Anda di halaman 1dari 26

1

DRAFT REFERAT

DETEKSI DINI ANAK DENGAN ATTENTION DEFICIT
HYPERACTIVITY DISORDER
(ADHD)





Disusun oleh:
Mona Rizky Oktavia / NIM : 0761050057

Konsulen Pembimbing :
Dr. Leopold Simanjuntak, Sp.A



KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA 2013








2

DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................. .......ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................................ 1
C. Manfaat Penulisan ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ............................................................................................... 2
B. Kriteria ................................................................................................ 2
C. Epidemiologi ...................................................................................... 3
D. Etiologi ............................................................................................... 4
E. Diagnosis ............................................................................................ 6
F. Differensial Diagnosis ...................................................................... 10
G. Penatalaksanaan ............................................................................... 11
H. Prognosis .......................................................................................... 22
I. Simpulan .......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA 23











3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adanya kesenjangan antara perkembangan fisik, sosial dan psikologik yang
berbeda pada masa remaja dapat menyebabkan masalah mental. Dalam proses
perkembangannya seorang remaja akan menemukan beberapa peristiwa yang dapat
menimbulkan stress dan mereka harus berjuang untuk mengatasinya. Apabila dalam
proses perkembangan ini seorang remaja tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungannya maka keadaan ini dapat mempengaruhi kesehatan mental baik
ringan, sedang atau bahkan dapat menyebabkan gangguan mental (Faraone et al.,
2003)
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, atau sering dikenal
dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan
perilaku yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja (Sign, 2009).
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8 - 10 persen, hal tersebut
menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa
kanak-kanak (Pliszka, 2007; Merikangas, 2001).
Gejala inti ADHD meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak
sesuai perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu
(Reiff et al., 1993)

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui diagnosis dan
penatalaksanaan ADHD.

C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan refrat ini adalah memberi pengetahuan kepada penulis dan
pembaca mengenai diagnosis dan penatalaksanaan ADHD.


4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan
perilaku yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Gejala
intinya meliputi tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai
perkembangan serta kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu.
Anak dan remaja yang menderita gangguan tersebut akan sukar menyesuaikan
aktivitas mereka dengan norma yang ada sehingga mereka sering dianggap
sebagai anak yang tidak baik di mata orang dewasa maupun teman sebayanya.
Mereka sering gagal mencapai potensinya dan memiliki banyak kesulitan
komorbid seperti gangguan perkembangan, gangguan belajar spesifik dan
gangguan perilaku serta emosional lainnya (Sign, 2009).
Definisi terbaru dari ADHD pada edisi keempat Diagnostik dan Statistik
Manual of Mental Disorders (DSM-IV; American Psychiatric Association,
1994) membedakan antara subtipe diagnostik ditandai dengan tingkat maladaptif
dari kedua kurangnya perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas (tipe gabungan),
maladaptif tingkat kurangnya perhatian saja (tipe terutama lalai), dan tingkat
maladaptif dari hiperaktivitas-impulsivitas sendirian (tipe hiperaktif-impulsif
dominan).

B. Kriteria
ADHD adalah gangguan neurobehavioral paling umum dari masa kanak-
kanak. ADHD merupakan salah satu kondisi yang paling umum dari kesehatan
kronis yang mempengaruhi anak usia sekolah. Gejala inti ADHD yaitu :
1. Inatensi (gangguan pemusatan perhatian)
Inatensi adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini
tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka
sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat
inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan
5

demikian mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau
tugas dalam jangka waktu yang pendek, sehingga akan mempengaruhi
proses penerimaan informasi dari lingkungannya.
2. Hiperaktif (gangguan dengan aktivitas yang berlebihan)
Hiperaktivitas adalah suatu gerakan yang berlebihan melebihi gerakan
yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi
mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika
dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif, perilaku
hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol dan
melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat
dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya
dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan
perhatian.
3. Impulsivitas (gangguan pengendalian diri)
Impulsifitas adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang
tidak disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh
perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk
memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau
memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan ditampilkannya. Perilaku
ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun lingkungannya.
(Reiff et al., 1993; Barkley, 1996).

C. Epidemiologi
Prevalensi yang dilaporkan pada anak yang mengalami ADHD bervariasi
dari 2 sampai 18 persen, tergantung pada kriteria diagnostik dan populasi yang
dipelajari (Barabaresi et al., 2004; Froechlich et al., 2007). Prevalensi ADHD
pada anak usia sekolah adalah 8 - 10 persen, hal tersebut menjadikan ADHD
sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada masa kanak-kanak
(Pliszka, 2007; Merikangas et al, 2007)
Rasio ADHD pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
yaitu 4:1 ( untuk ADHD yang didominasi oleh hiperaktif) dan 2:1 (untuk ADHD
6

yang didominasi oleh inatensi/kesulitan dalam memusatkan perhatian) (Green et
al, 1999). Hasil survey yang dilakukan oleh National Survey of Childrens
Health (NSCH) ada tahun 2007, prevalensi ADHD untuk anak laki-laki adalah
13,2 % dan pada anak perempuan 5,6 % (CDC, 2010). Di Inggris, survei dari
10.438 anak-anak antara usia 5 dan 15 tahun menemukan bahwa 3,62% dari
anak laki-laki dan 0,85% anak perempuan telah ADHD (Ford dkk, 2003).

D. Etiologi
Menurut Philips et al (2007), etiologi ADHD melibatkan saling
keterkaitan antara faktor genetik dan lingkungan .
1. Pengaruh genetik
Gejala ADHD menunjukkan pengaruh genetik yang cukup kuat. Twin
studi menunjukkan bahwa sekitar 75% dari variasi gejala ADHD di dalam
populasi adalah karena faktor genetik (heritabilitas perkiraan 0,7-0,8).
Pengaruh genetik tampaknya mempengaruhi distribusi gejala ADHD di
seluruh penduduk dan bukan hanya dalam kelompok sub klinis.
2. Pengaruh lingkungan
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan otak saat perinatal
dan anak usia dini berhubungan dengan peningkatan risiko ADHD tanpa
gangguan hiperaktif. Faktor biologis yang berpengaruh terhadap ADHD
yaitu ibu yang merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi heroin
selama kehamilan; berat lahir sangat rendah dan hipoksia janin; cedera otak;
dan terkena racun. Faktor risiko tidak bertindak dalam isolasi, tapi
berinteraksi satu sama lain. Sebagai contoh, risiko ADHD terkait dengan
konsumsi alkohol ibu pada kehamilan mungkin lebih kuat pada anak-anak
dengan gen transporter dopamin.
Hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley, 2003
(dalam MIF Baihaqi &Sugiarmin, 2006), yang mengatakan bahwa
terdapat faktor yang berpengaruh terhadap munculnya ADHD :
a. Faktor genetika
7

Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor
penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari
anggota keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jika orang tua
mengalami ADHD, maka anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %.
Pada anak kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka
saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.
Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa
molekul genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya
ADHD. Dengan demikian temuan-temun dari aspek keluarga, anak
kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya
dengan keturunan.
b. Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis
diantaranya bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul
pada ADHD dengan yang muncul pada kerusakan fungsi lobus
prefrontalis. Demikian juga penurunan kemampuan pada anak ADHD
pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus
prefrontalis. Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan
teknologi tinggi) menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian otak
depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling
berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks serebral secara
kolektif dikenal sebagai basal ganglia. Bagian otak ini berhubungan
dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons, dan organisasi
respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri yang
serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak
ADHD mempunyai korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang
tidak ADHD.
E. Diagnosis
Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui
gejala di bawah ini :
1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD) atau 6 tahun (HKD)
8

2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan
3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, misal : rumah, sekolah,
lingkungan sosial)
4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan
5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya ( misal : gangguan
perkembangan pervasif, skizofrenia, gangguan psikotik lainnya, depresi
atau anxietas)
6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku antisosial,
delinquency/ kenakalan, dan peningkatan resiko kecelakaan lalulintas
pada remaja. Sebagai tambahan, dapat pula timbul pengaruh yang
dramatis di kehidupan keluarga
Kriteria diagnosis ADHD and HKD telah diubah dengan masing-masing
revisinya di DSM-IV-TR dan ICD10. Mungkin akan ada revisi kriteria
selanjutnya untuk menunjukkan permasalahan yang menonjol seperti subtipe
gangguan, usia onset dan aplikabilitas kriteria melewati batas kehidupan.
Kriteria DSM IV dan ICD-10 saat ini sama, dengan perbedaan secara primer
pada derajat beratnya gejala dan pervasiveness.
1. DSM membagi kriteria menjadi 2 : inatentif dan hiperaktif impulsif. Enam
dari 9 gejala di tiap seksi harus terdapat tipe kombinasi dari diagnosis
ADHD. Jika gejala tidak mencukupi untuk diagnosis kombinasi, maka
tersedia diagnosis untuk predominan (ADHDI) dan hiperaktif (ADHD-H).
Gejalanya juga harus : kronis (selama 6 bulan), maladaptif, gangguan secara
fungsional pada 2 atau lebih konteks, inkonsisten dengan tingkat
perkembangan dan berbeda dengan gangguan mental lainnya. Jadi DSM
disini mengidentifikasi 3 subtipe ADHD: tipe predominan inatentif (gejala
khas inatensi namun tidak hiperaktivitas/impulsivitas); tipe predominan
hiperaktif impulsif (gejala khas hiperaktivitas/impulsivitas) namun tidak
inatensi); dan tipe kombinasi (yang tanda gejalanya inatensi dan
hiperaktivitas/impulsivitas).
2. ICD menggunakan nomenklatur yang berbeda; Gejala-gejala yang sama
dideskripsikan sebagai bagian dari kelompok gangguan hiperkinetik masa
9

kanak, dan harus ada inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas; jadi hanya
mengkualifikasikan ADHD tipe kombinasi.
Kriteria diagnosis ICD bersifat lebih terbatas : gejalanya harus
ditemukan semua pada lebih dari 1 konteks. Lebih jauh lagi, ada kriteria
eksklusi yang sangat terbatas : sedangkan gangguan psikiatrik penyerta yang ada
diperbolehkan berdasarkan DSM-IV-TR, diagnosis gangguan hiperkinetik tidak
dibuat jika kriteria untuk gangguan tertentu lainnya, meliputi keadaaan anietas
ditemukan-kecuali jika gangguan hiperkinetik ini merupakan tambahan dari
gangguan lainnya.
Maka dari itu gangguan hiperkinetik (ICD-10) menggambarkan suatu
kelompok yang membentuk subkelompok berat dari subtipe ADHD kombinasi
milik DSM-IV-TR. Gangguan hiperkinetik lebih jauh lagi dibagi menjadi
gangguan hiperkinetik dengan atau tanpa gangguan konduksi (gangguan tingkah
laku).

Table 1. Kriteria DSM-IV-TR untuk attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)

A. Salah satu (1) atau (2)
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam (atau lebih) gejala
inatensi berikut telah menetap seama sekurang-kurangnya 6 bulan
bahkan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan
tingkat perkembangan.
a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan
tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau
aktivitas lainnya.
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian
terhadap tugas atau aktivitas bermain.
c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara langsung
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelessaikan tugas
sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena
perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam
tugas yang memiliki usaha mental yang lama ( seperti tugas
disekolah dan pekerjaan rumah)
g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk
tugas atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun
10

peralatan)
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuladir dari luar.
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2. Hiperaktivitas impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperkativitas-
implusivitas berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam
bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan
tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di
tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau di dalam situasi yang
diharapkan anak tetap duduk
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang
tidak tepat (pada remaja mungkin terbatas pada perasaan subyektif
kegelisahan)
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu
luang secara tenang
e. Sering siap-siap pergi atau seakan-akan didorong oleh sebuah
gerakan
f. Sering berbicara berlebihan Impusivitas
g. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum
pertanyaan selesai
h. Sering sulit menunggu gilirannya
i. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misalnya : memotong
masuk ke percakapan atau permainan)
B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan
gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun

C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam 2 (dua) atau lebih situasi
(misalnya disekolah atau pekerjaan di rumah)

D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara
klinis dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan

E. Gejala tidak semata-mata selama gangguan perkembangan pervasif,
skizopfrenia atau gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan
mantal lain (gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau
gangguan kepribadian)
Adapted from Diagnostic and Statistical Manual of Psychiatric Disorders DSM-IV-TR
(2000) with permission from the American Psychiatric Association.

11

Table 2. Kriteria ICD-10 untuk gangguan hiperkinetik
1. Kekurangan perhatian - Setidaknya enam gejala perhatian telah
berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif
dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:
a. Sering gagal untuk memberikan perhatian dekat dengan
rincian, atau membuat kesalahan ceroboh dalam pekerjaan
sekolah
b. pekerjaan atau kegiatan lain
c. Sering gagal mempertahankan perhatian dalam tugas-tugas
atau kegiatan bermain
d. Sering tampak tidak mendengarkan apa yang dikatakan
kepadanya
e. Sering gagal menindaklanjuti instruksi atau untuk
menyelesaikan tugas sekolah, tugas atau tugas di tempat kerja
(bukan karena perilaku oposisi atau kegagalan untuk
memahami instruksi)
f. Apakah sering terganggu dalam mengatur tugas dan kegiatan
g. Sering menghindari atau sangat tidak menyukai tugas-tugas,
seperti pekerjaan rumah, yang memerlukan berkelanjutan
mental usaha
h. Sering kehilangan hal yang diperlukan untuk tugas-tugas
tertentu dan kegiatan, seperti sekolah, tugas, pensil, buku,
mainan atau alat
i. Apakah sering mudah terganggu oleh rangsangan eksternal
j. Apakah sering pelupa dalam rangka kegiatan sehari-hari

2. Hiperaktif - Setidaknya tiga gejala hiperaktif telah berlangsung selama
minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten
dengan tingkat perkembangan anak:
a. Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di
tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi
lain di mana sisa duduk adalah diharapkan
c. Sering berjalan sekitar atau memanjat berlebihan dalam situasi
di mana tidak patut (dalam remaja atau orang dewasa, hanya
perasaan gelisah dapat hadir
d. Apakah sering terlalu berisik dalam bermain atau memiliki
kesulitan dalam melakukan tenang di waktu luang kegiatan
e. Sering menunjukkan pola gigih dari aktivitas motorik yang
berlebihan yang tidak substansial diubah oleh konteks sosial
atau tuntutan

3. Impulsif - Setidaknya salah satu gejala berikut impulsif telah
berlangsung selama minimal 6 bulan, untuk tingkat yang maladaptif
dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak:
12

a. Sering blurts keluar jawaban sebelum pertanyaan yang telah
diselesaikan
b. Sering gagal menunggu di garis atau menunggu putaran dalam
permainan atau situasi kelompok
c. Sering menyela atau intrudes pada orang lain (misalnya,
puntung ke percakapan orang lain atau permainan)
d. Sering berbicara berlebihan tanpa respon yang tepat untuk
kendala social
4. Timbulnya gangguan tersebut tidak lebih dari usia 7 tahun.
5. Pervasiveness - Kriteria harus dipenuhi lebih dari situasi tunggal,
misalnya, kombinasi dari kurangnya perhatian dan hiperaktif harus
hadir baik di rumah maupun di sekolah, atau di sekolah baik dan
pengaturan lain mana anak-anak yang diamati, seperti klinik. (Bukti
untuk crosssituationality biasanya akan membutuhkan informasi dari
lebih dari satu sumber, laporan orang tua tentang perilaku kelas,
misalnya, tidak akan cukup.)
6. Gejala dalam 1 dan 3 menyebabkan distress klinis signifikan atau
penurunan fungsi sosial, akademis atau pekerjaan.
Adapted from ICD10: Classification of Mental and Behavioural Disorders
(1992) with permission from the World Health Organization

F. Differensial Diagnosis
1. Gangguan tingkah laku (anti sosial)
2. Ansietas
3. Gangguan belajar








G. Tatalaksana
Algoritma dasar untuk tatalaksana ADHD (Hill and Taylor, 2001)

13








1. Terapi non farmakologis
1) Intervensi Psikososial
a. Intervensi psikososial berdasarkan klinis
14

i. Intervensi psikososial keluarga
Intervensi psikososial tipe bahavioral yang didasarkan pada
keluarga direkomendasikan untuk terapi behavioral komorbid.
ii. Terapi individual
Intervensi psikososial individual tidak direkomendasikan rutin.
b. Intervensi psikososial berdasarkan sekolah
Anak dengan ADHD/ gangguan hiperkinetik membutuhkan program
intervensi sekolah individual meliputi intervensi behavioral dan
akademik.
2) Intervensi diet
Ada sedikit bukti mengenai keuntungan pemberian suplemen mineral
(besi, magnesium, seng) pada ADHD/gangguan hiperkinetik. Beberapa
bukti menyebutkan kadar seng yang rendah pada rambut dan urin berkaitan
dengan respon yang buruk terhadap methylphenidate, meskipun belum
terdapat studi yang menyebutkan bahwa suplementasi seng dapat
memperbaiki respon terhadap obat. Suplementasi asam lemak esensial
mungkin bermanfaat, khususnya pada individu yang kadar asam lemak tak
jenuhnya rendah. Namun belum ada bukti yang cukup untuk mendukung
pemakaian rutin suplementasi mineral untuk manajemen ADHD (Konofal et
al., 2008).
Permasalahan mengenai gula halus dan zat makanan tambahan buatan
memiliki efek samping pada perilaku anak, masih menjadi konflik. Dalam
bukti sekarang ini, tidaklah mungkin merekomendasikan restriksi atau
eliminasi makanan pada anak dengan ADHD (MrCann et al , 2007).
Hal-hal yang bisa diperhatikan dari diet untu anak ADHD/gangguan
hiperkinetik, antara lain :
o Bahan makanan aditif
o Suplementasi asam lemak omega-3 dan omega-6 (Clayton et al.,
2007)
o Suplementasi besi, seng, magnesium (Bilici et al., 2004)
o Antioksidan (Bateman et al., 2004)
15

3) Intervensi komplementer dan alternatif
Di antaranya meliputi :
o Bach flower remedies (Pintof et al., 2005)
o Homeopathy (Coulter et al., 2007)
o Massage theraphy (Khilnani et al., 2003)
o Neurofeedback (Beauregard et al., 2006)
4) Intervensi sosial dan komunitas
5) Intervensi multimodal

2. Terapi Farmakologis
Terdapat 3 obat lisensi untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik di
Amerika Serikat : methylphenidate hydrochloride, dexamfetamine sulphate dan
atomoxetine. Methylphenidate dan atomoxetine digunakan untuk usia 6 tahun
atau lebih, sedangkan dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih. Medikasi
tidak direkomendasikan untuk usia pre sekolah.
Inisiasi terapi farmakologis anak ADHD harus di bawah kendali dokter
spesialis, baik psikiatrik anak dan remaja maupun pediatrik, yang telah
menjalani pelatihan penggunaan dan monitoring medikasi psikotropik.
Harus dilakukan penilaian fisik dasar terlebih dahulu sebelum terapi
farmakologis dimulai, minimal meliputi : nadi, tekanan darah, berat dan tinggi
badan dengan grafik centile yang sesuai dalam ukuran parameter. EKG
sebaiknya dipertimbangkan pada kasus-kasus tertentu. Klinisi harus
menginformasikan keuntungan potensial dan efek samping medikasi.
Keuntungan lanjutan dan kebutuhan untuk medikasi dinilai minimal 1 tahun
sekali.
1) Psikostimulan
Studi-studi metanalisis dengan kualitas yang tinggi (durasi minimal 2
minggu) menggunakan psikostimulan (methylphenidate dan
dexamphetamine) atau psikostimulant (atomoxetine), menyimpulkan bahwa
keduanya efektif untuk terapi ADHD, meskipun psikostimulan memiliki
pengaruh yang lebih besar. Psikostimulan yang biasa digunakan di USA
16

adalah methylphenidate (MPH) dan dexamphetamine (DEX).
Methylphenidate tersedia dalam bentuk immediate atau modified release
untuk memfasilitasi medikasi sepanjang hari. DEH digunakan untuk anak
usia 2 tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk usia 6 tahun atau lebih. DEX
efektif untuk mengatasi gejala inti ADHD/ gangguan hiperkinetik.
Psikostimulan merupakan terapi lini pertama untuk mengatasi gejala inti
ADHD atau gangguan hiperkinetik.
Efek samping yang paling sering muncul : insomnia, nafsu makan
berkurang, nyeri perut, sakit kepala dan pening. Sebagian besar efek
samping psikostimulan jangka pendek sering berkaitan dengan dosis dan
bersifat subyektif. Efek samping akan berkurang dalam waktu 1-2 minggu
dari awal terapi dan akan hilang jika terapi dihentikan atau dosisnya
diturunkan dan biasanya nampak pada anak usia pre-sekolah.
Saat pertama kali memberikan dan menitrasi psikostimulan, kontak
reguler antara keluarga dan klinisi sangatlah penting karena berkaitan
dengan pertanyaan dan penilaian yang diperlukan.

Tabel 3 : Efek samping psikostimulan dan pilihan manajemen yang disarankan
Efek samping Pilihan manajemen
Anoreksia, nausea,
penurunan berat badan
Berikan obat bersama makanan
Pertimbangkan reduksi dosis atau penghentian
obat
Monitor berat dan tinggi badan menggunakan
grafik persentil
Edukasi diet, tambahan kalori
Hal yang menyangkut
pertumbuhan
Jika signifikan (jarang dalam jangka panjang)
atau menyebabkan kecemasan pada orang
tuanya, upayakan penghentian medikasi saat
akhir minggu atau liburan.
Kesulitan tidur (bandingkan
dengan kesulitan tidur
sebelum terapi)
Berikan edukasi sleep hygiene
Kurangi atau hilangkan medikasi malam atau
akhir sore (namun catat bahwa beberapa
pasien membaik dengan medikasi malam
tambahan).
Pertimbangkan penggantian ke atomoxetine
Pening dan sakit kepala Bersifat sementara. Jika persisten, monitor
teliti (cek tekanan darah), turunkan
17

dosis/hentikan medikasi, pastikan obat
dimakan dengan makanan dan edukasi intake
cairan. Jika persisten,
Pergerakan involunter, Tics
dan sindrom Tourette
Kurangi, atau jika persisten, hentikan
medikasi. Monitoring pre dan post terapi tics.
Pertimbangkan alternatif lainnya (misal TCA)
jika gejalanya berat.
Hilangnya spontanitas,
disforia, agitasi
Turunkan atau hentikan medikasi (hentikan
jika timbul gangguan piir atau suspek psikosis-
jarang terjadi)
Iritabilitas, behavioural
rebound
Monitor ketat, kurangi atau overlap dosis sore
hari; evaluasi komorbid (ODD/CD)

Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara
teratur untuk mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat
badan dan tekanan darah. Keadaan berat badan ideal serta pengukuran tinggi
badan dan penghitungan centil velocity memungkinkan untuk deteksi dini
masalah pertumbuhan yang signifikan, meskipun ini jarang terjadi. Tes darah
sebaiknya dilakukan berdasarkan kebijakan klinisis dan hanya jika diindikasikan
secara klinis.
Pemberian resep psikostimulan dimulai dengan dosis sekecil mungkin
dan titrasi dengan jadwal 2-3 kali sehari, tingkatkan dosis dengan interval per
minggu sampai didapatkan respon yang memuaskan atau efek samping yang
mengganggu. Perlu diingat bahwa efek samping psikostimulan berkaitan dengan
dosis, maka tentukan dosis efektif terendah yang menghasilkan efek terapeutik
maksimum dan efek samping minimum. Rekomendasi dosis terutama dosis
harian maksimum yang disarankan, belum ditentukan oleh penelitian. Secara
tradisional pendekatan pada jadwal obat yang teliti telah dianjurkan dengan
regimen yang ditentukan secara empiris. Respon terhadap MPH dan DEX
bervariasi dan tidak dapat diprediksi dengan dasar suatu dosis atau berat badan.
Keduanya merupakan obat polar yang diekskresikan dengan cepat dan tidak
terakumulasi di lemak tubuh.
Pemberian berdasarkan sifat respon psikostimulan yang bervariasi
memberikan keuntungan bagi beberapa anak yang memerlukan dosis lebih
tinggi. Jadwal dosis berdasarkan berat dapat membatasi titrasi dosis yang pas
18

utuk anak yang membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mengontrol gejala
mereka. Sebaliknya, metode titrasi dosis tipe pil (fixed pill-type dose titration
methods) dapat memaparkan anak yang kecil ke dosis yang tinggi, dan potensial
menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan.
Tabel 4: Dose Ranges in Literature for Psychostimulant Treatment
Source Methylphenidate Dexamphetamine
Block, 1998 123 0.3 - 0.6 mg/kg/dose 0.15 - 0.3 mg/kg/dose
Findling and Dogin, 1998
124
0.3 - 0.8 mg/kg/dose -
Pliszka, 1998 125 Up to 1 mg/kg/dose -
AACAP, 199730 0.3 - 0.7 mg/kg/dose 0.15 - 0.35 mg/kg/dose
NHMRC(Ausi),1996 126 Max 1.5 mg/kg/day Max 0.75 mg/kg/day

Frekuensi dosis sebaiknya ditentukan berdasarkan masing-masing
individu. Pemberian 3 x sehari dan bukannya 2 x sehari memberikan keuntungan
pencapaian efek terapi di malam hari, yang mungkin diinginkan untuk proyek
PR atau kegiatan malam hari yang sudah direncanakan.
Ada sedikit bukti obyektif interferensi mayor pemakaian regimen ini
terhadap tidur. Bagaimanapun juga jika terjadi gangguan tidur, maka dosis akhir
petang dapat diturunkan atau dihentikan. Beberapa guru melaporkan bahwa efek
dosis dini hari hilang pada pertengahan pagi. Pada kasus yang demikian dosis
pertengahan pagi dapat dijadwalkan pada jam 10.30 11 am, dengan dosis
pertama pada hari tersebut diberikan antara jam 7 dan jam 8 pagi.
Pada sebagian besar kasus, medikasi diteruskan selama 7 hari per
minggu untuk memperoleh keuntungan maksimum dengan memperhatikan
masalah kontrol perilaku yang terjadi di rumah, sekolah dan masyarakat. Drug
holidays selama akhir minggu atau liburan mungkin diperlukan jika terjadi hal
serius yang menyangkut pertumbuhan anak.
Jika terdapat gangguan hiperkinetik/ADHD persisten sampai pada usia
dewasa atau pada kasus-kasus dimana gejala inti cepat timbul kembali bila
psikostimulan dihentikan, maka diperlukan terapi jangka panjang. Jika tidak ada
perbedaan berarti pada perilaku anak saat ia menjalani/ tidak menjalani
pengobatan, maka terapi bisa dihentikan untk periode yang lama. Jika tak ada
19

perbedaan yang besar pada anak yang menjalani terapi dan kesukaran perilaku
tetap berlanjut, maka perlu untuk mengevaluasi kembali dosisnya, mengganti
dengan medikasi lain, atau mengevaluasi ulang strategi psikologis dan
behavioralnya. Psikostimulan tak perlu dihentikan pada onset pubertas karena
keefektifannya baik pada remaja dan dewasa.
2) Atomoxetine
Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg didasarkan pada
berat badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis awal rendah 0,5 mg/kg/hari
minimal 7 hari sebelum ditingkatkan ke dosis maintanance 1,2 mg/kg/hari.
Pengaruh atomoxetine bisa tidak nampak selama 4 minggu atau lebih.
Saat terapi dimulai, keefektifannya akan timbul selama periode 24 jam atau
lebih dengan kemungkinan efek yang lebih besar pada 12 jam atau lebih dari
waktu setelah minum obat. Kombinasi awal jangka pendek medikasi
psikostimulan mungkin perlu selama fase transisi.


Tabel 5: Manajemen efek samping atomoxetin
Side effects Management options
Anorexia, nausea, weight loss,
growth concerns

Gastrointestinal effects may be temporary
during first few days of treatment.
Administer medication with food.
Consider dose reduction.
Monitor height and weight using centile
charts.
Provide dietetic advice; caloric
augmentation.
Jaundice, signs of liver disease
or biliary obstruction
Stop medication immediately and seek
specialist help.
Self harm or suicidal ideation Monitor for suicidal ideation, clinical
worsening of mood and unusual changes
in behaviour.
New onset of suicidal behaviour should
prompt discontinuation of medication
pending further assessment.
Somnolence Administer at a different time of day or
reduce dose.
Dysphoria, agitation Reduce dose and monitor effect.
20

Tachycardia, hypertension Investigate and consider discontinuation
or dose reduction.
Syncope suspected to have
cardiac origin
Stop medication immediately and seek
specialist advice.

Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti ADHD/
gangguan hiperkinetik pada anak yang tidak cocok, intoleransi atau inefektif
dengan medikasi psikostimulan. Pada pemberian atomoxetin, klinisi harus
mereview minimal selama 6 bulan, meliputi penilaian keefektifan, efek samping
dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, nadi, tekanan darah menggunakan
grafik persentil. Monitoring tambahan diperlukan pada penderita yang memiliki
resiko kardiovaskuler, hepatobilier, kejang dan resiko bunuh diri besar.
3) Antidepresan trisiklik (TCAs)
Merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi
nonstimulan yang banyak dipelajari untuk terapi ADHD/ gangguan
hiperkinetik. TCAs meliputi : imipramine, desipramine, amitriptyline,
nortriptyline and clomipramine.
TCAs dipetimbangkan untuk terapi gejala behavioral ADHD/ gangguan
hiperkinetik. Kelompok obat ini lebih berpengaruh pada gejala behavioralnya
daripada terhadapa gejala kognitifnya. TCAs memiliki batas keamana yang lebih
sempit daripada psikostimulan, disertai dengan rentang efek samping potensial
yang lebih lebar.
Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi ADHD/
gangguan hiperkinetik pada anak dan hanya digunakan pada anak yang tidak
respon terhadap medikasi yang dianjurkan.
Efek samping yang biasanya muncul meliputi anoreksia, mulut kering (
dengan rasa logam dan asam), pening, ngantuk, letargi dan insomnia, disertai
dengan gejala antikolinergik lainnya. Iritabilitas, mania, mudah lupa, dan
bingung merupakan tanda-tanda toksisitas sistem saraf pusat. TCAs khususnya
desipramine, memiliki potensi kardiotoksik. Belum ada konsensus maupun
penelitian yang menentukan rekomendasi terapi TCAs dan regimen dosis
optimumnya. Dosis harian total rata-rata berdasarkan trial klinis 2,2 mg.kg/hari,
21

dengan rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari untuk imipramine, desipramine, amitriptilin
dan klormipramin, sedang 0,4-4,5 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.
Rencana terapi didasarkan pada kondisi masing-masing individu, namun
sebaiknya tetap dilakukan pengukuran berikut :
Vital sign, pemeriksaan kardiovaskuler, dan EKG (nb. EKG belum berarti bebas
dari efek kardiotoksik). Monitoring EKG sebaiknya dilakukan sebelum dan
sesudah terapi. Dan hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat penyakit
jantung personal dan keluarga.
Mulai dengan dosis terbagi yang rendah dari imipramine atau amitriptiline (10-
25 mg/hari) atau nortriptiline (5-10 mg/hari) dan peringatkan akan efek samping
yang mungkin timbul.
Titrasi dosis sedikit demi sedikit dengan interval beberapa hari sambil dimonitor
efek sampingnya sampai target kira-kira 1-2 mg/kg/hari untuk imipramin dan
amitriptilin serta 0,5-1 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.
Jika tingkat dosis telah ditentukan, nilai ulang dan tanyakan mengenai efek
samping dan perilakunya secara klinis.
Disarankan mengecek EKG dan serum level jika menggunakan dosis di luar
batas.
Pemakaian jangka panjang memerlukan re-evaluasi periodik berkaitan dengan
perumbuhan dan perkembangan anak.
Reaksi withdrawal TCAs yang cepat perlu dihindari untuk mencegah
influenza like symptoms karena cholinergic rebound. Hal ini meliputi malaise,
menggigil, gejala coryzal, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Social
withdrawal, hiperaktivitas, depresi, agitasi, dan insomnia juga dapat terjadi.
Pasien dengan compliance yang rendah dapat mengalami periodic self-induced
acute withdrawal yang dapat disalahartikan sebagai efek samping obat, dosis
yang tidah adekuat, gangguan psikiatrik yang memburuk. Dan hal ini membuat
manajemen menjadi sukar.
4) Obat lainnya
Pemakaian sejumlah obat alternatif lain dalam manajemen ADHD/
gangguan hiperkinetik harus di bawah pengawasan dokter spesialis. Obat
22

alternatif tersebut meliputi : klonidin, guanfacine, buproprion, venlafaxine,
SSRIs dan neuroleptik. Pemakaian obat alternatif dipertimbangkan jika terdapat
gangguan komorbid (misal anxietas, depresi, tics, respon kurang atau efek
samping psikostimulan atau TCA).
a. Alpha-2-agonist
a) Klonidin
Klonidin merupakan agonis alpha-2 adrenergik, dikenal
sebagai antihipertensi. Obat ini dapat mengurangi gejala ADHD,
dan terdapat penurunan yang besar saat dikombinasikan dengan
methylphenidate dibandingkan jika diberikan sendiri. Diberikan 3
kali sehari dengan dosis maksimum 0,6 mg per hari tergantung
respon dan efek samping yang muncul, atau 2 kali sehari dengan
dosis total 0,10-0,20 mg/kg/ hari. Dalam sebuah studi,individu
yang menerima klonidin mengalami penurunan tekanan sistolik
yang lebih besar dibanding kontrol dan mengalami sedasi
transien serta pening.
Klonidin dipertimbangkan untuk anak yang tak responsif
atau tidak toleransi terhadap psikostimulan atau atomoxetine.
Dapat digunakan sendiri maupun dikombinasikan dengan
methylphenidate disesuaikan dengan kasus masing-masing
individu. Klinisi harus memonitor tekanan darah dan nadi serta
tanda-tanda oversedasi. Penghentian klonidin harus bertahap
untuk menghindari adanya rebound phenomenon.
b) Guanfacine
Efek samping mayor dari guanfacine adalah sedasi dan
fatigue. Makin ditingkatkan dosisnya, tekanan darah dan nadi
akan makin rendah. Belum ada cukup data untuk
merekomendasikan obat ini.
b. Antidepresan selain TCAs (reboxetine, selegiline, bupropion)
c. Antipsikotik
d. Modafinil
23

e. Nikotin
5) Terapi obat kombinasi
Kombinasi obat meningkatkan resiko interaksi efek samping potensial,
misal pada peningkatan TCAs pada pemakaian bersama psikostimulan,
toksisitas potensial pada kombinasi klonidin dan psikostimulan, intraventricular
conduction delays pada pimozide dan TCAs, dan interferensi dengan
metabolisme obat seperti warfarin dan beberapa antiepileptik. Fluoxetin (SSRI)
dilaporkan efektif tanpa efek samping berlebih, jika dikombinasikan dengan
psikostimulan untuk sejumlah kesil anak dengan ADH/ gangguan hiperknetik
dan depresi komorbid, ODD, CD atau gangguan obsesif kompulsif.

H. Prognosis
Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangkan
gejala impulsive dan emosi yang labil akan menetap. Anak dengan ADHD pada
waktu dewasa sering masih mempunyai gejala agresif dan menjadi pencandu
minuman keras/alkoholisme).
Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi, dukungan
yang kuat dari keluarga, temen teman yang baik, diterima di kelompoknya dan
diasuh oleh gurunya serta tidak mempunyai satu atau lebih komorbid gangguan
psikiatri.

I. Simpulan
ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders) merupakan suatu
peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan
gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya padadua tempat dan suasana yang
berbeda dan kondisi yang sangat umum di antara anak-anak. Penyebab pasti dan
patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas. Seperti halnya gangguan
autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak
faktoryang dianggap sebagai penyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor
genetik,perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal,
tingkat kecerdasan(IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidakteraturan
24

hormonal, lingkungan fisik, sosial danpola pengasuhan anak oleh orang tua,
guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Melihat penyebab ADHD
yang belum pasti terungkap dan ada beberapa teori penyebabnya, maka tentunya
terdapat banyak terapi atau cara dalam penanganannya sesuai dengan landasan
teori penyebabnya.


DAFTAR PUSTAKA

Barbaresi W, Katusic S, Colligan R, et al. How common is attention-deficit/hyperactivity
disorder? Towards resolution of the controversy: results from a population-based
study. Acta Paediatr Suppl 2004; 93:55.

Barkley RA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A Handbook for Diagnosis and
Treatment. 2nd ed. New York, NY: Guilford Press; 1996

Bateman B, Warner JO, Hutchinson E, Dean T, Rowlandson P, Grant C, et al. The effects
of a double blind, placebo controlled, artificial food colourings and benzoate
preservative challenge on hyperactivity in a general population sample of preschool
children. Archives of Disease in Childhood 2004;89(6):506-11.

Beauregard M, Levesque J. Functional magnetic resonance imaging investigation of the
effects of neurofeedback training on the neural bases of selective attention and
response inhibition in children with attention-deficit/hyperactivity disorder.
Applied Psychophysiology & Biofeedback 2006;31(1):3-20.

Bilici M, Yildirim F, Kandil S, Bekarolu M, Yildirmi S, Deer O,et al. Double-blind,
placebo-controlled study of zinc sulfate in the treatment of attention deficit
hyperactivity disorder. Progress in Neuro-Psychopharmacology and Biological
Psychiatry.2004;28(1):181-90.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Increasing prevalence of parent-
reported attention-deficit/hyperactivity disorder among children --- United States,
2003 and 2007. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2010; 59:1439.

Clayton EH, Hanstock TL, Garg ML, Hazell PL. Long chain omega-3 polyunsaturated
fatty acids in the treatment of psychiatric illnesses in children and adolescents. Acta
Neuropsychiatrica. 2007;19(2):92-103.

Coulter MK, Dean ME. Homeopathy for attention deficit/hyperactivity disorder or
hyperkinetic disorder. Cochrane Database of Systematic Reviews.
2007(4):(CD005648).
25


Eric Taylor, Tim Kendall , Philip Asherson et al. 2008. Attention deficit hyperactivity
disorder: Diagnosis and management of ADHD in children, young people and
adults.

Faraone SV, Sergent J, Gillberg C, Biederman J. The worldwide prevalence of ADHD : is
it an American condition?. World Psychiatry. 2003 ; 2: 104-13.

Froehlich TE, Lanphear BP, Epstein JN, et al. Prevalence, recognition, and treatment of
attention-deficit/hyperactivity disorder in a national sample of US children. Arch
Pediatr Adolesc Med 2007; 161:857.

Green, M, Wong, M, Atkins, D, et al. Diagnosis of Attention Deficit/Hyperactivity
Disorder: Technical Review 3. US Department of Health and Human Services,
Agency for Health Care Policy and Research; Rockville, MD, 1999.

Hill P., Taylor, E. 2001. An auditable protocol for treating attention decit/hyperactivity
disorder. London UK. Arch Dis Child. 84: pp 404409

Khilnani S, Field T, Hernandez-Reif M, Schanberg S. Massage therapy improves mood
and behavior of students with attentiondeficit/hyperactivity disorder. Adolescence
2003;38(152):623

Konofal E, Lecendreux M, Deron J, Marchand M, Cortese S, Zaim M, et al. Effects of iron
supplementation on attention deficit hyperactivity disorder in children. Pediatr
Neurol 2008;38(1):20-6.

McCann D, Barrett A, Cooper A, Crumpler D, Dalen L, Grimshaw K, et al. Food additives
and hyperactive behaviourin 3-year-old and 8/9-year-old children in the
community: a randomised, double-blind

Merikangas KR, He JP, Brody D, et al. Prevalence and treatment of mental disorders
among US children in the 2001-2004 NHANES. Pediatrics 2010; 125:75.

Moore, David P. Eds. 2006. Little Black Book of Psychiatry. Jones and Bartlett
Publishers. The 3rd Edition, pp: 45-48.

Moore. Kent L. Recent advances in the genetics off attention deficit hyperactivity disorder.
Curr Psychiatry Res 2004; 6: 143.

Philip Asherson, Simon Bailey, Karen Bretherton et al. Diagnosis and management of
ADHD in children, young people and adults. 2008

Pintov S, Hochman M, Livne A, Heyman E, Lahat E. Bach flowerremedies used for
attention deficit hyperactivity disorder inchildren - a prospective double blind
controlled study. European Journal of Paediatric Neurology 2005;9(6):395-8.
26


Pliszka S, AACAP Work Group on Quality Issues. Practice parameter for the assessment
and treatment of children and adolescents with attention-deficit/hyperactivity
disorder. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2007; 46:894.

Reiff MI, Banez GA, Culbert TP. Children who have attentional disorders: diagnosis and
evaluation. Pediatr Rev. 1993;14:455465

SIGN. Management of attention deficit and hyperkinetic disorders in children and young
people. Edinburgh: Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2009

Anda mungkin juga menyukai