Anda di halaman 1dari 64

SAP TENTIR FKUI 2010

Tentir I-B Modul Infeksi-Imunologi

Krisna. Andika. Angga. Damar P. David. Fauzan.


Gaby. Harsya. Nindy. Prilly. Rissa. There. Vania. Widia. Damar U.
Tasha. Karina W. Nada. Febri. Wanda. Sahar. Caka. Yusra.Lusi. Aga.
Joseph. Yohanes. Melody. Gadis. Olin. Moses. Niken
Layout by Muthia.

Daftar Isi
.................................................................................................. 3
............................................................................... 12
......................................................................................................... 23
..................................................... 31
............................................................................................. 50

Tentir I-B Infeksi Imunologi

SAP FKUI 2010

Demam merupakan keluhan pada anak yang


Definisi
paling sering dilaporkan orang tua.
anak = sampai usia 18 thn
Manifestasi klinis demam pada anak
neonatus = < 30 hari
berbeda-beda. Ada anak yang kalo demam
biasa aja, masih bisa lari-larian, tapi ada juga
anak yang gara-gara demam jadi ngga aktif loncat sana, loncat sini lagi.
Biasanya anak akan mulai lesu kalo suhu tubuhnya udh lebih dari 38 0.
Sebenernya kan demam cuma gejala, jadi kalo mau nanganin demam,
sebaiknya hilangkan saja penyebab demamnya, misalnya dengan antibiotik.
Tapi kalo demamnya mengganggu aktivitas atau orang tuanya cemas karena
anaknya demam atau udah ada komplikasi, baru deh dikasih tuh obat penurun
suhu/panas. Nah yang jadi masalah itu kalo ada demamnya, tapi ga ditemukan
penyebabnya. Hayoloh
Di kuliah ini sedikit dijelasin ttg patogenesis demam. Jadi demam itu adalah
peningkatan suhu tubuh diatas normal sebagai respons di pusat pengaturan
suhu terhadap kondisi patologis tubuh.
Suhu dimana pasien dikatakan demam, berbeda-beda tergantung lokasi
pengukurannya :
Rektal*
380 C
Oral/mulut 37,60 C

Aksila
37,40 C
Membran timpani** 37,60 C

*pengukuran suhu rektal tidak disarankan bagi non petugas kesehatan


**diukur menggunakan sinyal dari transducer dimana sinyal harus diarahkan
tegak lurus (900) ketika melewati membran timpani. Ribet banget ya? Makanya
ga disarankan untuk dipakai karena selain ribet, telinga anak kecil juga kecil -,-
Demam itu merupakan gejala fisiologis, yang bagus buat nandain tubuh kita
lagi berperang melawan kuman-kuman atau pirogen (sebutan buat penyebab
demam). Ketika pirogen masuk, tubuh ingin meningkatkan suhu tubuh agar
reaksi biokimia untuk menetralisir pirogen bisa terjadi. Nih ada gambar tentang

Tentir I-B Infeksi Imunologi

SAP FKUI 2010

patogenesis demam dari slide yang bagus banget buat ngejelasin


patogenesisnya

Demam dibagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap prodome, chill, dan flush
Intinya baik pirogen eksogen maupun endogen dapat menyebabkan terjadinya
inflamasi, dimana pada keadaan inflamasi akan terjadi peningkatan
prostaglandin E2 (PGE2). Nah peningkatan PGE2 ini terdeteksi si pusat
termoregulator di hipotalamus sehingga meningkatkan set point suhu tubuh.
Peningkatan set point suhu tubuh ini akan menimbulkan berbagai respons.
Respons fase akutnya yaitu peningkatan CRP (C-reactive protein), fibrinogen,
dan feritin, penurunan albumin, dan peningkatan circulating-netrofil.
Respons demamnya (febrile respons) akan terjadi peningkatan temperatur,
perubahan dalam sistem imunitas tubuh (peningkatan proliferasi sel B), sistem

Tentir I-B Infeksi Imunologi

SAP FKUI 2010

endokrin (misalnya: peningkatan kadar katekolamin), dan efek fisiologis (cth:


vasokonstriksi).
Berdasarkan bagan diatas, selama fase-fase demam, akan terjadi keadaan
dimana suhu tubuh dibawah set poin, karena prostaglandin E2 baru
dikeluarkan, dan tubuh belum bisa catch up. Cara untuk meningkatkan suhu
tubu yaa dengan menggigil, meningkatkan metabolisme sel, dan
vasokonstriksi. Akibat proses pengumpulan dan konservasi panas tubuh
tersebut, sampailah suhu tubuh sama kaya set pointnya hipotalamus. Nah
karena adanya resolusi dari proses inflamasi atau dikeluarkannya antipiretik
dari dalam tubuh, maka set point suhu tubuh akan berkurang . jadilah suhu
tubuh kita diatas set point.
Untuk mengurangi suhu tubuh, maka dilakukan beberapa mekanisme, yaitu
dengan berkeringat dan vasodilatasi. Abis itu sama deh suhu tubuh dengan set
pointnya. Jadi kalo ketemu ibu-ibu yang takut karena anaknya demam, bialngin
aja kalo demam bisa turun sendiri sebenernya *berdasarkan fase-fase diatas.
Dan sebagai tambahan kasitau aja kalo demam itu gaakan bikin anaknya
meninggal, tapi penyebab demam yang tetap ada didalam tubuh yang mungkin
bisa bikin anak meninggal.
Masuk ke klasifikasi demam. demam diklasifikasi menjadi 3 kelas, yaitu :
1. Demam dengan tanda lokal. Fever with Localizing Signs (FWLS) ini
merupakan kasus terbanyak, yaitu sekitar 75%. Penyebab terseringnya
infeksi traktus urinarius (UTI) dimana durasinya biasanya < 1 minggu.
2. Demam tanpa tanda lokal. Fever without Localizing Signs (FWOLS)
biasanya disebabkan karena infeksi virus atau bisa juga infeksi traktus
urinarius. Durasinya sama kaya FWLS biasanya < 1 minggu.
3. Demam yang belum diketahui penyebabnya. Pyrexia / Fever of Unknown
Origin (PUO/ FUO) ini bareng sama FWLS menyebabkan sekitar 25%
demam. biasanya demam yang lebih dari 1 minggu, dimana penyebab
terseringnya adalah infeksi atau bisa juga juvenile idiopathic artritis (JIA)
Di slide ada tabel tentang semua penyebab demam berdasarkan ketiga
klasifikasi demam ini. Kalo mau liat, sambil dibuka aja ya slidenyaa
Tentir I-B Infeksi Imunologi

SAP FKUI 2010

Pas kuliah dokternya menjelaskan tentang beberapa hal terkait penyebab


demam:
Salah satu penyebab FWOLS adalah infeksi human herpes-6 (HH-6)
dimana biasanya demam akan turun pada hari keempat, baru setelah itu
ruam merah/rush akan terlihat dikulit.
Penyebab lain FWOLS yaitu Infeksi Malaria harus menjadi DD apabila
pasien pernah terpajan ke daeran endemik malaria. Contoh daerahnya
di Jakarta yaitu kepulauan seribu
Penyebab lain FWOLS yaitu post-vaksinasi, misalnya vaksin DPT dan
campak. Demam akibat vaksin DPT akan timbul 1 hari setelah divaksin,
sedangkan pada campak 5-7 hari setelah vaksin dan demam tidak terlalu
tinggi.
Pada FUO, salah satu penyebabnya adalah SLE, biasanya pada anak
perempuan dengan hasil lab menunjukan hematuria.
Adalagi nih yang namanya serious bacterial illness (SBI), yaitu invasi dari
bakteri ke tubuh anak yang menyebabkan meningitis, bakteremia/sepsis,
enteritis, pneumonia, perikarditis, osteomielitis, artritis septik, dan selulitis.
Bakteri penyebabnya yaitu :

S. Pneumonia
N. Meningitidis
H. Influenza tipe B
L. Monositogenesis
E. Coli

Selanjutnya adalah guideline mengenai demam pada anak usia lebih dari 3
tahun yang tidak ditemukan sumber asal demamnya dari mana. Pas kuliah
dokternya sih membacakan guideline ini, jadi yaaa diafalin juga boleh deh biar
aman.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

SAP FKUI 2010

Masuk deh kita ke subbab yang sesuai dengan judul kuliahnya, yaitu
MANAJEMEN DEMAM

FYI, suhu tubuh manusia itu


berfluktuasi secara fisiologis.
Dimana suhu terendah
dicapai pada jam 5 pagi dan 5
sore lho

Demam yang berbahaya misalnya yang


berhubungan dengan sistem neurologi
(misalnya: dibarengi dengan penurunan
kesadaran) dan sistem kardio&respi
(dibarengi dengan berdebar-debar).

Untuk tatalaksana demam, dapat


menggunakan antipiretik seperti
parasetamol dan ibuprofen (cara kerja: cek tentir farmako). Antipiretik hanya
diberikan supaya anak merasa nyaman dan orang tua merasa tenang.
Parasetamol dan ibuprofen tidak boleh diberikan lebih dari 48 jam.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

SAP FKUI 2010

Ibuprofen tidak direkomendasikan untuk bayi dibawah 6 bulan, dan tambahan


dari dokternya pas kuliah ibuprofen juga tidak digunakan pada anak yang
menderita dengue karena dapat meningkatkan sekresi asam lambung serta
menurunkan trombosit. Dokternya juga bilang PCT dipake kalo suhu > 38 0C
akan bekerja menurunkan panas selama 4 jam sedangkan ibuprofen dipake
kalo >390C dan akan bekerja menurunkan panas selama 6 jam.
terus abis 4 dan 6 jam gimana? Yah kalo penyebab demamnya belum
dieradikasi, pasti suhu tubuh sianak akan meningkat lagi setelah 4 atau 6 jam.
obat-obat antipiretik ini juga hanya dapat menurunkan suhu tubuh sekitar 1 0C
saja.
Syarat antipiretik yang ideal, yaitu:
Cepat dan efektif dalam menurunkan suhu tubuh
Berada dalam bentuk oral dan sediaan supositoria (lewat anus). Obat
supositoria ini tidak rutin digunakan dan TIDAK memiliki efek yang lebih
cepat. Namun obat ini bakalan berguna kalo anaknya ga bisa minum
oral, misalnya lagi muntah-muntah,dll.
Efek samping dan efek toksik yang lemah
Interaksi dengan obat lain rendah dan kontraindikasi jarang terjadi.
Aman dan murah
Selain antipiretik, metode fisik yang dapat digunakan untuk mengurangi
temperatur tubuh yaitu bed rest dan external cooling. External cooling
(kompres) yang bener itu dilakukan bila temperatur tubuh sedah mencapai 40 0
atau lebih, menggunakan air hangat 300 , 1 jam setelah pemberian antipiretik,
selama 30 menit.
Kenapa ga dengan air dingin? Karena takutnya ketika suhu dingin dari kompres
mendinginkan tubuh, set point akan merasa bahwa suhu tubuh sudah turun,
akhirnya proses penurunan panas yang alami akan terhambat, malah ga turunturun. Dokternya pas kuliah juga bilang kalo sebenernya penelitian
menunjukan proses penurunan suhu pada demam akan sama aja antara pake
kompres atau tidak. Nah ada juga yang bilang kompres alkohol kan? lebih ga
boleh lagi, jadi si alkohol itu kan nyerep panas nah nanti set point malah makin

Tentir I-B Infeksi Imunologi

SAP FKUI 2010

jauh deh bedanya tambah panas lah anakanya, udah gitu nguap kan
alkoholnya, nanti anaknya jadi fly2 gimana gitu. Nah loh, jadi dipake ga nih? -,Ga semua demam dikasih antibiotik. Indikasi pemberian antibiotik pada anak
yaitu kalo:
1. Adanya fokus infeksi yang mengindikasikan penyakit pada anak
disebabkan bakteri
2. Neonatus dan anak yang terlihat sakit
3. Demam lebih dari 400C pada anak < 36 bulan, tanpa adanya fokus infeksi
4. Anak tanpa fokus infeksi, tapi hasil tes skrining yang abnormal
Pemberian antibiotiknya tergantung derajat keparahan penyakitnya, status
imunisasi, epidemiologi dan organisme yang endemik didaerah tsb.
Ini nih tabel pilihan antibiotik yang biasa digunakan
AGE

ANTIBIOTICS

DOSE mg/kg BW

0-3 mos

Amox/Ampicillin
Plus
Gentamicin

50
7,5

IV/6 hourly
IV /daily

4 mos 4
yrs

Benzylpenicillin
OR
Ceftriaxone

30/50.000U
50

IV/6 hourly
IV/IM daily

30/50.000U
50
50
50

IV/6 hourly
IV/6 houly
IV/8 hourly
IV/IM daily

Over 4 yrs The COMBINATION OF


Benzylpenicilin PLUS
Di/Flucl/Nafcillin
OR as A SINGLE AGENT
Cefotaxim OR
Ceftriaxon

Manajemen buat anak kan udah, tapi orang tua awam pasti ketakutan nih liat
anak yang demam tinggi. Jadi ada beberapa saran yang perlu disampaikan
dokternya :

Tentir I-B Infeksi Imunologi

SAP FKUI 2010

1. Demam sedang atau ringan itu merupakan tanda proses imun. Berarti
demam merupakan pertanda baik utk perlawanan terhadap kuman
2. Orang tua harus lebih memperhatikan interaksi anak dengan
lingkungannya
3. Untuk mencegah dehidrasi diperlukan pemberian air yang sedikit tapi
sering (small frequent drink)
4. Untuk mengurangi rasa gelisah dan tidak nyaman si anak dapat diberikan
antipiretik
5. Jangan membungkus anak terlalu berlebihan pas demam. cukup pake
selimut tipis aja pas demam/menggigil.
Terdapat beberapa keadaan yang mengindikasikan pasien harus dirawat di RS
yaitu :
1. Neonatus < 28 hari dimana dari urinalisis menunjukan infeksi traktus
urinarius (UTI)
2. Terlihat keracunan = riwayat FUO (apaan tuh? Cek diatas kalo lupa )
dan demam yang lama (brp lama hayo? Cek diatas kalo lupa). Tambahan
dari dokternya, anak yang keracunan biasanya terlihat lemah, letih,lesu,
tidur terus dan warna kulitnya akan pucat kebiruan..wew
3. Suspek SBI = ditandai dengan takipneu, mendengkur, kemerahan, sakit
kepala, muntah.
4. Adanya petekiae = bayi dengan demam lebih dari 400 C tanpa diketahui
penyebabnya
5. Anak yang kejang demam untuk pertama kalinya
6. Anak dengan sel darah putih lebih dari 20.000 dengan CRP yang tinggi =
biasanya pada anak dengan diare berdarah, tegang abdomen
(tenderness), ngantuk terus.

Ternyata untuk mengetahui seorang anak usia 0-36 bulan mengalami


toksikemia atau tidak, ada tanda-tanda yang bisa dilihat nih :
A : Arousal, Alertness, Activity intinya anaknya jadi letih,lemah,lesu,dan
tidak responsif deh
B : breathing difficulties sulit bernafas
Tentir I-B Infeksi Imunologi

10

SAP FKUI 2010

C: Color dan atau Circulation dan atau Cry warna kulit yang memucat
kebiruan
D : Decreased fluid intake, dicek nya paling gampang dengan urine output. Jadi
pas kuliah dokternya bilang kalo volume lambung anak ukurannya sekitar 180200 cc (sekitar 1 gelas air). Nah untuk mengecek apakah anak ini asupan
cairannya kurang atau engga, caranya dengan cek urinnya. Anak normal
biasanya pipis setiap 4-6 jam sekali. Kalo lebih lama dari itu, mengindikasikan
kemungkinan asupan cairan yang kurang adekuat menyebabkan anak
mengalami dehidrasi.
*Jika seorang anak punya lebih dari 1 tanda diantara ABCD ini, menandakan
anak tersebut memiliki faktor resiko untuk penyakit yang lebih serius.
Kalo ABCD kan tanda toksikemia buat anak 0-36 bulan, kalo tanda untuk anak
(kayanya maksutnya anak diatas usia 36 bulan) yang mengalami toksikemia
yaitu : ngantuk, letargi, iritabel, pucat, takikardi)
Jadi direview yaa, manajemen untuk anak demam yaitu dengan pemberian
antipiretik, external cooling / kompres, dan menangani fever-phobia pada
orang tuanya dengan cara edukasi dll, serta pemberian antibiotik jika ada
indikasinya ya!
Terakhir banget nih, jadi ada algoritma untuk manajemen anak demam usia < 3
tahun. Tapi kalo di copy ke word tulisannya jadi gajelas. Tolong dibaca yaa di
slide ke-24. Makasih

Sumber : slide kuliah dan perkataan dosen pas kuliah.


Makasih sudah baca tentirnyaa, tunggu aku dimodul selanjutnya yaa,
insyaAllah ;)

Tentir I-B Infeksi Imunologi

11

SAP FKUI 2010

Secara umum, kuliah ini menceritakan tentang adanya potensi infeksi yang
didapat seseorang dari fasilitas kesehatan. Yang menjadi korban bukan hanya
pasien, tetapi petugas kesehatan dan pengunjung juga tidak kalah besar
potensinya untuk tertular infeksi. Oleh karena itu, penting bagi kita para calon
petugas kesehatan untuk mengetahui bagaimana langkah yang tepat untuk
mencegahnya.
Infeksi selalu memerlukan suatu rantai kejadian. Tugas kita sebagai dokter
adalah mengenali dan memutuskan rantai infeksi tersebut untuk mencegah
berlanjutnya infeksi. Secara umum rantai tersebut terdiri dari agen penyebab,
reservoir, portal exit, environmental survival, mekanisme penularan, portal
masuk, dosis inokulasi, host mendukung infeksi.

Sumber dari agen penyebab bisa berupa manusia (pasien, petugas,


pengunjung), hewan, dan arthropoda (serangga) atau dari lingkungan. Untuk
penyebaran di fasilitas kesehatan yang paling harus diperhatikan adalah
penyebaran antar manusia yaitu pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan
yang membentuk suatu lingkaran setan penularan. Penularan di fasilitas
Tentir I-B Infeksi Imunologi

12

SAP FKUI 2010

kesehatan paling tinggi insidensi nya di dalam ruang ICU. Walau notabene
harusnya yang paling steril, ternyata Hal inin terjadi akibat kondisi pasien yang
lemah, banyaknya petugas kesehatan yang keluar masuk, dan penggunaan
alat-alat intratubuh, juga tindakannya yang lebih radikal (gampang tusuk
atua pake alat tertentu, atau antibiotic yang poten2)
Health care associated infection (HAI)
Adalah suatu kondisi dengan efek lokal ataupun sistemik yang disebabkan
oleh adanya agen penginfeksi atau toksinnya yang tidak ditemukan indikasi
bahwa faktor penyebab tersebut sudah ada sebelum administrasi pasien ke
fasilitas kesehatan. Data untuk membuktikannya dapat diambil dari rekam
medis maupun observasi langsung.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dari definisi tersebut:
Infeksi yang didapat oleh bayi saat dilahirkan (saat melewati jalan lahir,
ex: Neonatarum opthalmica akbiat N. Gonorhea) termasuk dalam HAI
Infeksi transplasental tidak termasuk dalam HAI (HSV, toxo, rubella,
CMV, sifiis) yang nyata kurang dari 48 jam setelah kelahiran
Infeksi yang merupakan ekstensi atau komplikasi dari pathogen yang
udah ada saat pertama kali dirawat. Kecuali klinisnya bener3 beda dan
benar benar menggambarkan adanya infeksi baru
Infeksi yang merupakan reaktivasi infeksi lampau juga tidak termasuk
HAI (herpes zoster, simpleks, TBC, sifilis)
Nah udah tau kan definisi HAI, sekarang definisi infeksi apa hayo? Adalah suatu
kondisi dengan efek lokal ataupun sistemik yang disebabkan oleh adanya
agen penginfeksi atau toksinnya.
Bedain ya sama kolonisasi dan inflamasi:
Kolonisasi: keberadaan mikroba pada kulit/membran mukosa pada luka
terbuka/sekret maupun ekskret yang tidak menunjukkan gejala klinis atau efek
negatif pada pejamunya.
Inflamasi: respon lokal atas jejas (bisa infeksi bisa bukan misalnya zat kimia
atau keganasan)
Tentir I-B Infeksi Imunologi

13

SAP FKUI 2010

Untuk HAI ternyata ada daerah tubuh predileksinya loh :


1. UTI akibat kateter urine dan prosedur invasif lain
2. LRTI (lower respiratory tract) penggunaan ventilator, aspirasi, NGT
3. Luka bedah tangan dokter jorok (yang suka ngupil jgn jadi dokter
bedah donk :)), antibiotik profilaksis kurang, metode bedah salah,
penanganan luka kurang baik
4. Sepsis (BSI) Blood systemic infection infus, ICU, neonatus
HAI dan resistensi antibiotik ternyata erat kaitannya dengan manajemen
fasilitas kesehatan yang buruk makanya wajib bagi fasilitas kesehatan untuk
mengontrol HAI dan juga penggunaan antibiotik.
Dirty hands, human cost
HAI secara garis besar akan berefek pada:

Sakit tambah parah (yaiya donk)


Dirawatnya tambah lama (you dont say?)
Disabilitas jangka panjang (komplikasinya gitu)
Mortalitas meningkat (infeksi bisa bahaya kalau tidak cepat ditangani)
Beban ekonomi (mahal kan biaya nginep di RS masih murahan hotel
melati)

Nah untuk mengontrol infeksi ternyata udah ada programnya:


1. Praktik pengendalian infeksi dasar : pencegahan infeksi standar dan
adisional (apd, handrub)
2. Edukasi dan training petugas kesehatan
3. Proteksi petugas kesehatan (maksudnya lebih ke imunisasi)
4. Identifikasi bahaya dan penanggulangannya
5. Protokol praktik kedokteran seperti teknik asepsis, alat sekali pakai,
aturan pemakaian alat berulang, penggunaan antibiotik, manajemen
cairan tubuh termasuk darah, dan penanganan sampah medis yang jelas.
6. Manajemen lingkungan rumah sakit (makanan, korden, sprei, bantal,
sampah, hama,)

Tentir I-B Infeksi Imunologi

14

SAP FKUI 2010

7. Pengawasan (maksudnya semua program diawasi pelaksanaannya biar


ga sia-sia)
8. Monitoring insiden (untuk tolak ukur dan evaluasi)
9. Outbreak investigation (misalkan terjadi outbreak langsung dicari tahu
akar permasalahannya)
10. Kontrol infeksi khusus (misal pasien TB, HIV, dll)
11. Riset (senantiasa mencari metode yang lebih baik :D)
Sekarang siap-siap nih para calon admin RS, admin RS sudah seharusnya
melakukan pembentukan komite pengendali infeksi (HICC) yang kemudian
mendelegasikan tim pengendali infeksi serta memfasilitasi jalannya
pengendalian infeksi (duit lagi duit lagi). Selain itu, pihak RS juga harus
memanajemen lingkungan RS. Dan mengontrol penggunaan antibiotik.
Mengenai komite pengendalian infeksi dan tim pengendalian infeksi bisa
dibaca di slide ya lengkapnya, intinya komite itu sifatnya konseptor sedangkan
tim itu sebagai eksekutor.
Komite: Sebuah forum untuk pertukaran informasi dan koordinasi multidisiplin. Termasuk
management, dokter, mikrobiologi klinis, farmasi, servis steril, housekeeping dll.
Tugasnya ngapain mereka?:

Untuk menyetujui dan evaluasi dari program pencegahan


Evaluarsi data epidemiologi dan cari lokasi mana yang perlu di interfensi
Untuk memperbaiki pelayanan di segala tingkat
Untuk memastikan dan melakukan training pegawai dalam kontrol infeksi seperti
management keamanan, APD dll

Team: Bertanggung jawab dalam pelaksanan sehari hari kontrol infeksi. Anggotanya minimak
adalah praktisi kontrol infeksi yang telah menjalani pelatihan.
Tugasnya apa aja dong ah kakak?
Membentuk dan melakukan kebijakan kontrol infeksi
Monitor dan manage dari kejadian
Mengkoordinasikan dan melakukan training

Praktik pengendalian infeksi dasar

Tentir I-B Infeksi Imunologi

15

SAP FKUI 2010

1. TINDAKAN PENCEGAHAN STANDAR (harus dilakukan pada semua


kondisi, tanpa peduli diagnosis dan status infeksi)
- Cuci tangan dan tindakan asepsis
Tangan petugas kesehatan merupakan kendaraan utama dalam
penyebaran HAI. Mencuci tangan penting untuk mencegah
penularan dari pasien ke pasien maupaun dari pasien ke dokternya
(pas makan misalnya).
Makanya cuci tangan ini harus dilakukan sama seluru pekerja,
perawat dan orang yang berhubungan sama perawatan pasien. Balik
lagi fungsinya 2: Melindungi pasien (baik dari bakteri dari care giver
atau bakteri dari kulit mereka sendiri), melindung diri sendiri.
Menurut slide ada 5 waktu cuci tangan (kaya shalat aja ). Ini dia cuci
tangan 5 waktu:

Nah satu masalah paling besar dari kebijakan cuci tangan adalah:
petugas kesehatan tidak patuh. Dan tau ga yang paling gak patuh dari
kelompok apa? Yap dokter!!! Malu ga sih hayo? Kalau tangan kita
kotor kita bakal jadi vektor bagi mikroba (ga ada bedanya deh sama
tikus, lalat, dan nyamuk).

Tentir I-B Infeksi Imunologi

16

SAP FKUI 2010

Dari fasilitas kesehatan juga harus menyediakan tempat cuci tangan


dan juga tempat mengeringkan tangan. Ga lucu kan kalo diwajibkan
cuci tangan 5 waktu tapi ga dikasi tempatnya.
Zat antiseptik untuk cuci tangan:
2%-4% chlorhexidine
5%-7.5% povidone iodine
1% triclosan, or
70% alcoholic hand rubs.
Waterless, alcohol-based hand rubs: with antiseptic and emollient
gel and alcohol swabs, which can be applied to clean hands.
Sabun Ada yang biasa, ada yang antimikroba
o Dalam bentuk batang potong kecil kecil jangan sampai
terendam air
o Dalam bentuk cair cuci bersih botol bagian luar, jangan di
refiil
Ada macam macamcuci tangan:
Handrubbing: Dengan pembersih basis alkohol. Lebih sering dipilih kalo tangannya ga keliatan kotor. Kira kira
20-30 s
Handwashing: Dengan sabun dan air, terutama saat benar benar keliatan kotor, paparan terhadap cairan tubuh
atau kemungkinan paparan ke organisme penghasil spora dan saat terjadi outbreak. 40-60s (15 s sabun).
Biasanya terbatas sampai pergelangan tangan aja
Hand antisepsis/ dekontaminasi: menghilangkan dan menghancurkan MO. Caranya cuci tangan biasa (kalo bisa
pake sabun antimikroba, terus dekontaminasi dengan alcohol based hand gel selama 15-30s. Ini cocok untuk
tangan yang tidak banyak kontaminasi protein dan lemak. Oh iya, ini pake handruba ya, bukan dicelupin ke bak
Antiseptik (malah dilarang)
Surgical hand antisepsis: Cuci tangannya sampe lengan bawah, 2-3menit. Keringkan dengan handuk steril

Tentir I-B Infeksi Imunologi

17

SAP FKUI 2010

Cara mencuci tangan dan mennggunakan handrub secara mendetil ada di slide
ya.
Kalo cara cuci tangan tau dong yaa.. ;), Eits tapi ternyata ada persiapannya looh apa aja tuh?

Lepas semua perhiasan


Pastikan kuku pendek, dan jangan pake kuku palsu
Gulung bajunya sampai di siku
Baru deh 6 langkah cuci tangaan

Seperti poin KKD pertama, SIAPKAN ALAT!. apa aja yang butuh?
Air berjalan
Materi sabunnya
Dan pengering paling baik adalah disposable towels, roller towel, pokoknya ga boleh dipake berulang ulang.
Kalo ga ada lap, mending tunggu angin yang membawa butiran air itu pergi #ehcie

- Alat pelindung diri (APD) personal saat pengambilan cairan tubuh


pasien
Ini dah pada apal donk apa aja? Ayo inget-inget lagi p2k2 dan KKD
yang dah lewat. Masih lupa? Nih disebutin Cap, goggles, mask,
gown + apron, gloves, shoes. Tujuan APD sebenernya dah jelas
banget sih, untuk membentuk barier baru pada transmisi mikroba.
Masker Ada macem macem masker, cuman kayaknya ga usah
diapalin deh.
Glove Pakenya sarung tangan disposable ya, pake ynag non-steril
untuk perawatan pasien dan steril untuk yang invasive. Pake saring
tangan yang tebel untuk bersihkan instrument, linen kotor,percikan
darah dan cairan tubuh.
- Penanganan tepat perlengkapan pasien selama di rumah sakit (mis:
sprei atau pakaian kotor) urusan admin RS ini mah
- Pencegahan luka akibat jarum
Ini nih penting banget kita harus tau, secara jarum suntik bisa
nyebarin banyak macam patogen termasuk HIV. Caranya gimana?
1. Hati hati saat menggunakan peralatan tajam (-_-). 2. Buang
sampah tajam pada kontainer khusus (pas KKD itu loh) 3. Misalkan
peralatannya bukan sekali pakai (cth: sirkum set) hati-hati juga
ngebersihinnya apalagi kotor dengan darah 4. Jarum suntik buang

Tentir I-B Infeksi Imunologi

18

SAP FKUI 2010

langsung jangan pake ditutup dulu atau dibengkokin 5. Kemudian


limbah jarum harus diinfeksi dan dihancurkan sesuai prosedur.
- Penjagaan kebersihan lingkungan urusan admin RS lagi
- Penanganan limbah yang tepat idem sama atas
2. TINDAKAN PENCEGAHAN ADISIONAL
Kalau di slide ada 3 pencegahan adisional:
- Airborne precaution
Tujuannya untuk mencegah HAI yang menular lewat udara.
Pencegahan ini berlaku untuk infeksi dengan penularan via droplet
kecil dengan ukuran kurang dari 5 mikron. Karena ukurannya kecil,
droplet jenis ini dapat menempel dengan partikel di udara dan
bertahan dalam jangka waktu lama (semacam bisa larut dalam udara
gitu dropletnya). Contoh penyakit yang disebarkan dengan cara ini
TB, campak, cacar air.
Cara pencegahannya 1. Pencegahan standar harus tetap dilakukan
2. Pasien diisolasi sendiri dalam ruangan dengan tekanan negatif
sehingga udara mengalir ke dalam bukan ke luar 3. Petugas yang
masuk harus pakai masker berfilter tinggi (n 95) 4. Kalau udah
diisolasi, pasien jangan dipindah-pindah melulu.
- Droplets precaution
Penularan droplet terjadi jika ada kontak yang adekuat antara droplet
dengan selaput mukosa hidung, mulut atau konjungtiva. Contoh
penyakitnya influenza, mumps, meningitis, pertussis, dipteri dan
beberapa macam pneumonia. Ukuran droplet besar, lebih dari 5
mikron. Penyebarannya tidak jauh, terjadi saat berbicara langsung
dengan pasien, atau berhadapan dengan pasien batuk/bersin.
mulutmu harimaumu

Tentir I-B Infeksi Imunologi

19

SAP FKUI 2010

Cara pencegahannya 1. Pencegahan standar dilakukan 2. Isolasi


pasien dalam satu ruangan dengan pasien yang patogennya sama 3.
Pakai masker bila ada dalam radius 2 meter dari pasien 4. Kalau mau
mindahin pasien (mis. Mau MRI) pasiennya dipakein masker. 5.
Ruangan isolasi ga perlu pengaturan tekanan, toh patogennya juga ga
akan larut dalam udara
- Contact precaution
Pencegahan ini tujuannya mencegah kolonisasi dan infeksi dari
bakteri MDR, serta infeksi patogen enterik dan kulit.
Cara pencegahannya 1. Standarnya jangan lupa 2. Diisolasi, boleh
digabung patogen sama 3. Petugas harus pakai gloves dan gown nonsterille. 4. Pasien jangan dipindah, kalo dipindah ya dibungkus dulu
(serius)
Praktik manajemen lingkungan
Ini tugas admin RS sih, tapi ada di slide. Mungkin nice to know:
1. Bangunan harus layak (berpintu dan berjendela cukup)
2. Pengaturan udara harus baik, ada ventilasi dan ruang khusus untuk
airborne precaution
3. Untuk pasien dengan imunosupresi, ruangannya harus bersih, udaranya
difilter kuat dan ruangannya tekanan positif, sehingga aliran udara
keluar bukan ke dalam.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

20

SAP FKUI 2010

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Tambahan untuk pasien immunosupresi petugas kesehatan harus


bebas dari infeksi, APD digunakan untuk mencegah mikroba berpindah
dari petugas ke pasien (bukan dari pasien ke petugas), dalam ruangan
jangan ada dekorasi (termasuk tanaman), usahakan sesedikit mungkin
barang ada dalam ruangan, ruangan dibersihkan min 2 kali sehari
dengan teknik damp dusting (lap basah mungkin), setiap prosedur klinik
menggunakan asepsis yang ketat.
Kualitas air juga dijaga
Lingkungan RS harus bersih
Pengolahan limbah yang baik dan sesuai dengan tipe limbahnya
Laundri perlengkapan pasien harus khusus
Penggunaan ulang peralatan harus ada protokolnya
Cleaning, disinfection, dan sterilization
- Cleaning : dilakukan pada semua instrumen yang akan didisinfeksi
atau sterilisasi
- Disinfeksi : membersihkan kuman patogen tanpa sterilisasi total
Ada 3 level disifeksi 1. High: semua mikroba mati kecuali spora
beberapa jenis bakteri 2. Intermediate: menon-aktifkan kuman TB
vegetatif, hampir smua virus, dan fungi, namun spora bakteri tidak. 3.
Low: membunuh hampir semua bakteri, beberapa jenis virus, dan
beberapa jenis fungi. Tapi kuman TB dan spora bakteri lolos.
Disinfeksi dapat dilakukan secara thermal (panas dan kelembapan)
maupun chemical. Thermal bergantung pada suhu dan durasi
paparan panas nah ini dipake untuk alat alat tahan panas dna yang ga
butuh steril2 banget. Kira kira waktu yang dibutuhkan 1 menit pas
dimasukin di air yang dipertahanakn suhunya di 90. Sedangkan
chemical, bergantung pada suhu, durasi kontak, konsentrasi, pH,
keberadaan zat organik maupun anorganik dan ketahanan mikroba
pada zat kimia.
- Sterilisasi : pemusnahan seluruh mikroba baik secara fisis maupun
kimiawi
Sterilisasi dilalukan pada perlatan yang masuk ke bagian tubuh steril
(misal alat operasi). Sterilisasi dapat dilakukan dengan 1. Uap
panas tekanan tinggi 2. Panas kering 3. etilen oksida 4.sterilan
kimiawi lain 5. Radiasi

Tentir I-B Infeksi Imunologi

21

SAP FKUI 2010

Perhatian pada petugas kesehatan


1. Data riwayat penyakit infeksi dan imuniasi
2. Pemberian imunisasi bagi petugas hep A dan B, influenza, campak,
rubella, tetanus, dan difteri. Opsional: rabies dan varicella
3. Protokol pasca pajanan harus jelas dan kepatuhan harus diperiksa
terutama pada infeksi : HIV, virus hepatitis, SARS, varicella, rubella, dan
TBC.
Perhatian pada pencegahan dengan situasi khusus
1. SARS
2. infeksi bakteri MDR
Harus ada protokol yang jelas dan intervensi transmisi.
Penggunaan antimikroba yang tepat guna
1. Antibiotik yang diberikan harus diasarkan pada diagnosis klinis dan
kemungkinan etiologinya.
2. Spesimen pemeriksaan mikrobiologi harus diambil SEBELUM terapi
antibiotik dimulai.
3. Dasar pemilihan antibiotik yang digunakan sifat patogen, sensitivitas,
toleransi pasien, dan biaya.
4. Dokter, harus memperoleh informasi adanya resistensi di fasilitas
kesehatan secara aktual.
5. Antibiotik dengan spektrum sempit menjadi pilihan utama bila etiologi
diketahui.
6. Penggunaan antibiotik kombinasi sebisa mungkin dihindari.
7. Dan yang terakhir dosis harus benar
Komite penggunaan antibiotik
Memberikan rekomendasi antibiotik, merumuskan aturan peresepan,
mereview dan mengesahkan guidelines, evaluasi penggunaan antibiotik, dan
bekerjasama dengan produsen antimikroba. Biasanya erat kaitannya bahkan
sering jadi satu dengan HICC (hospital infection control commitee) yang telah
dibahas di atas ya.
Tentir I-B Infeksi Imunologi

22

SAP FKUI 2010

Intinya, antibiotik itu sangat berharga dan harus dijaga penggunaannya agar
bakteri tidak terlalu cepat menjadi resisten. Dan perlu diketahui bahwa
penemuan antibiotik tipe baru lama sekali prosesnya selain itu dianggap tidak
menguntungkan secara finansial sehingga jarang ada yang mau mengampu.
Sekian tentir kali ini semoga bermanfaat selamat belajar jangan lupa baca
slide

Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan untuk mendapatkan diagnosis secara


mikrobiologi yang nantinya akan berguna dalam penegakan diagnosis penyakit
pada pasien. Diagnosis mikrobiologi ini memiliki dua tujuan yaitu :
1. Untuk menyediakan informasi yang akurat mengenai ada atau tidaknya
mikroorganisme dari spesimen yang terlibat dalam proses patogenesis
penyakit.
2. Dapat mengukur sensitivitas suatu antimikroba terhadap spesies yang
ditemukan.
Pemeriksaan mikrobiologi memiliki beberapa tahapan :
1. Preanalitical : test ordering, order transcription, patient preparation,
specimen collection,specimen identification,specimen transport,
2. Analitical
3. Postanalitical : Result transcription,Result delivery, redult review.
Tahap preanalitical merupakan tahap yang sangat menentukan keberhasilan
diagnosis mikrobiologi. Soalnya garbage in garbage out Keberhasilan tahap
ini tidak lepas dari kehandalan dalam pengambilan sampel. Sampel yang
diambil harus cukup. Ada beberapa syarat dalam pengambilan spesimen agar
hasil yang didapat memuaskan :
1. Dalam fase akut, sebelum diterapi antibiotic Kalo udah terlanjur? ya
kalo bisa di stop dulu 2-3 hari, kalo ga bisa langsung lakukan
pemeriksaan tapi jangan lupa kasih note
2. Harus benar anatomic sitenya, misal pada pasien otitis media, spesimen
yang diambil adalah cairan telinga tengah.
3. Teknik mumpuni, agar kontaminasi minimal
Tentir I-B Infeksi Imunologi

23

SAP FKUI 2010

4. Jumlah yang diambil cukup


5. Spesimen yang diambil dimasukkan ke dalam medium transport yang
sesuai, lalu dimasukkan ke dalam kontainer dan harus dilabel. Medium
transport yang digunakan juga harus sesuai dengan jenis bakteri.
6. Beberapa data penting harus disertakan dalam label seperti identitas
pasien, identitas klinisi, spesimen yang diambil berupa apa, diambil dari
mana, dan waktunya kapan, apakah pasien dalam masa penggunaan
antibiotik, dan terakhir uji laboratorium yang diminta.
Beberapa spesimen yang lazim digunakan dalam pemeriksaan mikrobiologi
adalah urine, stool, sputum, swab mukosa, dan semen.
Pemeriksaan urine
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi mikroba yang terlibat dalam
gangguan genitourinaria. Pengambilan specimen dapat menggunakan urine
porsi tengah, pungsi suprapubik, dan pengambilan urine dari kateter.
Sampel swab.
Swab biasa digunakan untuk kasus infeksi saluran napas atas, telinga luar,
mata, dan saluran genitalia. Swab dapat berbahan kapas, dacron, atau
polyester. Penggunaan swab berbahan kapas dapat toksik pada bakteri
sehingga sewaktu dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan bakteri penyebab
penyakit (jadi pakenya Dacron ya). Jika tidak langsung diperiksa, spesimen
harus dimasukkan ke dalam medium transport untuk mencegah kekeringan.
Pada pengambilan specimen dari saluran genital baik pria maupun wanita,
swab menjadi pilihan. Pada wanita, swab terlebih dahulu digunakan untuk
membersihkan ostium cervical dan mukosa disekitarnya dari sekresi mucus
yang berlebih. Swab yang kedua baru digunakan untuk mengambil
specimen dari kanalis endocervicalis. Ujung tangkai swab diputar selama 10
sampai 30 detik. Sebelum pemgambilan specimen jangan lupa gunakan
speculum dulu tapi tanpa lubrikasi. Pada pria, specimen diambil dengan
memasukkan ujung swab sedalam 2-4 cm ke dalam meatus uretra eksterna,
terus diputar-putar selama 2-3 detik.
Jika pada saluran genital terdapat lesi berbentuk vesikel (curiga lesi HSV),
specimen dapat diambil dengan aspirasi cairan di dalam vesikel tersebut

Tentir I-B Infeksi Imunologi

24

SAP FKUI 2010

dengan menggunakan syringe. Jika lesi sudah pecah dan berbentuk krusta,
pengambilan spesimen dapat menggunakan swab pada dasar lesi.
Untuk identifikasi bakteri pada kasus-kasus luka, specimen lebih baik
diambil dengan aspirasi atau biopsi dibanding menggunakan swab.
Pertimbangannya adalah pada luka biasanya bakteri yang terlibat adalah
bakteri anaerob. Bakteri ini akan cepat mati jika terpapar udara, namun
dapat hidup apabia ada cairan atau jaringan.
Pada kasus infeksi saluran napas bawah, pengambilan specimen biasanya
dari sputum, bronchial washing, bronchial brushing,bronchoalveolar
lavage,aspirasi trakea, maupun transtrakea.
Infeksi saluran nafas atas swab tenggorok
Spesimen yang diambil selanjutnya dimasukkan ke medium transport.
Idealnya jarak dari pengambilan ke pemeriksaan adalah 30 menit dan paling
lama dua jam. Spesimen dari CSF untuk deteksi virus, specimen dari telinga
luar, feses,urine,dan sputum jika belum bisa diperiksa, harus disimpan di
tempat bersuhu rendah. Spesimen lain misal abses, lesion, luka, cairan
tubuh, CSF untuk bacteria, telinga tengah dan dalam, genital, nasal,
tenggorok, biosi jaringan harus disimpan pada temperatur ruang.

Spesimen juga dapat diambil dari darah. Darah sebagai specimen dapat
menilai adanya bakteremia. Penemuan bakteri di darah walaupun bakteri
tersebut bakteri komensal di tempat lain tetap dianggap bahaya. Beberapa
faktor mempengaruhi keberhasilan identifikasi bakteri dari specimen darah :
1. Tipe bakteremia, apakah transien, intermiten, atau continuous. Pada
bakteremia transien atau intermiten, bakteri kadang tidak dapat
ditemukan di dalam spesimen
2. Metode pengambilan specimen. Pengambilan specimen harus dilakukan
dengan hati-hati karena dapat terjadi kontaminasi dari flora normal yang
ada di kulit seperti Stap.epidermidis sehingga mungkin ditemukan
polimicroba. Di darah biasanya jarang ada polimikroba.
3. Volume darah yang diambil. Biasanya darah diambil dari masing-masing
tangan sebanyak 10 ml untuk pemeriksaan aerob dan 10 ml lagi untuk
pemeriksaan anaerob. Jadi total tangan kanan diambil 20 ml, tangan kiri
juga 20 ml. Semakin banyak darah yang diambil kemungkinan bakteri

Tentir I-B Infeksi Imunologi

25

SAP FKUI 2010

yang didapatkan semakin banyak. Tabel dibawah, jumlah darah yang


diambil jika pasien bayi :

4. Number of specimen. Semakin banyak jumlah specimen yang diambil


(bukan volume y), semakin sensitive. Misal diambil dari tangan kanan,
tangan kiri, paha, dll.
5. Timing dalam kultur. Kultur specimen yang diambil dari darah biasanya
dibarengi dengan kultur specimen yang diambil dari tempat kecurigaan
adanya misal. Misalnya dibarengi dengan kultur dari swab nasofaring.
Jika dua-duanya sama-sama menunjukkan mikroba yang sama, berarti
sumber infeksinya adalah dari nasofaring.
Untuk mendapatkan bakteri pada darah, waktu pengambilan yang paling
tepat adalah di waktu demam tinggi / puncak demam. Bakteremia akan
semakin menurun jika waktunya semakin jauh dari puncak demam
6. Interpretasi Hasil
Penggunaan antikoagulan heparin,EDTA, dan sitrat tidak disarankan.
Penggunaan Sodium polyanethol sulfonate (SPS) 0,025-0,03 % berfungsi
sebagai antikoagulan, antikomplemen,antifagositik,dan mengganggu akitivitas
beberapa antibiotik. Inhibit Neisseria spp., Gardnerella vaginalis,
Streptobacillus moniliformis, Peptostreptococcus anaerobius. Antikoagulan ini
berfungsi supaya ga koagulasi kan,kalo koagulasi nanti bakterinya suka
ngumpet di koagulannnya ga terdeteksi deh.
OKE specimen beres. Abis dapet bahan ya kita kerjain doong pemeriksaannya,
sip sip sip

Tentir I-B Infeksi Imunologi

26

SAP FKUI 2010

Investigasi Mikrobiologi :
1. Mikroskopik
Salah satu pemeriksaan mikroskopik yang sering dilakukan adalah
pemeriksaan mikroskopik setelah pewarnaan gram. Disini dapat dilihat
jenis bakteri, morfologi, dan susunannya. Dapat juga dilihat debrisdebris dan sel host. (Kata dokternya ini penting banget dilakukan,
apalagi pas awal awal. Soalnya kan kebanyakan ab itu kerjanya
berdasarkan spectrum gram + dan gram kan? jadi begitu ketauan
ininnya bisa dikasih pengobatan empiris dulu deh, biar pasiennya cepet
dpet obat.)
2. Kultur dan Tes Suseptibility
Tes Susceptibility terhadap antibiotik : tidak ada istilah sensitive, super
sensitive, atau hipersensitif. Pelaporan hanya sensitive atau resisten.
Beberapa hasil temuan yang tidak biasa misalnya :
- S.aureus ditemukan resisten terhadap vancomycin, teicoplanin.
linezolid
- Streptococcus pneumoniae didapatkan resisten terhadap
Meropenem, vancomycin, teicoplanin, linezolid
- Enterobacteriaceae didapatkan resisten terhadap Meropenem,
imipenem
- Neisseria gonorrhoeae ditemukan resisten terhadap semua thirdgeneration cephalosporin
- Bakteri Anaerobes secara umum didapatkan resisten terhadap
metronidazole
Jika ada temuan di atas maka pemeriksaan diulangi. Ini dikarenakan
obat-obat yang disebut di atas merupakan obat lini terakhir jika bakteribakteri tersebut tidak sensitive terhadap obat yang lain.
Selain itu hal yang harus diperhatikan adalah beberapa bakteri
dinyatakan telah pasti resisten terhadap antibiotic tertentu, contoh :
- Acinetobacter baumannii
Ampicillin, amoxycillin, 1st gen. cephalosporin
- Pseudomonas aeruginosa
Ampicillin, amoxycillin, 1st and 2nd gen. cephalosporin, cefotaxime,
ceftriaxone, nalidic acid, trimethoprim
- Salmonella spp.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

27

SAP FKUI 2010

Cefuroxime (active in vitro, not active in vivo)


- Proteus vulgaris
Ampicillin, amoxycillin, cefuroxime, colistin, nitrofurantoin
- Strepococcus pneumoniae
Trimethoprim, amynoglycoside
JIka didapatkan hasil bakteri tersebut menjadi sensitive terhadap
antibiotic yang disebutkan di atas, maka pemeriksaan juga harus
diulangi.
3. Serologi
Deteksi antigen :
Prinsipnya adalah masing-masing organism memiliki protein
permukaan yang spesifik yang disebut sebagai antigen determinan.
Antigen diterminan ini akan direaksikan dengan antibodi sehingga
terbentuk molekul yang stabil. Reaksi inilah yang dinilai.
Deteksi antibody
- IgM antibody : muncul cepat pada awal infeksi (hari 7-10),
mengindikasikan infeksi yang aktif
- IgG antibody : mengindikasikan infeksi di waktu lampau atau
antibody terbentuk akibat imunisasi. Kadar IgG dan aviditasnya
perlu diukur untuk membedakan terjadinya infeksi dari bakteri
yang sama untuk kedua kalinya (akut) atau infeksi dari waktu
lampau.
Pada pemeriksaan serologi dapat ditemukan false negative maupun false
positif
1. False negative :
- Pasien dengan sistem imun turun (immunodefisien atau
imunosupresif)
- Neonatus yang sistem imunnya belum terbentuk dengan sempurna
- Pada beberapa infeksi seperti legionaires disease, titer antibody tidak
meningkat hingga beberapa bulan setelah infeksi akut.
2. False positif
- Dapat terbentuk cross reacting antibody. Beberapa antigen dari
beberapa mikroorganisme yang berbeda tapi ada kekerabatannya
dapat memicu produksi antibody tidak hanya pada antigen yang

Tentir I-B Infeksi Imunologi

28

SAP FKUI 2010

menginfeksi tapi juga pada antigen dari mikroba yang punya


kekerabatan yang sama walaupun tidak menginfeksi.
- Reaktivasi mikroorganisme yang laten oleh infeksi dari
miroorganisme lain
- Mendapatkan injeksi immunoglobulin.
4. Molekuler
PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi sequence DNA tertentu
menjadi beribu-ribu copies dalam waktu beberapa jam saja. Produk PCR
selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa untuk konfirmasi dengan
menggunakan hibridiasasi dengan oligonukleotida yang dijadikan probe.
Sekarang, sudah ada Real Time PCR langsung tau konsentrasinya .
Hasil didapatkan sangat cepat dimana ikatan antara produk PCR dan
hybrid dapat dilihat dengan munculnya fluorescence. PCR juga dapat
mengamplifikasi RNA yang sebelumnya diubah dulu menjadi DNA oleh
enzim reverse transcriptase.
PCR ini digunakan apabila pathogen penyebab infeksi terlalu sedikit
kadarnya sehingga tidak bisa dideteksi oleh pemeriksaan gold
standarnya. PCR juga dapat mendeteksi viable (liat RNA nya) and non
viable organism.
Berikut beberapa contoh interpretasi hasil kultur :
1. Flora normal pada faring : Staphylococcus aureus and MRSA,
Streptococcus pneumoniae ,Haemophilus influenza, Neisseria
meningitides. JIka pada kasus faringitis, hasil kultur bakteri dari swab
tenggorok adalah keempat bakteri tersebut maka tidak menunjukkan
adanya infeksi. Ditambah lagi faringitis biasanya disebabkan oleh virus.
2. Kultur hidung tidak memberikan etiologi prediktif dari infeksi sinus,
telinga tengah, atau infeksi saluran napas bawah, tapi dapat dilakukan
untuk screening MRSA dan deteksi Bordetella pertusis.
3. Kultur Urine :
- Pada pasien yang asimptomatik, diagnosis Infeksi Saluran Kemih
ditegakkan jika ditemukan > 105 CFU/ml urine
- Pada pasien dengan tanda dan gejala infeksi saluran kemih diagnosis
ditegakkan jika ditemukan > 102 CFU/ml urine

Tentir I-B Infeksi Imunologi

29

SAP FKUI 2010

- Jika ditemukan streptococcus grup B, pada wanita hamil berapapun


jumahnya dinyatakan berbahaya terhadap fetus,
- Pada wanita 12-55 tahun, infeksi streptococcus grup baru ditegakkan jika
>50 CFU/ml urine.
4. Kultur darah
Kultur darah sangat rentan terhadap kontaminasi sehingga memberikan
hasil positif palsu. Kontaminasi dapat ditegakkan jika :
- Beberapa bakteri sering menjadi kontaminan, terutama bakteri flora
normal kulit. Contohnya : Bacillus spp, Corynebacterium spp.,
Propionibacterium acnes, or coagulase(-) staphylococcus. Dikatakan
kontaminasi jika bakteri ini hanya ada pada 1 jenis kultur (misal cuma
dari pengambilan di tangan kanan), namun dari hasil kultur dr tempat
lain tidak ditemukan.
- Jika ditemukan polimicroba hanya pada satu jenis kultur.
- Gejala klinisnya tidak menunjukkan tanda-tanda sepsis
- Organisme yang ditemukan dari hasil pemeriksaan sumber infeksi
tidak sama dengan bakteri hasil kultur dari specimen darah.
Penegakkan diagnosis bakteri pathogen dapat dengan ditemukannya
hal-hal berikut :
- Mikroorganisme yang sama ditemukan pada beberapa kultur
berbeda anatomic site nya dan berbeda waktu pengambilannya.
- Ditemukan organism pada pasien dengan gejala endocarditis
- Jika ditemukan Enterobacteriaceae, S. pneumoniae, gram-neg
anaerobes, and S. pyogenes.
- Ditemukannya bakteri komensal pada pasien dengan
immunosupresiv atau pasien pemasangan prostetik.
Multiple Drug Resistant Organism (MDRO) adalah mikroorganisme yang
resisten terhadap satu atau lebih obat dari kelas yang berbeda.
Contoh MDRO :
- Resistant Staphylococcus aureus : MRSA, VISA, VRSA
- Vancomycin Resistant Enterococcus (VRE)
- Gram Negatif Bacteria (GNB):
Extended Spectrum -Lactamase (ESBL) : Pseudomonas aeruginosa
,Acinetobacter baumanii Stenotrophomonas maltophilia, Bulkhoderia
cepacia. ESBL merupakan bakteri-bakteri yang punya kemampuan

Tentir I-B Infeksi Imunologi

30

SAP FKUI 2010

hidrolisis dan menyebabkan resistensi pada chepalosporin generasi 3


dan monobactam tapi tidak untuk cephamycin dan carbapenam.
Penggunaan beta lactamase inhibitor seperti clavulanic acid,
sulbactam, and tazobactam dapat menghambat pembentukan strain
lain dari ESBL.
- Multi-Drugs Resistant Streptococcus pneumoniae (MDRSP)
- Plasmid mediated AmpC -lactamases
Contohnya : K.pneumoniae, E.coli, dan Salmonella spp resisten
terhadap Penicillin, Cephalosporine, Cephamycin, Monobactam
- Carbapenem hydrolizing enzymes (CHE) class B: metallo--lactamases
Contohnya : P.aeruginosa, Acinetobacter spp. Enterobacteriaceae
resisten terhadap Penicillin, Cephalosporine, Cephamycin,
Carbapenems
- CHE class A: Klebsiella pneumoniae carbapenemase
Contohnya : K.pneumoniae, E.coli resisten terhadap Penicillin,
Cephalosporine, Cephamycin, Carbapenems
Beberapa mikroorganisme sulit ditemukan melalui kultur atau pemeriksaan
mikroskopik. Maka dari itu diperlukan pemeriksaan lain seperi pemeriksaan
serologi dan pemeriksaan asam nukelat menggunakan PCR.

Pendahuluan
Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau di dalam organisme lain
(inang/pejamu) dan mendapatkan makanannya dari/mengorbankan organisme
inang tersebut. Patogenesis penyakit akibat infeksi parasit sangat beragam
karena jenis parasit penyebabnya pun bervariasi sekali. Secara umum, parasit
yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia dikelompokkan ke dalam tiga
golongan utama:
1. Protozoa
Organisme bersel satu, mampu bereplikasi di dalam tubuh manusia dan
mampu bertahan hingga menyebabkan infeksi berat. Secara umum terdapat

Tentir I-B Infeksi Imunologi

31

SAP FKUI 2010

dua kelompok besar protozoa: patogen saluran cerna yang ditransmisikan


melalui jalur fekal-oral dan patogen jaringan/darah yang ditransmisikan
melalui vektor artropoda. Contoh: malaria (Plasmodium sp.), toksoplasma,
amoebiasis.
2. Helminth
Organisme multiselular dan besar yang bentuk dewasanya dapat dilihat
dengan mata telanjang. Salah satu karakteristik infeksi helminth adalah
ketidakmampuan bentuk dewasa helminth untuk bereplikasi di dalam tubuh
manusia. Contoh: platyhelminthes (cestoda dan trematoda) serta
nemathelminthes.
3. Artropoda/ektoparasit
Istilah artropoda/ektoparasit terkait infeksi parasitik pada manusia terbatas
pada organisme seperti ticks, fleas, lice, dan mites yang mampu menempel
pada permukaan kulit atau menyusup di antara lapisan kulit. Meskipun
dapat secara langsung menimbulkan penyakit, artropoda lebih sering
berperan sebagai vektor dalam infeksi parasitik.
Seperti pada infeksi mikroba pada umumnya, terdapat tiga lini mekanisme
pertahanan tubuh terhadap infeksi parasit. Di bawah ini adalah komponen
masing-masing lini tersebut pada infeksi parasit di saluran gastrointestinal:
1. Lini pertama
a. Sawar fisik
: Motilitas usus dan lapisan sel epitel yang intak.
b. Sawar kimiawi
: Asam lambung, enzim pankreas, empedu, dan
mukus.
2. Lini kedua
Imunitas nonspesifik/natural yang terdiri dari sel-sel imun aktif pada lapisan
lamina propria. Selain itu, di bagian saluran gastrointestinal tertentu
terdapat sel terspesialisasi intraepitelial yang berfungsi mendeteksi
keberadaan patogen. Sel epitel itu sendiri termasuk ke dalam sistem
pertahanan tubuh lini kedua karena kemampuannya mendeteksi mikroba,
termasuk parasit, dan mensekresikan sitokin untuk menginduksi reaksi
inflamasi. Tidak hanya berupa sel, soluble factor seperti protein komplemen
juga berperan dalam mekanisme pertahanan lini kedua terhadap infeksi
parasit.
Tujuan utama mekanisme pertahanan lini kedua adalah mengatasi bakteri
yang telah berhasil menginvasi epitel dan sawar kimiawi yang menyertainya.
Tentir I-B Infeksi Imunologi

32

SAP FKUI 2010

Akan tetapi, perlu diingan bahwa imunitas nonspesifik juga berperan besar
dalam pengenalan antigen patogen pada imunitas adaptif. Terlebih lagi,
respons konstituen imunitas nonspesifik terhadap patogen menentukan
diferensiasi sistem imunitas adaptif.
3. Lini ketiga
Dijalankan oleh sistem imun adaptif. Khusus pada saluran gastrointestinal,
terdapat beberapa struktur khusus yang berperan penting dalam
menginisiasi sistem imun adaptif, termasuk di antaranya:
Agregat limfoid pada tonsil
Peyers patch pada mukosa ileum
Folikel limfoid pada mukosa
Sebaran limfosit di antara enterosit dan lamina propria.
Patogenesis dan Imunologi Infeksi Helminth
Karakteristik
Berbagai macam helminth memiliki karakteristik biologis yang berbeda-beda:
Siklus hidup yang berbeda: salah satu perbedaan utama antarhelmint adalah
organisme inang intermediat yang dilewatinya dalam siklus hidup. Jenisnya
sangat beragam, mulai dari siput untuk Schistosoma hingga nyamuk untuk
cacing filaria. Hal ini mempengaruhi mekanisme transmisinya.
Helmint menginfeksi manusia pada tahapan tertentu dalam siklus hidupnya.
Kemudian, helmint akan berkembang, berubah dari bentuk satu menjadi
bentuk lainnya di dalam tubuh manusia. Setiap tahapan siklus kehidupan,
helmint (dan parasit secara umum) mengekspresikan dan/atau melepaskan
antigen permukaan yang berbeda-beda. Dengan demikian, induksi untuk
setiap antigen dapat berbeda-beda dan helmint pun menjadi sulit untuk
dibasmi.
Molekul yang diekspresikan parasit helmint sebagai faktor imunoregulator:
Lipid eikosanoid
: Prostaglandin (PG) E2, PGI, PGD2, dan Lipoksin A4.
Polisakarida
: Oligosakarida hingga polisakarida kompleks.
Polipeptida
: enzim glutation-S-transferase.
Jalur tempat masuknya infeksi pun berbeda: ada yang melalui transmisi
fekal-oral (Ascaris lumbricoides); penetrasi lapisan kulit secara langsung
(Schistosoma sp.); atau gigitan nyamuk/lalat (parasit filaria).
Tentir I-B Infeksi Imunologi

33

SAP FKUI 2010

Imunopatogenesis
Infeksi helmint dan respons imun yang dihasilkannya mencerminkan interaksi
dinamis antara inang dan parasit tersebut. Interaksi dinamis ini menentukan
derajat kerentanan inang. Parasit pada dasarnya membutuhkan inang untuk
hidup (karena inang menyediakan habitat yg baik dan sumber makanan bagi
parasit). Oleh karena itu, parasit harus mencari suatu cara untuk tetap
berkembang tanpa membunuh inang. Di lain pihak, parasit juga harus
mengelabui sistem imun inang untuk menjamin kehidupannya. Sementara itu,
inang terus berusaha menghasilkan respons imun efektif untuk membasmi
parasit tanpa memberikan efek kerusakan jaringan.
Seperti pada patogen lainnya, respons imun terhadap infeksi parasit terdiri dari
respons imun natural/innate/nonspesifik dan respons imun spesifik:
Respons Imun Nonspesifik
Terutama diperantarai oleh granulosit: eosinofil, basofil, neutrofil, dan sel
mast. Segera setelah infeksi terjadi, granulosit akan teraktivasi karena
kemampuannya mendeteksi molekul tertentu pada permukaan helmint.
Aktivasi ini menginisiasi respons imun pada jaringan tempat helmint
terdeteksi. Selain sebagai inisiator, granulosit juga terlibat secara aktif dalam
eradikasi helmint, terutama pada infeksi saluran cerna. Melalui perantara
mediator kimia yang dikeluarkannya, granulosit menyebabkan perubahan
fisiologi saluran cerna dan meningkatkan produksi mukus. Tidak sampai di
situ, granulosit juga berperan sebagai regulator pada respons imun yang
sedang berlangsung.
Seluruh granulosit (eosinofil, basofil, dan neutrofil) ditambah sel mast
berperan dalam respons imun nonspesifik terhadap infeksi helmint.
A. Eosinofil

Dalam kondisi normal, hanya menyusun 25% dari total leukosit dalam darah. Jumlah ini akan
meningkat dengan drastis saat infeksi helmint
aktif hingga mencapai 40%.

Produksi dan migrasinya menuju sirkulasi


darah diinduksi oleh IL-5.
Di lain pihak, rekruitmen eosinofil menuju jaringan tempat infeksi terjadi

Tentir I-B Infeksi Imunologi

34

SAP FKUI 2010

dimediasi oleh eotaksin yg dihasilkan oleh sel-sel imun lokal area tersebut.
Beberapa spesies helmint tertentu, seperti Necator americanus, mampu
memecah eotaksin sehingga menghambat rekruitmen eosinofil menuju
lokasi infeksi.
Selain berperan dalam respons imun terhadap helmint, eotaksin juga
terlibat dalam patogenesis eosinophilic esophagitis, suatu penyakit
inflamasi alergik saluran gastrointestinal yang bersifat kronik. Tanda
kardinal dari penyakit ini adalah eosinofilia dan inflamasi pada esofagus.
Selain itu, sejumlah besar eosinofil juga terdeteksi pada esofagus yang
diduga terjadi akibat reaksi terhadap makanan, refluks asam lambung,
atau alergen dari udara. Keseluruhan kondisi ini dapat menginisiasi reaksi
inflamasi.
Eosinofil terutama berperan sebagai efektor respons imun melalui
mediasi protein toksik yang terdapat di dalam granulnya:
Major basic protein-1 (MBP-1): toksin poten bagi helmint; induksi
sekresi histamin oleh sel mast.
Eosinphil peroxidase (EPO): toksin poten bagi helmint.
Eosinophil cationic protein (ECP): toksin poten bagi helmint;
ribonuklease.
RNAse eosinophil-derived neurotoxin (EXN): ribonuklease.
Sesuai dengan peranan granulosit dalam infeksi helmint, eosinofil
berperan sebagai efektor pada infeksi primer dengan berdegranulasi dan
mengeluarkan berbagai protein toksik. Sementara itu, pada infeksi
sekunder, eosinofil terutama berperan sebagai modulator respons imun.
Sebagai contoh, pada infeksi helmint Strongyloides stercoralis, eosinofil
diperlukan untuk menginisiasi respons protektif yg dimediasi oleh IgM.

B. Sel Mast

Sel mast tersebar di seluruh jaringan ikat


dan biasanya ditemukan dekat dengan pembuluh
darah, pembuluh limfatik, serabut saraf, dan
permukaan epitel.

Mengekspresikan reseptor IgE dengan


afinitas tinggi (FcERI) yang teraktivasi ketika terjadi cross-linking oleh
keberadaan antigen. Aktivasi ini menginduksi degranulasi (protein
Tentir I-B Infeksi Imunologi

35

SAP FKUI 2010

inflamatorik seperti histamin dan protease) serta pembentukan de novo


berbagai mediator kimiawi. Antigen helmin merupakan salah satu
induktor poten aktivitas sel mast.
Sama seperti sel imun lainnya, migrasi sel mast (menuju berbagai
jaringan, termasuk usus halus dan paru-paru) dimediasi oleh molekul
integrin.
Dua produk sel mast utama, yakni histamin dan prostaglandin E2,
berperan dalam infeksi helmint dengan:
Menyebabkan kerusakan sawar epitel. Hal ini dilakukan dalam rangka
mengeluarkan parasit ke lumen saluran gastrointestinal.
Menginduksi sel dendritik untuk menghasilkan kemokin yang bersifat
kemotaktik terhadap sel TH2.

C. Neutrofil

Sel pertama yang bermigrasi menuju lokasi infeksi dan segera


memfagositosis patogen. Akan tetapi, aktivitas neutrofil sebagai fagosit
tidak berperan banyak dalam eradikasi helmint, terutama apabila ukuran
helmint patogen sangat besar.

Aktivator utama adalah TNF-alfa.

Peranan dalam infeksi helmint adalah menghasilkan IL-4. Sitokin IL-4


merupakan sitokin utama yang berperan dalam proses diferensiasi sel T
CD4 menjadi sel TH2.

D. Basofil

Menyusun < 1% total leukosit di dalam darah.

Memiliki granul basofilik di sitoplasmanya yang


mengandung histamin.

Sama seperti sel mast, basofil


mengekspresikan reseptor Fc IgE berafinitas tinggi
pada permukaan selnya.
Pembentukan dan maturasi basofil sepenuhnya terjadi di sumsum tulang,
tidak seperti sel mast yang keluar dari sumsum tulang sebagai sel
progenitor dan baru matur di jaringan perifer.
Kitin (komponen dinding parasit dan telurnya) serta protease yang
Tentir I-B Infeksi Imunologi

36

SAP FKUI 2010

dihasilkan oleh helmint dapat menginduksi sistem imun adaptif yang


didominasi oleh sel TH2 melalui perantara basofil.
Sebagai contoh, antigen glikoprotein telur Schistosoma yg disekresikan
menstimulasi degranulasi basofil (pengeluaran histamin respons imun
nonspesifik) dan pembentukan de novo IL-4 serta IL-13. Kedua sitokin ini
memegang peranan penting dalam perkembangan sel T ke arah sel TH2.
Apabila terdapat IL-3 dan IL-18 dalam jumlah cukup di lingkungan
sekitarnya, basofil mampu mensekresikan IL-4. Oleh sebab itu, basofil
membantu proses proliferasi dan diferensiasi sel TH2 serta membantu sel
B mengalami class-switching sehingga menghasilkan IgE.
Selain itu, IL-4 juga mengaktivasi berbagai komponen jaringan non-sistemimun seperti endotel pembuluh darah, otot polos, dan sel epitel mukosa
yang bekerja secara sinergis untuk membantu mengeluarkan helmint
(terutama nematoda) dari saluran gastrointestinal.
Peran basofil dalam respons imun primer dan sekunder:

Pada infeksi primer, akitvasi basofil merupakan respons langsung


terhadap keberadaan helmint. Meskipun basofil telah
mengekspresikan FcERI, belum terbentuk IgE yang spesifik terhadap
antigen helmint (= mekanisme independen-IgE). Melalui jalur aktivasi
ini, basofil hanya mensekresikan IL-4 dalam jumlah sedikit tetapi
cukup untuk menginisasi diferensiasi sel T CD4 (naif) menjadi sel
TH2. Proses diferensiasi sel TH2 segera diikuti peristiwa classswitching sel B menjadi sel plasma pensekresi IgE (di jaringan lokasi
infeksi). Dengan demikian, pada penghujung infeksi primer, sudah
terbentuk IgE spesifik terhadap antigen helmint yang siap diaktivasi
apabila terjadi paparan ulang terhadap antigen.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

37

SAP FKUI 2010

Seperti pada semua reaksi imun seluler, akan terbentuk pula sel T
memori (selain sel efektor). Sel T memori merupakan subset sel T
yang memiliki reseptor terhadap antigen spesifik dan mampu
memberikan respons dalam durasi singkat dengan magnitude yang
lebih hebat ketika terpapar oleh antigen tersebut. Sel T memori dapat
ditemukan baik pada organ limfoid sentral maupun perifer.
Pada respons imun sekunder, aktivasi basofil terjadi melalui interaksi
antara IgE-terikat-antigen dengan reseptornya pada permukaan
basofil. Oleh sebab itu, proses ini disebut juga sebagai mekanisme
respons imun dependen-IgE. Aktivasi basofil melalui mekanisme ini
berujung pula pada sekresi sitokin IL-4. Akan tetapi produksi ini
dimulai lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih besar. Perbedaan
lainnya adalah, IL-4 menginduksi sel T memori yg sebelumnya
terbentuk pada respons infeksi primer (bukan sel T naif).

E. Sel T regulator

Merupakan salah satu subset sel T CD4 (5-10% dari total populasi sel T
CD4).
Terbentuk secara natural (seperti subset sel T lainnya) ataupun terbentuk
pada lokasi tempat paparan antigen.
Merupakan imunoregulator yang sangat penting.

Inflamasi
Inflamasi merupakan respons jaringan bervaskularisasi terhadap
luka/kerusakan yang disebabkan oleh agen fisika, kimia, atau biologi, termasuk
infeksi parasit. Respons ini termasuk ke dalam mekanisme pertahanan tubuh
nonspesifik yang diinisiasi oleh pengenalan zat asing/molekul patogen
(karbohidrat, lipid, protein, atau asam nukleat bakteri/virus/jamur/parasit)
oleh pattern recognition receptors (PRR). Beberapa perubahan yang
ditemukan pada saat terjadinya inflamasi adalah:
Demam

Tentir I-B Infeksi Imunologi

38

SAP FKUI 2010

Respons fase akut yang terdiri dari: leukositosis, perubahan permeabilitas


vaskuler (pada lokasi tempat patogen berada), peningkatan metabolisme,
dan berlangsungnya proses imunitas nonspesifik.
Peningkatan sintesis berbagai protein seperto C-reactive protein dan serum
amyloid protein, terutama di hati.
Perubahan tersebut terjadi akibat meningkatnya sekresi sitokin oleh berbagai
sel yang terlibat, baik sel sistem imun (neutrofil, makrofag) maupun sel non
imun (sel epitel, endotel). Sitokin yang dominan: TNF, IL-1, IFN, IL-6, IL-8, dan
macrophage inflammatory protein (MIP).
Respons Imun Spesifik

Semua respons imun seluler diawali dengan proses presentasi antigen oleh
professional APCs pada sel T naif. Diferensiasi sel T naif menjadi sel TH2
ditentukan jenis sitokin yang banyak dihasilkan pada respons imun nonspesifik,
baik oleh sel imun seperti APC, sel B naif, sel mast, basofil ataupun sel lainnya
(sel epitel). Dalam respons imun nonspesifik terhadap infeksi helmint, sitokin
yg dihasilkan mengarahkan diferensiasi sel T naif menjadi sel TH2.
Selanjutnya, sel TH2 menjalankan berbagai fungsi efektor dalam mengeradikasi
helmint patogen melalui perantara berbagai sitokin yang dihasilkannya:
1. IL-4
Menstimulasi class-switching Ig sel B teraktivasi menjadi isotipe IgE dan
IgG4.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

39

SAP FKUI 2010

Faktor pertumbuhan autokrin untuk menstimulasi perkembangan sel TH2


lebih jauh lagi.
Menghambat aktivasi makrofag klasik (yg dimediasi oleh IFN-gamma). Hal
ini mengarahkan perkembangan makrofag melalui jalur alternatif
(makrofag M2). Makrofag M2 mensekresikan sitokin antiinflamasi (IL-10,
TGF-beta) serta mediator kimia yang berperan dalam proses
penyembuhan luka dan fibrosis (prolin, poliamin, TGF-beta).
Menginduksi gerak peristaltik saluran gastrointestinal.
Menstimulasi rekruitmen eosinofil dengan menginduksi ekspresi molekul
adhesi pada endotel (Selektin-E dan VCAM-1, ligan dari integrin VLA-4 yg
diekspresikan eosinofil) dan menginduksi sekresi kemokin-khususeosinofil, yakni eotaksin (CCL11). Eotaksin dihasilkan oleh sel epitel lokal
tempat infeksi helmint terjadi. Sesampainya di jaringan tersebut, eosinofil
mensekresikan protein granul yang bersifat toksik terhadap organisme
parasit helmint. Sekresi tersebut diduga diinisiasi oleh ikatan antara
kompleks antigen-antibodi (IgG, IgA, atau IgE) dengan reseptornya
masing-masing pada permukaan sel eosinofil.
2. IL-13
Bersama dengan IL-4 menginduksi perkembangan makrofag melalui jalur
alternatif (makrofag M2).
Menginduksi gerak persitaltik saluran gastrointestinal.
Meningkatkan produksi mukus sel epitel saluran napas.
3. IL-5
Aktivator eosinofil: induksi pertumbuhan dan diferensiasi eosinofil
sehingga sel tersebut dapat mensekresikan protein toksik di dalam
granulnya dan membunuh helmint.
Parasit helmint paling sering menimbulkan gangguan saluran cerna karena
sistem gastrointestinal adalah port of entry-nya yang paling sering. Karena
helmint dianggap sebagai benda asing oleh sel-sel penyusun saluran
gastrointestinal, sel-sel tersebut bereaksi menimbulkan respons-respons
tertentu dengan 1 tujuan: pengeluaran helmint. Di bawah ini adalah beberapa
tahapan proses terjadinya pengeluaran helmint:
1. Parasit berinteraksi dengan enterosit, bahkan membentuk perlekatan
induksi sistem imun.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

40

SAP FKUI 2010

2. Terjadi berbagai respons imun, baik spesifik maupun nonspesifik, yang


disertai dengan tanda-tanda inflamasi. Respons imun, seperti yang sudah
dijelaskan di atas, banyak dimediasi oleh sitokin-sitokin. IL-4 dan IL-13
adalah dua sitokin peranannya dominan dalam respons imun terhadap
parasit helmint. IL-4 bisa berasal dari sel mast,basofil, atau neutrofil sebagai
bagian dari respons imun nonspesifik ataupun dari sel TH2 sebagai respons
imun spesifik, bersamaan dengan produksi IL-13. Terlepas dari sumbernya,
baik IL-4 maupun IL 13 menyebabkan perubahan lokal pada saluran
gastrointestinal:
Hiperkontraktilitas otot saluran cerna, terutama pada lapisan muskularis
eksterna (karena IL-4 dan IL-13 terdeteksi pada lapisan ini).
Hiperplasia sel goblet peningkatan sekresi mukus, yg selanjutnya
menyebabkan:
Perubahan pH dari netral menjadi lebih asam.
Memerangkap/menyelimuti parasit.
Menghambat motilitas parasit dan kemampuannya mencari makanan.
Peningkatan jumlah sel mast (mastositosis) pada lapisan lamina propria.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, sel mast mengeluarkan
mediator kimiawi yang dapat merusak sawar epitel.
3. Sel enteroendokrin pada mukosa saluran gastrointestinal bekerja sebagai
sistem saraf sensorik yang mampu mengaktivasi sistem saraf enterik melalui
pelepasan sekretin, serotonin, kolesistokinin, dan kromogranin.
Neurotransmiter2 tersebut akan mempengaruhi fisiologi sekresi dan
motilitas saluran cerna.
Modulasi Sistem Imun oleh Helmint

Tentir I-B Infeksi Imunologi

41

SAP FKUI 2010

Empat subset utama sel T CD4, yakni TH1, TH2, TH17, dan Treg, merupakan
elemen sentral keempat respons imun seluler. Keseimbangan regulasi antara
sitokin proinflamasi dan antiinflamasi menentukan gambaran patologi dan
hasil akhir suatu penyakit. Pada infeksi helmint, TH2 dan Treg memegang
peranan penting: TH2 pada fase akut dari infeksi sementara Treg lebih
dominan pada fase kronis. Treg mensekresikan sitokin IL-10 dan TGF-beta yang
bersifat antiinflamasi. Salah satu efek utama IL-10 adalah perubahan respons
imun humoral yg sebelumnya (pada fase akut) menghasilkan IgE menjadi IgG.
Pengecualian
Kedua organisme helmint ini tidak menginduksi reaksi infeksi helmint klasik
seperti yang dijelaskan di atas: Schistosoma dan filariasis.
A. Infeksi Schistosoma sp.
Terdiri dari 2 fase: fase akut dan kronis. Pada fase akut, respons imun adaptif
yang terjadi terutama dimediasi oleh sel TH1. Alasan mengapa hal ini terjadi
belum diketahui dengan pasti. Seiring berjalannya waktu, infeksi terus
berlanjut dan cacing dewasa pun bertelur. Saat inilah respons imun berubah
hingga lebih didominasi oleh sel TH2 (peralihan dari fase akut menjadi kronis).
Infeksi dikatakan kronis apabila respons imun TH2 sudah termodulasi (seperti
modulasi sistem imun pada infeksi parasit helmintik lainnya).

Skistosomiasis Akut
Menyebabkan penyakit febrile yakni Katayama illness
Terjadi akibat lonjakan kadar sitokin proinflamasi seperti TNF, IL-1, dan
IL-6 yang memuncak 6-8 minggu setelah infeksi.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

42

SAP FKUI 2010

Dalam bentuk yang berat bisa menyebabkan kakeksia dengan angka


mortalitas tinggi. Bentuk yang berat ini terjadi akibat ketidakmunculan
respons TH2.
Perlu diperhatikan, bentuk yang akut ini hanya terjadi pada traveller yg
sedang berpergian ke area endemik.
Skistosomiasis Kronis
Setelah berkopulasi di pembuluh darah dan menghasilkan telur, telur
akan dibawa ke hati (S. mansoni & S. japonicum) atau ke kandung
kemih (S. haematobium). Secara umum, di kedua lokasi ini, telur akan
mati dan menyebabkan kerusakan jaringan.
Kerusakan jaringan diinduksi oleh antigen telur helmint yakni LaktosaN-ficopentosa III (gula polilaktosamin) yang dideteksi reseptor TLR 4 sel
dendritik. Subset sel dendritik ini cenderung mengarahkan diferensiasi
sel T CD4 menjadi TH2.
Aktivasi sel TH2 dibarengi juga dengan aktivasi makrofag melalui jalur
alternatif yang dimediasi sitokin hasil sekresi TH2. Bersama dengan IL13 dan eosinofil, terjadi proses fibrogenesis yg berujung pada lesi
granulomatosa di sekitar telur.
Lama-kelamaan telur mati dan jaringan granulomatosa berangsurangsur hilang, meninggalkan plak fibrotik.
Sebenarnya granuloma bertujuan untuk melindungi hepatosit (pada
infeksi S. mansoni/japonicum), tetapi justru fibrosis yg terjadi
menyebabkan gangguan fungsional. Fibrosis berat dapat timbul pada
human schistosomiasis.
B. Infeksi Filaria
Parasit filaria memiliki wolbachia, suatu bakteri riketsial yang bersifat
endosimbiotik di dalam tubuhnya. Uniknya, justru bakteri inilah yang
menginduksi respons imun akibat antigen Wolbachia surface protein yang
menginduksi sekresi sitokin proinflamasi (TNF, IL6) oleh makrofag serta
aktivitas kemotaktik netrofil. Mediator kimiawi tersebut menyebabkan
perubahan pada pembuluh limfa berupa dilatasi. Dilatasi menimbulkan stasis
cairan limfe di dalamnya sehingga terjadi obstruksi. Dengan demikian,
terjadilah gambaran patologis pada sistem limfatik yg termanifestasikan
sebagai edema atau hidrokel.
Tentir I-B Infeksi Imunologi

43

SAP FKUI 2010

http://www.cdc.gov/parasites/about.html
http://www.acaai.org/allergist/allergies/Types/foodallergies/types/Pages/eosinophilic-esophagitis.aspx
Patogenesis dan Imunologi Infeksi Protozoa
Meskipun ada banyak protozoa yang dapat menyebabkan infeksi pada
manusia, di bagian ini hanya akan dibahas patogenesis dan imunologi infeksi
malaria.
Seperti yg telah kita ketahui, infeksi malaria disebabkan oleh parasit bersel 1
yakni Plasmodium , sp. Di dalam tubuh manusia, plasmodium mengalami
perkembangan bertahap yang terdiri dari berbagai bentuk intermediet. Oleh
sebab itu, respons imun terhadap malaria bersifat kompleks. Selain itu,
respons tersebut juga bervariasi antarspesies plasmodium yg menyebabkan
infeksi.
Pada dasarnya, respons imun nonspesifik dan spesifik bekerja sama untuk
mencegah patologi berat pada organ tertentu serta membatasi parasitemia
dengan cara menurunkan jumlah total parasit yang menginfeksi sel dan
bersirkulasi.
Imunitas pada Infeksi Malaria
Berdasarkan outcome klinisnya, terdapat tiga jenis imunitas pada infeksi
malaria:
1. Imunitas terhadap Parasit
Pada kondisi ini, sistem imun pasien secara adekuat merespons terhadap
parasit sehingga parasit dapat dieradikasi dari tubuh dan ditandai dengan
kondisi aparasitemia.
2. Imunitas terhadap Penyakit/ Imunitas Klinis

Tentir I-B Infeksi Imunologi

44

SAP FKUI 2010

Gambar di atas menunjukkan perjalanan infeksi malaria hingga terdapat


imunitas klinis. Dimulai dari infeksi sporozoit (sporozoite infection [sp]),
infeksi malaria tidak semerta-merta langsung menimbulkan gejala klinis.
Terdapat prepatent period (p) yang berarti selang waktu antara infeksi
hingga parasit dapat terdeteksi dalam darah, tetapi belum menimbulkan
gejala klinis. Garis biru menunjukkan batas minimum deteksi mikroskopik
yang menandakan berakhirnya prepatent period tersebut. Selain prepatent
period, terdapat pula istilah masa inkubasi (i) yang berarti masa
asimptomatik setelah infeksi terjadi. Masa inkubasi ini mencakup prepatent
period. Garis merah pada gambar dikenal sebagai ambang batas klinis atau
derajat parasitemia minimal yang dapat menghasilkan gejala klinis. Garis
hitam menunjukkan kuantitas parasitemia selama perjalanan penyakit.
Apabila digambar dengan garis putus-putus artinya parasitemia sudah
terjadi, tetapi belum dapat terdeteksi.
Warna area yang berbeda-beda pada latar belakang grafik memperlihatkan
kondisi klinis pasien terinfeksi. Warna kuning berarti pasien mengalami
parasitemia subpaten. Warna oranye berarti pasien mengalami parasitemia
paten asimptomatik. Sementara warna merah menunjukkan parasitemia
yang sudah termanifestasikan.
3. Imunitas yang Tidak Adekuat
Bentuk sporozoit malaria yang menginfeksi eritrosit dapat menyisipkan
antigen malaria pada membran sel eritrosit. Antigen tersebut dikode oleh
berbagai gen, seperti antigen PfEMP yang dikode gen var. Karakteristik
struktur dari antigen PfEMP berbeda antarsubtipe plasmodium. Padahal,
antigen inilah yang merangsang respons imun adaptif, terutama produksi
antibodi. Apabila terjadi infeksi ulang oleh plasmodium dengan subtipe yg
berbeda, antibodi yg sudah ada tidak dapat mengenal infeksi tersebut. Hal
ini berpotensi menyebabkan penyakit berat akibat proliferasi parasit tidak
terkontrol.
Imunopatogenesis
Vektor malaria, nyamuk Anopheles akan mendeposisi plasmodium ketika
mengisap darah manusia. Plasmodium akan masuk ke pembuluh darah dan
menginfeksi hepatosit. Parasit mengalami pematangan di sel hati dan akhirnya
kembali ke darah dalam bentuk sporozoit yang menginfeksi hepatosit. Dua

Tentir I-B Infeksi Imunologi

45

SAP FKUI 2010

infeksi sel inang yang berbeda ini (infeksi hepatosit dan eritrosit) menginduksi
jalur respons imun berbeda pula:
1. Infeksi hepatosit menginduksi respons imun seluler berupa aktivasi sel T CD8
menjadi sel T sitotoksik yang melisiskan hepatosit terinfeksi. Proses aktivasi
dan diferensiasi ini diinisasi oleh presentasi antigen plasmodium yang
tertinggal pada kulit saat inokulasi pertama kali oleh vektor. Antigen
kemudian disalurkan melalui pembuluh limfatik menuju kelenjar getah
bening. Salah satu antigen plasmodium yg dipresentasikan adalah protein
sirkumsporozoit.
2. Sementara itu, infeksi eritrosit menginduksi respons imun seluler melalui
perantara sel TH1. Eritrosit terinfeksi mengekspresikan protein antigen pada
membran selnya. Protein ini dapat dideteksi oleh APCs seperti sel dendritik
dan makrofag. Penjelasan ini saya terjemahkan dari gambar, agak blunder
sebetulnya karena sel dendritik itu biasanya adanya di jaringan perifer,
pembuluh limfatik, atau organ limfoid sementara makrofag di pembuluh
darah juga belum sepenuhnya matur (a.k.a.: monosit). Ada satu jenis sel
dendritik, yaitu sel dendritik plasmasitoid yg lebih banyak di pembuluh
darah. Tapi subtipe sel dendritik yg satu ini terutama berperan dalam infeksi
virus. Karena gambarnya gak disertai sumber jurnal jadi yodah deh gak bisa
dilacak penjelasannya.

Yang selanjutnya terjadi adalah proses aktivasi sel T CD4 naif dan
diferensiasinya menjadi sel TH1. Sitokin IFN-gamma yang disekreskan
berbagai sel (terutama sel TH1, tetapi sel NK dan sel T juga produksi IFNgamma) akan meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Makrofag
yang teraktivasi merespons, salah satunya, dengan meningkatkan sekresi

Tentir I-B Infeksi Imunologi

46

SAP FKUI 2010

TNF-alfa, sitokin proinflamasi yang berpotensi merugikan. Namun demikian,


dalam konsentrasi optimal, kombinasi IFN-gamma dan TNF-alfa
menginduksi sekresi NO oleh makrofag yg bersifat paraticidal.
3. Protein antigen abnormal pada eritrosit terinfeksi juga menginduksi respons
imun humoral dan berujung pada sekresi IgG spesifik protein antigen terkait.
Antibodi ini bekerja mengatasi infeksi malaria melalui tiga mekanisme:
Menginhibisi sitoadherensi. Salah satu patogenesis infeksi malaria yang
termanifestasi sebagai gejala klinis adalah sitoadherensi, yakni perlekatan
antareritrosit dan/atau eritrosit dengan endotel pembuluh kapiler
hingga terjadi hambatan aliran darah pada area tertentu. Sitoadherensi
diperantarai oleh ikatan antarprotein antigen yg dapat menginduksi
produksi antibodi.
Inhibisi invasi eritrosit yang masih sehat oleh sporozoit. Sporozoit juga
mengekspresikan antigen tertentu yang dapat menginduksi produksi
antibodi spesifik. Antibodi ini kemudian dapat menetralisasi sporozit
sehingga mencegah patogen tersebut menginfeksi eritrosit.
Antibodi yang berikatan dengan antigen dapat dideteksi oleh sel NK yg
kemudian melisiskan parasit/sel terinfeksi (antibody dependent
cytotoxicity).
Patofisiologi dan Berbagai Manifestasi Klinis Infeksi Malaria
Area Endemis Tinggi
Pada area endemis tinggi, penyakit berat akibat malaria (malaria serebral)
justru jarang terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan lebih sering pada
anak yg lebih tua yg mengalami infeksi sekunder.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

47

SAP FKUI 2010

Pajanan pertama kali (primer) saat anak berusia di bawah 2 tahun hanya
menimbulkan gejala ringan karena keterbatasan sitokin proinflamasi yg
dihasilkan oleh sistem imun. Mengapa demikian? Karena pada usia < 2
tahun sistem imun adaptif/spesifik seorang anak belum berkembang dengan
sempurna sehingga respons inflamasi yang terjadi tidak berlebihan dan
cukup untuk mengeradikasi parasit secara efektif. Akan tetapi, pajanan
pertama ini tetap menghasilkan subset sel T memori yg berjaga-jaga untuk
merespons dengan lebih cepat dan lebih hebat.
Jika pajanan kedua terjadi saat sistem imun anak sudah berkembang
sempurna, sel T memori yg sebelumnya terbentuk akan menginisiasi
sistem imun adaptifnya untuk memberikan respons hebat. Meskipun inisiasi
ini bertujuan untuk membasmi parasit, inflamasi hebat yg dihasilkan justru
malah bersifat merugikan. Akibatnya bisa sampai terjadi syok sistemik atau
malaria serebral.
Pajanan secara kronis setelah pajanan kedua, sama seperti infeksi kronis
helmint, justru menyebabkan stimulasi sel Treg yg mensekresikan sitokin
antiinflamasi (IL-10 dan TGF-beta). Sitokin ini menghambat kerja sitokin
proinflamasi. Akibatnya infeksi parasit terus terjadi, tetapi pasien tidak
menunjukkan gejala klinis (kondisi yg dikenal sebagai imunitas klinis).
Area Nonendemis atau Endemis Rendah
Berkebalikan dengan yg terjadi pada area endemis malaria, pada area endemis
rendah/nonendemis, risiko terjadinya malaria berat lebih besar pd org
dewasa. Hal ini diduga terjadi akibat reaksi silang sel TH1.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

48

SAP FKUI 2010

Infeksi berbagai mikroba lain (Toxoplasma, toksoid tetanus, adenovirus,


mycobacteria, streprococcal, dan fungi) menghasilkan berbagai subset sel T
memori yg spesifik terhadap masing-masing mikroba tersebut. Akan tetapi,
pada kenyataannya subset sel T memori tersebut bereaksi terhadap pajanan
antigen malaria saat infeksi primer. Akibatnya, terjadi produksi berbagai
sitokin proinflamasi yang menyebabkan penyakit berat (syok sistemik dan
malaria serebral).
Jika terjadi infeksi berikutnya (yg kemungkinan kejadiannya kecil karena pasien
tinggal di area endemis rendah), respons sel Treg yang mendominasi dan
terjadilah imunitas klinis. Ohya, kondisi ini sering ditemukan pada orang
dewasa dari area nonendemis yg travelling ke area endemis tanpa
pengobatan profilaksis.
Mengapa pada anak-anak di area endemis rendah/nonendemis tidak terjadi
penyakit berat? Tentu saja karena paparan infeksi belum sebanyak orang
dewasa sehingga kemungkinan anak-anak mempunyai sel T memori yg
bereaksi silang terhadap antigen malaria jauh lebih kecil. Dengan demikian,
pada infeksi primer, malaria tidak akan menyebabkan penyakit begitu berat.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

49

SAP FKUI 2010

Jika infeksi terus berlanjut, meskipun tanpa gejala klinis yg begitu hebat karena
infeksi cenderung terkontrol, tetap akan terjadi induksi sel Treg yg
menghasilkan sitokin antiinflamasi imunitas klinis.

Selamat datang di tentir farmako lagi.. Kali ini kita akan bahas mengenai
immunomodulator dan antipiretik. Meskipun immunomodulator ini
kompetensinya dokter spesialis, ada baiknya kita juga tau loh... Tapi hukumnya
NICE TO KNOW nih.. (diulang mulu sama dr. Dewi loo). Kata dr.Dewi pas kuliah
sih gak banyak ditanya yg immunomodulator, paling yang antipiretiknya aja yg
banyak.. Jadi yg kepepet a.k.a SKS, yaaa, saya serahkan keputusannya pada diri
anda..
Sip... Ready... Start... GO!!!
-IMMUNOMODULATORMeskipun sistem imun kita sangat berguna untuk pertahanan diri, ternyata,
terkadang dia bisa bersikap mengganggu. Bisa jadi kerjanya berlebihan,
autoimun, bahkan sampai yang fungsinya tidak adekuat. Maka dalam keadaan
seperti ini dibutuhkanlah IMMUNOMODULATOR, yaitu suatu obat yang
berfungsi untuk menekan (IMMUNOSUPRESAN) atau meningkatkan
(IMMUNOSTIMULAN) respon imun. Khusus imunostimulan, obat-obatannya
tidak terlalu banyak dibicarakan sebab masih banyak diperdebatkan (terutama
cost and benefit ratio-nya).

Tentir I-B Infeksi Imunologi

50

SAP FKUI 2010

Kortikosteroid
(Glukokortikoid)
Inhibitor
kalsineurin

Agen sitotoksik
Immunosupresan
Immunomodulator
Immunostimulan

Mycophenolate
mofetil

Antibodi
immunosupresif

1. Immunosupresan
Obat-obatan immunosupresan biasanya diindikasikan untuk:
Pencegahan pada respon penolakan tranplantasi organ/jaringan
Penyakit autoimun
Pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus (Eritroblastosis fetalis)
Kortikosteroid
Sebagai immunosupresan, kortikosteroid memiliki efek:
Redistribusi sel B dan sel T matur dari sirkulasi menuju sumsum tulang
dan limpa, hambat neutrofil di pembuluh darah keluar ke jaringan
Menimbulkan penurunan jumlah limfosit, monosit, eosinofil, basofil
dalam sirkulasi dan meningkatkan jumlah neutrofil dalam sirkulasi
(neutrofilia)
Hambat produksi sitokin seperti IL-1, IL-2, IL-6, IFN-, TNF-
Hambat aktivasi dan proliferasi sel T dengan menghambat produksi IL2 dan sitokin lainnya untuk ekspansi klon
Farmakodinamik
Glukokortikoid bekerja pada Glucocorticoid Response Elements (GRE) di DNA
sehingga akan mempengaruhi regulasi transkripsi gen.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

51

SAP FKUI 2010

Kortikosteroid yang bersifat lipofilik akan terikat dengan corticosteroid


binding globulin dalam sirkulasi. Kemudian ia akan masuk kedalam sel
berikatan dengan reseptor di sitoplasma membentuk kompleks hormonreseptor masuk dibawa ke nukelus berinteraksi dengan DNA
memengaruhi sintesis protein.
Salah satu protein yang dipengaruhi sintesisnya antara lain adalah lipokortin
(pemecahan fosfolipase jadi asam arakhidonat terhambat sehingga
pembentukan prostaglandin juga dihambat).
Indikasi
Kortikosteroid dapat digunakan sebagai immunosupresan obat tunggal
maupun kombinasi dalam penanganan rejeksi tranplantasi maupun penyakit
autoimun.
Efek Samping

Tentir I-B Infeksi Imunologi

52

SAP FKUI 2010

Gambar Efek Samping Penggunaan Steroid


Kontraindikasi
Kortikosteroid tidak memiliki kontraindikasi absolut, namun, memiliki
kortikosteroid memiliki kontraindikasi relatif, yaitu pada pasien dengan DM,
ulkus gastric/duodenum, dan pada infeksi berat.
Preparat Kortikosteroid dan Farmakokinetiknya
Berbagai sediaan memiliki potensi antiinflamasi yang berbeda-beda. Lihat
tabel dibawah ini yaaa. Untuk pengunaan kortikosteroid <7 hari, kata
dokternya sih jarang menimbulkan efek samping. Selain itu, untuk obatobatan long-acting, karena T1/2 sangat panjang, bisa digunakan hanya 12x/hari sedangkan obat-obat yang short acting dapat diberikan 3-4x/hari,

Tentir I-B Infeksi Imunologi

53

SAP FKUI 2010

Inhibitor kalsineurin
Kalau menurut Goodman and gillman, obat immunosupresif yang rutin
digunakan dan paling efektif mungkin adalah inhibitor kalsineurin ini, seperti
cyclosporin dan tacrolimus.
Farmakodinamik

Kedua obat ini pada intinya akan menghambat calcineurin inhibisi


aktivitas phosphatase. Namun baik tacrolimus maupun cyclosporin akan
terikat pada immunophilin yang berbeda, yaitu cyclophilin (pada
cyclosporin) dan FK506-binding protein/ FKBP (pada tacrolimus). Interaksi
keduanya akan membentuk kompleks yang dapat terikat dengan calcineurin
Tentir I-B Infeksi Imunologi

54

SAP FKUI 2010

phosphatase inhibis defosforilasi dikatalis oleh calcineurin inhibisi


aktivasi NFAT (Nuclear Factor of Activated T-cells) Normalnya, NFAT yang
dapat diaktivasi akan interaksi dengan faktor transkripsi AP-1 untuk
transkripsi IL-2 dan sitokin lainnya. Karena dihambat, maka sintesis IL-2 dan
interleukin lainnya ikut terhambat.
Farmakokinetik
Cyclosporine Dapat diberikan secara oral maupun IV. Absorpsi oral
inkomplit serta akan berkurang dan melambat bila
administrasi bersamaan dengan makanan.
Tmax=1,5-2 jam. T1/2 5-18 jam.
Metabolisme banyak di hati oleh CYP3A4 dan dalam jumlah
sangat kecil di GI dan ginjal. Cyclosporine dan metabolitnya
akan diekskresikan melalui empedu ke feses. Ia juga
diekskresikan melalui ASI.
Tacrolimus
Dapat diberikan oral dan injeksi. Pemberian oral,
absorpsinya inkomplit dan bervariasi. Makanan akan
mengurangi dan memperlambat penyerapan obat.
Tacrolimus terikat plasma 75-99% (albumin dan 1-acid
glycoprotein). Tacrolimus mengalami metabolisme di hati
oleh CYP3A4. T1/2 = 12 jam. Diekskresikan bersamaan dengan
feses.
Efek samping
Efek samping yang ditimbulkan tacrolimus > dari cyclosporin, sehingga pada
penggunaan tacrolimus harus selalu dimonitor kadarnya dalam darah. Efek
samping yang dapat ditimbulkan antara lain nefrotoksisitas, neurotoksisitas
(tremor, sakit kepala, gangguan motorik, kejang), hepatotoksisitas,
gangguan gastrointestinal. Pada cyclosporin dapat menimbulkan hirsutisme
dan hiperplasia gingival sedangkan tacrolimus banyak menimbulkan
hiperglikemia. Dosis harus disesuaikan pada pasien dengan disfungsi hati.
Indikasi
Untuk mencegah reaksi penolakan pada tranplantasi organ (obat
tunggal/kombinasi) seperti ginjal, hati, jantung, dll. Biasanya
cyclosporine dikombinasikan dengan obat lain seperti glukokortikoid,
azathioprine, mycophenolate mofetil, dan sirolimus.
Penyakit autoimun seperti psoriasis, rheumatoid artritis, dan sindrom
nefrotik.
Agen sitotoksik
Tentir I-B Infeksi Imunologi

55

SAP FKUI 2010

1. Azathioprine = imidazolyl derivative of 6-mercaptopurine


Farmakodinamik
Merupakan antimetabolit purin yang dapat inhibisi
de novo sintesis purin menurunkan proliferasi
limfosit
Farmakokinetik
Absorpsi baik secara oral. Tmax=1-2 jam. T1/2=10
menit. Terikat pada protein di plasma dan dapat
disingkirkan dari sirkulasi melalui oksidasi atau
metilasi di hati dan eritrosit.
Indikasi
Untuk mencegah respon penolakan tranpslantasi
organ dan pada penyakit autoimun serta pada
reumatoid artritis yang parah.
Efek samping
Myelosupresi (supresi sumsum tulang)
merupakan efek samping utama leukopenia
(sering), trombositopenia (jarang), dan atau
anemia (tidak umum)
Gangguan gastrointestinal (GI toxicity)
Peningkatan resiko infeksi (terutama varicella
dan herpes simpleks) dan neoplasia
Hepatotoksisitas dan pankreatitis
Alopecia
Interaksi
Allopurinol blokade xanthine oksidase yang
digunakan untuk katabolisme metabolit
azathioprine
ACE inihibitor dan agen myelosuppresive lain
memperberat efek samping leukopenia,
trombositopenia, dll
Dosis
Dosis awal untuk mencegah penolakan tranplantasi
organ dan meminimalisir toksisitas biasanya 3-5
mg/kg/hari.
Untuk rheumatoid artritis, digunakan dosis awal 1
mg/kg/hari. Selama penggunaan azathioprine
sebaiknya tetap dilakukan pemantauan hitung
darah dan fungsi hati.
2. Methotrexate digunakan sebagai antikanker dan dapat berperan
sebagai immunosupresan dengan dosis yang berbeda.
Merupakan suatu antimetabolit yang dapat menekan sel
imunokompeten di kulit dan menurunkan ekspresi Cutaneous
Lymphocyte-Associated Antigen (CLA)-positive T cells dan selektin E di

Tentir I-B Infeksi Imunologi

56

SAP FKUI 2010

endotel. Oleh karena itu, obat ini sangat bermanfaat untuk terapi
psoriasis.
Farmakodinamik
Inhibisi dihidrofenolat reduktase blokade
thymidilate dan sintesis purin. Bekerja pada fase S
siklus sel sehingga mengganggu fungsi sel T.
Farmakokinetik
Absorpsi melalui sistem GI lebih baik pada dosis
kecil (<25 mg/m2). Pada dosis besar diabsorpsi
secara tidak lengkap sehingga seringkali diberikan
IV untuk dosis besar. Distribusi ke rongga tubuh
seperti peritoneal dan pleura lambat. 50%
methotrexate terikat plasma protein. >90% dosis yg
diberikan akan di ekskresikan melalui urin.
Indikasi
Dapat digunakan sebagai obat tungal maupun
kombinasi dengan cyclosporine untuk mencegah
reaksi penolakan tranplantasi organ, rheumatoid
artritis, dan psoriasis.
Kontraindikasi
Pada wanita hamil
Efek Samping
Myelotoksisitas, sirosis hati, gangguan sistem
gastrointestinal
PERHATIAN
HATI-HATI!! Jangan pernah mengkombinasikan
dengan Trimethoprim-Sulfamethoxazole,
Probenecid, Salicylate.
3. Cyclophosphamide
Farmakodinamik
Terutama menghambat sel B dan sedikit pada sel T
dengan mekanisme alkilasi DNA.
Farmakokinetik
Dapat diberikan oral dan IV. Absorpsi oral baik.
Obat akan diaktivasi oleh CYP2B menjadi 4hydroxycyclophosphamide. Obat akan dieliminasi
melalui metabolisme hepatik. Tmax=1 jam. T1/2=7
jam.
Indikasi
Pada dosis kecil diindikasikan untuk penyakit
autoimun seperti SLE, idiopathic trombocytopenia
purpura, rheumatoid artritis, sindrom nefrotik.
Kontraindikasi
Memiliki efek teratogenik sehingga
dikontraindikasikan pada wanita hamil.
Efek Samping
Sistitis hemoragik, pancytopenia, kardiotoksisitas
Mycophenolate mofetil= 2-morpholinoethyl ester dari asam mycophenolic
Farmakodinamik Mycophenolate mofetil merupakan prodrug yang akan
dihidrolisis cepat menjadi asam mycophenolat (MPA).

Tentir I-B Infeksi Imunologi

57

SAP FKUI 2010

MPA memiliki inhibisi selektif, reversibel, non-kompetitif


dan poten terhadap inosine monophosphate
dehydrogenase (IMPDH)* sintesis purin terhambat
blokade aktivasi sel B dan sel T (proliferasi, fungsi
termasuk pembentukan antibodi, adhesi seluler, dan
migrasi)
*IMPDH merupakan enzim jalur de novo dari sintesis
nukleotida guanin. Jalur ini sangat dibutuhkan pada
proliferasi sel limfosit T dan B.
Farmakokinetik
Segera setelah absorpsi mycophenolate mofetil
adminsitrasi oral maupun IV, ia akan segera
dimetabolisme lengkap dan cepat menjadi MPA. T1/2= 16
jam.
Metabolisme MPA menjadi metabolit inaktif berupa
Glucoronide MPAG.
Ekskresi melalui urin sebagai MPAG (87%) dan MPA
(<1%). Kadar dalam plasmanya akan meningkat pada
pasien dengan insufisiensi ginjal.
Indikasi
Mencegah / profilaksis reaksi penolakan tranplantasi
(kombinasi dengan prednison(glukokortikoid) maupun
inhibitor calcineurin), rheumatoid artritis, nefritis lupus.
Tapi perhatikan sekali lagi, ternyata obat ini sangat
mahal...
Efek samping
Gangguan gastrointetsinal dan myelosupresi
Dosis dan
Tranplantasi ginjal 1 g oral/IV lebih dari 2 jam, 2x/hari
Toksisitas
Toksisitas leukopenia, diare, muntah.
Antibodi immunosupresif
Antibodi poliklonal berupa antithymocyte globulin (ATG) yang
mengikat berbagai molekul di permukaan sel T seperti CD2, CD3, CD4
sehingga menyebabkan penurunan jumlah dan hambat fungsi limfosit.
Antibodi monoklonal berupa Muromonab CD3 yang terikat khusus
di molekul CD3 permukaan sel T, sehingga gagal untuk mengenali
antigen.
Rh0(D) Immune Globulin Terdapat antibodi spesifik antigen Rh di
permukaan eritrosit. Biasanya diindikasikan pada ibu dengan Rh (-)
untuk mencegah sensitisasi imun ibu terhadap antigen Rh (+) dari
fetus saat ibu melahirkan. Jadi dikasihnya pada ibu setelah melahirkan

Tentir I-B Infeksi Imunologi

58

SAP FKUI 2010

anak (24-72 jam), karena ada kemungkinan darah fetus masuk ke


sirkulasi ibu. Dengan ngasih antibodi ini, kemungkinan terjadi
eritroblastosis fetalis kelahiran kedua diperkecil.
Basiliximab dan Daclizumab Bekerja dengan menghalangi Il-2 untuk
terikat dengan sel limfosit aktif efek immunosupresif dengan
blokade aktivasi dan proliferasi sel T
2. Immunostimulan
Obat-obat immunostimulan ini sendiri di teksbook gak terlalu banyak
dibicarakan. Kata dosen sendiri, ini dikarenakan masih banyaknya
kontroversi mengenai penggunaan obat ini. Dapat digunakan pada pasien
dengan immunocompromised (AIDS, infeksi kronik, keganasan) untuk
meningkatkan sistem imunnya, namun efek terapinya lemah dan tidak
spesifik terhadap sel maupun antibodi tertentu. Berikut obat-obat termasuk
immunostimulan:
Isoprinosine
Dapat meningkatkan fungsi sel NK, sel T, dan monosit, namun manfaat klinis
masih sangat menjadi kontroversi.
Levamisole
Meningkatkan immunitas seluler dan diindikasikan untu pasien kanker
kolorektal serta penyakit Hodgkin. Efek samping dapat menimbulkan
agranulositosis.
Cytokine
IL-2 merupakan T cell growth factor yang terikat dengan reseptor sel T
dipermukaan sel aktivasi proliferasi dan diferensiasi T-helper, T-cytotoxic,
sel B dan makrofag. Memiliki efek samping hipotensi berat, edema paru,
nefrotoksisitas, dan myelosupresi.
Interferron/IFN (IFN-, IFN-, IFN-) Diindikasikan untuk melanoma,
Chronic Myelocytic Leukemia, Kaposis sarcoma, infeksi HCV kronik. Efek
samping yang timbul antara lain demam, menggigil, myalgia, myelosupresi,
depresi.
Colony Stimulating Factors terdiri atas (1) Granulocyte Colony Stimulating
Factor (G-CSF), contohnya filgastim yang mencegah neutropenia akibat
kemoterapi kanker, (2) Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor
(GM-CSF), contohnya sagramostim yang meningkatkan kecepatan
penyembuhan setelah transplantasi sumsum tulang autologous.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

59

SAP FKUI 2010

-ANTIPIRETIKMerupakan obat-obatan yang dapat menurunkan suhu tubuh pada individu


yang demam, namun tidak pada orang dengan suhu tubuh normal. Antipiretik
bekerja dengan menghalangi sintesis Prostaglandin E2 (PGE2) .

ANTIPIRETIK

Antipiretik terutama NSAID banyak bekerja pada jalur metabolisme asam


arakhidonat dengan menghambat pembentukan Prostaglandin E2 yang
berperan dalam patogenesis demam.

Steroid tidak digunakan sebagai antipiretik ya!!! Antipiretik yang umumnya


digunakan antara lain:
1. Aspirin = Acetyl Salycilic Acid obat Over The Counter (bisa dibeli bebas
dan di apotek biasanya bisa dilihat/terpampang di counter)

Tentir I-B Infeksi Imunologi

60

SAP FKUI 2010

Sebagai analgesia, aspirin dapat meredakan nyeri intnsitas rendah yang


berasal dari struktur integumen dibandingkan viseral, seperti sakit kepala,
myalgia, arthralgia. Sebagai antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh yang
meningkat dengan cepat dan efektif. Namun, pada dosis sedang dapat
menimbulkan efek peningkatan konsumsi oksigen dan laju metabolik.
Farmakodinamik
Inhibisi biosintesis PGE2 dengan cara inhibisi aktivitas
enzim COX secara irreversibel. Aspirin bekerja baik
pada COX-1 maupun COX-2.
Farmakokinetik
Absorpsi pemakaian oral cepat dan baik,
predominan di usus halus porsi atas. Tmax= 1 jam.
Kecepatan absorpsi berkurang bila ada makanan.
Distribusi ke banyak jaringan tubuh dan cairan
transeluler, proses pasif tergantung pH. Dapat
menembus barier plasenta. Metabolisme di hati
menjadi asam salisilat. Ekskresi melalui ginjal.
Tmax= 1 jam, terikat pada protein 80-90%. T1/2 dosis
terapetik 2-3 jam, sedangkan pada dosis tinggi/toksik
mencapai 15-30 jam.
Indikasi
Aspirin merupakan obat analgesik, antipiretik, dan
antiinflamasi. Namun sekarang sudah sangat jarang
digunakan karena efek samping GI. Selain itu sudah
ada obat antipiretik yang lebih aman.
Kontraindikasi
Peptic ulcer, hipersensitivitas aspirin, anak dengan
penyakit febrile akut.
Efek Samping
Gangguan GI nyeri abdomen, mual, dispepsia,
ulkus gastrik/duodenal, diare
Inhibisi permanen platelet COX-1 Hambat
agregasi platelet waktu perdarahan memanjang
Reyes syndrome jarang terjadi ketika aspirin
diberikan pada anak dengan infeksi virus-> muncul
gejala koma, kejang, edema serebral, gagal multiorgan, kematian
Intoksikasi salisilat muntah, tinnitus (ketika kadar
salam plasma mencapai 200-450 g/ml), hilang
pendengaran, hiperventilasi, vertigo
Dosis
Antipiretik Dewasa 325-650 mg/4-6 jam
Antipiretik anak-anak 10 mg/kgBB/4-6 jam
Demam reumatik 1g/4-6 jam
Antiplatelet 40-80 mg/d

Tentir I-B Infeksi Imunologi

61

SAP FKUI 2010

Kadar dalam plasma <60 g/ml


2. Ibuprofen = derivat asam propionat Over The Counter
Farmakodinamik
Inhibisi biosintesis PGE2 dengan menghambat COX
dan memiliki efek analgesik dan antipiretik yang
sebanding dengan aspirin. Efek antiinflamasi <
aspirin.

Farmakokinetik

Indikasi

Kontraindikasi

Efek Samping

Dosis

Absorpsi cepat. Terikat dengan protein 99% dan


mengalami Metabolisme di hati. 90% akan
dimetabolisme menjadi derivat hydroxylate atau
carboxylate. Metabolit ini akan diekskresikan melalui
ginjal dalam bentuk utuh dan metabolit inaktif. T1/2 =
2-4 jam. Tmax=15-30 menit. Pada hewan coba, dapat
menembus plasenta.
Sebagai antipiretik untuk meredakan demam
Terapi simtomatik rematoid artritis dan OA
Mengurangi rasa nyeri (analgesik), misalnya pada
sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, dll
Wanita hamil tidak disarankan, penderita dengan
sindroma nasal polip, angioedema, dan reaksi
bronkospasme terhadap penggunaan asetosal
maupun NSAID lainnya.
HATI-HATI, dapat berinteraksi dengan asetosal dan
warfarin.
Efek samping terutama pada GI kurang dibandingkan
aspirin dan indomethacin. 5-15% pasien mengalami
efek samping GI. (Jarang ditemui) Trombositopenia,
Rash, Nyeri kepala, Pusing, penglihatan blur, dan
beberapa kasus toksik amblyopia, retensi cairan, dan
edema.
Analgesik 200-400 mg/4-6 jam
Antiinflamasi 300 mg/6-8 jam atau 400-800 mg, 34 x/hari
Dosis anak
Antipiretik 5-10 mg/kgBB setiap 6 jam (maksimal
40 mg/kgBB/hari)

Tentir I-B Infeksi Imunologi

62

SAP FKUI 2010

3. Methampyron (Dipyron, Metamizol) = derivat pyrazolon dengan efek


antiinflamasi lemah terkenal sebagai Antalgin
Farmakodinamik
Inhibisi biosintesis PGE2
Indikasi
Analgesik dan antipiretik bila gagal merespon
terhadap obat yang lebih aman dari methampyron.
Digunakan pula apabila dibutuhkan pemberian
antipiretik parenteral. Namun di beberapa negara
sudah tidak boleh beredar lagi.
Efek Samping
Agranulositosis, anemia aplasia, trombositopenia
4. Paracetamol = Acetaminophen = derivat Para-aminophenol PALING
AMAN, bahkan untuk ibu hamil
Merupakan NSAID yang memiliki efek analgesik dan antipiretik yang setara
dengan aspirin, namun efek antiinflamasi, efek GI dan platelet-nya lebih
inferior dibanding aspirin.
Farmakodinamik
Inhibisi biosintesis PGE2 di regio preoptik
hipotalamus. Memiliki efek antiinflamasi yang sangat
lemah.
Dapat mengurangi nyeri dengan menghambat impuls
nyeri di perifer.
Farmakokinetik
Absorpsi baik melalui oral. T1/2 yaitu 2-3 jam namun
dapat meningkat bila dosis ditingkatkan. Tmax= 3060 menit. Terikat dengan protein 20-50%.
Metabolisme di hati. Metabolit aktifnya ada berupa
N-acetyl-p-benzo=quinone-imine (NAPQI) yang
sangat reaktif menimbulkan hepatotoksisitas dan
nefrotoksisitas namun dalam jumlah sedikit.
Metabolit lainnya berupa konjugat glukoronida (60%)
dan konjugat asam sulfar (35%). Ekskresi melalui
ginjal.
Indikasi
Substitusi aspirin sebagai analgesik maupun
antipiretik (individu kontraindikasi aspirin).
Kontraindikasi
Hipersensitif parasetamol dan penderita gangguan
hati berat.
HATI-HATI penggunaan pada penderita ganguan hati,
ginjal, maupun alkoholism dan defisiensi G6PD
Efek Samping
Umumnya, penggunaan dosis tinggi dapat
menyebabkan kerusakan hati yang berat. Selain itu
terkadangjuga dapat terjadi renal tubular necrosis
dan koma hipoglikemik.
Tentir I-B Infeksi Imunologi

63

SAP FKUI 2010

Dosis (antipiretik)

Hal ini dapat terjadi bila:


Pada dosis tinggi (10-15 g atau 150-250 mg/kgBB)
dapat meningkatkan produk NAPQI penurunan
GSH tubuh nekrosis hati.
Dalam kondisi ini, maka obat pilihan diberikan dalam
24 jam adalah N-acetylcystein.
Terapi 3-4 x 500 mg/hari (slide). Kalo di Goodman
ambil 10-15 mg/kg/4jam (maksimum 5 dosis/24
jam). Kalo yang di slide, ambil gramnya berdasarkan
dosis sediaan di pasaran.
Dosis sehari-hari tidak boleh lebih dari 4000 mg atau
2000 mg/hari bagi peminum alkohol kronik.

Sumber: Goodman&Gillman, Katzung, Slide kuliah.

Tentir I-B Infeksi Imunologi

64

SAP FKUI 2010

Anda mungkin juga menyukai