Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air
yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan
itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar
kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal
(metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan
untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara
tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial
ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas
polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari
perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat
menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari 6 prinsip higiene dan
sanitasi makanan. Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam
jumlah yang banyak (untuk katering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan
bahan makanan tersebut. Jenis-jenis pengawetan dan penyimpanan bahan pangan
yaitu:
1. Pendinginan
2. Pengeringan
3. Pengemasan
4. Pengalengan
5. Penggunaan bahan kimia, contohnya: cuka, asam asetat, fungisida,
antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion
dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari
ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran
masam pemasaran.
6. Pemanasan
7. Teknik Iradiasi
Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik menurut higiene
dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:
I. Suhu penyimpanan yang baik
Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan
tergantung kepada besar dan banyaknya makanan dan tempat penyimpanannya.
Sebagian besar dapat dikelompokkan menjadi:
1. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
Menyimpan sampai 3 hari : -50sampai 00 C
Penyimpanan untuk 1 minggu : -190 sampai -50 C
Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C