Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

KRISIS HIPERTENSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh : Verani Dwitasari (20080310081) Dokter Penguji : dr. Waisul Choroni, Sp. PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

HALAMAN PENGESAHAN

KRISIS HIPERTENSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh: Verani Dwitasari, S. Ked 20080310081

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Oleh : Dokter Penguji

Maret 2013

dr. Waisul Choroni, Sp. PD

BAB I LAPORAN KASUS


1. IDENTITAS PASIEN No RM Nama Umur Alamat Agama Masuk Tanggal 2. ANAMNESA - Keluhan Utama : Pasien mengeluh kepala pusing cekot-cekot sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. - Keluhan Tambahan : Napas terasa sesak, Mual (+), Muntah (+) >5x, demam (-), BAK/BAB normal. Pasien sulit diajak komunikasi karena mempunyai gang. Pendengaran (+), gang. Penglihatan (+), dan aphasia (+) - Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang sadar dengan keluhan kepala pusing cekot-cekot sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, disertai napas terasa sesak, Mual (+), Muntah (+) >5x, demam (-), BAK/BAB normal. Pasien sulit diajak komunikasi karena mempunyai gang. Pendengaran (+), gang. Penglihatan (+), dan aphasia (+). Pasien mempunyai riwayat Hipertensi dan tidak rutin control dan berobat. - Riwayat Penyakit Dahulu : - Riwayat operasi - Riwayat alergi / Asma - Riwayat Penyakit paru-paru, DM - Riwayat Penyakit Hipertensi Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Penyakit paru-paru : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : (+) : 49.41.48 : Ny. Waginem Muji Wiyono : 75 tahun : Metes, Argorejo, Sedayu, Bantul : Islam : 28 Februari 2013

Riwayat Penyakit Jantung Riwayat Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) Riwayat Penyakit gula (DM) Riwayat Asma

: (+) : (+) : disangkal : disangkal

3. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis Keadaan umum : sedang Kesadaran Vital sign : CM : TD 220/120 mmHg N 96 x/mnt Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Thoraks Pulmo : I : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-) Pa : vokal fremitus ka = ki Pe : Sonor seluruh lapang paru A : Suara Dasar : vesikuler +/+ Suara Tambahan : ronkhi (-), wheezing (-) Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak Pa : Ictus cordis kuat angkat Pe : redup (+) A : S1 > S2 murni, regular, bising (-) Abomen : I : Thorax > Abdomen, sikatrik (-) S 36,7 0C R 28 x/mnt

: Mesochepal, rambut beruban, tidak mudah dicabut. : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-). : dbn : dbn : dbn : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar

A : Peristaltik (+) normal, Bising usus (-) Pe : Timpani (+) Pa : Nyeri Tekan (+) epigastrik.

Extremitas

: Nadi teraba kuat, simetris, oedem -/-, dan varises -/-, turgor kulit normal, capillary refill<2.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Rontgen Thorax: Cor & Pulmo dalam batas normal Darah Lengkap Hb AL AE AT Hmt : 13,8 gr% : 12,44 ribu/uL : 4,21 juta/uL : 274 ribu/uL : 39,2 % Eosinofil Basofil Batang Segmen Limfosit Monosit Glukosa Darah Ureum Darah Kreatin Darah SGOT SGPT Cholesterol Trigleserida HDL LDL Natrium Kalium Chlorida Urin Lengkap Warna Kekeruhan Reduksi Bilirubin Keton Bj Blood pH Protein : kuning : jernih : 5,5 mmol/L : negatif : negatif : 1,020 : 25 ery/uL : 7,5 : 1.0 g/L

Hitung Jenis Leukosit: :0% :0% :1% : 86 % :8% :5% : 144 mg/dl : 32 mg/dl : 0,62 mg/dl : 27 U/l : 13 U/l : 208 mg/dl : 74 mg/dl : 66 mg/dl : 127 mg/dl : 136,4 mmol/l : 3,65 mmol/l : 102,7 mmol/l

Urobilinogen : 3,2 umol/L Nitrit Lekosit est. Sedimen Eritrosit Leukosit Sel epitel Kristal - Ca oksalat : negatif - As.urat - Amorf Silinder - Eritrosit : negatif : negatif : positif : 2-4 : 1-2 : positif : negatif : negatif

- Leukosit : negatif - Granula : negatif

Bakteri Lain-lain

: negatif : negative

28 Februari 2013 Di IGD Terapi : Diagnosis Krisis Hipertensi O2 2-3 liter/ menit Infus NaCl Inj. Ranitidin 1A Inj. Metochlopramid 1A Furosemid 2A Bolus 1 Drip 1 Captopril 3x25 mg sublingual Pasang DC Di bangsal Konsul dr. Waisul C, Sp.PD. Diagnosis Advice Hipertensi Grade 2 dengan IHD Infus NaCl 10 tpm Catapres 1 amp/8 jam (tergantung Tekanan Darah) Inj. Furosemid 1 amp/24 jam Captopril 3x25 mg Betahistin 3x1 Target TD 150 Planning Periksa Profil Lipid dan Urine Lengkap

1 Maret 2013 pukul 05.30 Pasien tampak lemah, napas masih tersengal-sengal, mual (+), muntah (+) 2x, dan tidak mau makan. Keadaan umum : pasien tampak lemah Kesadaran Vital sign : CM : TD 180/110 mmHg N 100 x/mnt Kepala S 37 0C R 52 x/mnt

: Mesochepal, rambut beruban, tidak mudah dicabut.

Mata Hidung Telinga Mulut Leher Thoraks Pulmo :

: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-). : dbn : dbn : dbn : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar

I : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-) Pa : vokal fremitus ka = ki Pe : Sonor seluruh lapang paru A : Suara Dasar : vesikuler +/+ Suara Tambahan : ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung :

: Ictus cordis tidak tampak

Pa : Ictus cordis kuat angkat Pe : redup (+) A : S1 > S2 murni, regular, bising (-) Abomen : I : Thorax > Abdomen, sikatrik (-)

A : Peristaltik (+) normal, Bising usus (-) Pe : Timpani (+) Pa : Nyeri Tekan (+) epigastrik. Extremitas : Nadi teraba kuat, simetris, oedem -/-, dan varises -/-, turgor kulit normal, capillary refill<2. Diagnosis Terapi Hipertensi Grade 2 dengan IHD Infus NaCl 10 tpm Catapres 1 amp/8 jam (tergantung Tekanan Darah) Inj. Furosemid 1 amp/24 jam Inj. Ranitidin 1 amp/12jam Captopril 3x25 mg Betahistin 3x1 Target TD 150 Planning Pasang NGT

Konsul Sp. Syaraf

Advice : Inj. Metoclopramid 1 amp/8 jam Ing. Ceftriaxon 1 gram/12 jam

1 Maret 2013 Pukul 09.15 Pasien apneu EKG flat Midriasis Maksimal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1. PENDAHULUAN Hipertensi merupakan fenomena global dan sering terjadi pada seluruh populasi. Sampai saat ini, hipertensi masih menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah mendapat pengobatan namun tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Hipertensi adalah tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik, dan atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolic pada seseorang yang tidak sedang mengkonsumsi obat antihipertensi. Hipertensi biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg, etiologinya 90 95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial). Walaupun Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, gawat darurat pada hipertensi jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah dipertahankan dalam tekanan tertentu (maintenance drug therapy). Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial sistemik yang menetap tinggi merusak target organ (end organ), misalnya encefalopati, beban jantung berlebihan (cardiac overload) atau memperburuk masalah yang mendasarinya. Faktor resiko kardiovaskular antara lain, merokok, obesitas (BMI > 30), inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus, mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun, perempuan >65 tahun), riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular. Pemeriksaan penunjang yang membantu yaitu urinalisis, tes pungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG, dan berdasarkan penyakit penyerta.

Pada kelompok umur dewasa termasuk yang lebih dari 70 tahun, semakin tinggi tekanan darah sistolik dan diastolic maka semakin besar resiko terkena stroke dan gagal jantung kongestif. Tekanan darah sistolik menjadi prediksi angka kesakitan yang lebih baik dibandingkan dengan tekanan darah diastolic. Beberapa klasifikasi penggolongan hipertensi dapat digunakan untuk menangani penderita. Pencegahan primer hipertensi dapat dilakukan dengan intervensi pola hidup pada populasi umum dan populasi khusus (populasi yang mempunyai resiko tinggi). Intervensi efektif untuk pencegahan primer termasuk mengurangi konsumsi natrium dan alcohol, menurunkan berat badan, serta olahraga teratur. 2. DASAR HEMODINAMIK Tekanan darah merupakan tekanan terhadap dinding arteri yang dihasilkan oleh darah yang dipompakan jantung melalui sistem sirkulasi. Pengaturan tekanan darah arteri rata-rata dilakukan dengan mengontrol curah jantung, resistensi perifer total, dan volume total. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan, yaitu tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup karena tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan menerima aliran yang adekuat; alasan yang kedua adalah tekanan tidak boleh terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus. Penentu utama tekanan darah arteri rata-rata adalah curah jantung dan resistensi perifer total, yang dapat dirumuskan dengan : Tekanan Darah Arteri Rata-Rata = Curah Jantung x Resistensi Perifer Total

Di lain sisi ada faktor-faktor yang mempengaruhi curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga pengaturan tekanan darah menjadi sangat kompleks. Perubahan setiap faktor tersebut akan merubah tekanan darah kecuali apabila terjadi perubahan kompensatorik pada variable lain sehingga tekanan darah konstan. Faktor yang mempengaruhi curah jantung, yaitu kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Kecepatan denyut jantung ditentukan oleh pengaruh saraf otonom, sedangkan volume sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena dan aktivitas simpatis. Aliran balik vena ditentukan oleh katup vena, efek penghisapan jantung, tekanan yang

terjadi pada darah oleh kontraksi jantung, peningkatan aktivitas simpatis, pompa otot rangka, pompa respirasi, peningkatan volume darah. Faktor yang mempengaruhi resistensi perifer total, yaitu jari-jari arteriol dan viskositas darah. Jari-jari arteriol ditentukan oleh kontrol intrinsik dan kontrol ekstrinsik. Kontrol intrinsik digunakan untuk menyesuaikan aliran darah melalui suatu jaringan dengan kebutuhan metabolik jaringan tersebut dan diperantarai oleh faktor-faktor jaringan yang bekerja pada otot polos arteriol. Kontrol intrinsik meliputi perubahan metabolik lokal menyangkut oksigen, karbodioksida dan metabolit lain, pengeluaran histamin, respon miogenik terhadap peregangan. Kontrol ektrinsik digunakan untuk mengatur tekanan darah dan terutama diperantarai oleh pengaruh simpatis dan otot-otot polos arteriol.Kontrol ekstrinsik meliputi aktivitas simpatis, epinefrin dan norepinefrin, angiotensin II, dan vasopresin. Sedangkan viskositas darah dipengaruhi oleh jumlah sel darah merah dan konsentrasi protein plasma. Aliran darah ke suatu jaringan tergantung pada gaya pendorong berupa tekanan darah arteri rata-rata dan derajat vasokonstriksi arteriol-arteriol jaringan tersebut. Karena tekanan arteri tergantung pada curah jantung dan derajat vasokonstriksi arteriol, jika arteriol di salah satu jaringan berdilatasi, arteriol di jaringan lain akan mengalami konstriksi untuk mempertahankan tekanan darah arteri yang adekuat, sehingga darah mengalir tidak saja ke jaringan yang mengalami vasodilatasi, tetapi juga ke otak, yang harus mendapat pasokan darah konstan. Oleh karena itu, variable kardiovaskuler harus terus-menerus diubah untuk mempertahankan tekanan darah yang konstan walaupun kebutuhan jaringan akan darah berubah-ubah. Tekanan arteri rata-rata secara konstan dipantau oleh baroreseptor di dalam sirkulasi. Apabila reseptor mendeteksi adanya penyimpangan dari normal, akan dimulai serangkaian respons refleks untuk memulihkan tekanan arteri ke nilai normalnya. Penyesuaiannya terdiri dari penyesuaian jangka pendek dan penyesuaian jangka penjang. Penyesuaian jangka pendek (dalam beberapa detik) dilakukan dengan mengubah curah jantung dan resistensi perifer total, yang diperantarai oleh pengaruh sistem saraf otonom pada jantung, vena, dan arteriol. Penyesuaian jangka panjang (dalam beberapa menit atau hari) melibatkan penyesuaian volume darah total dengan memulihkan keseimbangan garam dan air melalui mekanisme yang mengatur pengeluaran urin dan rasa haus.

Penentuan tekanan darah arteri rata-rata, curah jantung, kecepatan denyut jantung dan resistensi perifer total :

Tekanan darah arteri rata-rata

Curah jantung

Resistensi perifer total

Kecepatan denyut jantung

Volume sekuncup

Efek penghisap jantung

Jari-jari arteriol

Viskositas darah

Aktivitas parasimpatis

Aktivitas simpatis & epinefrin

Aliran balik vena

Control metabolic lokal

Control vasokonst riktor lokal

Jmlh sel darah merah

Volume darah

Aktivitas pernafasan

Aktivitas otot rangka

Aktivitas simpatis dan epineprin

Vasopresin dan angiotensin II

Pergeseran cairan bulk flow pasif antara kompartemen vaskuler dan cairan interstitium

Keseimbangan garam dan air

Vasopressin, sistem rennin-angiotensinaldosteron

Refleks baroreseptor merupakan mekanisme terpenting dalam pengaturan tekanan darah jangka pendek. Setiap perubahan pada tekanan darah rata-rata akan mencetuskan refleks baroreseptor yang diperantarai secara otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha untuk memulihkan tekanan darah ke normal. Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus-menerus tekanan darah adalah sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta, yang merupakan mekanoreseptor yang peka terhadap perubahan tekanan arteri ratarata dan tekanan nadi. Ketanggapan reseptor-reseptor tersebut terhadap fluktuasi tekanan nadi meningkatkan kepekaan mereka sebagai sensor tekanan, karena perubahan kecil pada tekanan sistolik atau diastolic dapat mengubah tekanan nadi tanpa mengubah tekanan ratarata. Baroreseptor memberikan informasi secara kontinu mengenai tekanan darah dengan menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap tekanan di dalam arteri. Jika tekanan arteri meningkat, potensial reseptor di kedua baroreseptor akan meningkat, bila tekanan darah menurun, kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen oleh baroreseptor akan menurun juga. Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan arteri adalah pusat kontrol kardiovaskuler yang terletak di medulla di dalam batang otak. Sebagai jalur aferen adalah sistem saraf otonom. Pusat control kardiovaskuler mengubah rasio antara aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ-organ efektor (jantung dan pembuluh darah). Jika karena suatu hal dan tekanan arteri meningkat di atas normal, baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta akan meningkatkan kecepatan pembetukan potensial aksi di neuron aferen masing-masing. Setelah mendapat informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh peningkatan pembentukan potensial aksi tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler berespons dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis ke sistem kardiovaskuler. Sinyal-sinyal eferen ini menurunkan kecepatan denyut jantung, menurunkan volume sekuncup, dan menimbulkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada gilirannya menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali ke tingkat normal. Sebaliknya, jika tekanan darah turun di bawah normal, aktivitas baroreseptor menurun yang menginduksi pusat kardiovaskuler untuk meningkatkan aktivitas jantung dan vasokonstriktor simpatis sementara menurunkan keluaran parasimpatis. Pola aktivitas

eferen ini menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup disertai oleh vasokonstriksi arteriol dan vena. Perubahan-perubahan ini menyebabkan peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah naik kembali normal. Refleks Baroreseptor untuk memulihkan Tekanan Darah ke Normal : a. Refleks baroreseptor sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah Tekanan darah naik Potensial reseptor sinus karotikus dan lengkung aorta Kecepatan pembentukan potensial aksi di saraf aferen

Kecepatan denyut jantung Volume sekuncup Vasodilatasi arteriol dan vena

Aktivitas saraf jantung simpatis Aktivitas saraf vasokonstriktor simpatis Aktivitas saraf parasimpatis

Pusat kardiovaskuler

Curah jantung Resistensi perifer total

Tekanan darah menurun ke arah normal

b. Refleks baroreseptor sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah Tekanan darah turun Potensial reseptor sinus karotikus dan lengkung aorta Kecepatan pembentukan potensial aksi di saraf aferen

Kecepatan denyut jantung Volume sekuncup Vasokonstriksi arteriol dan vena

Aktivitas saraf jantung simpatis Aktivitas saraf vasokonstriktor simpatis Aktivitas saraf parasimpatis Tekanan darah meningkat ke arah normal

Pusat kardiovaskuler

Curah jantung Resistensi perifer total

Refleks dan respons lain yang dapat mempengaruhi tekanan darah : 1. Reseptor volume atrium kiri dan osmoreseptor hipotalamus mengatur keseimbangan garam dan air mempengaruhi regulasi jangka panjang tekanan darah dengan mengontrol volume plasma. 2. Kemoreseptor yang terletak di arteri karotis dan aorta Fungsi : secara refleks meningkatkan aktivitas pernafasan sehingga lebih banyak O2 yang masuk atau lebih banyak CO2 pembentuk asam yang keluar meningkatkan tekanan darah dengan mengirim impuls eksitatorik ke pusat kardiovaskuler. 3. Respons-respons kardiovaskuler yang berkaitan dengan emosi dan perilaku tertentu diperantarai oleh jalur korteks serebrum-hipotalamus dan tampaknya telah diprogram sebelumnya respon fight or flight simpatis, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah yang khas pada orgasme seksual dan vasodilatasi kulit local khas pada blushing. 4. Perubahan mencolok sistem kardiovaskuler pada saat berolahraga peningkatan besar aliran darah otot rangka, peningkatan curah jantung, penurunan resistensi perifer dan peningkatan tekanan arteri rata-rata. 5. Kontrol hipotalamus terhadap arteriol kulit untuk mengatur suhu harus didahulukan daripada kontrol pusat kardiovaskuler terhadap pembuluh itu untuk mengatur tekanan darah tekanan darah dapat turun pada saat pembuluh kulit mengalami dilatasi menyeluruh untuk mengeluarkan kelebihan panas dari tubuh. 6. Zat-zat vasoaktif yang dikeluarkan dari sel endotel inhibisi enzim yang mengkatalisis sintetis EDRF/NO menyebabkan peningkatan cepat tekanan darah.

Efek Sistem Saraf Simpatis dan Parasimpatis pada Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Arteri Rata-rata :

Stimulasi Parasimpatis

Jantung

Kecepatan denyut jantung

Curah jantung

Tekanan darah

Kecepatan denyut jantung Curah jantung Volume sekuncup Tekanan darah

Stimulasi simpatis

jantung

Kekuatan kontraksi jantung

arteriol

vasokonstriksi

Resistensi perifer total

Tekanan darah

vena

vasokonstriksi

Aliran balik vena

Volume sekuncup

Tekanan darah

Curah jantung

3. DEFINISI DAN KLASIFIKASI KRISIS HIPERTENSI Diagnosis tekanan darah tinggi berdasarkan hasil pengukuran tekanan sistolik adalah suara fase 1 dan tekanan diastolic adalah suara fase 5 (Nicolai Sergeyevich Korotkoff). Pengukuran dilakukan pada lengan atas dengan menggunakan cuff yang meliputi (melingkari) minimal 80 % lengan atas (di pertengahan antara acromium dan

procecus olecranon, tepi bawah cuff paling sedikit 1 inci di atas fossa antecubiti) pada pasien dengan posisi duduk dan telah beristirahat paling sedikit 5 menit Klasifikasi tekanan darah tinggi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan oleh individu yang sama dengan selang waktu 30 detik setelah pengukuran pertama (dapat lengan yang sama ataupun yang sebelahnya, pada kunjungan pertama harus pada ke dua lengan) pada 2 kunjungan atau lebih. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan oleh peningkatan stroke volume atau penurunan compliance dari aorta. Peningkatan tekanan darah diastolik disebabkan oleh peningkatan peripheral resistance, antara lain vasokontriksi dan kerusakan tunika intima. KLASIFIKASI HIPERTENSI JNC VII KLASIFIKASI SISTOLIK (mmHg) Prehipertensi 120 139 Hipertensi Stadium 1 140 159 Stadium 2 >160

DIASTOLIK (mmHg) 80 89 90 99 >100

Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi ( tekanan diastolic > 120 mmHg) dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadinya kelainan organ target. Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan perioritas pengobatan, sebagai berikut : 1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan peningkatan tekanan darah (>180/120 mmHg), disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. (tabel I). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian, sehingga tekanan darah harus segera diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ target. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU). 2. Hipertensi urgensi (mendesak), peningkatan tekanan darah (>180/120 mmHg) dan dengan tanpa kerusakan atau adanya komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (tabel II).

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain : 3 1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien. 2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna. 3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal. 4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD diturunkan. Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat ) 3 Tekanan darah > 180/120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut. Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid. Hipertensi ensefalopati. Aorta diseksi akut. Oedema paru akut. Eklampsi. Feokhromositoma. Funduskopi KW III atau IV. Insufisiensi ginjal akut. Infark miokard akut, angina unstable. Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain : Sindrome withdrawal obat anti hipertensi. Cedera kepala. Luka bakar. Interaksi obat.

Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak ) 3 Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I. KW I atau II pada funduskopi. Hipertensi post operasi. Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif. Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg. 4. PATOFISIOLOGI Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu : 1. Peran langsung dari peningkatan tekanan darah 2. Peran faktor humoral mediator endokrin dan parakrin Peran peningkatan Tekanan Darah Akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat maka akan terjadi gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler sistemik yang menimbulkan KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang terusmenerus disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus

(vicious circle) dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila stress peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama, akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger oleh peradangan dan melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial adhesion molecule dan endhoteli-1. Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial, menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan materi fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Siklus ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh darah yang makin parah dan meluas. Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting dalam patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan terjadinya peningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia dan akan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi. Pada pasien hipertensi emergency, keterlibatan satu organ yang ditemukan pada sekitar 83%, keterlibatan dua organ ditemukan pada 14% pasien, dan keterlibatan multiorgan (> 3 organ sistem) ditemukan pada sekitar 3% dari pasien dengan hipertensi emergency.

a. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler

Selama keadaan hipertensi emergency, ventrikel kiri tidak dapat mengimbangi peningkatan akut SVR. Hal ini menyebabkan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru atau iskemia miokard. Hipertensi kronis menyebabkan kekakuan arteri meningkat, tekanan darah sistolik meningkat (BP), dan meningkatkan tekanan denyut. Faktor-faktor ini menurunkan tekanan perfusi koroner, meningkatkan konsumsi oksigen miokard, dan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Di LVH, miokardium mengalami perubahan struktural dalam menanggapi peningkatan afterload. Miosit jantung merespon dengan hipertrofi, memungkinkan jantung untuk memompa lebih kuat terhadap tekanan tinggi. Namun, fungsi kontraktil ventrikel kiri tetap normal sampai tahap-tahap selanjutnya. Akhirnya, LVH mengurangi lumen ruang, membatasi pengisian diastolik dan volume stroke. Fungsi ventrikel kiri diastolik dikompensasi dalam hipertensi jangka panjang. Mekanisme disfungsi diastolik ternyata mencakup kelainan pada relaksasi pasif ventrikel kiri selama diastole. Seiring waktu, fibrosis dapat terjadi, lanjut berkontribusi terhadap rendahnya pemenuhan ventrikel. Sebagai ventrikel kiri tidak berelaksasi selama diastole awal, meninggalkan ventrikel akhir diastolik tekanan meningkat, lebih meningkatkan tekanan atrium kiri di akhir diastole. Penentu pasti dari disfungsi ventrikel kiri diastolik belum diteliti dengan baik, mungkin hal ini berkaitan dengan kinetika kalsium yang abnormal. Keterlibatan jantung pada hipertensi bermanifestasi sebagai LVH, pembesaran atrium kiri, dilatasi akar aorta, aritmia atrium dan ventrikel, sistolik dan gagal jantung diastolik, dan penyakit jantung iskemik. LVH dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian prematur dan morbiditas. Sebuah frekuensi yang lebih tinggi dari disritmia atrium dan ventrikel jantung dan kematian jantung mendadak mungkin ada. Mungkin, peningkatan resistensi arteriol koroner mengarah ke aliran darah berkurang ke miokardium hipertrofi, sehingga angina meskipun arteri koroner bersih. Hipertensi, bersama dengan pasokan oksigen berkurang dan faktor risiko lainnya, mempercepat proses atherogenesis, sehingga semakin mengurangi pengiriman oksigen ke miokardium. b. Hipertensi dan penyakit serebrovaskular. Autoregulasi otak adalah kemampuan yang melekat pada pembuluh darah otak untuk menjaga cerebral blood flow (CBF) tetap konstan di berbagai tekanan perfusi. Peningkatan pesat tekanan darah dapat menyebabkan hyperperfusion dan meningkatkan

CBF, yang dapat menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dan edema serebral. Pasien dengan hipertensi kronis dapat mentoleransi tekanan arteri yang lebih tinggu sebelum mereka menderita gangguan sistem autoregulatory. Namun, pasien tersebut juga telah meningkatkan resistensi serebrovaskular dan lebih rentan terhadap iskemia otak ketika aliran menurun, terutama jika tekanan darah menurun ke kisaran normotensif. c. Hipertensi dan penyakit ginjal. Hipertensi umumnya diamati pada pasien dengan penyakit ginjal, dengan hipertensi kronis menyebabkan perubahan patologis pada arteri kecil pada ginjal. Seperti ketika kerusakan hipertensi muncul, pada arteri ginjal berkembang disfungsi endotel dan gangguan vasodilatasi, yang mengubah autoregulasi ginjal. Ketika sistem autoregulatory ginjal terganggu, tekanan intraglomerular mulai bervariasi secara langsung dengan tekanan arteri sistemik, sehingga tidak ada perlindungan ke ginjal selama fluktuasi tekanan darah. Selama krisis hipertensi, hal ini dapat menyebabkan iskemia ginjal akut. Ekspansi Volume adalah penyebab utama hipertensi pada pasien dengan penyakit glomerular (sindrom nefrotik dan nefritik). Hipertensi pada pasien dengan penyakit pembuluh darah merupakan hasil dari aktivasi sistem renin angiotensin-, yang sering sekunder untuk iskemia. Kombinasi ekspansi volume dan aktivasi sistem renin angiotensin-diyakini menjadi faktor utama di balik hipertensi pada pasien dengan gagal ginjal kronis. d. Sistem Renin-Angiotensin Aktivitas dari sistem renin angiotensin mempengaruhi perkembangan penyakit ginjal. Angiotensin II bekerja pada arteriol aferen dan eferen, tetapi lebih pada arteriol eferen, menyebabkan tekanan intraglomerular meningkat dan terjadi mikroalbuminuria. Mengurangi tekanan intraglomerular menggunakan inhibitor ACE telah terbukti bermanfaat pada pasien dengan nefropati diabetes, bahkan jika mereka tidak hipertensi. Efek menguntungkan dari inhibitor ACE pada perkembangan insufisiensi ginjal pada pasien yang nondiabetes kurang jelas. Manfaat ACE inhibitor lebih besar pada pasien dengan proteinuria yang lebih jelas. e. Renovascular hipertensi

Renovascular hypertension (RVHT) menunjukkan hubungan kausal antara anatomis jelas penyakit oklusi arteri dan peningkatan tekanan darah. RVHT merupakan konsekuensi klinis aktivitasi renin-angiotensin-aldosteron. Seperti yang ditunjukkan oleh Goldblatt, oklusi arteri ginjal menyebabkan iskemia, yang memicu pelepasan renin dan elevasi sekunder tekanan darah. Hyperreninemia memicu konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, yang menyebabkan vasokonstriksi yang parah dan pelepasan aldosteron. Kaskade berikutnya peristiwa bervariasi, tergantung pada ginjal yang berfungsi kontralateral. Dalam pengaturan dari 2 ginjal, aldosterone-mediated sodium dan retensi air ditangani dengan baik oleh ginjal nonstenotic, menghalangi volume dari angiotensin II mediated hypertension. Sebaliknya, ginjal yang iskemik memiliki kapasitas sedikit untuk mengekskresikan natrium dan air, sehingga, volume memainkan peran aditif dalam hipertensi. f. Hipertensi dan Gagal Ginjal Terminal Meskipun pengobatan hipertensi sudah luas, kejadian gagal ginjal terminal terus meningkat. Peningkatan ini dapat berhubungan dengan diabetes melitus yang bersamaan. Penurunan aliran darah ginjal dalam hubungannya dengan resistensi glomerulus arteriolar ditinggikan aferen meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus sekunder untuk penyempitan arteriolar eferen glomerulus. Hasilnya adalah hiperfiltrasi glomerulus, diikuti dengan pengembangan glomerulosclerosis dan penurunan lebih lanjut dari fungsi ginjal. g. Hipertensi dan perubahan okular Efek pathophysiologic perubahan okular hipertensi dapat dibagi menjadi perubahan akut dari hipertensi ganas dan perubahan kronis dari jangka panjang, hipertensi sistemik. Lesi retinal akut:

Focal intraretinal periarteriolar transudates Inner retinal ischemic spots (cotton-wool spots) Microaneurysms Shunt vessels Collaterals

Perubahan kronik retinal hipertensif:


Arteriolosclerosis - Localized or generalized narrowing of vessels Arteriovenous (AV) nicking as a result of arteriolosclerosis

Retinal hemorrhages Nerve fiber layer losses Peningkatan vascular tortuosity Remodeling changes sebagai akibat dari capillary nonperfusion, seperti shunt vessels dan microaneurysms

h. Hipertensi dan sindrom metabolik Sindrom metabolik adalah sekumpulan faktor risiko metabolik yang secara langsung memicu perkembangan penyakit kardiovaskular aterosklerotik. Dislipidemia, hipertensi, dan hiperglikemia merupakan. Faktor yang paling dikenal luas risiko metabolik. Kombinasi faktor-faktor risiko mengarah ke keadaan, protrombotik proinflamasi pada manusia dan mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi untuk penyakit kardiovaskular aterosklerotik. Pasien hipertensi yang mengalami obesitas memiliki overdrive simpatik, cardiac output yang lebih tinggi, dan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer akibat penurunan endotelium-dependen vasodilatasi. Plasma aldosteron dan endotelin yang meningkat, peningkatan curah jantung memanifestasikan sekunder untuk preload meningkat, dan volume akhir diastolik dan tekanan yang tinggi, menyebabkan dilatasi ventrikel kiri. Ventrikel kiri terjadi penebalan dinding sekunder untuk peningkatan afterload, meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Diabetes yang bersamaan sering hadir pada pasien yang mengalami obesitas menghasilkan dampak buruk terhadap ginjal dan menyebabkan insiden yang jauh lebih tinggi dari gagal ginjal. Apnea tidur obstruktif menganugerahkan risiko tambahan dari hipertensi resisten. 5. PENEGAKAN DIAGNOSIS Sebenarnya tidak terdapat tekanan darah yang tertentu merupakan krisis hipertensi, namun merupakan kombinasi pemburukan cepat pada satu atau lebih organ vital (susunan saraf pusat, kardiovaskuler, ginjal) disertai peningkatan tekanan darah yang tidak sesuai. Perburukan cepat artinya jika tidak diberikan terapi secara efektif dalam waktu tertentu, terdapat kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan. Hipertensi ini memerlukan penurunan tekanan darah segera meskipun tidak perlu menjadi normal, untuk membatasi mencegah terjadinya kerusakan organ sasaran. atau

Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah. Krisis hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Hipertensi emergency, situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif. Kerusakan yang dapat terjadi antara lain : 1. Neurologik ; Encephalopati Hipertensi, stroke hemoragik (intraserebral atau subdural) atau iskemik, papil edema. 2. Kardiovaskuler ; Unstable angina, infark miokardium akut, gagal jantung dengan edema peru, diseksi aorta. 3. Renal ; Proteinuria, hamaturia, gagal ginjal akut, krisis ginjal scleroderma. 4. Mikroangiopati ; anemia hemolitik. 5. Preeklampsia dam eklampsia. Riwayat penyakit ditujukan pada system neurologist dan kardiovaskular, medikasi dan penggunaan obat. Keluhan neurologi mungkin dramatik, tetapi sering kali berupa gejala yang tidak spesifik seperti nyeri kepala, malaise, dan persepsI yang samar-samar tentang kemampuan mental, dan merupakan satu-satunya tanda dekompensasi SSP akut. Riwayat penyakit SSP atau serebrovaskular sebelumnya harus dicari, karena komplikasi terapetik lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat penyakit tersebut. Hipertensi Urgency, situasi di mana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna (ada yang menyebut tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 125 mmHg) tanpa adanya gejala berat atau kerusakan target organ progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. Diagnosis, Prinsip-prinsip penegakan diagnosis Hipertensi emergency dan Hipertensi Urgency tidak berbeda dengan penyakit lainnya ; 1. Amamnesis ; Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan penglihatan. 2. Pemeriksaan Fisik ;

a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih dengan nadi femoral, radial-femoral pulse leg ), b. Mata : Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan yang hebat arteriol. c. Jantung : Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantung S3 dan S4 serta adanya murmur. d. Paru : perhatikan adanya ronki basal yang mengindikasikan CHF. e. Status neurologik : pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologis dan patologis. 3. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit penyerta, dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara lain ; pemeriksaan elektrolit, BUN, glukosa darah, kreatinin, urinalisis., hitung jenis komponen darah dan SADT. Pemeriksaan lainnya antara lain foto rontgen toraks, EKG dan CT Scan. 6. TATALAKSANA Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan tujuan pengobatan. Tujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah memperkecil kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan menurunkan tekanan arteri rata-rata (MABP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah diastolik 100 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal, cerebral dan miokardium. Pada stroke

penurunan tekanan darah hanya boleh 20 % dan khusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah > 220/130 mmHg. Tujuan pengobatan Hipertensi Urgency adalah penurunan tekanan darah sama seperti Hipertensi emergency, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam. Setelah target tercapai harus diikuti program terapi Hipertensi jangka panjang. Antihipertensi yang dipilih dapat per oral atau parenteral sesuai fasilitas yang tersedia. Alghoritma tatalaksana hipertensi secara umum

a. Modifikasi Gaya Hidup

b. Terapi

7. PROGNOSIS

Terdapat beberapa data mengenai prognosis pasien dengan krisis hipertensi. Dari sebuah penelitian, 44% pasien dapat hidup hingga lebih dari 33 bulan. Pada pasien krisis hipertensi yang tidak tertangani, 1-year mortality ratenya adalah 79% dan secara umum, 5year survival rate pasien dengan krisis hipertensi sebesar 74%. Sedangkan, penyebab kematian terbanyak adalah gagal ginjal (39,7%), stroke (23,8%), Myocard Infarct (11,1%) dan gagal jantung (10,3%).

BAB III PEMBAHASAN


Ny. W (75 tahun) datang sadar dengan keluhan kepala pusing cekot-cekot sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, disertai napas terasa sesak, Mual (+), Muntah (+) >5x, demam (-), BAK/BAB normal. Pasien sulit diajak komunikasi karena mempunyai gang. Pendengaran (+), gang. Penglihatan (+), dan aphasia (+). Pasien mempunyai riwayat Hipertensi dan tidak rutin kontrol dan berobat. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah pasien 220/120 mmHg, dengan didukung pemeriksaan lainnya, dokter mendiagnosis sebagai Hipertensi Grade 2 dengan Ischemic Heart Disease (IHD). Meskipun pasien telah mendapatkan terapi, keadaan pasien tiba-tiba memburuk dan terjadi kematian mendadak. Dari analisis, pasien dengan hipertensi Grade 2 yang disertai dengan adanya IHD, masuk ke dalam kategori krisis hipertensi emergency, yang perlu mendapatkan penanganan segera. Tujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah memperkecil kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan menurunkan tekanan arteri rata-rata (MAP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah diastolik 100 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal, cerebral dan miokardium. Penyebab kematian terbanyak pada hipertensi adalah gagal ginjal (39,7%), stroke (23,8%), Myocard Infarct (11,1%) dan gagal jantung (10,3%).

BAB IV KESIMPULAN
Krisis hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah berat > 180/120 mmHg yang dapat atau tanpa disertai kerusakan organ target yang memerlukan penanganan segera karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Krisis Hipertensi dibagi menjadi, yaitu hipertensi emergency (disertai kerusakan organ target yang progresif) dan hipertensi urgency (tanpa adanya atau minimal kerusakan organ target). Deteksi dini dan penanganan segera sangatlah penting untuk mencegah dan membatasi progresifitas kerusakan organ target. Management harus disesuaikan padasetiap pasien, berdasarkan adanya kerusakan target organ spesifik dan penyakit yang mendasarinya.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. & hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC : Jakarta Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. FK UI: Jakarta U.S. Department of Health and Human Services. 2004. The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. NIH Publication : U.S.

Anda mungkin juga menyukai