Daftar Isi
.................................................................................................. 3
............................................................................... 12
......................................................................................................... 23
..................................................... 31
............................................................................................. 50
Aksila
37,40 C
Membran timpani** 37,60 C
Demam dibagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap prodome, chill, dan flush
Intinya baik pirogen eksogen maupun endogen dapat menyebabkan terjadinya
inflamasi, dimana pada keadaan inflamasi akan terjadi peningkatan
prostaglandin E2 (PGE2). Nah peningkatan PGE2 ini terdeteksi si pusat
termoregulator di hipotalamus sehingga meningkatkan set point suhu tubuh.
Peningkatan set point suhu tubuh ini akan menimbulkan berbagai respons.
Respons fase akutnya yaitu peningkatan CRP (C-reactive protein), fibrinogen,
dan feritin, penurunan albumin, dan peningkatan circulating-netrofil.
Respons demamnya (febrile respons) akan terjadi peningkatan temperatur,
perubahan dalam sistem imunitas tubuh (peningkatan proliferasi sel B), sistem
S. Pneumonia
N. Meningitidis
H. Influenza tipe B
L. Monositogenesis
E. Coli
Selanjutnya adalah guideline mengenai demam pada anak usia lebih dari 3
tahun yang tidak ditemukan sumber asal demamnya dari mana. Pas kuliah
dokternya sih membacakan guideline ini, jadi yaaa diafalin juga boleh deh biar
aman.
Masuk deh kita ke subbab yang sesuai dengan judul kuliahnya, yaitu
MANAJEMEN DEMAM
jauh deh bedanya tambah panas lah anakanya, udah gitu nguap kan
alkoholnya, nanti anaknya jadi fly2 gimana gitu. Nah loh, jadi dipake ga nih? -,Ga semua demam dikasih antibiotik. Indikasi pemberian antibiotik pada anak
yaitu kalo:
1. Adanya fokus infeksi yang mengindikasikan penyakit pada anak
disebabkan bakteri
2. Neonatus dan anak yang terlihat sakit
3. Demam lebih dari 400C pada anak < 36 bulan, tanpa adanya fokus infeksi
4. Anak tanpa fokus infeksi, tapi hasil tes skrining yang abnormal
Pemberian antibiotiknya tergantung derajat keparahan penyakitnya, status
imunisasi, epidemiologi dan organisme yang endemik didaerah tsb.
Ini nih tabel pilihan antibiotik yang biasa digunakan
AGE
ANTIBIOTICS
DOSE mg/kg BW
0-3 mos
Amox/Ampicillin
Plus
Gentamicin
50
7,5
IV/6 hourly
IV /daily
4 mos 4
yrs
Benzylpenicillin
OR
Ceftriaxone
30/50.000U
50
IV/6 hourly
IV/IM daily
30/50.000U
50
50
50
IV/6 hourly
IV/6 houly
IV/8 hourly
IV/IM daily
Manajemen buat anak kan udah, tapi orang tua awam pasti ketakutan nih liat
anak yang demam tinggi. Jadi ada beberapa saran yang perlu disampaikan
dokternya :
1. Demam sedang atau ringan itu merupakan tanda proses imun. Berarti
demam merupakan pertanda baik utk perlawanan terhadap kuman
2. Orang tua harus lebih memperhatikan interaksi anak dengan
lingkungannya
3. Untuk mencegah dehidrasi diperlukan pemberian air yang sedikit tapi
sering (small frequent drink)
4. Untuk mengurangi rasa gelisah dan tidak nyaman si anak dapat diberikan
antipiretik
5. Jangan membungkus anak terlalu berlebihan pas demam. cukup pake
selimut tipis aja pas demam/menggigil.
Terdapat beberapa keadaan yang mengindikasikan pasien harus dirawat di RS
yaitu :
1. Neonatus < 28 hari dimana dari urinalisis menunjukan infeksi traktus
urinarius (UTI)
2. Terlihat keracunan = riwayat FUO (apaan tuh? Cek diatas kalo lupa )
dan demam yang lama (brp lama hayo? Cek diatas kalo lupa). Tambahan
dari dokternya, anak yang keracunan biasanya terlihat lemah, letih,lesu,
tidur terus dan warna kulitnya akan pucat kebiruan..wew
3. Suspek SBI = ditandai dengan takipneu, mendengkur, kemerahan, sakit
kepala, muntah.
4. Adanya petekiae = bayi dengan demam lebih dari 400 C tanpa diketahui
penyebabnya
5. Anak yang kejang demam untuk pertama kalinya
6. Anak dengan sel darah putih lebih dari 20.000 dengan CRP yang tinggi =
biasanya pada anak dengan diare berdarah, tegang abdomen
(tenderness), ngantuk terus.
10
C: Color dan atau Circulation dan atau Cry warna kulit yang memucat
kebiruan
D : Decreased fluid intake, dicek nya paling gampang dengan urine output. Jadi
pas kuliah dokternya bilang kalo volume lambung anak ukurannya sekitar 180200 cc (sekitar 1 gelas air). Nah untuk mengecek apakah anak ini asupan
cairannya kurang atau engga, caranya dengan cek urinnya. Anak normal
biasanya pipis setiap 4-6 jam sekali. Kalo lebih lama dari itu, mengindikasikan
kemungkinan asupan cairan yang kurang adekuat menyebabkan anak
mengalami dehidrasi.
*Jika seorang anak punya lebih dari 1 tanda diantara ABCD ini, menandakan
anak tersebut memiliki faktor resiko untuk penyakit yang lebih serius.
Kalo ABCD kan tanda toksikemia buat anak 0-36 bulan, kalo tanda untuk anak
(kayanya maksutnya anak diatas usia 36 bulan) yang mengalami toksikemia
yaitu : ngantuk, letargi, iritabel, pucat, takikardi)
Jadi direview yaa, manajemen untuk anak demam yaitu dengan pemberian
antipiretik, external cooling / kompres, dan menangani fever-phobia pada
orang tuanya dengan cara edukasi dll, serta pemberian antibiotik jika ada
indikasinya ya!
Terakhir banget nih, jadi ada algoritma untuk manajemen anak demam usia < 3
tahun. Tapi kalo di copy ke word tulisannya jadi gajelas. Tolong dibaca yaa di
slide ke-24. Makasih
11
Secara umum, kuliah ini menceritakan tentang adanya potensi infeksi yang
didapat seseorang dari fasilitas kesehatan. Yang menjadi korban bukan hanya
pasien, tetapi petugas kesehatan dan pengunjung juga tidak kalah besar
potensinya untuk tertular infeksi. Oleh karena itu, penting bagi kita para calon
petugas kesehatan untuk mengetahui bagaimana langkah yang tepat untuk
mencegahnya.
Infeksi selalu memerlukan suatu rantai kejadian. Tugas kita sebagai dokter
adalah mengenali dan memutuskan rantai infeksi tersebut untuk mencegah
berlanjutnya infeksi. Secara umum rantai tersebut terdiri dari agen penyebab,
reservoir, portal exit, environmental survival, mekanisme penularan, portal
masuk, dosis inokulasi, host mendukung infeksi.
12
kesehatan paling tinggi insidensi nya di dalam ruang ICU. Walau notabene
harusnya yang paling steril, ternyata Hal inin terjadi akibat kondisi pasien yang
lemah, banyaknya petugas kesehatan yang keluar masuk, dan penggunaan
alat-alat intratubuh, juga tindakannya yang lebih radikal (gampang tusuk
atua pake alat tertentu, atau antibiotic yang poten2)
Health care associated infection (HAI)
Adalah suatu kondisi dengan efek lokal ataupun sistemik yang disebabkan
oleh adanya agen penginfeksi atau toksinnya yang tidak ditemukan indikasi
bahwa faktor penyebab tersebut sudah ada sebelum administrasi pasien ke
fasilitas kesehatan. Data untuk membuktikannya dapat diambil dari rekam
medis maupun observasi langsung.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dari definisi tersebut:
Infeksi yang didapat oleh bayi saat dilahirkan (saat melewati jalan lahir,
ex: Neonatarum opthalmica akbiat N. Gonorhea) termasuk dalam HAI
Infeksi transplasental tidak termasuk dalam HAI (HSV, toxo, rubella,
CMV, sifiis) yang nyata kurang dari 48 jam setelah kelahiran
Infeksi yang merupakan ekstensi atau komplikasi dari pathogen yang
udah ada saat pertama kali dirawat. Kecuali klinisnya bener3 beda dan
benar benar menggambarkan adanya infeksi baru
Infeksi yang merupakan reaktivasi infeksi lampau juga tidak termasuk
HAI (herpes zoster, simpleks, TBC, sifilis)
Nah udah tau kan definisi HAI, sekarang definisi infeksi apa hayo? Adalah suatu
kondisi dengan efek lokal ataupun sistemik yang disebabkan oleh adanya
agen penginfeksi atau toksinnya.
Bedain ya sama kolonisasi dan inflamasi:
Kolonisasi: keberadaan mikroba pada kulit/membran mukosa pada luka
terbuka/sekret maupun ekskret yang tidak menunjukkan gejala klinis atau efek
negatif pada pejamunya.
Inflamasi: respon lokal atas jejas (bisa infeksi bisa bukan misalnya zat kimia
atau keganasan)
Tentir I-B Infeksi Imunologi
13
14
Team: Bertanggung jawab dalam pelaksanan sehari hari kontrol infeksi. Anggotanya minimak
adalah praktisi kontrol infeksi yang telah menjalani pelatihan.
Tugasnya apa aja dong ah kakak?
Membentuk dan melakukan kebijakan kontrol infeksi
Monitor dan manage dari kejadian
Mengkoordinasikan dan melakukan training
15
Nah satu masalah paling besar dari kebijakan cuci tangan adalah:
petugas kesehatan tidak patuh. Dan tau ga yang paling gak patuh dari
kelompok apa? Yap dokter!!! Malu ga sih hayo? Kalau tangan kita
kotor kita bakal jadi vektor bagi mikroba (ga ada bedanya deh sama
tikus, lalat, dan nyamuk).
16
17
Cara mencuci tangan dan mennggunakan handrub secara mendetil ada di slide
ya.
Kalo cara cuci tangan tau dong yaa.. ;), Eits tapi ternyata ada persiapannya looh apa aja tuh?
Seperti poin KKD pertama, SIAPKAN ALAT!. apa aja yang butuh?
Air berjalan
Materi sabunnya
Dan pengering paling baik adalah disposable towels, roller towel, pokoknya ga boleh dipake berulang ulang.
Kalo ga ada lap, mending tunggu angin yang membawa butiran air itu pergi #ehcie
18
19
20
4.
5.
6.
7.
8.
9.
21
22
Intinya, antibiotik itu sangat berharga dan harus dijaga penggunaannya agar
bakteri tidak terlalu cepat menjadi resisten. Dan perlu diketahui bahwa
penemuan antibiotik tipe baru lama sekali prosesnya selain itu dianggap tidak
menguntungkan secara finansial sehingga jarang ada yang mau mengampu.
Sekian tentir kali ini semoga bermanfaat selamat belajar jangan lupa baca
slide
23
24
dengan menggunakan syringe. Jika lesi sudah pecah dan berbentuk krusta,
pengambilan spesimen dapat menggunakan swab pada dasar lesi.
Untuk identifikasi bakteri pada kasus-kasus luka, specimen lebih baik
diambil dengan aspirasi atau biopsi dibanding menggunakan swab.
Pertimbangannya adalah pada luka biasanya bakteri yang terlibat adalah
bakteri anaerob. Bakteri ini akan cepat mati jika terpapar udara, namun
dapat hidup apabia ada cairan atau jaringan.
Pada kasus infeksi saluran napas bawah, pengambilan specimen biasanya
dari sputum, bronchial washing, bronchial brushing,bronchoalveolar
lavage,aspirasi trakea, maupun transtrakea.
Infeksi saluran nafas atas swab tenggorok
Spesimen yang diambil selanjutnya dimasukkan ke medium transport.
Idealnya jarak dari pengambilan ke pemeriksaan adalah 30 menit dan paling
lama dua jam. Spesimen dari CSF untuk deteksi virus, specimen dari telinga
luar, feses,urine,dan sputum jika belum bisa diperiksa, harus disimpan di
tempat bersuhu rendah. Spesimen lain misal abses, lesion, luka, cairan
tubuh, CSF untuk bacteria, telinga tengah dan dalam, genital, nasal,
tenggorok, biosi jaringan harus disimpan pada temperatur ruang.
Spesimen juga dapat diambil dari darah. Darah sebagai specimen dapat
menilai adanya bakteremia. Penemuan bakteri di darah walaupun bakteri
tersebut bakteri komensal di tempat lain tetap dianggap bahaya. Beberapa
faktor mempengaruhi keberhasilan identifikasi bakteri dari specimen darah :
1. Tipe bakteremia, apakah transien, intermiten, atau continuous. Pada
bakteremia transien atau intermiten, bakteri kadang tidak dapat
ditemukan di dalam spesimen
2. Metode pengambilan specimen. Pengambilan specimen harus dilakukan
dengan hati-hati karena dapat terjadi kontaminasi dari flora normal yang
ada di kulit seperti Stap.epidermidis sehingga mungkin ditemukan
polimicroba. Di darah biasanya jarang ada polimikroba.
3. Volume darah yang diambil. Biasanya darah diambil dari masing-masing
tangan sebanyak 10 ml untuk pemeriksaan aerob dan 10 ml lagi untuk
pemeriksaan anaerob. Jadi total tangan kanan diambil 20 ml, tangan kiri
juga 20 ml. Semakin banyak darah yang diambil kemungkinan bakteri
25
26
Investigasi Mikrobiologi :
1. Mikroskopik
Salah satu pemeriksaan mikroskopik yang sering dilakukan adalah
pemeriksaan mikroskopik setelah pewarnaan gram. Disini dapat dilihat
jenis bakteri, morfologi, dan susunannya. Dapat juga dilihat debrisdebris dan sel host. (Kata dokternya ini penting banget dilakukan,
apalagi pas awal awal. Soalnya kan kebanyakan ab itu kerjanya
berdasarkan spectrum gram + dan gram kan? jadi begitu ketauan
ininnya bisa dikasih pengobatan empiris dulu deh, biar pasiennya cepet
dpet obat.)
2. Kultur dan Tes Suseptibility
Tes Susceptibility terhadap antibiotik : tidak ada istilah sensitive, super
sensitive, atau hipersensitif. Pelaporan hanya sensitive atau resisten.
Beberapa hasil temuan yang tidak biasa misalnya :
- S.aureus ditemukan resisten terhadap vancomycin, teicoplanin.
linezolid
- Streptococcus pneumoniae didapatkan resisten terhadap
Meropenem, vancomycin, teicoplanin, linezolid
- Enterobacteriaceae didapatkan resisten terhadap Meropenem,
imipenem
- Neisseria gonorrhoeae ditemukan resisten terhadap semua thirdgeneration cephalosporin
- Bakteri Anaerobes secara umum didapatkan resisten terhadap
metronidazole
Jika ada temuan di atas maka pemeriksaan diulangi. Ini dikarenakan
obat-obat yang disebut di atas merupakan obat lini terakhir jika bakteribakteri tersebut tidak sensitive terhadap obat yang lain.
Selain itu hal yang harus diperhatikan adalah beberapa bakteri
dinyatakan telah pasti resisten terhadap antibiotic tertentu, contoh :
- Acinetobacter baumannii
Ampicillin, amoxycillin, 1st gen. cephalosporin
- Pseudomonas aeruginosa
Ampicillin, amoxycillin, 1st and 2nd gen. cephalosporin, cefotaxime,
ceftriaxone, nalidic acid, trimethoprim
- Salmonella spp.
27
28
29
30
Pendahuluan
Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau di dalam organisme lain
(inang/pejamu) dan mendapatkan makanannya dari/mengorbankan organisme
inang tersebut. Patogenesis penyakit akibat infeksi parasit sangat beragam
karena jenis parasit penyebabnya pun bervariasi sekali. Secara umum, parasit
yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia dikelompokkan ke dalam tiga
golongan utama:
1. Protozoa
Organisme bersel satu, mampu bereplikasi di dalam tubuh manusia dan
mampu bertahan hingga menyebabkan infeksi berat. Secara umum terdapat
31
32
Akan tetapi, perlu diingan bahwa imunitas nonspesifik juga berperan besar
dalam pengenalan antigen patogen pada imunitas adaptif. Terlebih lagi,
respons konstituen imunitas nonspesifik terhadap patogen menentukan
diferensiasi sistem imunitas adaptif.
3. Lini ketiga
Dijalankan oleh sistem imun adaptif. Khusus pada saluran gastrointestinal,
terdapat beberapa struktur khusus yang berperan penting dalam
menginisiasi sistem imun adaptif, termasuk di antaranya:
Agregat limfoid pada tonsil
Peyers patch pada mukosa ileum
Folikel limfoid pada mukosa
Sebaran limfosit di antara enterosit dan lamina propria.
Patogenesis dan Imunologi Infeksi Helminth
Karakteristik
Berbagai macam helminth memiliki karakteristik biologis yang berbeda-beda:
Siklus hidup yang berbeda: salah satu perbedaan utama antarhelmint adalah
organisme inang intermediat yang dilewatinya dalam siklus hidup. Jenisnya
sangat beragam, mulai dari siput untuk Schistosoma hingga nyamuk untuk
cacing filaria. Hal ini mempengaruhi mekanisme transmisinya.
Helmint menginfeksi manusia pada tahapan tertentu dalam siklus hidupnya.
Kemudian, helmint akan berkembang, berubah dari bentuk satu menjadi
bentuk lainnya di dalam tubuh manusia. Setiap tahapan siklus kehidupan,
helmint (dan parasit secara umum) mengekspresikan dan/atau melepaskan
antigen permukaan yang berbeda-beda. Dengan demikian, induksi untuk
setiap antigen dapat berbeda-beda dan helmint pun menjadi sulit untuk
dibasmi.
Molekul yang diekspresikan parasit helmint sebagai faktor imunoregulator:
Lipid eikosanoid
: Prostaglandin (PG) E2, PGI, PGD2, dan Lipoksin A4.
Polisakarida
: Oligosakarida hingga polisakarida kompleks.
Polipeptida
: enzim glutation-S-transferase.
Jalur tempat masuknya infeksi pun berbeda: ada yang melalui transmisi
fekal-oral (Ascaris lumbricoides); penetrasi lapisan kulit secara langsung
(Schistosoma sp.); atau gigitan nyamuk/lalat (parasit filaria).
Tentir I-B Infeksi Imunologi
33
Imunopatogenesis
Infeksi helmint dan respons imun yang dihasilkannya mencerminkan interaksi
dinamis antara inang dan parasit tersebut. Interaksi dinamis ini menentukan
derajat kerentanan inang. Parasit pada dasarnya membutuhkan inang untuk
hidup (karena inang menyediakan habitat yg baik dan sumber makanan bagi
parasit). Oleh karena itu, parasit harus mencari suatu cara untuk tetap
berkembang tanpa membunuh inang. Di lain pihak, parasit juga harus
mengelabui sistem imun inang untuk menjamin kehidupannya. Sementara itu,
inang terus berusaha menghasilkan respons imun efektif untuk membasmi
parasit tanpa memberikan efek kerusakan jaringan.
Seperti pada patogen lainnya, respons imun terhadap infeksi parasit terdiri dari
respons imun natural/innate/nonspesifik dan respons imun spesifik:
Respons Imun Nonspesifik
Terutama diperantarai oleh granulosit: eosinofil, basofil, neutrofil, dan sel
mast. Segera setelah infeksi terjadi, granulosit akan teraktivasi karena
kemampuannya mendeteksi molekul tertentu pada permukaan helmint.
Aktivasi ini menginisiasi respons imun pada jaringan tempat helmint
terdeteksi. Selain sebagai inisiator, granulosit juga terlibat secara aktif dalam
eradikasi helmint, terutama pada infeksi saluran cerna. Melalui perantara
mediator kimia yang dikeluarkannya, granulosit menyebabkan perubahan
fisiologi saluran cerna dan meningkatkan produksi mukus. Tidak sampai di
situ, granulosit juga berperan sebagai regulator pada respons imun yang
sedang berlangsung.
Seluruh granulosit (eosinofil, basofil, dan neutrofil) ditambah sel mast
berperan dalam respons imun nonspesifik terhadap infeksi helmint.
A. Eosinofil
Dalam kondisi normal, hanya menyusun 25% dari total leukosit dalam darah. Jumlah ini akan
meningkat dengan drastis saat infeksi helmint
aktif hingga mencapai 40%.
34
dimediasi oleh eotaksin yg dihasilkan oleh sel-sel imun lokal area tersebut.
Beberapa spesies helmint tertentu, seperti Necator americanus, mampu
memecah eotaksin sehingga menghambat rekruitmen eosinofil menuju
lokasi infeksi.
Selain berperan dalam respons imun terhadap helmint, eotaksin juga
terlibat dalam patogenesis eosinophilic esophagitis, suatu penyakit
inflamasi alergik saluran gastrointestinal yang bersifat kronik. Tanda
kardinal dari penyakit ini adalah eosinofilia dan inflamasi pada esofagus.
Selain itu, sejumlah besar eosinofil juga terdeteksi pada esofagus yang
diduga terjadi akibat reaksi terhadap makanan, refluks asam lambung,
atau alergen dari udara. Keseluruhan kondisi ini dapat menginisiasi reaksi
inflamasi.
Eosinofil terutama berperan sebagai efektor respons imun melalui
mediasi protein toksik yang terdapat di dalam granulnya:
Major basic protein-1 (MBP-1): toksin poten bagi helmint; induksi
sekresi histamin oleh sel mast.
Eosinphil peroxidase (EPO): toksin poten bagi helmint.
Eosinophil cationic protein (ECP): toksin poten bagi helmint;
ribonuklease.
RNAse eosinophil-derived neurotoxin (EXN): ribonuklease.
Sesuai dengan peranan granulosit dalam infeksi helmint, eosinofil
berperan sebagai efektor pada infeksi primer dengan berdegranulasi dan
mengeluarkan berbagai protein toksik. Sementara itu, pada infeksi
sekunder, eosinofil terutama berperan sebagai modulator respons imun.
Sebagai contoh, pada infeksi helmint Strongyloides stercoralis, eosinofil
diperlukan untuk menginisiasi respons protektif yg dimediasi oleh IgM.
B. Sel Mast
35
C. Neutrofil
D. Basofil
36
37
Seperti pada semua reaksi imun seluler, akan terbentuk pula sel T
memori (selain sel efektor). Sel T memori merupakan subset sel T
yang memiliki reseptor terhadap antigen spesifik dan mampu
memberikan respons dalam durasi singkat dengan magnitude yang
lebih hebat ketika terpapar oleh antigen tersebut. Sel T memori dapat
ditemukan baik pada organ limfoid sentral maupun perifer.
Pada respons imun sekunder, aktivasi basofil terjadi melalui interaksi
antara IgE-terikat-antigen dengan reseptornya pada permukaan
basofil. Oleh sebab itu, proses ini disebut juga sebagai mekanisme
respons imun dependen-IgE. Aktivasi basofil melalui mekanisme ini
berujung pula pada sekresi sitokin IL-4. Akan tetapi produksi ini
dimulai lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih besar. Perbedaan
lainnya adalah, IL-4 menginduksi sel T memori yg sebelumnya
terbentuk pada respons infeksi primer (bukan sel T naif).
E. Sel T regulator
Merupakan salah satu subset sel T CD4 (5-10% dari total populasi sel T
CD4).
Terbentuk secara natural (seperti subset sel T lainnya) ataupun terbentuk
pada lokasi tempat paparan antigen.
Merupakan imunoregulator yang sangat penting.
Inflamasi
Inflamasi merupakan respons jaringan bervaskularisasi terhadap
luka/kerusakan yang disebabkan oleh agen fisika, kimia, atau biologi, termasuk
infeksi parasit. Respons ini termasuk ke dalam mekanisme pertahanan tubuh
nonspesifik yang diinisiasi oleh pengenalan zat asing/molekul patogen
(karbohidrat, lipid, protein, atau asam nukleat bakteri/virus/jamur/parasit)
oleh pattern recognition receptors (PRR). Beberapa perubahan yang
ditemukan pada saat terjadinya inflamasi adalah:
Demam
38
Semua respons imun seluler diawali dengan proses presentasi antigen oleh
professional APCs pada sel T naif. Diferensiasi sel T naif menjadi sel TH2
ditentukan jenis sitokin yang banyak dihasilkan pada respons imun nonspesifik,
baik oleh sel imun seperti APC, sel B naif, sel mast, basofil ataupun sel lainnya
(sel epitel). Dalam respons imun nonspesifik terhadap infeksi helmint, sitokin
yg dihasilkan mengarahkan diferensiasi sel T naif menjadi sel TH2.
Selanjutnya, sel TH2 menjalankan berbagai fungsi efektor dalam mengeradikasi
helmint patogen melalui perantara berbagai sitokin yang dihasilkannya:
1. IL-4
Menstimulasi class-switching Ig sel B teraktivasi menjadi isotipe IgE dan
IgG4.
39
40
41
Empat subset utama sel T CD4, yakni TH1, TH2, TH17, dan Treg, merupakan
elemen sentral keempat respons imun seluler. Keseimbangan regulasi antara
sitokin proinflamasi dan antiinflamasi menentukan gambaran patologi dan
hasil akhir suatu penyakit. Pada infeksi helmint, TH2 dan Treg memegang
peranan penting: TH2 pada fase akut dari infeksi sementara Treg lebih
dominan pada fase kronis. Treg mensekresikan sitokin IL-10 dan TGF-beta yang
bersifat antiinflamasi. Salah satu efek utama IL-10 adalah perubahan respons
imun humoral yg sebelumnya (pada fase akut) menghasilkan IgE menjadi IgG.
Pengecualian
Kedua organisme helmint ini tidak menginduksi reaksi infeksi helmint klasik
seperti yang dijelaskan di atas: Schistosoma dan filariasis.
A. Infeksi Schistosoma sp.
Terdiri dari 2 fase: fase akut dan kronis. Pada fase akut, respons imun adaptif
yang terjadi terutama dimediasi oleh sel TH1. Alasan mengapa hal ini terjadi
belum diketahui dengan pasti. Seiring berjalannya waktu, infeksi terus
berlanjut dan cacing dewasa pun bertelur. Saat inilah respons imun berubah
hingga lebih didominasi oleh sel TH2 (peralihan dari fase akut menjadi kronis).
Infeksi dikatakan kronis apabila respons imun TH2 sudah termodulasi (seperti
modulasi sistem imun pada infeksi parasit helmintik lainnya).
Skistosomiasis Akut
Menyebabkan penyakit febrile yakni Katayama illness
Terjadi akibat lonjakan kadar sitokin proinflamasi seperti TNF, IL-1, dan
IL-6 yang memuncak 6-8 minggu setelah infeksi.
42
43
http://www.cdc.gov/parasites/about.html
http://www.acaai.org/allergist/allergies/Types/foodallergies/types/Pages/eosinophilic-esophagitis.aspx
Patogenesis dan Imunologi Infeksi Protozoa
Meskipun ada banyak protozoa yang dapat menyebabkan infeksi pada
manusia, di bagian ini hanya akan dibahas patogenesis dan imunologi infeksi
malaria.
Seperti yg telah kita ketahui, infeksi malaria disebabkan oleh parasit bersel 1
yakni Plasmodium , sp. Di dalam tubuh manusia, plasmodium mengalami
perkembangan bertahap yang terdiri dari berbagai bentuk intermediet. Oleh
sebab itu, respons imun terhadap malaria bersifat kompleks. Selain itu,
respons tersebut juga bervariasi antarspesies plasmodium yg menyebabkan
infeksi.
Pada dasarnya, respons imun nonspesifik dan spesifik bekerja sama untuk
mencegah patologi berat pada organ tertentu serta membatasi parasitemia
dengan cara menurunkan jumlah total parasit yang menginfeksi sel dan
bersirkulasi.
Imunitas pada Infeksi Malaria
Berdasarkan outcome klinisnya, terdapat tiga jenis imunitas pada infeksi
malaria:
1. Imunitas terhadap Parasit
Pada kondisi ini, sistem imun pasien secara adekuat merespons terhadap
parasit sehingga parasit dapat dieradikasi dari tubuh dan ditandai dengan
kondisi aparasitemia.
2. Imunitas terhadap Penyakit/ Imunitas Klinis
44
45
infeksi sel inang yang berbeda ini (infeksi hepatosit dan eritrosit) menginduksi
jalur respons imun berbeda pula:
1. Infeksi hepatosit menginduksi respons imun seluler berupa aktivasi sel T CD8
menjadi sel T sitotoksik yang melisiskan hepatosit terinfeksi. Proses aktivasi
dan diferensiasi ini diinisasi oleh presentasi antigen plasmodium yang
tertinggal pada kulit saat inokulasi pertama kali oleh vektor. Antigen
kemudian disalurkan melalui pembuluh limfatik menuju kelenjar getah
bening. Salah satu antigen plasmodium yg dipresentasikan adalah protein
sirkumsporozoit.
2. Sementara itu, infeksi eritrosit menginduksi respons imun seluler melalui
perantara sel TH1. Eritrosit terinfeksi mengekspresikan protein antigen pada
membran selnya. Protein ini dapat dideteksi oleh APCs seperti sel dendritik
dan makrofag. Penjelasan ini saya terjemahkan dari gambar, agak blunder
sebetulnya karena sel dendritik itu biasanya adanya di jaringan perifer,
pembuluh limfatik, atau organ limfoid sementara makrofag di pembuluh
darah juga belum sepenuhnya matur (a.k.a.: monosit). Ada satu jenis sel
dendritik, yaitu sel dendritik plasmasitoid yg lebih banyak di pembuluh
darah. Tapi subtipe sel dendritik yg satu ini terutama berperan dalam infeksi
virus. Karena gambarnya gak disertai sumber jurnal jadi yodah deh gak bisa
dilacak penjelasannya.
Yang selanjutnya terjadi adalah proses aktivasi sel T CD4 naif dan
diferensiasinya menjadi sel TH1. Sitokin IFN-gamma yang disekreskan
berbagai sel (terutama sel TH1, tetapi sel NK dan sel T juga produksi IFNgamma) akan meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Makrofag
yang teraktivasi merespons, salah satunya, dengan meningkatkan sekresi
46
47
Pajanan pertama kali (primer) saat anak berusia di bawah 2 tahun hanya
menimbulkan gejala ringan karena keterbatasan sitokin proinflamasi yg
dihasilkan oleh sistem imun. Mengapa demikian? Karena pada usia < 2
tahun sistem imun adaptif/spesifik seorang anak belum berkembang dengan
sempurna sehingga respons inflamasi yang terjadi tidak berlebihan dan
cukup untuk mengeradikasi parasit secara efektif. Akan tetapi, pajanan
pertama ini tetap menghasilkan subset sel T memori yg berjaga-jaga untuk
merespons dengan lebih cepat dan lebih hebat.
Jika pajanan kedua terjadi saat sistem imun anak sudah berkembang
sempurna, sel T memori yg sebelumnya terbentuk akan menginisiasi
sistem imun adaptifnya untuk memberikan respons hebat. Meskipun inisiasi
ini bertujuan untuk membasmi parasit, inflamasi hebat yg dihasilkan justru
malah bersifat merugikan. Akibatnya bisa sampai terjadi syok sistemik atau
malaria serebral.
Pajanan secara kronis setelah pajanan kedua, sama seperti infeksi kronis
helmint, justru menyebabkan stimulasi sel Treg yg mensekresikan sitokin
antiinflamasi (IL-10 dan TGF-beta). Sitokin ini menghambat kerja sitokin
proinflamasi. Akibatnya infeksi parasit terus terjadi, tetapi pasien tidak
menunjukkan gejala klinis (kondisi yg dikenal sebagai imunitas klinis).
Area Nonendemis atau Endemis Rendah
Berkebalikan dengan yg terjadi pada area endemis malaria, pada area endemis
rendah/nonendemis, risiko terjadinya malaria berat lebih besar pd org
dewasa. Hal ini diduga terjadi akibat reaksi silang sel TH1.
48
49
Jika infeksi terus berlanjut, meskipun tanpa gejala klinis yg begitu hebat karena
infeksi cenderung terkontrol, tetap akan terjadi induksi sel Treg yg
menghasilkan sitokin antiinflamasi imunitas klinis.
Selamat datang di tentir farmako lagi.. Kali ini kita akan bahas mengenai
immunomodulator dan antipiretik. Meskipun immunomodulator ini
kompetensinya dokter spesialis, ada baiknya kita juga tau loh... Tapi hukumnya
NICE TO KNOW nih.. (diulang mulu sama dr. Dewi loo). Kata dr.Dewi pas kuliah
sih gak banyak ditanya yg immunomodulator, paling yang antipiretiknya aja yg
banyak.. Jadi yg kepepet a.k.a SKS, yaaa, saya serahkan keputusannya pada diri
anda..
Sip... Ready... Start... GO!!!
-IMMUNOMODULATORMeskipun sistem imun kita sangat berguna untuk pertahanan diri, ternyata,
terkadang dia bisa bersikap mengganggu. Bisa jadi kerjanya berlebihan,
autoimun, bahkan sampai yang fungsinya tidak adekuat. Maka dalam keadaan
seperti ini dibutuhkanlah IMMUNOMODULATOR, yaitu suatu obat yang
berfungsi untuk menekan (IMMUNOSUPRESAN) atau meningkatkan
(IMMUNOSTIMULAN) respon imun. Khusus imunostimulan, obat-obatannya
tidak terlalu banyak dibicarakan sebab masih banyak diperdebatkan (terutama
cost and benefit ratio-nya).
50
Kortikosteroid
(Glukokortikoid)
Inhibitor
kalsineurin
Agen sitotoksik
Immunosupresan
Immunomodulator
Immunostimulan
Mycophenolate
mofetil
Antibodi
immunosupresif
1. Immunosupresan
Obat-obatan immunosupresan biasanya diindikasikan untuk:
Pencegahan pada respon penolakan tranplantasi organ/jaringan
Penyakit autoimun
Pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus (Eritroblastosis fetalis)
Kortikosteroid
Sebagai immunosupresan, kortikosteroid memiliki efek:
Redistribusi sel B dan sel T matur dari sirkulasi menuju sumsum tulang
dan limpa, hambat neutrofil di pembuluh darah keluar ke jaringan
Menimbulkan penurunan jumlah limfosit, monosit, eosinofil, basofil
dalam sirkulasi dan meningkatkan jumlah neutrofil dalam sirkulasi
(neutrofilia)
Hambat produksi sitokin seperti IL-1, IL-2, IL-6, IFN-, TNF-
Hambat aktivasi dan proliferasi sel T dengan menghambat produksi IL2 dan sitokin lainnya untuk ekspansi klon
Farmakodinamik
Glukokortikoid bekerja pada Glucocorticoid Response Elements (GRE) di DNA
sehingga akan mempengaruhi regulasi transkripsi gen.
51
52
53
Inhibitor kalsineurin
Kalau menurut Goodman and gillman, obat immunosupresif yang rutin
digunakan dan paling efektif mungkin adalah inhibitor kalsineurin ini, seperti
cyclosporin dan tacrolimus.
Farmakodinamik
54
55
56
endotel. Oleh karena itu, obat ini sangat bermanfaat untuk terapi
psoriasis.
Farmakodinamik
Inhibisi dihidrofenolat reduktase blokade
thymidilate dan sintesis purin. Bekerja pada fase S
siklus sel sehingga mengganggu fungsi sel T.
Farmakokinetik
Absorpsi melalui sistem GI lebih baik pada dosis
kecil (<25 mg/m2). Pada dosis besar diabsorpsi
secara tidak lengkap sehingga seringkali diberikan
IV untuk dosis besar. Distribusi ke rongga tubuh
seperti peritoneal dan pleura lambat. 50%
methotrexate terikat plasma protein. >90% dosis yg
diberikan akan di ekskresikan melalui urin.
Indikasi
Dapat digunakan sebagai obat tungal maupun
kombinasi dengan cyclosporine untuk mencegah
reaksi penolakan tranplantasi organ, rheumatoid
artritis, dan psoriasis.
Kontraindikasi
Pada wanita hamil
Efek Samping
Myelotoksisitas, sirosis hati, gangguan sistem
gastrointestinal
PERHATIAN
HATI-HATI!! Jangan pernah mengkombinasikan
dengan Trimethoprim-Sulfamethoxazole,
Probenecid, Salicylate.
3. Cyclophosphamide
Farmakodinamik
Terutama menghambat sel B dan sedikit pada sel T
dengan mekanisme alkilasi DNA.
Farmakokinetik
Dapat diberikan oral dan IV. Absorpsi oral baik.
Obat akan diaktivasi oleh CYP2B menjadi 4hydroxycyclophosphamide. Obat akan dieliminasi
melalui metabolisme hepatik. Tmax=1 jam. T1/2=7
jam.
Indikasi
Pada dosis kecil diindikasikan untuk penyakit
autoimun seperti SLE, idiopathic trombocytopenia
purpura, rheumatoid artritis, sindrom nefrotik.
Kontraindikasi
Memiliki efek teratogenik sehingga
dikontraindikasikan pada wanita hamil.
Efek Samping
Sistitis hemoragik, pancytopenia, kardiotoksisitas
Mycophenolate mofetil= 2-morpholinoethyl ester dari asam mycophenolic
Farmakodinamik Mycophenolate mofetil merupakan prodrug yang akan
dihidrolisis cepat menjadi asam mycophenolat (MPA).
57
58
59
ANTIPIRETIK
60
61
Farmakokinetik
Indikasi
Kontraindikasi
Efek Samping
Dosis
62
63
Dosis (antipiretik)
64