Anda di halaman 1dari 2

Mekanisme Hidrodinamika

Teori hidrodinamika yang membantu menjelaskan mekanisme dentin hipersensitif


pertama kali dibawakan oleh Gysi pada tahun 1900. Teori ini adalah teori yang paling
diterima secara internasional hingga sekarang. Teori hidrodinamika melibatkan serabut saraf
A dalam kasus dentin hipersensitif. Mekanisme hidrodinamika diawali dengan adanya
perubahan tekanan kapiler yang menyebabkan pergerakan cairan tubuli dentin ke arah luar.
Serabut saraf dentin lebih sensitif bila cairan tubuli dentin tertarik ke arah luar dibandingkan
ke arah dalam. Pergerakan cairan tubuli dentin ini menyebabkan distorsi jaringan pada area
perbatasan dentin dan pulpa di mana terdapat banyak ujung serabut saraf.
Pergerakan cairan tubuli dentin ini harus terjadi secara cepat dan berulang-ulang untuk
dapat mengaktivasi ujung serabut saraf pada area perbatasan dentin dan pulpa ini. Stimulus
yang dapat menyebabkan pergerakan cairan tubuli dentin dengan cepat dan berulang-ulang
diantaranya adalah stimulus perubahan suhu, tekanan udara dan volume. Stimulasi termal
harus dapat berlangsung dengan cepat dan tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan perubahan
volume tubuli dentin yang pada akhirnya dapat menggerakan cairan tubuli dentin dan
mengaktivasi serabut saraf sehingga terjadi rasa nyeri. Secara umum, stimulasi dingin lebih
efektif dibandingkan dengan stimulasi panas karena dapat menginisiasi pergerakan cairan
tubuli dentin ke arah luar. Bila perubahan suhu terjadi cukup intens, maka serabut saraf dapat
teraktivasi walaupun dentin tidak terbuka. Pada kasus inflamasi pulpa, nosiseptor intradental
dapat tersensitisasi dan teraktivasi akibat efek langsung dari panas atau dingin sehingga
menyebabkan peningkatan sensitifitas termal dari gigi tersebut. Beberapa cairan hipertonis
juga dapat menyebabkan terjadinya rasa nyeri. Hal ini dimungkinkan karena kemampuan
cairan hipertonis tersebut dalam menarik cairan tubuli dentin keluar melalui tekanan osmotik
yang tinggi sehingga terjadi pergerakan cairan yang rapid dan mengaktivasi serabut saraf.
Contoh dari teori tersebut dapat ditemukan pada pasien yang banyak mengkonsumsi makanan
atau minuman dengan kadar gula yang tinggi (yang dapat membentuk sukrosa bila makanan
atau minuman ini berkontak dengan saliva dan permukaan gigi), yang dapat menjadi
indikator tereksposnya tubuli dentin. Tubuli dentin yang terekspos tidak hanya ditemukan
pada bagian permukaan oklusal atau servikal gigi yang terlihat jelas, tetapi juga pada tepi
restorasi yang mengalami kebocoran.
Pada prakteknya, semua dentin yang terekspos belum tentu sensitif. Untuk dapat
memulai terjadinya proses hidrodinamika, cairan tubuli dentin harus dapat tertarik keluar
dengan cepat dan berulang-ulang sehingga mekanisme ini tidak akan terjadi bila tubuli dentin

dapat ditutup dengan baik. Penutupan tubuli dentin dapat mencegah atau mengurangi
pergerakan cairan tubuli dentin sehingga pada akhirnya dapat menurunkan sensitifitas dentin.
Setelah dilakukan preparasi gigi, permukaan dentin dilapisi oleh smear layer (drilling
debris) yang secara tidak langsung menutup tubuli dentin. Aplikasi etsa pada permukaan
dentin dapat menghilangkan smear layer ini dan meningkatkan sensitifitas dentin dengan
signifikan. Hal ini pula yang menjadi awal dari pengembangan sistem selective etch pada
restorasi adhesif.
Penutupan tubuli dentin dengan bahan oxalates atau resin dapat mengurangi atau
menghilangkan respon saraf pulpa dan mengurangi sensitifitas dentin. Studi juga melaporkan
hubungan yang signifikan antara ketebalan dentin yang tubuli dentinnya terbuka dengan
intensitas respon rasa nyeri pada dentin yang terbuka. Proses mineralisasi juga dapat
mempengaruhi tekanan hidrolik sehingga mengurangi rasa sensitifitas dentin.

Anda mungkin juga menyukai