Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Diam dalam absurditas merupakan sebuah upaya dialog pribadi dalam

sebuah kedirian. Perbincangan sunyi, bergerak dalam kediaman. Dalam makna

terakhirnya haruslah savoir-vivre (seni hidup) harus lebih tinggi daripada savoir-

faire (seni melakukan sesuatu), dan dalam kondisi itu yang ‘diam dalam

absurditas’ harus menjadi un grand vivant (manusia yang sungguh mengerti

tentang seni hidup).

Aplikasi abdurditas dalam kehidupan akan terus memperjuangkan nilai

dalam pengertiannya yang paling transendental. Sebuah upaya pencerahan jiwa

yang tengah mengerjakan kehidupan sebagai sebuah kejujuran menilai diri.

Pada akhirnya diam dalam absurditas harus difahami sebagai prosesi

nihilis dalam dinamika ultim, dimana akhir dari segala absurditas adalah

keberpihakan tanpa memihak. Selalu ada tempat untuk kembali. Semua karya

absurd berakhir dengan memulangkan penciptanya kepada dirinya sendiri.

Begitulah, absurditas adalah esensi eksistensi. Eksistensi bukan dicirikan dari

keberadaannya yang nyata ada, melainkan dari pencapaian absurditasnya. Diam

dalam absurditas akhirnya harus difahami sebagai kehidupan yang hidup, yang

ada, yang lugas dan wajar dalam menghidupkan hidup.

39
40

B. Saran

Berpijak dari telaah mengenai absurditas, menjadi harapan kiranya agar

dalam proses memaknai, memahami dan mengerjakan kehidupan lebih

diupayakan sebagai sebuah itikad yang baik, yang terbebas dari tuntutan duniawi

yang tentatif dan kurang menjaminkan ketenangan. Karena absurditas bukanlah

sebuah wacana kefatalistikan, namun justru adalah sebuah media optimistik dalam

memandang hidup yang senantiasa berada dalam sinergi ruang dan waktu.

Memahami “ada” sebagai sebuah keadaan yang mampu mengantar kita pada

empirian Illahi yang lebih menjanjikan jalan terang, daripada sekedar manik-

manik gemerlap bumi yang semakin mengaburkan makna dalam esensi hidup

yang semakin kandas oleh zaman.

Pada akhirnya, setiap manusia haruslah selalu ingat akan jalan pertama ia

datang. Kembali pada manifestasi kesementaraan, pulang pada keabadiaan.

Sebuah kesadaran bahwa di atas langit masih ada langit.


41

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Norma Permata (ed.). 1996. Perennialisme, Melacak Jejak Filsafat


Abadi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Boeree, C. George. 2000. Sejarah Psikologi Dari Masa Ke Masa. Terjemahan


Abdul Qodir Shaleh. Yogyakarta: Prismasophie.

Camus, Albert. 2004. Jungkir. terjemahan Decky Juli Zafilus. Yogyakarta:


Tinta.

__________, 1999, Mite Sisifus: Pergulatan dengan absurditas. Terj. Apsanti


D. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Cavallaro, Dani. 2004. Critical and Cultural Theory. Terjemahan Niagara,


Yogyakarta: Niagara.

Darmanto Jatman. 2000. Psikologi Jawa. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Drijakara, N. SJ. 1968. Filsafat Manusia Yogyakarta: Kanisius.

Frithjof Schuon. 2002. Transfigurasi Manusia (Refleksi Antrosophia


Parennialis). Yogyakarta: Qolam.

Hawton, Hector. Filsafat yang Menghibur. Terjemahan Supriyanto Abdullah.


Yogyakarta: Ikon Teralitera.

Hartono, Dick. 1984. Manusia dan Seni. Yogyakarta: Kanisius.

Habermas, J & Derrida, J/Barradori, G. 2005. Filsafat dalam Masa Teror.


Jakarta: Kompas.

Lash, Scott. 2004. Sosiologi Posmodern. Diterjemahkan Kanisius.


Yogyakarta: Kanisius,

Lull, James. 1998. Media Komunikasi dan Kebudayaan. terjemahan Obor.


Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mudji Sutrsino & Hendar Putranto. 2005. Teori-Teori Kebudayaan.


Yogyakarta: Kanisius.

Mudji Sutrisno. 2006. Oase Estetis: Estetika dalam kata dan sketsa.
42

Yogyakarta: Kanisius.

Muhammad, Goenawan. 1997. Kumpulan ”Fokus Kita” dan ”Catatan Pinggir”


Tempo 13 Maret 1976-12 September 1982. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti.

Nietzsche, Friedrich. 2000. Sabda Zarathustra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cobley, Paul dan Jansz, L. 1998. Mengenai Semiotika untuk Pemula (terj.).
Jakarta: Mizan.

Peursen, C.A. 1998. Strategi Kebudayaan ( terj.). Yogyakarta: Kanisius.

Raho, Bernard. 2007. Teori-Teori Sosiologi Modern (terj.). Jakarta: Prestasi


Pustaka.

Swantoro, P. 2002. Dari Buku ke Buku:Sambung menyambung menjadi satu.


Jakarta: Gramedia

Turner, Bryan, 2008, Teori-Teori Modern dan Posmodern (terj.). Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Umar Kayam. 2002. Umar Kayam Luar Dalam. Yogyakarta: Pinus

Anda mungkin juga menyukai