohnya. Dan diantara para tokoh tersebut kini membentuk suatu aloran-aliran tersendiri, seperti Qadiriah wan Naqsabandiyah, Asy Syadziliyah, Ar Rifaiiyah, Maulawiyah, Badawiyah dan lain sebagainya. Kini seluruhnya sudah mencapai jumlah sebanyak 41 aliran yang di pakai sebagai Thariqat Mutabarah. Dari 41 aliran thariqat diatas, yang paling e\terkenal dan paling banyak pengikutnya dalam masyarakat adalah : a. Thariqat Qadiriyah yang didirkan oleh Syekh Abdul Qadir Al Jailani, lahir pada tahun 470 H.Wafat pada tahun 561 H. (1164 M.). Pengikutnya yang terbanyak adalah di India, Afganistan,Baghdad dan Indonesia. b. Thariqat Rifaiyah yang diciptakan dan dibangsakan kepada Syekh Ahmad bin Abdul Hasan ArRifaI, wafat pada tahun 570 H, (1175 M.). Pengikutnya yang terbanyak di daerah Maroko danAl Jazair. c. Thariqat Sah rawadiyah yang dibangsakan kepada Syekh Abil Hasan Ali bin Al Sahrawadiyah yang wafat pada tahun 630 H. (1240 M.). Pengikutnya yang terbanyak dari Afrika. d. Thariqat Syadziliyah yang dibangsakan kepada pendirinya, yaitu Syejh Abil Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy Syadzily, meninggal pada tahun 655 H. (1256 M.). Pengikutnya yang terbanyak di daerah Afrika..
1 0

e. Thariqat Ahmadiyah yang diciptakan oleh Syekh Ahmad Badawy, meniggal pada tahun 675 H..(1276 M.). pengikutnyayang terbanyak di daerah Maroko. f. Thariqat Maulawiyah yang dibangsakan kepada pendirinya yaitu Syekh Maulana Jalaluddin Ar Rumi, meniggal pada tahun 672 H (1273 M.). pengikutnya yang terbanyak di daerah Turkistan dan Turki. g. Thariqat Naqsabandiyah yang dibasngsakan kepada pendirinya, yaitu Syekh Muhammad bin Muhammad Bahuddin Bukhari wafat pada tahun 791 H (1273 M.). pengikutnya yang terbanyakdi Malaysia. h. Thariqat Hadiyah yag dibangsakan kepada pendirinya, yaitu Syekh Abdullah Baalawy Al Hadad Al Hamdany, meniggal pada tahun 1095 H (1695 M.). pengikunya yang terbanyak di Jazirah Arab, Malaysia dan sekitarnya. Dari Beberapa thariqat tersebut di atas yang paling banyak pengaruhnya di Indonesia, terutama di daerah Sumatra, Jawa dan Madura adalah Thariqat Qairiyah dan Naqsabandiyah. Thariqat Qadiriyah adalah thariqat yang didirikan oleh Syekh Abdul Qdi aL Jailany.. Beliau lahir di sebuah kota kecil, Jailan, Thabaristan pada tahun 471 H (1077 M.). dan wafat pada bulan Rabiuts Tsani 651 H (1164 M.). di kota Baghdad. Thariqat ini dalam perjalanan berjalan seiring dengan thariqat yang diciptakan oleh Syekh Muhammad Bukhari, yaitu sejak bulan Januari 1978 berpusat di Tebuireng Jawa Timur Indonesia. Selain itu, di Pulau Jawa khususnya terdapat juga beberapa thariqat yang tidak seberapa besar pengaruhnya dan pengikutnya. Diantaranya adalah Thariqat Syathariyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Syathar dari India, wafat padatahun 1485 M. Pertama kali didirikan di Banten oleh Syekh Abdul Muhyi dari Karang. Thariqat ini juga berkembang di Jawa Timur berpusat di Nganjuk (Madium) dibawah pimpinan Kyao Husnun, dan di Tijaniyah. Dalam organisai Nahdlotul Ulama sendiri sejak tahun 1957 tepatnya pada tanggal 10 Oktober 1957 oleh para Kyai didirikan suatu daban federasiii bernama Puncak Pimpinan jamiyah Thariqat Mutabarah sebagai tindak lanjut
1 0

dari Mutamar NU XIV sejak tanggal 15 s/d 21 Juli 1939 di Magelang. Dalam Mutamar Nu XXVI tanggal 5-11 Juni 1979 M. bertepatan dengan tanggal 1016 Rajab 1399 H. di semarang Jawa Tengah, nama badan diganti menjadi Jamiyah Thariqat Mu;tabarah Nahdliyin. Demikian penjelasan mengenai sejarah singkat pertumbuhan tashawwuf dan perkembangan dan juga para penyebarnya sejak zaman rasulullah, Zaman sahabat, Tabiin, Tabiin, para tokohshufi bidang Aqidah, tokoh shufi thariqat, sampai pada para penyebarnya di seluruh dunia hingga di daerah kepulauan Nusantara ini.

1 0

BAB III KESIMPULAN Dari sedikit pembahasan yang telah kami sajikan sebelumnya, berkaitan dengan penyebaran serta perjalanan tasawuf , dapatlah kami memberi kesimpulan bahwa Tasawuf, bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat melakukan sebuah pelarian, bukanlah sesuatu yang dengannya manusia dapat berpangku tangan terhadap hidup. Melainkan, tasawuf adalah suatu metode penyucian jiwa dan pembening hati, yang menjadi bekal utama manusia dalam menggeluti ranah kehidupannya yang, pada dasarnya tidak pernah terlepas dari berbagia macam persoalan. Tasawuf membimbing manusia dalam pengembangan kinerja ukhrawi dan sekaligus juga duniawi.

1 0

Anda mungkin juga menyukai