DESAIN~INSTRUKSIONAL
Prof.
UNTUK
PElillNGKATAN DAN PENGEMBANGAN AKTIVIi'AS INSTRUKSIONAL
DIREKTORAT JENDE:RAL PENDIDIKAN llNGGI
DEPARTEMl:N PEND1DlKAN DAN KEBUDAVMN
1997
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
,":,'
PEKERTI
KATA PENGANTAR
Peningkatan kualitas dosen, terutama dosen-dosen muda
yang baru diangkat, menjadi salah satu pokok pernanan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Setiap dosen
dituntut untuk menguasai bidang ilmunya sendiri' dan juga cara
penyampaiannya .kepada mahasiswa. Umumnya dosen-dosen
muda sudah cukup mempunyai bekal penguasaan terhadap bidang
ilm unya, tetapi masih kurang terampil dalam menyampaikan
materi bidang ilmu tersebut kepada mahasiswa.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut DIKTI menyelenggarakan program pelatihan keterampilandasar teknik
instruksional untuk dosen muda dengan harapan dosen muda
dapat menerapkan konsep-konsep dasar ten tang proses belajarmengajar sejak dini.
Pusat Antar Universitas - Pengembangan dan Peningkatan
Aktivitas Instruksional (pAU-PPAI) di Universitas Terbuka
ditugaskan oleh DIKTI untuk mengembangkan paket program
ters ebut, dantahun 1993, program tersebut telah siap untuk
digunakan. Sejumlah buku akan digunakan sebagai pegangan
pro gram tersebut, yaitu:
Buku la: Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan Mengajar
Buku lb: Teori Belajardan Model-model.Pembelajaran
Buku 2 : Desain Instruksional
Buku 13: Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dan
Satuan Acara Pengajaran (SAP)
Buku 2b: Panduan Praktik Mengajat
Buku 3 : Penilaian Hasil Belajar
B uku Pedoman Penyelenggaraan
Buku Pedoman Penatar dan Fasilitator
Buku Pedoman Magang
Jadwal Pelatihan
Program pelatihan keterampiJandasar teknik instruksional untuk
dosen muda ini diharapkan mulai berlangsung tahun 1993. Kiranya
program inibesar manfaatnya bagi tercapainya rnutu pendidikan yang
lebib baik lagi di Indonesia.
.
~~
Pr~f.
.'
PEKERTI
KATA PENGANTAR
Pusat Antar Universitas untuk Peng embangan dan
Penin gkatan Akti vitas Instruksional (P AU-PPAI) di Universitas
Terbuka, adaIahsaIah satu dari enambelas PAU, yang dibentuk
untuk menciptakan dan mengembangkan prasaranaakadernik
yang diperIukan daIarn usaha meningkatkan kualitas dan
produktivitas pendidikan tinggi,
Salah satu bentuk kegiatannyaadalah pengembangan bahan
mstruksional yang menggunakan bahasa Indonesia, berupa
buku ajar, monografi, bahan kuliah, buku panduan, dan model.
Bahan instruksional tersebut dapat merupakan karya asli,
saduran, ataupun terjemahan. Karya ini merupakan salah satu
basil pengembangan tersebut. Penulisnya menyadari karya ini
tentu tidak Iuput dari kekurangan atau kelemahan. Oleh karena
itu kami ikut mengharapkan saran-saran untuk penyempurnaan
dari para sej aw at , pemakai, dan semua pihak yang
berkepentingan.
Hak cipta karya ini ada pada penulis. PAU-PPAI mencetak
secara terbatas untuk kepentingan sendiri sebagai suatu uji coba
penyebaran, Mereka yang bermaksud menggandakan atau
menerbitkan karya ini lebih lanjut harus mendapat persetujuan
tertulis dari penulis atau PAU-PPAI.
Kami berharap karya ini dapat dipergunakan sebagai bahan,
bahkan mungkin sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan
beIajar dan pembelajaran. Di samping itu bahan ini diharapkan .
merupakan tambahan dalam memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan kita dalam bidang teknologi instruksionaI, baik
konsepsi maupun aplikasinya.
Kepala PAUPPAI
Dr. Christina
ngindaan, M.Ed
NIP. 130 278 074
iii
PEKERTI
KATA PENGANTAR
Diterbitkannya buku Desain Instruksional ini merupakan
hal yang rnenggembirakan bagi perkembangan teknologi
instruksional, karena hal itu berarti bertambahnya buku acuan
bagi para dosen, guru, dan praktisi di lembaga pendidikan 'dan
pelatihan dalam rnelaksanakan usaha peningkatan kualitas sistem
instruksional.
Buku ini selain berisi konsep-konsep dan prinsip-prinsip
desain instruksional, juga dan terutama berisiprosedur atau
tuntutan praktisi yang'berisi langkah demi langkah yang perlu
diikuti dalam mengembangkan, mendesain kembali, atau
mernperbaiki sistem instruksional, termasuk mengembangkan
bahan ajar atau bahan pelatihan.
Dengan didukung pendidikan formal dan pengalaman penulis
dalam berbagai lembaga pendidikan sebagai pengajar dan
ko nsultan diharapkan buku ini dapat memenuhi kebutuhan
berbagai kalangan kaum praktisi yangbergerak dalam bidang
pendidikan.
Penggunaan buku ini tentu akan lebih efektif bila isinya
secara terus menerus disempurnakan. Oleh karena itu kami ikut
mengharapkan saran perbaikan dari pemakai.
PEKERT/
PEKERTI
. DAFTAR lSI
Halaman
KATA PENGANTAR
PRAKATA
DAFTAR lSI
iv
vi
BABI
PENDAHULUAN
lsi Singkat Buku Ini
Kegiatan Instruksional sebagai suatu Sistem
Prinsip-prmsip Instruksional
Latihan
Rangkuman
1
1
4
14
25
26
BAB II
MODELPENGEMBANGAN
lNSTRUKSIONAL"
Pengertian Pengembangan Instruksional
Berbagai Model Pengembangan Instruksional
Model yang terbaik
Latihan
Rangkuman
29
29
33
52
52
57
MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN
INSTRUKSIONAL DAN MENULIS
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional
Menulis Tujuan Instruksional Umum
Sedikit tentang Taksonomi Tujuan Pendidikan
Latihan
Rangkuman
60
62
75
80
83
85
BAB III
MELAKUKAN ANALISIS
INSTRUKSIONAL
-. Pengertian Analisls Instruksional
Empat Macam Struktur Perilaku
Langkah-Iangkah melakukan Analisis
Instruksional
Latihan
Rangkuman
BAB IV /'
/
89
89
89
100
103
106
vi
PEKERTJ
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
vii
MENGIDENTIFIKASI PERILAKU
DAN KARAKTERISTIK AWAL SISWA
Perilaku AwaI Siswa
Karakteristik AwaI Siswa
Latihan
Rangkuman
107
110
113
114
117
MERUMUSKAN TUJUAN
INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Pengertian TIK
Bagaimana Merumuskan TIK
Hubungan TIK dengan lsi Pelajaran
Latihan
Rangkuman
118
119
122
129
130
131
132
133
135
139
141
150
151
152
153
155
160
166
177
181
183
193
193
PEKERTI
BAB IX
MENGEMBANGKANBAHAN
INSTRUKSIONAL
Tiga Bentuk Kegiatan Instruksional
Tiga Macam Pengembangan
Bahan Instruksional
MengembangkanPedoman Siswa
dan Pedoman Pengajar
Latihan
Rangkuman
MENDESAIN DAN MELAKSANAKAN
EVALUASI FORMATIF
Pengertian Evaluasi Formatif
Empat Tahap Evaluasi Formatif
Komponen yang Perlu Diperhatikan
dalam Mer,encanakan Evaluasi Formatif
Merevisi Produk Instruksional
Latihan
Rangkuman
BABX
195
196
200
205
207
207
209
210
212
217
219
224
225
227
SENARAI
/~-.
r"",~,
-, ( \
'iii
PEKERTI
"
. I 1.
II,
'\
'!
" \,i!\",I,
. i:'
I ,.'
PENDAHULUA.N
A. lsi S.ingkat SUku Ini
Dalam buku ini diuraikan suatu proses sistematik yang
"
'\
PEKERTI
1. Proses
2.
PEKERTI
3.
4.
5.
6.
PEKERTI
4
I
PEKERTI
PEKERTf
Suprasistem
Komponen, Bagian,
dan Proses Sistem
/~
~A,--
Supraslstem
~"
PEKERTI
PEKERTI
PEKERTI
I MEjiU ?)
MULAI DENGAN
STUDITERHADAP
SISTEM YANG ADA
SEKARANG
PANDANGAN SISTEM
. YANG DENGAN
ttl ELALUI. PE NERAPAN
SECARA TERAMPIL
PENGEMBANGAN
KONSEP SISTEM
YANG MEMPENGARUHI
PERSEPSITERHADAP
DUNIA
~
PENDEKATAN SISTEM
~~\..\5\'S
PEMECAHAN
MASALAH
PEKERTI
Penggunaan pendekatan sistern dalam kegiatan instruksional berkembang lebih pesat sete1ah muncu1nya teknolngi
instruksiona1 sejak awa1 tahun 1960-an. Sebagai ilmu, bidang
kajian, dan profesi, tekno1ogi instruksiona1 berkem bang
terus. Kegiatan instruksiona1 dianalisis menjadi subsistemsubsistem sebagai berikut: tujuan instruksional, tes, strategi
instruksional, bahan instruksional dan evaluasi, di samping
komponen pengajar, mahasiswa, dan fasilitas. Karena itu,
untuk memecahkan masalah instruksiona1 kita perlu menguji
fungsi setiap subsistem tersebut. Untuk menguji fungsi setiap
subsistem ini digunakan analisis sistem. Hasil pengujian ini
memberi petunjuk subsistem yang perlu diganti atau diperbaiki.
Langkah selanjutnya adalah mensintesis sistem barn dengan
cara mengintegrasikan subsistem barntersebut dengansubsistem
yang lain untuk mewujudkan sistem yang Iebih baik.
Untuk mengembangkan sistem instruksional yang sesuai
bagi mata pelajaran, program pendidikan, dan mahasiswa
tertentu telah berkembang suatu teknologi yang disebut
pengembangan instruksional. Ia merupakan bagian dari teknologi
instruksionaI. Pada dasarnya pengembangan instruksional
merupakan proses yang sarna dengan di atas, yaitu
mengidentifikasi subsistem yang menjadi bagiandari sistem,
mengidentifikasi fungsi dan kaitan setiap subsistem yang satu
dengan yang lain, mengembangkan setiap subsistem, mensintesis
semua subsistem yang ada di dalamnya menjadi satu
kesatuan, dan kemudian mengevaluasi fungsinya sebagai
suatu sistem keseluruhan.
.Dalam bentuk bagan sederhana, pendekatan sistem akan
tampak sebagai berikut:
Mengidentifikasl
}---~ Mengembangkan
t--- L.-_~
_ _- '
1-----1_ _1----1
Merevisl
10
PEKERTI
11
5.
PEKERTI
12
PEKERTI
r---------T----------t
r~
.J
MEL.AKIJKAN
ANAUSlS
lNSTRUKSlONAL
t
ME~~1ES
.... _._--
IDENTlFlKASI
KEBUTUHAN
MENGlDEtrnFIKASI
L.)o
PERiLAKtJ DAN
KARAKTERlmK
AWN. MAHASlSWA
t
I
I
I
I
I
J,
MENGE~
MENUUSTWUAN
INSTRUKSlONAL r-)o
KHUSUS (TlIQ
INSTRtlKSlONAL
DAN MENUllS t->~
TWUAN
INSTRUI<SIONAL
UMUM(nUl
I
.
BAHAN
INSTRUKSlONAL r-"
MENYUSUN
DESAINDAN
MELAKSANAKAN
EVAlUASI
FORMATIF
.
.>:
MENYUSUN
STRATEGl
INSTRUKSIONAL
f
i
L
L rL
13
I
I
I
f--,.
SlSTEM
INSTRUKSlaw.
PEKERTI
C. Prinsip-prinsip Instruksional
Setiap teknologi bam tampak kompleks atau merepotkan
sehingga kalau tidak karena memaharni manfaatnya orang enggan
menggunakannya dan kembali menggunakan tekno-logi yang lama.
Untuk membuka tutup botol kecap, misalnya, telah biasa digunakan
orang pinggir meja atau paku yang tertancap pada liang. Mengapa kita
hams menggunakan alat khusus yang masih hams dipelajari cara
menggunakannya? Bukankah mempelajari penggunaan alat itu
memerlukan waktu? Apalagi bila berpikir kemungkinan untuk gagal
pada percobaan pertamakarenakitabelum terampil menggunakannya.
Alat bam yang lebih kompleks itu akan mengunnmgkan pemakai
sedikitnya dalam tiga hal sebagai berikut: Pertama, meningkatkan
kualitas, karena bibir botol tidak atau sedikit kemungkinan pecah.
Kedua, lebih aman, karena tidak ada atau sedikit kemungkinan
menimbulkan bahaya akibat tutnpbotol melesat dan mengenai mata
kita. Ketiga, lebih efisien, karena lebih cepat berhasil.
Bidang pekerjaan keeil seperti membuka tutup botol bila
dilakukan terus menerus dan berulang kali tentu dapat dihitung
nilai ekonornis dan psikologisnya. Apalagi bila pekerjaan
tersebut dilakukan di suatu pabrik.
Bagaimana dengan penggunaan teknologi instruksional?
Berapa nilai peningkatan kualitas instruksional yang digunakan
oleh seorang pengajar untuk sekian ribu mahasiswa yang
diajarnya selama bertahun-tahun setelah ia memperbaiki
sis tern instruksionalnya rnelalui proses pengernbangan
isntruksional? 'aila ada yang dapat menghitungnya dengan
eerrnat tentu nilainya akan lebihbesar dari yang diperkirakan.
Meningkatkan kualitas instruksional dengan menggunakan
teknologi instruksional tidaklah sederhana, tetapitidak terlalu
kompleks untuk dipelajari pengajar atau pengelola program
pendidikan, manakala cukup keinginan untuk meningkatkan
keprofesionalannya.
.
Setiap teknologi dibangun atas dasar teori tertentu.
Demikian pula dengan teknologi instruksional, dibangun atas
dasar prinsip-prinsip yang ditarik dari teori psikologi terutarna
teori belajar dan hasil-hasil :penelitian dalam kegiatan in-
14
PEKERTI
Prinsip Pertama .
Respon-respon baru (new responses) diulang sebagai
akibat dari respon tersebut. Bila respon .itu berakibat
menyenangkan, mahasiswa (learner) cenderung untuk
mengulang respon tersebut karena ingin memelihara akibat
yang menyenangkan. Bila akibat respon itu kurang
menyenangkan, mahasiswa cenderungmencari jalan yang
dapat mengurangi rasa tidak menyenangkan tersebut dengan
cara menghindari respon yang samaatau melakukan perilaku
(behavior) lain. Agar efektif, akibat dari suatu respon harus
jelas terasa bagi mahasiswa, segera setelah ia membuat respon.
Setelah akibat yang segera itu diberikan beberapa kali secara
berturut-turut, mahasiswa akan tetap memelihararespon tersebut
walaupun k;emudian akibat itu diberikan setiap lima kali,
sepuluh kali, bahkan lebih jarang lagi.
Implikasi prinsip pertama ini kepada kegiatan instruksional
antara lain adalah:
1
2.
15
PEKERTI
16
PEKERTI
.Prinsip Ketiga
Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan .
hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat dengan
pemberian akibat yang menyenangkan. Karena.itu pengetahuan
dan keterampilan baru yang telah dikuasai mahasiswa harus
sering dimunculkan dan diberi akibat yang menyenangkan agar
keterampilan baru itu selalu digunakan mahasiswa.
Implikasi prinsipketiga 101 terhadap
teknologi
mstruksional adalah pemberian isi pelajaran yang berguna
pada mahasiswa di dunia luar ruangan kelas dan memberikan
umpan balik berupa imbalan dan penghargaan terhadap
keberhasilan mahasiswa, .
Dalam proses pengembangan instruksional, penentuan apa
yang akan diajarkan vkepada mahasiswa didasarkan kepada
hasil langkah mengidentifikasi kebutuhan instruksional sehingga
yang dipelajari mahasiswaadalah pengetahuan, ketera~pilan
dan sikap yang memang belum dikuasai tetapi'dibutuhkannya
dalam kehidupan sehari-hari,
.
Selanjutnya mahasiswa seringdiberi .latihan dan tes agar
p engetahuan, keterampilan dan sikap yang baru dikuasainya
s-exing dimunculkan pula. Bila mahasiswa dapat melakukan
Latihan atau mampu mencapai hasil tesdengan.baik, maka
guru harus memberinya umpanbalik yang berupa pemberian
17
PEKERTI
Prinsip Keempat
Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang
terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.
Prinsip Kelima
Belajar,menggeneralisasikan dan membedakan adalah
dasar untukbelajar sesuatu yang kompleks seperti pemecahan
masalah.
Karena itu, dalam pengembangan instruksional perIu
digunakan secara luas bukan saja contoh-contoh yang positif,
melainkan juga yang negatif. Uraian materi pelajaran perlu
diperjelas dengan contoh yang positif dan yang negatif. Untuk
menjelaskan perilaku yang baik menurut norma yang berlaku,
18
PcKcRTJ
proses belajar.
Implikasi prinsip keenam ini dalam teknologi instruksional
adalah pentingnya menarik perhatian mahasiswa untuk
mempelajari isi pelajaran. Dosen harus melakukan langkah
pertama dalam proses instruksional, yaitu menunjukkan
k.epada mahasiswa hal-hal sebagai berikut:
1
1.
2.
3.
Bagaimana sesuatu yang dikuasainya itu dapat melengkapi, menambah, atau berintegrasi dengan apa yang
19
PEKERTI
Dalam proses pengembangan instruksional, dirumuskan strategi instruksional yang di dalamnya terdapat bagian pendahuluan sebelurn menginjak ke bagian penyajian atau
presentasi. Pada bagian pendahuluan terse but terdapat kegia- ,
tan-kegiatan yang harus dilakukanpengajar untuk mempersiapkan mental mahasiswa sebelum mempelajari materi
pelajaran yang menjadi inti kegiatan instruksionaL
Kelima hal di atas merupakan pokok-pokok penjelasan
yang harus dirumuskan pen gembang instruksional pada bagian
pendahuluan.
Prinsip Ketojub
Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-Iangkah
kecil dan disertai umpan balik untuk penyelesaian setiap
Iangkah akan membantu sebagian besar mahasiswa.
Implikasinya dalam teknologi instruksional adalah:
1. Penggunaan buku teks terprogram (programmed texts
atau programmed instructions).
2. Pengajar harus menganalisis pengalaman belajar mahasiswa
menjadi kegiatan-kegiatan kecH dan setiap kegiatan kecil
tersebut disertai latihan dan umpan batik terhadap hasilnya.
Prinslp Kedelapan
Kebutuhan memecah materi belajar yang kompleks
menjadi keglatan-kegiatan kecilakan dapat dikurangi bila materi
belajar yang kompleks itu dapat diujudkan dalam suatu model.
20
P/EKERTI
Keterampilan tingkat tinggi seperti keterampilan memecabkanmasalah adalah perilaku kompleks yang terbentuk
dad komposisi keterampilan dasar yang lebih sederhana.
1.
2.
PEKERTI
Prinsip Kesepuluh
Belajar cenderung menjadi cepat dan efisien serta
menyenangkan bila mahasiswa diberi informasi bahwa ia
menjadi lebih rnarnpu dalarn keterarnpilan memecahkan
rnasalah. Orang cenderungbelajar Iebih cepat bila diberi
informasi ten tang kualitas penampilannya dan bagairnana cara
meningkatkannya lebih baik.
I
22
PEKERTI
Prinsip Kesebelas
mahasiswa tidak ,stabil dari suatu hari ke hari yang lain dan
tidak sarna dati suatu mata pelajaran ke mata pelajaran yang
lain. Variasi dalam kecepatan belajar itu tidak selalu dapat
diramalkan. Hasil tesintelegensi, gaya kognitif, dan minat
arau sikap untuk belajar tidak mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap variasi tersebut. Tetapi variasi penguasaan
terhadap pelajaran yang terdahulu mempunyai hubungan yang
lebih berarti terhadap variasi tersebut,
Implikasi prinsip ini terhadap teknologi instruksional
adalah:
1. Pentingnya penguasaan mahasiswa dalam materi pelajaran
prasyarat sebelum mempelajari materi pelajaran selanjutnya.
Penggnnaan cara belajar tuntas (mastery learning) sangat
penting bagi
materi pelajaran terutama yang tersusun
secara hirarkikal,
2. Mahasiswa mendapat kesempatan maju menurut kecepatan
masing-masing.
Dalam pengembangan instruksional, penguasaan mahasiswa
terhadap pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang menjadi
prasyarat harus mencapai tingkat 80% atau lebih sebelum
meneruskan ke bagian selanjutnya.
Bagi yang mengembangkan bahan belajar -mandiri,
bahan tersebut harus didesain sedemikianvrupa sehingga
mahasiswa dapat maju menurut kecepatan masing-masing.
Bahan tersebut harus lengkap memuat isi pelajaran yang
d ipelajari mahasiswa tanpa mengacu kepada bahan belajar
lain yang tidak diketahui secarapasti bahwa dimiliki
mahasiswa, Di samping itu, bahan tersebutharus dilengkapi
dengan tes formatif dan kuncinya serta petunjuk tentang tindak
23
PEKERTI
Prinsip Keduabelas
24
PEKERTI
25
PEKERTJ
subsistem, dan suprasisternnya. Bila :Anda dapat rnenyebutkan satu contohyang lain lagi.Tatihan Anda untuk burir
satu ini akan semakin sempurna.
2. Lakukan analisis terhadap sistem yang .telah Anda sebut
(satu sistem saja) sehinggadapat diidentifikasikan faktorfaktor sebagai berikut:
a. Masukan;
b. Proses: maeam subsistem dan kaitan fungsinya masingmasing;
c. Keluaran.
E. Rangkuman
Pengembangan instruksional sebagai suatu proses yang
sistematik untuk menghasilkan suatu sistem instruksional yang
siap digunakan merupakan proses yang panjang. Kadang -kadang
sementara ahli menganggapnya identik dengan teknologi
instruksional.
Pengembangan instruksionaladalah salah satu ujud
penerapan pendekatan sistem dalam kegiatan instruksional.
Ujud yang lain yang setara dengannya adalah produksi dan
penggunaan media instruksional, evaluasi instruksional, dan
pengelolaan instruksional.Semuanya itu adalah bidang-bidang
dalarn teknologi instruksional,
.
. Sebagai suatu siklus dalam sisterninstruksional keseluruhan,
letak pengembangan instruksional berada paling awal. Proses
26
PEKERTI
27
PEKERTJ
Daftar Kepustakaan
Filbeck, Robert. Systems in Teaching and Learning. Lincoln:
Professional Educators Publications, 1974.
Twelker, Paul A., Urbach, Floyd D., & Buck, James E. The
Systematic Deyelopment of Instruction. Stanford: ERIC
Clearinghouse on Media and Technology, 1972.
Gagne, R.M., & Briggs L.J. Principles ofInstructional Design.
(2nd ed.) New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979.
I
28
PEKERTI
BAB II
MODEL PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL
29
PEKERTI
30
PEKERTI
Reigeluth danAT&T tampaknya sejalan. Proses pengembangan instruksional lebih panjang dari desain instruksional.
Tetapi, kalau diperhatikan model desain instruksional karangan
Dick & Carey (1985) atau karangan Gagne (1979), yang
merupakan dua model dari .dua tokoh kuat dalam bidang
tersebut, proses desain instruksional mereka sarna panjangnya
dengan proses pengembangan instruksional yang dimaksudkan
tokoh-tokoh lain. Produknya tidak berhenti sampai disusunnya
cetak biro, tetapi terus sampai ke tahap pengembangan bahan
instruksional dan evaluasi formatifnya,
Pada saat penulis melontarkan berbagai definisi itu, di
dalam perkuliahan seorang mabasiswa bertanya: Jadi, apa definisi pengembangan instruksional itu?' Penulis tertegun sejenak
karena memang merasa sulit untuk mencari definisi yang
dianggap tepat oleh setiap orang. Penulis menjawab bahwa
penulis ingin mendefinisikan pengembangan instruksional
sebagai suatu proses yang sistematik dalam mengidentifikasi
rnasalah, mengembangkan bahan dan strategi instruksional,
serta mengevaluasi efektifitas dan efisiensinya dalam mencapai
tujuan instruksionaI. Dalam susunan bahasa : yang lain,
pengembangan . instruksional adalah proses yang sistematik
dalam mencapai tujuan instruksional secara efektif dan efisien
rnelalui pengidentifikasian masalah, pengembangan strategi
dan bahan instruksional, serta pengevaluasian terbadap
strategi dan bahan instruksional tersebut untuk menentukan
apanya yang harus direvisi.
Kedua definisi tersebut mengandung pengertian yang
sama, yaitu:
1. Tujuan atau hasil akhir pengembangan instruksional adalah
satu set bahan.dan strategi instruksional yang efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan instruksional. Hasil ini
disebut pula sistem instruksional.
31
,i
..
i'
PEKERTI
i."1 : ".:'
';,
!' ;\::
;: i: ~ j; ~
32
iI
, !' 1Iili ':1
"!,'
r :
l\i
~I:!
1\.
"
"
: i
Ii
',I
Ii' .
1:
j~
'I"
Fi
'I
:
PEKERTI
Tahap II
Pelaks.anaan
Kegiatan
. Instniksional
Tahaplll
Evaluasl
lristruksional
t t l
L_~~
~_~
33
PEKERTI
Judul
Pengarang
tor
1.
System Approach
Education (SAFE)
2.
Tahun
Corrigan
1966
Barson
1967
Tracey,
1967
3.
4.
5.
Project MINERVA
,
Instructional Systems ;'1
Design
'
-!
Teaching
i~'
"
!,
R~sea;'epb'Sj5t~qJ!
, H ;'t'_:;" .l~ i,: ;:jf
Banathy InstructJoh~/:
II
T'
Devefop~ent St~~trrr~: j~J;:! Ii
ii\.
':
Hal-nr.eu'"
, I,ll,!'"
1968
"I
1968
Banathy
34
I,
PEKERTI
ANAUSIS
SISTEM
*1----------/
UELAKIlKAN AHALISlS lUGAS
\-;-::r--------l * 1 - - - - - - - - 1
t.IEl.AKUKAN ANAlISIS METODE DAN ALAT
I---------J
\-:-".--------L
APA
x
IoIENGIOENTIFIKASI STRATEGl
PEREHc.w.AN MASAlAH
IoIENDESAJN PENGELOLAANIRENCAHA
SINTESIS
SISTEM
C3J
35
'j
PEKERTI
,\ ~
,~_-'-_---L
---,
I:'
I,:
36
,I'
-.
,.
PEKERTI
DATA
PEKERJAAN
v
1otEHGJ00NTIAICASi
PERSYARATAN
LATIHAH
L
MERUIoIUSKAN
TU.lIAN
PENAMPILAN
.1
MENYUSUN
TES
1<-
PENAMPlLAN
::
,,-
MEMlUHISI
WATA
MEMlUH
STRATEGI
PElAlARAN
INSffiUKSlOHAL
MEMPROOUKSl
BAHAN'
INSffiUKSIOHAl
1
f-)
MENGevAlUASl
l<EGIATAN
~smUKSlOHAl
t.IEI.AKSANAKAN
KEGlATAN
INSTRUKSlOHAL
f--)
TES
.J,
nNDAK
LANJUT
UJlUSAN
37
PEKERTI
TAHAP
PENDEANISlAN
DAN
PENGElOlAAH
S1STEU
TAHAP
M&ISIS
DESAlN
TAHAP
PENGEUIlANGAN
DAN,
PENILAIAN
MENGIDENTlFIKASl (1)
MASALAH
INSTRUKSIONAL
MENENTUKAN (3)
KONTAOL
PENGELOLAAN
PEKERTI
r------------------,
ANAUSlSDAH
PERULlUSAN TlWAH
~@-~-'
MEHEWKAHMENllAI
TUGAS'
S1STEJd
f--)
BElAJAR YANG
MASUKAH
AKTUAl
IMASrll
TUlJAH
I
I
I
I
I-
TESACUAH
PATOKAN
1:
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
K=tl
.
I
I
D1STRlBUSI
I<---J
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
IPEHJAOWALAHI
1
III'IBlENTASl DAN KOHTROl KUAUTAS
LAnHAM SISTEM
r
{.
{.
~TESSlSTa..
I
I~l
-1 ~AWASlI
---J
L_'
_
rAHAlJSIS FUNGSl I
DAH KARAKTERI-
BELAIAR -
I~R~1
I
I
I
I
1<- -->J
JI _
GARIS UMPAHllAUK
39
PEKERTI
Kelima model pendekatan sistem tersebut dapat dibandingkan dari segi pentahapan prosesnya. Tiga tahap yang
akan digunakan sebagai dasar perbandirigan adalah:
.
.
Tahap pertama, Definisi Masalah dan Organisasi yang meliputi tiga
langkah, yaitu:
a. Identifikasi Masalah;
b. Analisis Latar (Settillg);
c. Organisasi Pengelolaan.
model
ldentifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan proses membandingkan
keadaan sekarang dengan keadaan yang sehamsnya, Hasilnya
akan menunjukkan kesenjangan antara kedua keadaan
tersebut. Kesenjangan ini disebut kebutohan(needs). Bila
kesenjangan kedua keadaan tersebut besar, kebutuhan ito
perlu diperhatikan atau diselesaikan. Kebutuhan yang besar
danditetapkan untuk diatasiitudisebut masalah, sedangkan
kebutuhan yang lebih kecil mungkin untuk sementara atau
seterusnya diabaikan. Ia merupakan kebutuhanyang tidak
dianggap sebagai masalah, Hasil akhir dati identifikasi
masalah adalah perumusan tujuan umum.
40
PEKERTI
MODEL
KEGIATAN
Mendefinlslkan masalah
instruksional
Menentukan tujuanpendldikan
umum: Perguruan Tlnggl,
Fakultas, Jurusan, Mata kullah.
SAFE
Project MINERVA
Mengumpulkan data
pekerjaan
Banathy
Maksud slstem
41
b.
PEKERTI
Analisis Latar
Analisis
latar meliputi kegiatan menentukan
karakteristik mahasiswa dan sumber belajar yang tersedia
untuk digunakan dalam pemecahan masalah. Apa bahasa
yang dipergunakan oleh kelima model di atas?
MODEL
KEGIATAN
pelajaran
yang relevan;
SAFE
Mengidentiflkasi strategi
alternatlf pemecahan masalah
Project MINERVA
Mengldentlflkasi keperluan
pelatihan
Banathy
42
PEKERTI
c.
Organisasi Pengelolaan
Kegiatan yang tennasuk Organisasi Pengelolaan cukup
luas, yaitu meUputi:
1. Pendefmisian tugas dan tanggung jawab
yang
diperlukan;
2. Pembentukan jaringan berkomunikasi untuk mengorganisasikan pengumpulan dan pendistribusian informasi kepada tim pengembangan;
3. Pembentukan reneana proyek dan prosedur kontroI.
Kegiatan pengembangan instruksional untuk skala luas
seperti skala nasional, regional, perguruan tinggi atau
lembaga, biasanya dilaksanakan oleh suatu tim. Untuk itu,
perlu dibentuk suatu organisasi formal yang membagi tugas
dan tanggung jawab setiap anggota tim dengan jelas agar
kegiatan pengembangan instruksional ito sejauh mungkin
terhindar dari hambatan atau kegagalan. Marilab kita lihat
kembali kelimamodel yang kita bandingkan masing-masing
dan tenninologi apa yang mereka gunakan untuk menjelaskan pengertian organisasi pengelolaan ini.
MODEL
KEGIATAN
Tidak ada
SAFE
Project MINERVA
Tidak ada
Banathy
Tldak ada
Tabel 4.
2.
PEKERTI
Identifikasi Tujuan
Tujuan adalah apa yang akan dapat dikerjakan oleh
mahasiswa setelah menyelesaikan prosesbelajar. Tujuan ini
haruslah bermanfaat bagi mahasiswa. Ia berbentuk perilaku
mahasiswa yang dapatdiukur. Tujuan ini kemudian diuraikan
menjadi tujuan-tujuan khusus, yaitu tujuan yang lebih rinei
dan spesifik. Selanjutnya, tujuan khusus ini disusun dalam
urutan yang logis. Atas dasar tujuan inilah isi pelajaran
dipilih dan disajikan kepada mahasiswa kelak.
Kelima model yang kita bandingkan menggunakan istilah
yang berbeda untuk menggambarkan pengertian tujuan
tersebut.
MODEL
KEGIATAN
SAFE
Project MINERVA
Merumuskan tujuan
penampllan
Banathy
Speslflkasl tujuan
44
PEKERT/
b. Penentuan Metode
Penentuan metode dan media instruksional sangat
penting untuk memungkinkan mahasiswa mencapai tujuan
instruksional, Metode yang diidentifikasi dapat lebih dari
satu, atau beberapa altematif metode, karena dalam uji
coba adakemungkinan metode yang digunakantidak efektif
sehingga perlu diganti dengan metode lain.
45
PEKERTI
MODEL
Teaching Research
System
Michigan State
University Instructional
. Systems Development
Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
KEGIATAN
(1 ) Mengldentlflkasl tlpe
belajar;
(2) Menentukan kondlsi belajar;
(3) Menentukan penyesualan
terhadap porbedasn
individual;
(4) Mengldentiflkasl bentuk
keglatan Instrukslonal;
(1 ) Merencanakan strateg i;
(2) Mengembangkan.contoh
pengajaran untuk lsi
pelajaran tertentu;
(3) Memilih bentuk informasl
yang representatif;
(4) Menentukan alattransmisi.
(1 ) Memllih rencana pengelolaan
dan pelaksanaan yang
mempunyai keefektlfan biaya
optimal;
(2) Menganalisa alternatlf dari
segl keefektlfan dan
keuntungan biaya;
(3) Meml~lh pengelolaan atau
rencana pelaksanaan yang
mempunyaJ efektlvitas blaya
yang paling optimal.
(1 ) .Memilih lsi matapelajaran;
(2) Memlllh stralegl Instrukslonal.
(1 ) Menemukan tugas-tugas
belajar:
(2) Mengidentifikasi dan
karakterisasl tugas-tugas
belajar yang aktual;
(3.) Menganallslsfungsi;
(4) Menganallsls komponen;
(5) Pendlstrlbuslan;
(6) Penjadwalao.
46
PEKERTI
c.
Pembuatan Prototipe .
Pembuatanprototipe merupakan permulaan produksi
untuk menghasilkan barang yang sesungguhnya. Di samping itu, pada kesempatan ini pula dimulai pengembangan
desain evaluasi dan pennulaan review teknis terhadap
sistem tersebut oleh para ahli serta penyusunan tes yang
akandigunakan untuk mengukur perilaku mahasiswa, baik
sebelum maupun setelah uji coba nanti,
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelima model yang
kita bandingkan tampak dalam taOOI di bawah ini,
KEGIATAN
MODEL
(1) Mengumpulkan,
mendesaln, dan memproduksl media yang telah
ditentukan;
(2) Mengeinbangkan raslonal
untuk tes awal dan akhir;
(3) Mengembangkan instruman avaluasi dongan
Informasl tentang manarnahaslswa dan media.
SAFE
Tidak spssltlk
Project MINERVA
Banathy
47
o
3. Tahap ketiga, Evaluasi yang meliputi
sebagai berikut:
tiga
PEKERTI
langkah
Tahap akhir dari suatu proses pengembangan instruksional adalah evaluasi. Hasilnya akan menjadi dasar
pengambilan keputusan tentang dua hal. yaitu: seberapa baik
prototipe instruksional dalam mencapai tujuan, dan bagian
mana yang masih lemah sehingga perlu direvisi serta
bagaimana merevisinya?
Banyak ahli pengembangan instruksional berpendapat
bahwa evaluasi merupakan dasar dalam pendekatan sistem,
sehingga tanpa evaluasi yang memadai seluruh proses
pengembangan instruksional itu kehilangan maknanya.
Tahap evaluasi meliputi tiga langkah sebagai berikut:
pelaksanaan uji coba prototipa, analisis hasil dan irnplementasi/penggunaannya kembali.
a.
48
PEKERTt
MODEL
KEGIATAN
Development Model
SAFE
Project MINERVA
Banathy
Tebel
b.
s.
Analisis Hasil
Analisis hasil melibatkan tiga jenis kegiatan, yaitu:
pertama, tabulasi dan memproses data evaluasi, Kedua,
menentukan hubungan antarametodeyangdigunakan, hasil
yang dicapai, dan tujuan yang ingin dicapai, Ketiga,
menafsirkan data. Kualitas revisi yang akan dibuat tergantung kepada interpretasi ini.
PEKERTI
MODEL
KEGIATAN
Tidak spesifik
SAFE
EvaLuasi penampilan
(proses dan prod uk)
Project MINERVA
Mengevaluasi keglatan
instruksional
Banathy
Mengevaluasi
.."4
c.
50
PEKERTf
MODEL
KEGIATAN
(1) Mengidentifikasiletakdan
mangoreksi kelamahan;
(2) Mengevaluasi dan
mengulang
kembali untuk memperbaiki
sebagaimana diperlukan.
SAFE
prestasi yang diinglnkan.
Project MINERVA
Banathy
51
PEKERTJ
D. latlhan
Di dunia masih banyak lagi model pengembangan instruksional lain di luar yang telah diperbandingkan di atas.
Lima buah di antaranya adalah:
1. Instructional System Design, karangan Gagne (1979)
2. Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia (l975)
.
3. Systems Approach Model for Designing Instruction,
karangan Dick dan Carey (1985)
4. AT&T Instructional Development Model (1985)
5. Model Pengembangan Instruksional (MPI) yang digunakan
.
dalam buku ini (1987).
'
Kelima model tersebut tampak sebagai berikut: .
52
PEKEIm
1. 11l9tnu:tiolUJl I .
a.
Tingkat Sistem
(1) Analisis Kebutuhan, Tujuan Umum, dan Prioritas
(2) Analisis Sumber, Hambatan, dan AlternatiC Sistem
Peluncuran
.
(3) Penentuan Lingkup dan Urutan Korikulum dan
Mala pelajaran; Desain Sistem Peluncuran.
b.
Tingkat Matapelajaran
(4) Menentukan Struktur Matapelajaran dan Urutan;
(5) Analisis Tujuan Matapelajaran.
c.
TingkatMatasajian
(6) Pendefinisian Tujuan Penampilan;
(7) Mempersiapkan Rencana Matasajian (atau modul);
(8) Mengembangkan~ Memilih Bahan. Media;
(9) MenilaiPenampilan Mahasiswa(pengukurPenampilan).
d.
Tingkat Sistem
(10) Persiapan Pengajar;
(II) Evaluasi Formatif;
(12) Tes.Lapangan, Revisi;
(13) Evaluasi Sumatif;
(14) Pelaksanaan dan Difusi.
53
PEKERT/
2. PPSI
I.
PERUMUSAN TWUAN
,,
,,
,,
,,
,,,
,,
,,,
,
i~
KEGIATAN
1
1. Men.rnuskan moleri pelajoron ~
.
L;
tujuon
I
I
~.
M-ny~urc
r;\osirg-moslng fujuon
Sll11ber
L----r----...J
yang dpokai
,~dwd
i \
:
~
----_._-------,
I.
1,
-.
:
:
4. Men\'USU1
I
I
L-
I
i
, 2.
Mt'ng\:G':1;';cr~
ie:'i ,:~'y'/~
meter! r,;=-o
Me:!ycmpoik~;n
lojoron
I '
~
i
54
3.
KEGIATAN
INSTRUKSIONAL
--T-----r--'
I
MENGIDENTIFIKASI TUJUAN
INSTRUKSIONAL ....>
UMUM
MENULIS
TUJUAN
K1NERJA
1->1
-!-
-!-
MENGEMBANGKAN STRATEGI
INSTRUKSlONAl
AcuAN
PATOKAN
ILJ'I
I
I
.J.
I--~
I.,
MENGEMBANG- r~ MENDESAIN
KAN DAN
DAN MELAKSAMEMIUH BAHAN
NAKAN
INSTRUKSIONAL .
EVALUASI
FORMATIF
MENGlDEtrnAKASI
L>I PERllAKU DAN
KARAKTERISTIK
AWAlSlfMA .1
L~
-----------------
Gamb8r12. The Dick and Carey Systems Approach Model forDesigning Instruction
55
I
I
I
I
I
-'I
MENDESAIN
DAN MElAKSANAKAN
EVALUASI
SUMATIF
PEKEFlTl
AnO~9S
~ebuluhon
AJloflm
Pa:~aonl
Keler~OI\
Pengerroangan
~an
-t
P~ronaon
Menu~
r~uon
-t .
tvo.bJ~
Desoin
In~ru~OlIal
r--
56
PEKERTI
Penentuan Meiode;
c. .Pembuatan Prototipe.
Tahap
a.
b.
c.
ketiga, Bvaluasi
Melaksanakan tes atau uji coba prototipe;
Menganalisis hasil uji coba;
Implementasi/uji coba ulang.
E. Rangkuman
Model-model pengembangan instruksional semakin lama
semakin ban yak, karena setiap ahli, setiap institusi cenderung
rnenciptakan model sendirisesuai dengan kebutuhan institusi
yang akan menggunakannya dan kebutuhan populasi sasaran.
'Tetapi, pada gads besarnya setiap model dapat dibagi dalarn
tiga tahap, yaitu: tahap definisi.tahap analisisdan pengembangan
sistem, dan tahapevaluasi. Setiap tahap terdiri dari beberapa
langkah.
Perbedaan antaramedel yang satu dengan yang Iainterletak
pada empat faktor, yaitu:
1. Tingkat penggunaannya seperti tingkat institusi dan tingkat
.
mata pelajaran:
2. Penggunaan istilah dalam setiap tahap dan langkah..
3. Jumlah langkahpada setiaptahap; .
4. Lengkap tidaknya konsep dan prinsip yang digunakan.
Pad a garis besarnya model yang digunakan dalam buku ini
yaitu Model PengembanganInstruksional (MPI), sama dengan
model yang lain. Ia dibangun berdasarkan prinsip-prinsip belajar
dan instruksional. Model tersebut terdiri atas tiga tahap dan
setiap tahap terdiri dari beberapa langkah.
Tahap pertama, definisi, terdiri dari tiga langkah sebagai
berikut:
57
PEKERTI
58
PEKERTI
Oaftar Kepustakaan
Reigeluth, C.M., Bunderson, C Victor Merrill, M.David, "What
is the Design Science ofInstruction" dalam Journal 0/
Instructional Development, 1978. I, (2)
Twelker, Paul A., Urbach, Floyd D., & Buck, James E., The
Systematic Development ofInstruction. Stanford: ERIC
Clearinghouse on Media and Technology, 1972.
The AT&T - Communications Learning and Development Organization.Instructional Design Alternatives. Somerset,
New Jersey: AT&T-C~ 1985.
59
PEKERTI
BAB III
MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN
INSTRUKSIONAl DAN MENU LIS TUJUAN
INSTRUKSIONAl UMUM
r------~-------t
MELAKUKAN
~>
ANALISIS
INSTRUKSIONAl
.'
MENUUS
res ACOAN 1 - - - . , . - - - - - - ,
PATOKAN
~
MENULIS
TUJUAN
INSTRUK
SIONAl
KHUSUS
(TIl<)
'1'
MENGIDENTlFIKASI
PERILAKU DAN
KARAKTERISTIK ~
AWAlMAHASISWA
__
I
I
I
I
I
I_
L.J
MENGEMBAHGKAN
BAHAN
INSTRUK
SIONAl
I
I
I
MENYUSUN
DESAIN DAN
MELAKSANA
KAN EVAlUASI
FORMATIF
SISTEA
INSTRUI
SIONAl
AI
I
I
I
MENYUSUN
I
STRATEGI
INSTRUKSIONAl
I
,I
I
I
I
I
60
PEKERTI
,.
Marilah kita ikutiuraian dan con tab setiap kegiatan di atas.
61
PEKERTI
62
PEKERTI
2. Kebutuhan Siapa?
Sekarang perhatikan contoh berikut ini. Dari hasil evaluasi
pada akhir suatu pelajaran mahasiswa berpendapat bahwa apa
yang diperolehnya dalam pelajaran itu kurang berguna bag i
mereka. Di samping itu, penyajiannya tidak menarik serta sulit
63
PEKERTI
64
PEKERTI
Mahasiswa
Masyarakat yang
Akan Dllayanl
Masuk
Gambar 14.
65
PEKERTI
66
PEKERTI
c.
67
PEKERTI
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
T1i:lak
I
Hasll
yang
Dlharapkan
01
~
~
A
KesenlarYlj311
Ya
Tdak
)-----)oi
Beri Kese~tan
MelakukanIPraklk
OOrYlj3n Supervtsl
Tldak
Proses
~
Pengermangan
Instrukslonal
selanJutnya
68
PEKERTI
Langkah 1
Mengidentifikasi kesenjangan hasil produk atau prestasi
rnahasiswa atau karyawan saat ini dengan hasil yang seharusnya,
berarti menjelaskanperbedaan antara hasil atau produksikerja
saat ini dengan yang diharapkan. Untuk mendapatkan kedua
jenis data ini pengembang instruksional dapat mernbaca dari
laporan tertulis (bila ada), observasi, interviu, kuesioner atau
data dad dokumen lain yang dapat dipercaya yang terdapat di
sekolah, atautempat kerja mahasiswa atau karyawan. Tidak
jarang pengelola atau perididik yang bersangkutan tidak
menyadari adanyakesenjangan .ini, Dalam hal seperti -itu,
pengembang instruksional harus berusaha mencarinya dengan
berbagai cara di atas, Jumlah lulusan program pendidikan
dibandingkandengan yang seharusnya, nilai rata-rata
dibandingkan dengan nilai ideal, kualitas atau kuantitas produksi
yang dihasilkandibandingkan dengan sasaran produksi yang
diinginkan merupakan contoh data yang harus dikumpulkan
dalam langkah I ini. Data tersebut harus menyangkut hasil hasil
produk atau prestasi, bukan proses kerja karyawan atau proses
belajar mahasiswa.
Langkab 2
Mengetahui kesenjangan hasil seperti yang dikemukakan
dalam langkah 1 di alas tidaklah cukup untuk mengambil tindakan
memecahkan masalah. Pengembang instruksional harus menilai
kesenjangan tersebut dari segi:
a. tingkat signifikansi pengaruhnya;
b. luas ruang lingkupnya;
c. pentingnya peranan kesenjangan tersebut terhadap masa
depan lembaga atau program.
Menilai signifikansi pengaruh suatu kesenjangan tersebut
untukdiatasi, merupakan hal yang relatif. Ada orang yang menilai kesenjangan seperti itu sudah cukup memprihatinkan
dan harus segera diatasi. Ada pula yang menganggapnya sesuatu
yang biasa saja sehingga.dapat diabaikan. Pengambil keputusan
adalah pimpinan lembaga atau perusahaan yang menghadapi
kesenjangan tersebut, Tetapi, pengem bang instruksionalharus
mampu menyajikan nilai kerugian yang ditimbulkan kesenjangan
69
PEKERTI
PEKERTI
Langkah 3
a.
-. ~-
'
71
PEKERTI
Langkah 5
Selanjutnya, mengelornpokkan yang sudah pernah
mendapatkan pendidikan dan latihan dalarn dua kelompok,
yaitu yang sering dan yang jarang. Kernudian terus ke langkah
berikutnya, yaitu langkah 6 dan 7.
Langkah 6
Kelornpok yang telah sering rnendapatkan pendidikan dan
latihan diberi urnpan balik atas kekurangannya dan dirninta
rnempraktikkannya kernbali sarnpai dapat rnelakukan tugasnya
seperti yang diharapkan.
Langkah 7
Kelompok yang masih jarang mendapatkan kesempatan
mengikuti pendidikan dan latihan dalam pengetahuan,
keterampilan atau sikap yang relevan dalam bidang kerjanya
diberikesempatan mempraktikkan lebih banyak apa yang telah
diperolehnya dari pendidikan atau Iatihan masa laIu. Supervisi
dari dekat diperlukan sampai mereka mencapai hasil kerja yang
diharapkan.
'
Langkah 8
Untuk kelompok mahasiswa atau karyawan yang belum
pernah mempelajari pengetahuan, keterampilan dan sikap
tersebut, pengembang instruksional terlebih dulu merumuskan
tujuan instruksional umum (TID). lsi TIU tersebut mencakup
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang belum pernah
dipelajari mahasiswa atau karyawan, Dalam contoh di atas
keterampilan yangharus masuk dalam nu tersebut adalah
mengetik dengan teknik yang benardengan skor minimal
tertentu.
Sampai batas ini uraian di atas seolah-olah tertuju kepada
identifikasi kebutuhan instruksional untuk suatu program yang
berorientasikepada pekerjaan saja, seperti pada 'program
72
PEKERTI
73
PEKERTI
74
c.
PEKERTI
75
PEKERTI
76
PEKERTI
rr
PEKERTI
78
PEKERTI
79
PEKERTI
80
PEKERTI
sponding), pemberian nilai atau penghargaan (vq.luing), pengorganisasian (organization) dan karakterisasi (charakterizatiom. Us aha
penjenjangan kawasan ini dinyatakan olehpara pengarang buku
tersebut sebagai sangat sulitkarena prilaku (behaviors) yang termasuk: .
di dalamnya tidak selalu nyata. Para guru misalnya merasa sangatsulit
meneapai kesepakatan dalam mengidentifikasi eiri-eiri setiap jenjang
tersebut karenaprilaku mahasiswa yang tampak oleh mata tidak selalu
dapat ditafsirkan seperti yang ada di dalam hati mahasiswa tersebut.
Dengan perkataan lain prilaku yang tampak dati luar tidak selaIu
meneenninkan sikap yang ada di dalam diri manusia, Krathwohl ,
Bloom, dan Masia yang mengarang bulaLTaxondmy of Educational
Objectives, Handbook Il; Affective Domain pada tahuil1964 ternyata
mendapatperhatian yang eukupbesardarikalangan pendidik, sehingga
pada taboo 1980 buku tersebut telah dicetak 11 kali.
Kawasan psikomotorpada tahun 1956kurang mendapat perhatian
dari Bloom dan kawan-kawannyakarena merekatidak percaya bahwa
pengembangan tujuan daIam kawasan tersebut sangatberguna. Tetapi
mereka menyebutkan bahwa tujuan pendidikan dalam kawasan ini
berkenaan dengan otot, keterampilan motorik, atau gerak yang
membutuhkan koordinasi otot (neuromuscular coordination). Tetapi
beberapa pakar lain berhasil mengembangkan taksonomi kawasan
psikomotor, antaralain Elizabeth Jane Simpson (l966)dan Anita J.
Harrow (1977).Pengarang yang disebutbelakangan, Harrow, membagi
kawasan psikomotor menjadi 6 tingkat, yaitu gerak refleks (reflex
movements), gerakfundamental dasar(basic-jundamemal movements),
kemampuan perseptuaI (perceptual abilities), gerakterampil (skilled
movements), dan komunikasi wajar (non-discursive communication).
Pengembangan taksonomi tujuan pendidikan terusberlanjut.
Beberapa pakar mengusulkan adanya penambahan kawasan keempat,
yaitu kawasan interaktif. Kawasan keempat ini merupakan perpaduan
dari dua atau tiga kawasan terdahulu,
Upaya pengembangan taksonomi ini terus menarik perhatian para
pakar dan kaum praktisi pendidikan, karena didorong kebutuhan
mereka dalam lebih memperjelas bidang kajian pendidikan.
Dengan menggunakan pengetahuan tentang taksonomi tujuan
pendidikan para pendidik dapat merumuskan tujuan pendidikan secara
lebih jelas dan tepat seperti yang mereka maksudkan, serta dapat
81
PEKERTJ
D.
Latlhan
83
PEKERTI
84
PEKERTl
E. Rangkuman
Langkah pertama pada MPI, mengemukakan prosedur
mengidentifikasi kebutuhan instruksional yang lebih singkat
daripada educational needs, needs assessment atau training
needs assessment pada umumnya. Prosedur mengidentifikasi
kebutuhan instruksional pada MPI berhentisetelah diperoleh
perilaku umum yan~ perlu diajarkan kepada mahasiswa, Proses
tersebut tidak sampai kepada pemberian perlakuan atau
pelaksanaan kegiatan instruksional apalagi sampai evaluasi
terhadap hasilnya seperti yang biasa dikemukakan dalam needs
assessment. Hal ini disebabkan oleh kedudukan langkah
mengidentifikasi kebutuhan instruksional pada MPI merupakan
bagian awal dari suatu proses pengembangan. Di dalam proses
pengembangan tersebut telah ada pemberian perlakuan, yaitu
uji coba dan evaluasi formatif.
85
PEKERTI
Daftar Kepustakaan
Bloom, Benjamin S. Taxonomy ofEducational Objectives: The
Classification ofEducational Goals, Handbook I: C o gnirive Domain., New York: Longman Inc., 1956.
Dick, W., & Carey, Lou. The Systematic Design oflnstruction(2nd
Ed.). Glenview, Illinois: Scott, Foresman and Company,
1985.
. . .
Harless.Joe. Front - End Analysis. Training Magazine of Man
Power and Management Development, March 1975 ..
Harrow, Anita J. A Taxonomy of the Psychomotor Domain: A
Guide for Developing Behavioral Objectives., New York:
David Me Kay Company, Inc., 1972.
Kaufman, R.. Identifying and Solving 'Problems: A-System Approach (3rdEd.). San Diego, California: University Associates, 1982.
Kaufman, R., & English, F.W .. Needs Assessment: Concept and
Application. Englewood Cliffs, New Jersey: Educational
Technology Publications, 1979.
Krathwohl, David R., Bloom, Benjamin S., and Masia, Bertram
B. Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals, Handbook II: Affective Domain. New York: Longman 1964.
Mager, R.F., & Pipe, Peter. Analyzing Performance Problems
(2nd Ed.). Belmont, California: David S.LakePublishers,
1984.
Suparman, Atwi. Mengidentifikasi Kebutuhan Pendidikan dan
Latihan, Jakarta, Lembaga Pengembangan Perbankan
Indonesia, 1984.
86
PEKERTI
BAB IV
r-------,-------t
vI
IDENTIFIKASI
KEBUTUHAH
INSTRUKSIONAL
DAN MENULIS
TUJUAN
INSTRUKSIONAL
UI.IUld (TIU)
!!!-=i
r>
t.lENUUS
TESACUAN
PATOKAN
t.lENYUSUN
MENGEI.I
DESAIN DAN
IoIElAKSANABANGKAN
BAHAN ~) KAN EVALUASI
FORMATIF
INSTRUK
S10NAL
t.lENUUS
TUJUAN
INSTRUK
SIONAL ~)
KHUSUS
(TIl<)
't
MENG1DENTlFlKASI
PERILAKU DAN
KARAKTERISTIK r-AWAL MAIIASISWA
-_
I
I
I
I
I
I
L.J
I
I
~I
vI
L>
At
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I.IENYUSUN
I-STRATEGI
INSTRUKSIOHAL
t
I
f->
SISTEIA
INSTRUK
S10NAL
...YI
87
PEKERTI
Materi tes tidak terperinci karena hanya meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bersifat umum atau
akhir. Kemajuan mahasiswa di tengah proses belajar tidak
dapat diukur dengan teliti sehingga pengajar tidak dapat
memberikan pengajaran remedial yang tepat bagi mahasiswa
yang sebenarnya masih ketinggalan atau pemberian bahan
pengayaan bagi mahasiswa yang telah lebihdahulu maju.
3.
4.
5.
88
PEKERTI
89
PEKERTI
1. Struktur Hierarkikal
90
I.
PEKERTI
c.
Anallsls alternatlf
2. Struktur Prosedural
Struktur perilaku prosedural adalah kedudukan beberapa
perilaku yang menunjukkan satu seriurutan penampilan perilaku,
tetapi tidak ada yang menjadi periJaku prasyarat untuk yang
lain. Walaupun. kedua perilaku khusus itu harus dilakukan
91
PEKERTI
Melintasl
garis finis
Menyalakan
OHP
r->
Mengatur
tokus
92
:1
PEKERTI
Memasukkan
kertas ke dalam
mesin ketik
1->
Mengatur
margin dan
spasi
->
Menghentakkan
jeri ke
keyboard
93
PEKERTI
3. Struktur Pengelompokan
Di sam ping perilaku-perilaku khusus yang dapat diurut
sebagai hierarkikal dan prosedural, terdapat perilaku-perilaku
khusus yang tidak mernpunyai ketergantungan antara satu dan
yang lain, walaupun semuanya berhubungan. Dalam keadaan
seperti itu, gads penghubung antara perilaku khusus yang satu
dan yang lain tidak diperlukan. Sebagai contoh, perilaku dalam
permainan bola sodok (bilyard) di bawah ini.
Memperkirakan titik
senggol antara kedua
bola
I
(8)
94
c.
d.
e.
f.
g.
h.
PEKERTI
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
1
I
Menunjukkan
batas
propinsi
Sumatera
Selatan
Menunjukkan
batas
propinsi
Sumatera
Utara
Menunjukkan
batas
propinsi
Jambi
Menunjukkan
batas
propinsi
Sumatera
Barat
Menunjukkan
batas
propinsi
Bengkulu
Menunjukkan
batas
propinsi
Riau
Menunjukkan
batas
propinsi
Aceh
4. Struktur Kombinasi
Suatu perilaku umum bila diuraikan menjadiperilaku khusus
95
PEKERTJ
I
Menghlrung Korelasl dengan rumus
Skor Mentah sebagal berlkut:
r xy
I
MenghlllJng Korelasl dengan rumus
Devlasl 5eOOgalberlkut:
T:x.y
MenghltungJumlah perkallan
deret anaka
a--nSxs
'iCY
I
Menghltung Jumlah setlap
deret angka
Menghltung Devlasl
I
Menghltung Skor Rata-rata
96
pEKERTI
b.
r--->
Menjelaskan
teknlk start
Mellntasl
Lan
Menjelaskan
. teknlk lar!
MenJelaskan
teknlk
mellntasl
garis finish
f--
'"
97
PEKERTI
98
PEKERTI
99
PEKERTI
c.
100
PEKERTJ
3.
4.
5.
6.
9.
101
PEKERT/
102
PEKERTI
D. Latlhan
I.
2.
103
PEKERTI
E. Rangkuman
Langkah kedua dalam MPI, melakukan analisis instruksional,
yaitu kegiatan menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku
yang lebih kecil atau spesifik serta mengidentifikasi hubungan
antara perilaku spesifik yangsatu: dan perilaku spesifik yang
lain. Konsep yang digunakan MPI dalam proses penjabaran
perilaku umum menjadi perilaku khusus tidak berorientasi
terhadap suatu tak$onomi :peti;l~q tertentu, seperti taksonomi
yang disusun oleh Gagne atau Blooml Di samping itu,
penggunaannya dalam analisis instruksional yang telah
didemonstrasikan oleh Gagne & Briggs (1979) dan Dick &
Carey (1985) ternyata sang at samar dan terlalu rumit.
Proses menganalisis instruksional yang digunakan oleh MPI
didasarkan kepada berpikir logis, analitik, dan sistematik.
Contoh-contoh yang digunakan sangat sederhana untuk
menghindarkan pembaca dad perasaan sulit.
Daftar Kepustakaan
Dick, W. & Carey, L. The Systematic Design of Instructional
(2nd Ed.) Glenview, Illinois: Scott, Foresmen and Company, 1985
Reigeht, Car., Merril, M.D., Bunderson,C.V. The Structure of
Subject Matter Content and Its Instructional Design
Implications. Instructional Science, 1918, 7.
106
;: '!Ii L
!-
: l '
PEKERTI
BABV
MENGIDENTIFIKASI PERILAKU DAN
KARAKTERISTIK AWAL MAHASISWA
.1--
IDENTIFIKASI
KEBUTUHAN
I.IENUUS
MaM!SUN
. TIWAN
INSTRUK
INSTRUKSlOHAL
DAN I.IENUUS
~)o
SIONAI.
TUJUAN
_ _ ....J
DESAJN DAN
BANGKAH
1oIElAKSANA
At
I
I
I
I
I
I
IolEHGEM-
>'
KHUSUS
(TIK)
INSTRUKSlONAL.
UMUlI (TlU)
SISTEM
~) INSTRUK
SIONAl.
IIEHYIJSlIH
STRATEGI
INSTRUI<SIONAL
I
I
I
...::!I
107
PEKERTI
2.
108
PEKERTI
109
PEKERTI'
PEKERTI
111
PEi(ERTI
PEKERTI
113
p,EKEFrrI
c.
Latlhan
Baik
CUwp
Jelek
Arnat
Jelek
Balk
Keterangan:
Kolom 1= Nomor urut
Kolom 2 = Perilaku khusus yang telah dihasilkan dalam analisis
.instruksional
Kolom 3 s.d. 7 Skala penilaian.
c.
114
PEKERTI
3.
115
PEKERTI
!
4.
5.
6.
7.
. ,
116
PEKERTJ
8.
D. Rangkuman
Langkah ketiga dalam MPI. yaitu mengidentifikasi perilaku
dan karakteristik awal mahasiswa, mengemukakan pendekatan
n menerima mahasiswa apa adanya dan menyusun sistem
instruksional atas dasar keadaan mahasiswa tersebut". Karena
itu, langkah ketiga MPI merupakanproses untuk mengetahui
perilaku yang dikuasaimahasiswa sebelum mengikuti p~lajaran,
bukan untuk.menentukan perilaku pra'syaiatdatapl...pngk~'
menye leksi maha'siswa sebelum mengikutipelajaran.
Konsekuensi yang digunakan oleh MPI adalah: titikmulai suatu
kegiatan instruksional tergantung kepada perilaku awal
mabasiswa.
Daftar Kepustakaan,
117
PEKERTI
BAS VI
MERUMUSKAN TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS
r------,-~-----t
.)
I.lEl.AKUKAN
ANAUSIS
INSTRUKSIONAL
~=b
KEBUTUHAN
INSTRUKSIONAL
OANMENUUS
~)
TUJUAN
INSTRUKSIONAL
UMUM(TI\J)
Ii
IOENTlFIKASI
{.
"i(
'if
MEIIGEMBAHGl<AIl
BAHAN
INSTRUK
1~~I!!!llli!I!~'
UElMJSUN
DESAlNDAN
t.IE1.AKSANA-
SISTI
SJONAL
,t
"t
I
I
I
MENGlDENnFlKASI
PERILAKUDAN
f
I
KARAKTERISTlK
AWAJ..NAHASlSWA
I
I
t
__
L . J.
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
..:ff
'
L)
NENYUSUN
STRATEGl
INSTRUIISlOIlAl.
/!>.
118
PEKERTI
A. Pengertlan TIK
Tujuan instruksional khusus terjemahan dad specific instructional objective. Literatur asing menyebutnya pula sebagai
objective, atau enabling objective, untuk membedakannya dari
general instructional objective ,goal. atau terminal objective.
yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau tujuan
instruksional akhir. Dalam program Applied Approach (AA)
yang telah digunakan diperguruan tinggi di seluruh Indonesia
-TIK disebut sasaran belajar (Sasbel).
-j
119
PEKERTI
120
PEKERTI
PEKERTJ
122
.PEKERTI
=
=
=
123
PEKERTI
ini).
C = Condition. Komponen ketiga da1am TIK.adalahC (condition).
Cadalahkondisi,yangberartibatasanyangdikenakankepadamahasiswa
atau alat yang digunakan mahasiswa pada saat ia dites, bokan pada saat
iabelajer, Tujuaninsttuksionalkhususdisampingmempunyaikomponen
mahasiswadanperilaku sepertikebanyakandigunakanorang seharusnya
mengandungkomponenyangmemberikan pe~jukkepadapengembang
testentangkondisiataudalamkeadaanbagaimanamahasiswadiharapkan
mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki pada saat ia dites,
Misalnya:
.
1. Diberikan berbagai rumusmean, deviasi, standar, korelasi, dan dua
deret angka ...;
2. Dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan;
3. Dengan diberikan kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia;
4. Dengan diberikan data ukuran tanah dan lingkungannya ..;
5. Diberikan kasus suatu perusahaan;
6. Diberikan kesempatan tiga Iqili percobaan ...;
Bila contoh kondisi di atas disambung dengan komponen A
(mahasiswa) dan B (perilaku), akan tersusun kalimat-kalimat
sebagai berikut:
1.
124
2.
PEKERTI
4.
5.
6.
125
, I
PEKERTI
51
59
9
13
17
10
9
19
21
21
63
64
69
76
78
80
87
98
28
33
Rumusmean
X=(Xt +Xz+ ... +XJ/n
Rumus deviasi standar
s=
V-
1
(X.-X?
n-l i=l
'
Romus korelasi
LXY
r=
VL )(2LY2
-
126
PEKERTI
jantung;
127
PEKERTI
PEKERTI
c.
Setiap topik dapat diuraikan menjadi sub topik, Uraian yang rinci
akan memudahkanpendesain instruksional dalarnmenulis atau memilih
bahan pelajaran,
lsi peIajaran untuk setiap TIK akan tergambar dalam strategi
instruksionaI. Dengan perkataan lain rumusan isi pelajaran secara
singkat akan dibuat oleh pendesain instruksional pada saat ia menyusun
atrategi instruksional. Oleh karena itu earn menulis isi pelajaran akan
129
PEKERTI
Anda jumpai dalam Bab VIII, khususnya sub bab yang membahas cara
menyusun strategi instruksional.
D. Latihan
1. Sekarang masih dapatkah Anda memotong setiap TIK di
atas menjadi komponen A, B, C, dan D?' Lakukanlah
pemotongan tersebut dan bandingkanhasil pekerjaan Anda
dengan uraian pada halaman 122.
2.
Jika diberikan satu set data hasil belajar mahasiswa UT program studi Manajemen Semester I tabun pertama yang
c.
r,
..
3.
-b.
130
PEKERTI
E. Rangkuman
Langkah keempat dalam MPI adalah perumusan tujuan
mstruksional khusus (TIK). Setiap rumusan TIK yang lengkap
mengandung empat komponen, yaitu: A (Audience), B (Behavior). C (Condition) dan D (Degree). Namun dalam praktik
sehari-hari perumusan TIK hanya terdiri dari koniponen A dan
B.
Daftar Kepustakaan
Mager, R.F. P~eparing Instructional Objectives. Belmont, Cal.
Fearon Publisher, 1962
Hopkins, Charles D., & Antes, Richard L., Classroom Measurement Evaluation (2nd Ed). Ithaca, Illinois: F.E. Peacock
Publishers, Inc., 1985.
.
........... Objectives Market Place Game. National Special Media Institutes, 1971.
131
PEKERTI
BAB VII
MENYUSUN TES ACUAN PATOKAN
r--------J------- t
~
->
IDEtffiAKASI
KESUTUHAN
INSTRUKSIONAL
DANMENUUS
TUJUAN
INSTHUKSIONAL
UMlIM(TIU)
MElAKUKAN
ANAUSIS
INSTRUKSIONAL
;, --d
n ~
MENUUS
TUJUAN
INSTRUK
SIONAL
r)
SlSTE
INSTRI
f)
KHUSUS
>
SlONJ
(TIIQ
SKl
~t
I
I
MENGIDENlIFiKASI
I
PERIlAK\J DAN
I
KAlWCTERlSTlK
AWAlMAHASISWA
I
1
t
I
I
MENYIJSUN
L)
STRATEGl
INSTRUKSlONAI.
l'
f--
I
I
I
I
.J..:- __ -L __ J-
L __ --l
132
PEKERTI
133
PEKERTI
PEKERTI
PEKERTI
PEKERTI
:
;g
= persentil 40.
137
PEKERTI
138
PEKERTI
PEKERTI
Persarnaannya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perbedaannya
1. Tes Acuan Norma biasanya rnengukur sejurnlah besar
per~laku khusus i :dengl~n, ~~diki,t butir tes untuk setiap
penlaku.
I I
..
'I
I
Tes Acuan Patokaubiasanya rnengukur perilaku khusus
dalam jurnlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk
setiap perilaku.
2. Tes Acuan Norma rnenekankan perbedaan di antara peserta
tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif.
Tes Acuan Patokan rnenekankan penjelasan tentang apa
perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh
setiap peserta tes.
3. Tes Acuan Norma lebih rnementingkan butir-butir tes yang
mernpunyai tingkat kesulitan sedang 'dan biasanya mernbuang
tes yang terlalu rnudah dan yang terlalu sulit.
Tes Acuan Patokan mementingkan butir-butir tes yang
relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli
dengan tingkat kesulitannya,
4. Tes Acuan Norma digunakan terutarna (tetapi tidak khusus)
untuk tes survai. Tes Acuan Patokan digunakan terutarna
(tetapi tidak khusus) untuk tes penguasaan.
5. Penafsiran hasil Tes Acuan Norma membutuhkan
pendefinisian kelornpok secara jelas.
140
PEKERTI
a.
PEKERTI
Sobot
Peri/aku
Janis Tes
Jumlah Butlr
Tes
4
Tabel spesifikasi ini disebut pula kisi-kisi atau blue print untuk
penyusunan tes.
a. Kolom pertama berisi daftar perilaku atau kata kerja
dan objet yang terdapat dalam TIK.
b. Kolom kedua berisi persentase yang menunjukkan bobot
setiap perilaku. Jumlah bobot seluruh perilaku 100%.
Bobot setiap perilaku ditentukan oleh pendesain
instruksional atas dasar penting-tidaknya dan luastidaknya perilaku tersebut dibandingkan dengan perilaku
yang lain.
c. Kolom ketiga menunjukkan jenis tes untuk setiap TIK.
Jenis tes ini ditentukan oleh pengembang instruksional
atas desain pertimbangan kesesuaian perilaku dalam
setiap TIK dengan kelebihan dan kekurangan setiap
macam tes,
.
Berikut .ini disajikan suatu label yang memberikan saran bagi
pengembang instruksional dalam memilih macam tes yang sesuai
dengan kata kerja yang digunakan dalam perilaku yang akan
diukur.
142
PEKERTI
Tabel , 2.
Jenls Kala
Kerjayang
Tea
Karangan MengIsiI
Digunakan
meleng-
dalamTlK
kapI
Menyebut-
TesPenam-
Menjodohkan
PiUhan
Benar
p11an
5aIah
Berganda
Memlllh
Membeda-
kan
Menglden-
lIftkaslkan
Mendlskuslkan
Mendellnl-
slkan
kan
Memecahkan
mesalah
Mengembangkan
Menggenerallsaslkan
Melakukan
(keglatan
8tau gerak)
143
PEKERTI
144
PEKERT/
Daftar
PeriJaku
Janis Tes
Bobot
Persentase
Jumlah
Butir Tes
Pillhan Berganda
Pilihan Berganda
10
BenarSalah
20
eenarSalah
14
Pilihan Berganda
16
10
Menjodohkan
20
10
Menjodohkan .
20
BenarSalah
10
10
Pilihan Berganda
20
15
. Pillhan Berganda
30
15
PUlhan Berganda
4
, 10
10
30
,
100
200
145
PEKERTI
Bobot
Persentase
Jenis Tes
Jumlah
Butlr Tes
.-..;.
A
D
F
K
0
2
3
4
6
10
15
5
10
20
25
R
T
V
Plllhan Berganda
Pllihan Salah
Menjodohkan
Pillhan Berganda
Tes Karanqan
Tes Penampilan
Plllhan Berganda
Tes Karangan
Tes Karangan
Tes Penampllan
100
2
3
4
6
2
1
5
2
3
1
20 Tes Objektlf
7 Tes Karangan
2 Tes Penampllan
adalah:
146
'
PEKERTI
15
17
17
16
13
15
15
13
12
16
17
20
14
17
19
10
24
21
16
17
11
11
13
10
ZI
22
17
16
13
23
22
14
15
16
17
11
20
19
17
25
22
20
11
12
14
16
11
21
24
147
PEKERTI
spesifikasi,
4.
5.
6.
148
PEKERT/
f.
149
PEKERTI
150
PlEKlERTI
F.
Latihan
2.
151
PEKERTI
G. Rangkuman
Langkah kelima adalah menulis tes acuan patokan dengan
menggunakan tabel spesifikasi atau kisi-kisi yang sederhana.
Tabel tersebut tidak menggunakan taksonomi tujuan
instruksional seperti pada umumnya, karena penggunaan tabel
seperti itu dirasakan terlalu sulit bagi seorang pengajar biasa
yang bukan ahli pengembangan tes. Di samping itu, penggunaan
tabel yang sederhana seperti yang dikemukakan dalam buku ini
dapat memenuhi kebutuhan seorang pengajar untukmenyusun
tes yang konsisten dengan tujuan instruksional, baik yang bersifat
kognitif, psikomotor maupu~ afektif. Tes yang telah
dikembangkan digunakan untuk' mengukur tingkat penguasaan
. mahasiswa dalam setiap bagian pelajaran atau seluruh mala
pelajaran.
Daftar Kepustakaan
Gronlund, N.E. Measurement and Evaluation in Teaching(6th
Ed.), New York: Macmillan Publishing Company, 1990.
Hopkins, Charles D. and Antes, Richard L. Classroom Measurement and Evaluation (2nd Ed.). Itasca, Illinois : F.E.
Peacock Publishers, Inc., 1985.
Mehrens, William A. and Lehmann, Irvin J. Measurement and
Evaluation in Education and Psychology. New York:
Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Popham, W. James. Modern Educational Measurement.
Englewood Cliffs: Prentice Hall.' 1981
152
PEKERTI
BAB VIII
MENGEMBANGKAN STRATEGI
INSTRUKSIONAL
r------~-------~
,al
I
IDENTIFIKASI
KEllliTUHAH
INSTRUKSlONAl
DANMENUUS
TUJUAH
INSTRUKSIONAL
UWM(TIU)
~eb
I
INSTRUK
SIOIW.
lOlUSUS
IoIENGQI.
BAHGKAN
>
OESAINOAN
IoEI.AKSAHA- .
IlAIlAN
KAN EVN..UASl
INSTRUK
FOIUoI4TIF
SISTeu
INSTRUK
SlONAI.
SIOIW.
(TIll)
. 1
I
I
I
1
I.
Ii
UENYUSUH
MEHUUS
TIWAH
.)
~.
L __ .J_~_.J
I
I
I
I
I
1
J.
I
I
I
I
I
I
153
PEKERT/
154
PEKERTI
155
PEKERTI
5. Tindak lanjut.
Kelima komponen tersebut bukanlah satu-satunya rumusan
strategi instruksional. Tigakomponen yang dibuat guru Sekolah
Dasar dahulu itu juga merupakari suatu bentuk rumusan strategi
instruksional. Merril dan Tennyson (1977) menyebutnya sebagai
urutan tertentu dari penyajian. Sedangkan AT&T (1985)
menyamakannya dengan metode instruksional. Gagne dan Briggs
(1979) menyebutnya sebagai sembilan urutan kegiatan
instruksional, yaitu:
1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian;
2. Menjelaskan tujuan instruksional kepada mahasiswa;
3. Mengingatkan kompetensi prasyarat;
4. Memberi stimulus (masaIab, topik,konsep);
5. Memberi petunjuk belajar (cara mempelajari);
e
6. Menimbulkan penampilan mahasiswa;
7. Memberi umpan baIik;
8. Menilai penampilan;
9. Menyimpulkan.
Briggs dan Wager (1981) mengungkapkan bahwa tidak
sernua pelajaran rnemerlukan seluruh'sembilan urutan kegiatan
tersebut, Sebagian pelajaran hanya rnenggunakan beberapa di
antara sernbilan urutan kegiatan tersebut, tergantung kepada
karakteristik mahasiswa dan jenis perilaku yang ada dalarn
tujuan instruksional. Pengurangan dari sernbilan urutan tersebut
masih dimungkinkan sepanjang alasan secara rasionalnyajelas,
Strategi instruksicnal adalah suatu komponen sistern
instruksional yang masih terbelakang.la masihbelurn
berkembang seperti komponen-komponen yang lain. Kaitannya
dengan komponen yang lain untuk rnernbentuk suatu sis tern
be1umkokoh benar. Da1arn proses pengernbangan instruksional,
kaitan antara pengidentifikasian TIU\ analisis instruksional,
TIK, dan tes misalnya telah tampak sedemikian ketat.
Pengembangan setiap komponentersebut pun telah sistematik.
Tetapi, strategi lnstruksional sebagai salah satu kornponen di
samping tes yang akan menjadidasar pengernbangan atau
pemilihan bahan belajar, masih perlu dikembangkan lebihjauh.
Briggs dan Wager (1981) menjelaskan b.ahwa pengetanuan
kita be1urn lengkap tentang urutan kegiatan instruksional yang
156
PEKERTI
pelajaran.
157
PEKERTI
Latihan,
PEKERTI
MEDIA WAKTU
METODE
_.
Deskripsi Singkat: .
PENDAHULUAN
Relevansi:
TIK:
Uraian:
PENYAJIAN
Contoh:
Latihan:
Tes Formatif
PENUTUP
Umpan Balik:
Tindak Lanjut:
PEKERTI
1. Subkomponen Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dad kegiatan
. instruksional yang sesungguhnya. Dick dan Carey (1985)
rnenyebutnya pre-instructional activities dan modul Universitas
Terbuka menggunakan istilah pengantar atau kadang-kadang
disebut pendahuluan.
Kegiatan awal tersebut dirnaksudkan untuk mempersiapkan
mahasiswa agar secara mental siap mempelajari pengetahuan,
keterampilan dalam sikap barn. Seorang pengajar yang baik
tidak akan secara mendadak -mengajak rnahasiswa untuk
membahas topik hari itu, misalnya "Kebudayaan Asing dan
Pengaruh-pengaruhnya di Indonesia", pada saat mereka sedang
hangat-hangatnya diliputidemam devaluasi di Indonesia yang
baru diumumkan semalam. Pengajar itu harus bersedia
menggunakan waktunya sejenak untuk ikut bersama mereka
membicarakan devaluasi, kemudian secara pelan-pelan
membawa peinbicaraan tersebut kepada topik pelajaran hari itu.
Di samping itu, pengajar yang baik akan berusaha menaikkan
motivasi mahasiswa untuk mempelajari mated pelajaran baru
sebelum ia mengajarkannya dengan cara menjelaskan apa
manfaat pelajaran tersebut bagi kehidupan mahasiswa atau bagi
pelajaran lanjutannya di kernudian hari.
.
Fungsi subkomponen Pendahuluan ini akan tercermin dalam
ketiga langkah yang akan dijelaskan di bawah ini:
a;
160
PEKERTI
161
PEKERTI
MEDIA
WAKTU
Deskrlpsi Slngkat:
Relevansl:
TIK:
2. Sabkomponen Penyajian
Setelah selesai kegiatan Pendahuluan, pengajar mulai
memasuki kegiatan Penyajian. Penyajian adalah subkomponen
yang sering ditafsirkan secara.awam sebagai pengajarankarena
memanginerupakan inti kegiatan pengajaran. Di dalamnya
terhndung lisa pengertian patak sebagal berlkut: pertama
uraian, keduacontoh, dan ketiga latihan.
.
162
PEKERTI
METODE
. MEDIA
WAKTU
Uralan:
Contoh:
Latlhan:
163
PEKERTI
Latihan
3. Subkomponen Penutup
Penutup adalah subkomponen terakhir dalam urutan kegiatan
instruksional. Ia terdiri dari dua langkah, yaitu: langkah pertama
tes formatif dan umpan balik, sedangkan langkah kedua tindak
lanjut.
a.
Tes Formatif
164
PEKERTI
.-
METODE
MEDIA
WAKTU
Tindak Lanjut:
Tabel 18.
165
PEKERTI
PEKERTt
a.
3. Metode Penampilan
MetodcPenampilan berbcntuk pelaksanaan praktik oleh
rnahasiswa di bawah supervisi dari dekat oleh pengajar. Prakt ik
tersebut dilaksanakan atas dasar penjelasan atau dernonstrasi
yang telah diterima atau diarnati mahasiswa.
Untuk mcnggunakan metode ini pengajar harus:
a. Mcmbcrikan pcnjelasan yang cukup kepada rnahas iswa
selarna rnahasiswa berpraktik.
.
b. Mclakukan tindakan pcngamanan sebelum kegiatan praktik
dimulai untuk keselamatan mahasiswa dan alat-alat yang
digunakan.
a.
b.
c.
d.
e.
167
.,~
PEKERTr
a.
b.
c.
d.
PEKERTI
C,.
S.
PEKERTI
a.
170
PEKERTI
a.
b.
c.
d.
171
PEKERTl
a.
PEKERTI
173
PEKERTI
174
a.
b.
c.
d.
PEKERTI
a.
keputusan,
c.
175
PEKERTI
Tabel 19.
NO. METODE
1.
2.
Ceramah
Demonstrasl
3.
4.
5.
Penampilan
Diskusi
Studi Mandlri
6.
Kegiatan.
lnstrukslonal
8.
Latlhan dengan
Teman
Simulasi
9.
Sumbang Saran
7.
12.
13.
14.
Studl Kasus
Computer Assisted
Learning
Inslden
Praktlkum
Proyek
15.
Barmaln Peran
16.
17.
18.
Seminar
S/mposlum
Tutorial
19.
Deduktlt
20.
Indukt/f
10.
11.
suatu kegtatan .
176
PEKERTI
2.
3.
4.
1n
PEKERTI
Tabel20. Kemampuan Setiap Jenis Media dalam Mempengaruhi Berbagai Macarn Belajar
i~
media
instrukstonal
GambarDiam
Gambar Hiclup
Televlsl
Objek11ga
Di~
Belajar
MenyajlBelajar
Belajar konsep, Belajar kan keteinformasi pengenaI- prinslp, prose- r8mpilan
'faktuaJ
persepsi
vlsuaJ &aturan dur
gerak
ar
Progr8med
InstructionDemonstrasl
BukuTeksTerc:etak
Sajlan Oral
178
slkap,opl-
ni dan
motivasi
sedang
sedang
sedang
tlnggi
sedang sedang
lingg!
tlnggl
IInggl
sedang
~
rendah
sedang
rendah
rendah
sedang
sedang
rendah
tlngg!
rendah rendah
rendah
rendah
sedang
sedang
rendah
I8I'ldah
sedang,
rendah
tinggi
Rekaman
Audio
Mengembangkan
rendah
I9ndah
sedang, sedang
sedang &edang
rendah
sedang
sedang
rendah
rendah
sedang
sedang
sedang
PEKEm-t
PEKERT/
pemeliharaan
Pengembang instruksional memilih media atas dasar biaya
yang tersedia. Seringkali kriteria biaya ini ditempatkan sebagai
kriteria utama. Bila sejak semula telah diketahui bahwa tidak
ada biaya untuk mengembangkan atau menggunakan media lain
kecuali media cetak misalnya, perhatian pengembang
instruksional harus dipusatkan kepada media cetak saja.
Pertimbangan biaya ini dilakukan baik pada saat pembelian
maupun pemeliharaan. Pertimbangan ini digunakan tidak saja
oleh lembaga pendidikan dan pengajar, tetapi juga oleh
mahasiswa.
2. Kesesuaiannya dengan metode instruksional
Untuk jumlah mahasiswa yang besar, penggunaan media
yang mampu memproyeksikan pelajaran yang kecil menjadi
gambar yang lebih besar akan lebih baik daripada bahan pelajaran
itu sendiri. Sebaliknya, untuk kegiatan instruksional individual
atau kelompok kecil cukup menggunakan media yang lebih
kecil .'
seperti:
180
di~unakan
a.
b.
c.
d.
e.
5.
PEKERTI
181
PEKERTI
sebagainya,
Penentuan waktu yang dibutuhkan pengajar dan mahasiswa
pada setiap langkah dalam urutan kegiatan instruksional
merupakan salah satu pembatasan bagi pengajar dan mahasiswa
bahwa tujuan instruksicnalnkan dapat dicapai bila mereka
dapat memeriuhinya. Untuk suatu tujuan instruksional yang
menghendakipenggunaan sebagian besar dari .waktu kegiatan .
instruksional dicurahkan pada latihan rnisalnya, tidak dapat
dig anti dengan banyak uraian tetapi sedikit latihan. Walaupun
urutan kegiatan instruksional sama, metode dan media yang
digunakan juga sama, tetapi penekanan jumlah waktu berbeda,
hasilnya dapat berbeda pula. '
182
PEKERTI
F.
183
PEKERTI
Tabel 20: Strategllnstrukslonal
TIK No.:
Mata Pelajaran
.
METODE MEDIA
WAKTU
(DALAM MENIT)
DOSEN MHS JML
p
E
--"
_.-
A
H
U
--
P
E
N
Y
A
J
I
A
N
P
E'
N
U
T
U
P
A
N
PEKERTI
185
PEKERT/
186
PEKERTI
187
PEKERTI
188
PEKERTI
URA/ANKEGIATANINSTRUKSIONAL
METOOE MEDIA
WAKTU
(DALAM MENIl)
DOSEN MHS JMI.
Oesktipsi Slngkat
Ceramah OHP+
Transparansl
A
H
U
L
Relevans;
: Tanpakondisibelajaryangkonduslfpadamaslng-masing
jenlsbelajar. makakeberhasilan belajarakansulittercapai
secara optimal.
Ceramah OHP+
Transparansl
Ceramah OHP+
Transparanst
A
N
P
UraianMateri
Ceramah
Bervariasi
dengan
Tanya
jawab
15
20
EN
0
E
N
189
: Penjelasan tentang:
1. Kondisi balajarinformasi
2. Kondisi be/ajarkonsep
3. kondls! balajarprinsip
4. Kondisl belajarketerampilan
5. .kondisi belaJar sikap
OHP+
Trans-
parans!
Modul
PEKERTI
J
-I
A
N
Contoh
15
20
--
Latihan
Lembar
Kerja
20
25
p
E
Lembar
soal
dalam
Modul
10
15
50
50
100
u-
T
U
Tlndak lanjuV
Follow Up
Mel8ksanakanT811
dan
Diskusl-
- .
t'cKI::H II
Mata Kuliah
TIK No.1
Mahasiswa Perguruan Tlnggi X Semester III akan dapatmenjelaskan pengertian Evaluasi Hasil
Belajar minimal 80"lcbilakepadanya disebutkan namabeberapaahliataupengarangbukuEvaluasi
URAIAN KEG/ATAN INSTRUKSIONAL
METODE MEDIA
WAKTU
(DALAM MENIT)
. DOSEN MHS
1
P
E
N
Deskripsi Singkat
N
P
E
N
191
Relevansl
Ceramah OHP+
Transparansi
Caramah OHP+
Transparansl
Ceramah
Bralns
White
tormlng
board
Ceramah OHP
dan
Transparansi
10
JML
:Ungkup pelajaraninladalah:
- Beda.evaluasi dengan pEilngukuran
- Pengertian evaluasl hasll belajar
- Faktor-faktoryang mempengaruhlkaberhasilan evaJuasl
hasil belajar.
0
A
H
U
L
U
: PenJelasan tentang:
- istilah evaJuasi dan istilah pengukuran
- pengertian svaluast hasil belajar
- laktor-Iaktor yang mempengaruhi kebarhasllan
pelaksanaan evaluaslhasil belajar.
15
PEKERTI
1
J
I
A
Contoh
: Contoh-contoh:
Diskusl
OHP+
- Kegiatan evaJuasi
Terplmpln Trans- Kegiatan pengukuran
paransl
- Keglatan evaJuasi hasllbelajar
Faktor-Jaktor yang mempengaruhi keberhasllan
pelaksanaan evaJuasi.
Latlhan
p
E
N
U
Diskusi
10
5
-
Lsmber
Tes
Akhlr
T
U
Tindak LanJut
P
Jumlah
50
PEKERTI
G. Latihan
Susunlah strategi instruksional untuk mata pelajaran yang
akan Anda ajarkan dengan Iangkah-Iangkah sebagai berikut:
1. Membuat formulir strategi instruksional yang tampak pada
halaman 159, dengan ukuran dua "folio.
2. Memperbanyak formulir tersebut sebanyak TIK yang
dimiliki.
3. Mengisi formulir dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengisi nomor urut TIK: TIK nomor 1;
b. Mengisi seluruh kolom 2;
c. Mengisi baris teratas pada komponen Pendahuluan
dimulai darikolom 3 sampai dengan kolom 6;
d. Mengisi baris-baris selanjutya seperti butir c;
e. Menjumlahkan kolom waktu.
4.
193
PEKERTI
MiUi?
Daftar Kepustakaan
Briggs,Leslie J. and Wager, Walter W. Hanbook of Procedures
for the Design of Instruction (2nd Ed.). Englewood
Cliffs, New Jersey: Educational. Technology Publications, 1981. .
Dick, W. and Carey, L. The Systematic Design of Instruction
(2nd Ed.). Glecview, Illinois: Scot, Foresman and Company,1985.
Gagne, R.M. and Briggs, L.J. Principles of'Instructional Design
(2nd Ed.) New York: Holt, Rinehart and Winston, 1979.
Merril, M. David and Tennyson, Robert D. Teaching Concepts:
An Instructional Design Guide. Englewood Cliffs, New
Jersey: Educational Technology Publications, 1977.
Mukti, Farida, Media Instruksional, Bahan Workshop dalam
Media Instruksional di Lembaga Pengembangan Perbankan
.
Indonesia, 1982.
The AT & T-Communications Learning and Development Organization. Instructional Design Alternatives, Somerest,
New Jersey: AT & T-C, 1985.
194
I
.: 1
PEKERn
BAB IX
MENGEMBANGKAN BAHAN INSTRUKSIONAL
r -. - - - - - ~ - - - - - - - AI
r--_,:
.~
~...
IDEHTIFIKASl
KEBUTUHAN
INSTRUKSlONAl
MENYUSUN
DESAlNDAN
NElAKSANA
KAN EVAlUASl
FORMATIF
MENUUS
TUJUAH
INSTRUK
SIONAl
KHUSUS
DAN MENUUS
~)o
TWUAN
INSTRUKSIONAL
SISlEII
INSTRUK
SIDNAI.
(Il1Q
UMUM(TIU)
AI
~t
IENGlDEHnAKASI
PERIlAKU DAN
KAIWCTEIlISllK i-AWAllWlASlSWA
I
I
I
I
I
I
L __ .J_'__ .J
I
I
I
I
I
I
.l, __ J
195
PEKERTJ
Bahan
196
PEKERTJ
197
PEKERTt
b.
198
PEKERTI
199
PEKERTI
200
PEKERTI
1.
Pengembangan
Bab~~elajar Mandiri
PEKEATI
202
PEKERTI
203
PEKERTI
a.
PEKERTI
205
PEKERTI
b.
C.
206
..
PEKERTI
D. Latihan
Kembangkanlah salah satu macam bahan instruksional yang
sesuai dengan bentuk kegiatan instruksional di lembaga
pendidikan tempat Anda akan bekerja. Bahan instruksional
yang Anda kembangkan harus memenuhi kriteria sebagaiberikut:
1. sesuai dengan strategi instruksional yang telah Anda
kernbangkan.
2.
meliputi:
a. bahan belajar (bila bukan pengajaran konvensional):
b. pedoman pengajar: .
c. pedoman rnahasiswa.
3.
E~
Rangkuman
207
PEKEATI
o-
208
PEKERTI
BABX
MENDESAIN DAN MELAKSANAKAN
EVALUASI FORMATIF
r------~-------~
~""'b
~
INSTRUKSIONAl
IDENTIFIKASI
KEBUTUHAN
INSTRUKSIONAL
DAN MENUUS
~)
TUJUAN
INSTRUKSIONAl
UMUI.4 (flU)
II
...,1
TESACUAH
PATOKAH
i~~l:Wrt~~~~~~~~~j~~~
MEHUUS
loIEHGEMBANGKAN
IlAHAH
TIWAN
INSTRUK
SDNAl
.)
INSTRUK
SDNAl
KHUSUS
(TIIQ
'1'
"j'
I
I
lolENGlDEHTIAKASI
I
PERllAKU DAN
I
KARAKTERISTIK
AWAl MAllASlSWA
I
t _ _ ....JII
L
~
L)
MEHYUSUN
STRATEGI
INSTRUKSIONAl
r
I
I
I
I
I
,)
SlSTEM
INSTRUK
SJONAl.
I
I
I
~)
I
I
I
I
I
I
I
SeteIahbahan instruksional diproduksi, pendesain instruksional periu mengajukan pertanyaan kepada dirinya sendiri.
Apakah bahan instruksional yang telah dikembangkan atau
dipilih berdasarkan suatu proses yang sistematik itu benarbenar efektif dalam mencapai tujuannya? Apakah bahan
instruksional itu masih perlu direvisi agar mahasiswa dan
pengajar dapat menggunakan dengan Iebih efektif dan efisien?
Kedua pertanyaan itu perlu dijawab denganmelakukan evaluasi
fonnatifuntuk mencari kekurangannya dan kemudian melakukan
revisi untuk meningkatkan kualitasnya.
209
PEKERTI
'
210
PEKERTI
211
PEKERTI
evaluasi formatif, yaitu review oleh ahli bidang studi di luar tim
pengembang instruksional, evaluasi satu-satu (one-to-one evaluation), evaluasi kelompok keeil dan ujieoba lapangan.
1. Review oleh ahli bidang studi di luar pengembang
instruksional penting artinya untuk mempermudah pendapat
orang lain, sesama ahli dalam bidang studi, khususnya
tentang ketepatan isi atau materi produk instruksional
tersebut. Di samping itu, dilakukan pula review ahli desain
fisik dan ahli media lain; Masukan dati para ahli lain ini
perlu segera digunakan untuk merevisi produk instruksional
tersebut.
Masukan yang diharapkandari ahli lain adalah:
a. Kebenaran isi atau materi menurnt bidang ilmunya dan
relevansinya dengan tujuan instruksional.
b. Ketepatan perumusan TIU;
c. Relevansi TIK dengan TIU;
d. Ketepatan perumusan 11K.;
e. Relevansi tes dengan tujuan instruksional;
f. Kualitas teknis penulisan tes;
g. Relevansi strategi instruksional dengan tujuan instruksional;
h. Relevansi produk atau bahan instruksional dengan tes dan
tujuan instruksional;
i. Kualitas teknisproduk instroksional.
Review oleh ahli lain ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.
b.
e.
212
PEKERTI
2)
PEKERT/
214
PEKERTI
215
PEKERT/
4.
216
PEKERTI
a.
kualitasnya.
c.
217
PEKERTI
2.
218
PEKERTI
4.
219
PEKEATI
220
PEKERTI
b. Menganalisis kenaikan skor mahasiswa untuk butirbutir tes yang mengukur setiap perilaku dalam TIK
dengan cara membandingkan skor tes awal dan skor tes
akhir.
Bila tidak ada kenaikan yang berarti sedangkan hasil tes
awal dan tes akhir relatif rendah, bah an instruksional dan
kegiatan instruksional yang berhubungan dengan TIK
tersebut perIu diteliti kembali dengan seksama dan dicari
kelemabannya. Bila kenaikan dari basil tes awal dan akhir
untuk TIK tersebut tidak berarti sedangkan keduanya
menunjukkan hasil yang tingg i, isi pelajaran yang
berhubungan dengan TIK tersebut perlu dipertirnbangkan
untuk dihilangkan karen a dari semula mahasiswa telah
menguasainya. Keputusan untuk menghilangkannya
sebaiknya menunggu hasil uji coba. Bila hasil uji coba
tersebut konsisten dengan basil evaluasi kelompok kecil,
bagian tersebut tidak perIu diragukan lagi, perlu dihilangkan
atau dipersingkat. Dengan mempersingkat tersebut berarti
materi pelajaran keseluruhan tetap utuh.
c.
221
PEKERT/
e.
4.
b.
222
, I
".
PEKERTI
223
PEKERT/
3. Bila akan dilaksanakan satu di antaranya, sebaiknya satusatu atau kelompok keeil.
Alternatif mana pun yang akan diambilvproses evaluasi
tersebut sebaiknya dilaksanakan sebelum digunakan di lapangan
yang sebenarnya.
Tetapi, adakalanya suatu produk instruksional tidak sempat
lagi dievaluasi sebelumnya karena alasan tertentu seperti tidak
adanya waktu atau belum adanya biaya. Dalam hal seperti itu,
evaluasi formatif masih mungkin dilakukan pada saat
penggunaan produk tersebut di lapangan. Yang paling penting
adalah pengembang instruksional dengan cara yang paling
sederhanapun harus berusaha mendapatkan informasi untuk
memperbaiki produk instruksional berdasarkan masukan dari
lapangan terutama mahasiswa. Evaluasi formatif sebagai bagian
tidak terpisahkan dari proses pengembangan berjalan terus
menerus, tidak pernah berhenti.
E. Latihan
1. Susunlah reneana evaluasi formatif Anda dengan
224
PEKERTI
Informasl yang
Akan Olear!
Indikator
Jenls Instrumen
yang Akan
Digunakan
Responden
F. Rangkuman
Langkah kedelapan sebagai langkah terakhir dalam MPI
adalah menyusun desain dan menyelenggarakan evaluasi
225
.'?'\'i!
-.-
PEKEATI
Daftar Kepustakaan
1.
2.
Rossi, Peter H., Freeman, Howard E., and Wright, Sonia R.,
Evaluation: A Systematic Approach. Beverly Hills: Sage Publications 1979.
I.
226
PEKERTI
SENARAI
Ana/isis Instruksional
proses menjabarkanperilaku wnum menjadiperilakukhusus yang
tersusun secara logis dan sistematik.
Analisis Sistem (System analysis)
proses penjabaranataupemilahansuatusisteminstruksional menjadi
bagian-bagiannya,
Audio visual
jenis media instruksional yang non-cetak, seperti film, audio
cassettes, slide bersuara, dll.
Be/ajar Tuntas (Mastery Learning)
suatu strategi belajar yang didasarkan pada aswnsi bahwa semua,
atau harnpir semua, mahasiswa marnpu belajar dengan baik. dan
mampu mencapai tujuan-tujuan instruksional yang ditetapkan
apabilamerekadiberiwaktuyangcukupdansesuaidengankecepatan
belajar mereka.
Criterion-referenced Interpretation (Penafsiran Acuan Patokan)
caramenafsirkan skoryangdicapaimahasiswamelaluiperbandingan
dengan suatu standar/patokan tertentu.
Disain instruksional, pengembangan -instruksional. perancangan
227
PEKERTI
DaftarKepustakaan
1.
2.
3.
4.
.,
.:1
226
PEKERTI
SENARAI
AnalisisInstruksional
proses menjabarkanperilaku umum menjadiperilaku kbusus yang
tersusun secara logis dan sistematik.
Analisis Sistem(System analysis)
prosespenjabaranataupemilahansuatusisteminslnJk.sional menjadi
bagian-bagiannya.
Audio visual
jenis media instruksional yang non-cetak, seperti film, audio
cassettes. slide bersuara, dll.
Be/ajar Tuntas(MasteryLearning)
suatu strategi belajar yang didasarkanpada asumsi bahwa semua,
atau hampir semua, mahasiswa mampu belajar dengan baik dan
mampu mencapai tujuan-mjuan instruksional yang ditetapkan
apabilamerekadiberiwaktuyangcukupdansesuaidengankecepatan
belajar mereka.
Criterion-referenced Interpretation (Penafsiran Acuan Patokan)
caramenafsirkanskoryangdicapaimahasiswamelaluiperbandingan
dengan suatu standar/patokan tertentu.
Disain instruksional, pengembangan -instruksional, perancangan
instruksional, atau perencanaan instruksional.
suatu prosesyangsistematik dalam menyusunsistem instruksional
yangefektifdanefisienmelaIuikegiatan pengidentifikasian masalah,
pengembangan, dan pengevaluasian.
Efekiifitas
Heterogen
tingkat keterampilan sejurnlah mahasiswa yang beragam atau
berbeda satu sarna lain.
227
ePEKERTI
Kalibrasi
.. rnetodepemberianskorjawabansuatuteskarangan yangberdasarlcan
garis-garis besar jawaban yang diharapkan dan skor maksimurn
untuk setiap garis besar jawaban tersebut.
Metode Instruksional
berfungsi sebagai earn dalam menyajikan (menguraikan,
memberi contoh, dan memberi latihan) lsi pelajaran kepada
mahasiswa untuk mencapai tujuan tertentu.
Monitoring
program instruksional.
Pandangan Sistem.tsystem view)
kebiasaanmemandangbendaatau peristiwasebagaisesuatu yang
terdiri dari bagian-bagian yang di samping mempunyai fungsi
sendiri-sendiri mempunyaipula fungsi bersama untuk rnencapai
tujuan tertentu.
Pendekatan Sistem (System Approach)
228
PEKERT/
Pendidikan formal
jenis pendidikan yang berjenjang dan terorganisasi secara formal
yangditawarkan olehlembllsa..lembagapcncUdJkan yang berbentuk
sekolahdasar, sekolah menengah, dan pendidikan tlnggi,
Penilaian kebutuhan (NeedsAssessment)
proses mengidentifikasi kesenjangan antara keadaan saat ini dan
keadaan ideal.
Ranah Kognitif
kawasan atau bidang kemampuan manusia dalam berpikir.
Ra nah Psikomotor
kawasan atau bidang kemampuan manusia dalam melakukan
gerak fisiko
Se If-report
salah satu bentuk skala penilaian yang meminta responden untuk
memberikan Imelaporkan informasi yang diperlukan berdasarkan
'
persepsinya sendiri.
,'r
PEKERT
Skala Penilaian (Rating Scales)
salah satu bentuk alat ukur non-tes yang meminta responden un
memberikan penilaian dalam skala yang telah ditentukan d
berdasarkan persepsinya sendiri.
Sistem
benda, peristiwa, kejadian, atau cara yang terorganisasi dan ter
dari bagian-bagian yang lebih kecil, dan seluruh bagian tersebu
secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan tertentu.
Strategi Instruksional
merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara pengorganisasi
materi pelajaran dan mahasiswa, peralatan dan bahan, serta wak
yang digunakan dalam proses instruksional untuk rnencapai tu j
instruksional yang telah ditentukan.:
Supervisi (Penyeliaan)
proses pengendalian danpengawasan yang dilakukan dalam jangka
waktu tertentu oleh seorang atasan terhadap bawahan.
TeknologiInstruksional
proses perancangan, pengembangan dan pengevaluasian
pembelajaran untuk memecahkan masalah pembelajaran.
Tujuan Institusional
keadaan yang diharapkandihasilkanolehsuatulembaga(pendidikan)
sebagai akibat dati program-programnya.
230
PEKERTI
Tujuan Kurikuler
pernyataan yang berisi kompetensi yang diharapkan untuk dicapai
oleh mahasiswa setelah menyelesaikan suatu program studio
atau ditunjukkan.
'
231