Anda di halaman 1dari 11

PROSES PEMBUATAN TEMPE KECIPIR DAN TEMPE KACANG MERAH

A.

Tempe Kecipir
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia.

Hingga saat ini kedelai masih merupakan bahan utama untuk pembuatan tempe. Akan
tetapi sebenarnya tempe juga dapat dibuat dari bahan lainnya seperti kacang
karabenguk ataupun kelapa. Meskipun belum sepopuler tempe dengan bahan dasar
kedelai, salah satu ragam tempe yang ada di Indonesia adalah tempe kecipir yang
mulai dikenal di Indonesia pada awal tahun 1980-an. Kandungan protein tempe
kecipir adalah 14,5-17,5 gr /100 gr. Tanaman kecipir (Psophocarpus tetragonolobus)
dikenal masyarakat umumnya karena buah mudanya sering dibuat sayur dan bahan
pecel. Padahal bukan sekadar itu yang dapat dipersembahkan kecipir, bijinya yang
sudah tua dapat diolah menjadi tempe.
Tanaman kecipir sangat mudah untuk dibudidayakan, namun belum diusahakan
dengan sungguh-sungguh. Umumnya masyarakat menanamnya sekadar untuk
penutup pagar. Hal ini barangkali disebabkan masyarakat kurang tahu akan manfaat
dan cara pengolahannya. Padahal hasil produksinya per hektare jika dibandingkan
kacang tanah dan kedelai jauh lebih banyak. Produksi biji kecipir mencapai 2.380
kg/ha, sedangkan kacang tanah dan kedelai masing-masing hanya 1.000 kg/ha dan
900 kg/ha.
Hampir semua bagian tanaman kecipir dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan,
karena kandungan gizinya cukup tinggi. Umbinya mengandung 13,6% protein dan
daunnya 5%. Bahkan kandungan protein dan karbohidratnya mengungguli kacang
tanah dan hampir setara dengan kacang kedelai.
Protein kacang kecipir mengandung jenis asam amino esensial yang hampir
sejajar dengan biji kedelai, sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein nabati.
Di samping itu juga mengandung vitamin dan mineral yang sangat berguna bagi
tubuh seperti betacaroten, tokoferol, thiamin, riboflavin, niacin, asam askorbat,
kalsium, magnesium, kalium, natrium, ferum dan fosfor.

Protein kacang kecipir mengandung jenis-jenis asam amino esensial yang


hampir sejajar dengan biji kedelai seperti terdapat pada Tabel 2. Keuntungan dari
penggunaan kedelai dan kecipir adalah karena nilai proteinnya yang tinggi dan
hampir setara. Namun demikian protein dari jenis kacang-kacangan dan polongpolongan (keluarga Leguminosae) pada umumnya memiliki faktor pembatas, yaitu
kekurangan asam amino metionin dan sistein, sehingga pemanfaatan protein oleh
tubuh tidaklah efisien.
Beberapa jenis protein mengandung semua macam asam amino esensial, namun
masing-masing dalam jumlah terbatas. Meski cukup memadai untuk perbaikan
jaringan tubuh, tetapi tidak cukup untuk pertumbuhan. Dengan kombinasi kecipir dan
beras pada pembuatan tempe dapat saling melengkapi asam amino esensial pada
produk tersebut terutama metionin dan sistein (Almatsier, 2002).
Asam amino
Penggunaan protein yang efisien pada hewan atau manusia mensyaratkan
protein mengandung asam amino esensial dan nitrogen dalam jumlah dan proporsi
yang diperlukan organisme untuk memenuhi kebutuhannya, menjalankan fungsi faali
yang khas maupun yang umum. Tetapi kebanyakan protein bahan pangan tidak
mengandung asam amino esensial dalam jumlah dan proporsi yang dibutuhkan
organisme.
Sintesis protein jaringan adalah proses yang mensyaratkan setiap asam amino
ada pada saat pembuatan protein tertentu. Jika satu saja asam amino tak ada, protein
tak dapat disintesis. Sesudah dicerna dan asam amino diserap dari usus, protein
memasuki pool metabolisme untuk digunakan langsung dalam anabolisme atau
melalui lintasan metabolisme antara, membantu sintesis asam amino lain. Kebutuhan
kuantitatif asam amino esensial berbeda untuk sistem organisme tertentu dan fungsi
yang diukur dalam sistem tersebut, seperti pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi,
penggantian jaringan yang mati. Karena itu berbagai protein pangan esensial
memenuhi kebutuhan minimum organisme hidup.

Salah satu cara untuk menghilangkan faktor pembatas tersebut adalah dengan
mengombinasikan bahan kedelai tersebut dengan bahan pangan lainnya yang
memiliki kandungan asam amino metionin dan sistein yang cukup besar. Misalnya
beras. Dengan kombinasi tersebut maka kekurangan asam amino dari salah satu
bahan akan dapat diisi oleh kelebihan asam amino dari bahan yang lainnya. Beras
(Oryza sativa) merupakan makanan pokok hampir 90% penduduk Indonesia, areal
penyebaran tanaman padi hampir terdapat di seluruh Indonesia. Beras memiliki nilai
gizi yang cukup memadai, di mana asam amino pembatas pada kacang kecipir dapat
saling mengisi dengan asam amino beras.
Pembuatan tempe dari kecipir dan beras diharapkan akan dapat meningkatkan
mutu dan daya cerna protein tempe. Perbaikan tersebut disebabkan faktor pembatas
asam amino (metionin dan sistein) pada kecipir dapat diisi kelebihan asam amino dari
beras. Selain itu fermentasi dalam pembuatan tempe mampu menguraikan protein
pada bahan baku menjadi asam asam amino yang relatif mudah diserap oleh tubuh.
Selain itu fermentasi juga dapat menghilangkan zat anti nutrisi yang terdapat pada
bahan baku.
Hasil penelitian yang dilakukan Suliantari, K. Then dan M. Astawan tentang
Komplementasi Kedelai Dengan Beras Untuk Pembuatan Tempe yang dimuat
Buletin Teknologi Pangan dan Gizi Volume V No. 2 tahun 1994 mengilhami
penelitian tentang tempe kecipir-beras dilakukan Dona Astuti dan Wiwit Estuti di
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Padang yang berjudul Kombinasi Kecipir Dan
Beras Untuk Meningkatkan Mutu Tempe Kecipir, pada tahun 2000.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan nyata antarperlakuan tempe
kecipir-beras dari segi warna dan aroma. Penambahan beras 30% dari total campuran
lebih disukai panelis dari segi warna. Sedangkan dari segi aroma panelis lebih
menyukai penambahan sebesar 10% beras dari total campuran. Kemudian dari segi
tekstur dan rasa tidak ada perbedaan nyata antarperlakuan. Penambahan beras
sebanyak 30% dari total campuran tempe kecipir-beras adalah yang paling baik, di

mana nilai asam aminonya mencapai 100% dan tingkat kesukaan panelis lebih baik
dari segi warna.
Tempe kecipir merupakan kecipir yang sudah difermentasi. Proses fermentasi
kecipir ini mengubah sifat kecipir menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pada tempe,
kuatnya enzim proteolitik dari Rhizopus menyebabkan cepatnya hidrolisis protein
menjadi asam amino. Perubahan ini tidak disangsikan lagi memperbaiki daya cerna
tempe. Protein tepung tempe memiliki nilai biologis tertinggi diasumsikan karena
proses fermentasi Rhizopus mampu memperbaiki nilai biologis tempe.
Adanya perbedaan dari tiap ragam tempe dapat disebabkan senyawa-senyawa
atau asam organik yang terbentuk selama proses fermentasi berbeda jumlahnya, di
mana hal ini memengaruhi bau khas tempe, sehingga bau dari tempe yang dihasilkan
dari tiap ragam tempe juga berbeda. Rhizopus bila ditumbuhkan pada karbohidrat
menghasilkan senyawa-senyawa asam fumarat, asam laktat dan asam suksinat yang
bereaksi dengan senyawa lain hasil penguraian subtrat dan menghasilkan senyawa
yang memberikan aroma atau bau yang khas.
Tampaknya pemanfaatan kecipir dan beras sebagai bahan baku tempe dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif masukan untuk industri tempe atau tahu tingkat
rumah tangga. Namun sebelumnya analisis kelayakan secara ekonomis dan pasar
perlu dilakukan terlebih dahulu.
Kecipir telah dikenal luas di Indonesia. Namun sebagai makanan yang bisa
diproduksi menjadi bahan yang lebih mengandung sumber protein, ia belum begitu
dimanfaatkan oleh masyarakat. Padahal seperti halnya kedelai, kecipir bisa diolah
jadi protein dalam tempe yang bernilai gizi tinggi. Karena nilai gizi yang terkandung
dalam kecipir tergolong tinggi dan harganya murah itulah kecipir dapat dijadikan
makanan untuk mencegah meluasnya bahaya kekurangan gizi dalam masyarakat kita
yang miskin terutama pada usia anak.
Dalam pembuatan tempe diperlukan Biji buah kecipir.. Proses pembuatan
tempe diperlukan kesterilan yang tinggi untuk menghindari kontaminasi dengan
mikroba lain dan proses fermentasi tempe Kecipir berhasil.

Biji buah kecipir yang digunakan untuk pembuatan tempe dicuci kemudian
direndam selama semalam terlebih dahulu agar tekstut beras lebih empuk dan
memudahkan dalam proses pengupasan kulit. Kemudian kulit ari pada Biji buah
kecipir dikupas, lalu memasak kedelai hingga teksturnya empuk selama kurang lebih
2 jam.
Setelah kedelai masak kemudian ditaruh ke dalam talang dan membiarkannya
dingin terlebih dahulu, lalu menaburinya ragi tapai yang telah dihaluskan. Dan diaduk
hingga rata agar kedelai dan ragi tercampur dengan baik. Dalam proses peragian
harus hati-hati, karena apabila tersentuh tangan atau sendok kotor akan menyebabkan
tempe menjadi rusak.
Kedelai yang telah tercampur dengan ragi kemudian dimasukkan ke dalam
plastic yang telah dilubangi. Setelah 2-3 hari campuran biji buah Kecipir dan ragi
berhasil melakukan fermentasi. Tempe telah jadi dan siap untuk di olah menjadi jenis
makanan yang diinginkan.
Memang tempe yang dihasilkan lunak, mirip tempe kedelai, tetapi harus diingat
bahwa biji kecipir muda kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan biji
kecipir tua.selain itu biji kecipir muda tidak dapat di simpan dalam jangka waktu
yang lama. Maka pengoahan tempe kecipir dari dari biji kecipir muda hanya dapat
dilakukan pada saat tertentu saja, yaitu setelah pemetikan.
Dalam proyek inovatif ini, kami anjurkan kepada masyarakat untuk mengolah
kecipir menjadi tempe, sebagai sumber protein nabati selain tempe kedelai. Hal ini
dapat berhasil bila masyarakat menykai atau tidak menolak tempe biji kecipir, karena
masyarakat sudah terbiasa dengan tempe kedelai. Maka usaha kami adalah
menganjurkan kepada masyarakat membuat protein tempe kecipir yang di campur
dengan kedelai.
Menganjurkan pemanfaatan kecipir dalam bentuk tempe, agr dapat di terima
oleh masyarakat, tidak hanya rasanya saja yang disukai, melainkan juga perlu dengan
pengolahan yang mudah atau sederhana. Kesulitan dalam pengolahan yaitu
pengelupasan kulit, hal ini dapat diatasi dengan merebus soda kue atau abu.

Perebusan ini memberikan hasil yang lebih baik yaitu mengelupasan kulit menjadi
lebih mudah dan cepat . Sesungguhnya pengelupasan kulit sudah bukan merupakan
sesuatu yang sulit, karena bila sukar dalam memperoleh soda kue (karena harus dibeli
kota), dapat pula di gunakan abu. Karena didalam abu terdapat garam-garam karbonat
dari kalsium, kalium dan natrium (yang semuanya itu termasuk soda). Walaupun
kadarnya rendah, karena tercampur dengan sisa pembakaran yang lain.
Hambatan berupa bau langu dan kesulitan pengelupasan telah dapat diatasi
dengan cara yang telah diberikan dalam penyuluhan. Diharapkan seiring dengan
makin meluasnya tanaman kecipir yang dikembangkan oleh masyarakat,maka makin
banyak penduduk yang mengolah kecipir sebagai tempe, bahkan bila produksi tinggi
akan memungkinkan suatu usaha wiraswasta tempe maupun sebagai sumber
penghasil protein yang baik untuk masyarakat luas dan dapat dimanfaatkan sebagai
pencegah kekurangan gizi bagi masyarakat dan anak-anak.
B.

Tempe Kacang Merah


Secara umum, proses pembuatan tempe dengan bahan kacang merah ini adalah

sama seperti proses pembuatan tempe berbahan kedelai. Yang membedakan disini
adalah kadar protein yang terkandung didalam tempe itu sendiri.
Kacang

merah,

kacang

hijau,

maupun

kacang

tolo

yang

biasanya

pengolahannya hanya digunakan sebagai sayur, kue kering, pembuatan tauge, diolah
menjadi bubur dan minuman segar sari kacang hijau, serta dihaluskan untuk diambil
tepungnya. Oleh karena itu, penulis ingin menggunakan bahan kacang merah, kacang
hijau, dan kacang tolo sebagai bahan pembuatan tempe.
Kacang merah, kacang hijau, maupun kacang tolo, mempunyai nilai gizi yang
sangat penting bagi manusia terutama proteinnya yang sangat tinggi dan harganya
yang relatif murah. Oleh karena itu, penulis ingin mengolah kacang merah, kacang
hijau, maupun kacang tolo menjadi makanan yang bercita rasa tinggi, misalnya diolah
menjadi tempe.
Tempe adalah makanan asli Indonesia yang merupakan hasil peragian kacang
kedelai oleh Kapang Rhizopus Oligosporus, bentuknya padat kompak, terdiri dari

butiran-butiran kedelai yang dihubungkan satu sama lain oleh serabut-serabut yang
berwarna putih.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan tempe adalah makanan tradisional yang
sudah dikenal sejak berabad-abad tahun yang lalu, teutama dalam budaya makan
masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Di Indonesia, industri
tempe merupakan industri rakyat, kasiat tempe yang sangat besar, baik dari segi gizi
maupun kesehatan, telah mendorong berkembangnya produk tempe yang kini telah
populer menjadi menu keluarga maupun di dalam seni bidang kuliner
penganekaragaman tempe, terutama tempe yang terbuat dari bahan kacang-kacangan
selain kedelai, yaitu tempe yang terbuat dari kacang merah, kacang hijau dan kacang
tolo.

Kacang merah atau disebut juga Phaseolus Vulgaris termasuk tanaman varietas
polong buncis, bentuknya panjang, bulat atau panjang pipih. Sewaktu polong masih
muda berwarna hijau-muda, hijau tua atau kuning, tetapi setelah tua berubah warna
menjadi kuning atau coklat, bahkan ada pula yang berwarna kuning berbintik-bintik
merah, panjang polong berkisar antara 12-13 cm atau lebih, dan tiap polong
mengandung biji antara 2-6 butir, tetapi kadang-kadang dapat mencapai 12 butir.
Kacang merah ini dapat diperoleh dari buncis (dari bahasa Belanda, boontjes,
Phaseolus vulgaris L.) merupakan sejenis polong-polongan yang dapat dimakan.
Buah, biji, dan daunnya dimanfaatkan orang sebagai sayuran. Sayuran ini kaya
dengan kandungan protein. Ia dipercaya berasal dari Amerika Tengah dan Amerika
Selatan.

Buncis adalah sayur yang kaya dengan protein dan vitamin ini membantu
menurunkan tekanan darah serta mengawal metabolisme gula dalam darah dan amat
sesuai dimakan oleh mereka yang mengidap penyakit diabetes atau hipertensi.
Kandungan serat dan enzim yang tinggi dapat membantu penurunan berat badan.
Kacang buncis tumbuh melilit, mempunyai akar tunggang dan sisi yang
panjang dan memerlukan tiang untuk memanjat.
Adanya perbedaan dari tiap ragam tempe dapat disebabkan senyawa-senyawa
atau asam organik yang terbentuk selama proses fermentasi berbeda jumlahnya, di
mana hal ini memengaruhi bau khas tempe, sehingga bau dari tempe yang dihasilkan
dari tiap ragam tempe juga berbeda. Rhizopus bila ditumbuhkan pada karbohidrat
menghasilkan senyawa-senyawa asam fumarat, asam laktat dan asam suksinat yang
bereaksi dengan senyawa lain hasil penguraian subtrat dan menghasilkan senyawa
yang memberikan aroma atau bau yang khas.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia jamur yang
menghubungkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang kompak. Degradasi
komponen-komponen kedelai pada fermentasi pembuatan tempe membuat tempe
memiliki rasa khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.Tempe banyak
dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Terutama kaum vegetarian
di seluruh dunia banyak yang telah menemukan tempe sebagai pengganti daging.
Dengan ini sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di
Indonesia.
Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada
tempe berbahan kacang merah ini. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari
meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam
lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe kacang merah lebih
mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada
dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan
diare kronis. Dengan pemberian tempe kacang merah ini, pertumbuhan berat badan

penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat.
Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa,
yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).
Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk
meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang
terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah
tempe.
Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi
200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe,
dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.
Tempe berbahan dasar legume mencakup tempe kacang kedelai, tempe koro
benguk (dari biji koro benguk, Mucuna pruriens L.D.C. var. utilis, berasal dari
sekitar Waduk Kedung Ombo), tempe gude (dari kacang gude, Cajanus cajan), tempe
gembus (dari ampas kacang gude pada pembuatan pati, populer di Lombok dan Bali
bagian timur), tempe kacang hijau (dari kacang hijau, terkenal di daerah Yogyakarta),
tempe kacang kecipir (dari kacang kecipir, Psophocarpus tetragnolobus), tempe koro
pedang (dari Canavalia ensiformis), tempe lupin (dari lupin, Lupinus angustifolius),
tempe kacang merah (dari kacang merah, Phaseolus vulgaris), tempe kacang tunggak
(dari kacang tunggak, Vigna unguiculata), tempe kara wedus (dari Lablab purpures),
tempe kara (dari kara kratok, Phaseolus lunatus, banyak ditemukan di Amerika
Utara), dan tempe menjes (dari kacang tanah dan kelapa, terkenal di sekitar Malang).
Tempe berbahan dasar non-legume mencakup tempe mungur (dari biji mungur,
Enterolobium samon), tempe bongkrek (dari bungkil kapuk atau ampas kelapa,
terkenal di daerah Banyumas), tempe garbanzo (dari ampas kacang atau ampas
kelapa, banyak ditemukan di Jawa Tengah), tempe biji karet (dari biji karet,
ditemukan di daerah Sragen, jarang digunakan untuk makanan), dan tempe jamur
merang (dari jamur merang).
Proses membekukan tempe untuk ekspor adalah sbb. Mula-mula tempe diirisiris setebal 2-3 cm dan di-blanching, yaitu direndam dalam air mendidih selama lima

menit untuk mengaktifkan kapang dan enzim. Kemudian, tempe dibungkus dengan
plastik selofan dan dibekukan pada suhu 40C sekitar 6 jam. Setelah beku, tempe
dapat disimpan pada suhu beku sekitar 20C selama 100 hari tanpa mengalami
perubahan sifat penampak warna, bau, maupun rasa. Selain tempe berbahan dasar
kacang kedelai, terdapat pula berbagai jenis makanan berbahan non-kedelai yang juga
disebut tempe. Terdapat dua golongan besar tempe menurut bahan dasarnya, yaitu
tempe berbahan dasar legume dan tempe berbahan dasar non-legume.
Kontaminasi Pada Tempe
Bakteri dan ragi sudah lama diduga ikut serta dalam fermentasi tempe.
Terikatnya mikroorganisme tersebut dapat terjadi selama proses pengolahan, terutama
sesudah perebusan menjelang inokulasi, karena semula diduga bahwa perebusan
mematikan semua bakteri yang tumbuh selama perendaman. Kontaminasi tersebut
dapat berasal dan peralatan dan bahan pembungkus, dan luar atau ditularkan oleh para
pekerja. Disamping itu bakteri dan ragi dapat pula mencemari tempe selama
pemasaran (tanpa ikut serta dalam proses fermentasi).
Keikutsertaan bakteri dalam proses pembuatan tempe memang tidak dapat
dihindari meskipun tempe dibuat secara higienis dalam laboratorium dan dengan
menggunakan inokulum kultur murni, kontaminasi akan selalu terjadi oleh spora
bakteri yang berasal dari kedelai. Karena dengan pertimbangan bahwa pemanasan
bertekanan atau pada suhu tinggi dalam waktu yang lama selama perebusan akan
merusak tekstur kedelai, spora bakteri dan kedelai tidak akan mati. Spora ini akan
tumbuh dan berbiak selama proses fermentasi oleh jamur tempe.
Penelitian baru menunjukkan bahwa bakteri kontaminan dalam fermentasi
tempe bukan hanya oleh bakteri berspora. Dijumpai pula bakteri asam laktat dan
Enterobactericeae berasal dari kontaminan kedelai yang tumbuh dan berbiak selama
perendaman dan tidak terbunuh akibat perebusan kedelai selama 30 menit mendidih.
Diduga berbagai senyawa yang terekstrak dari biji kedelai, kemudian larut dan
terdispersi dalam air rebusan melindungi bakteri kontaminan dan kematian akibat
perebusan.

Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe kacang merah ini yaitu larut air
(vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan
sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe
antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat
(niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak
dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe
ini mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin
yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling
mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33
kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14
kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali
lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan
seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per
100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12
seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak
perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan
tempe dalam menu hariannya.

Anda mungkin juga menyukai