Anda di halaman 1dari 9

PEMERIKSAAN TPHA

(Treponema Pallidum Hemaglutination Assay)


1.1 Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan TPHA
2. Mahasiswa dapat mendeteksi adanya antibody terhadap Treponema
palidum dalam serum pasien secara kualitatif dan semi-kuantitatif
1.2 Metode
Metode yang digunakan adalah indirek hemaglutinasi
1.3 Prinsip
Antibodi spesifik untuk T.pallidum yang ada di dalam serum pasien akan
beraglutinasi dengan awetan eritrosit burung yang terdapat dalam reageant
Plasmatec TPHA yang telah dilapisi komponen antigenik patogen T.pallidum
(Nichol Strain) dan menunjukkan pola aglutinasi pada sumur mikrotitrasi.
1.4 Dasar Teori
1. Sifilis
Sifilis yang mempunyai nama lain great pox, lues venereum, dan morbus
gallicus merupakan suatu penyakit kronik dan bersifat sistemik yang
disebabkan oleh Treponema pallidum (Sutrimo,2013).
Pada tahun 1905, Treponema pallidum ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman. Treponema pallidum yang termasuk dalam ordo Spirochaetales,
familia Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral
teratur, panjangnya antara 6,15um, lebar 0,15 um,terdiri atas delapan sampai
dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju
seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada
stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat
dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan
dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72 jam (Septyan, 2012)
Klasifikasi Secara klinis, Sifilis terbagi (Nilla,2012) :
a. Sifilis kongenital (bawaan)
Transmisi Treponema pallidum secara transplasental dapat menyebabkan
sifilis kongenital. Sifilis kongenital dapat dibagi menjadi stadium dini, lanjut,
dan stigmata.

Pada sifilis kongenital stadium dini (3 minggu setelah dilahirkan), kelainan

berupa vesikel dan bula yang pecah membentuk erosi yang ditutupi krusta.
Kelainan ini sering terdapat di telapak kaki dan tangan, disebut pemfigus
sifilitika. Bila kelainan muncul beberapa minggu setelah dilahirkan, kelainan
berupa papul dan skuama (menyerupai sifilis stadium II). Kelainan lain dapat
berupa adanya sekret hidung yang sering bercampur darah, osteokondritis,
serta splenomegali dan pneumonia alba.
Sifilis kongenital lanjut terdapat pada usia lebih dari 2 tahun. Manifestasi
klinis ditemukan pada usia 7-9 tahun dengan adanya Trias Hutchinson
meliputi keratitis interstitial (kelainan pada mata), ketulian N VIII serta gigi
Hutchinson (insisivus I atas kanan dan kiri berbentuk seperti obeng). Dapat
juga terjadi paresis, perforasi palatum durum serta kelainan tulang tibia dan
frontalis.
Pada stadium lanjut dapat terlihat stigmata pada sudut mulut (garis-garis
yang jalannya radier), gigi Hutchinson serta penonjolan tulang orbital.
b. Sifilis akuisita (didapat) terdiri dari :
Stadium I
Tiga minggu setelah pajanan bakteri terdapat lesi primer terjadi pada jalan
masuk. Lesi umumnya hanya satu dan dapat berkembang menjadi papular
yang erosif, berukuran miliar hingga lentikular, serta ada indurasi
(pengerasan). Papul ini bisa berkembang menjadi erosi dan ulserasi. Jika
berkembang menjadi ulserasi disebut ulkus durum, dengan tepi merah, lebar
1-2 mm, dapat berkrusta dan menghasilkan eksudat serosa. Sekitar 3 minggu
kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar limfatik inguinal medial. Kelenjar
tersebut membesar, padat, kenyal, tidak nyeri, soliter, dan dapat digerakkan
bebas dari sekitarnya. Lesi umumnya bisa terdapat pada alat kelamin, bisa
juga ekstragenital (bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus). Tanpa
pengobatan, lesi dapat sembuh spontan dalam 3-8 minggu tergantung ukuran
besar-kecilnya.
Stadium II
Stadium sifilis sekunder dicapai ketika terjadi sifilis primer sudah sembuh;
jarak antara sifilis primer dan sekunder sekitar 6 sampai 8 minggu. Lesi yang
terbentuk dapat menyebar ke seluruh permukaan tubuh (tidak terbatas di
tempat inokulasi bakteri) serta memiliki sifat tidak gatal, tidak memerah serta

terdistribusi secara simetris. Gejala konstitusional mendahului sifilis sekunder,


seperti nyeri kepala, demam, anoreksia dan nyeri sendi.Pada sifilis sekunder
dapat timbul kelainan-kelainan kulit seperti makula, papula, mikropapula dan
erupsi miliar, pustul, alopesia, paronikia, lesi pada membran mukosa,
limfadenopatik generalisata serta gangguan neurologis. Diagnosis untuk sifilis
sekunder dapat ditegakkan melalui hasil pemeriksaan serologik yang reaktif
serta pemeriksaan lapangan gelap positif.
Stadium Laten
Pada sifilis laten tidak terdapat manifestasi klinis, namun tes serologi
menunjukkan hasil yang positif. Pada periode laten awal (2 tahun setelah
infeksi), transmisi secara vertikal masih bisa terjadi meskipun transmisi
melalui hubungan seksual berkurang (karena tidak ada lesi mukokutaneus).
Stadium III.
Setelah periode laten (yang dapat berlangsung hingga 20 tahun),
manifestasi dari sifilis tersier dapat terlihat. Lesi yang khas adalah guma.
Guma dapat satu, dapat multipel, berukuran miliar hingga beberapa
sentimeter. Guma dapat timbul di semua jaringan dan organ, membentuk
nekrosis sentral dikelilingi jaringan granulasi dan pada bagian luarnya terdapat
jaringan fibrosa. Guma dapat mengalami supurasi dan pecah menjadi ulkus
dengan dinding curam dan dalam, dasarnya terdapat jaringan nekrostik
berwarna kuning putih. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, ukuran
miliar sampai lentikular, merah dan tidak terdapat nyeri tekan. Tempat
predileksi terutama di permukaan ekstensor lengan, punggung dan wajah.
Permukaan nodus dapat berskuama sehingga menyerupai psoriasis, tetapi
tanda Auspitz negatif. Selain itu terdapat juga lesi pada membran mukosa,
seperti palatum dan lidah.
Stadium kardiovaskular dan neurosifilis
a. Sifilis kardiovaskular
Sifilis kardiovaskular umumnya terjadi 10-20 tahun setelah infeksi. Tandatandanya berupa insufisiensi aorta atau aneurisma dan nekrosis aorta yang
berlanjut ke arah katup. Sekitar 10% pasien sifilis mengalami fase ini.
Pemeriksaan serologis umumnya reaktif.
b. Neurosifilis
Penyakit ini umumnya bermanifestasi 10-20 tahun setelah infeksi.
Neurosifilis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu

Neurosifilis asimtomatik, di mana pemeriksaan serologi reaktif namun

tidak terdapat gejala klinis.


Neurosifilis meningovaskular, di mana terjadi kelainan susunan saraf pusat
meliputi kerusakan pembuluh darah serebrum, infark dan ensefalomasia.
Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein

total, dan tes serologi reaktif.


Neurosifilis parenkimatosa, yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis.

2. Uji Serologik Sifilis


Uji serologik dalam diagnosis, terutama pada kasus dengan manifestasi
klinik yang membingungkan atau bila tidak terdapat bahan eksudat. Selama
bertahun-tahun telah dikembangkan berbagai uji selorogik, yang terbagi dalam
dua kelompok umum, yaitu (Widyantara, 2012) :
1. Uji Nontreponemal
Mengukur kadar antibodi Wassermann, yang timbul sebagai respon terhadap
kardiolipin, kemungkinan berasal dari jaringan hospes. Uji non-treponemal adalah
uji yang mendeteksi antibodi IgG dan IgM terhadap materi-materi lipid yang
dilepaskan dari sel-sel rusak dan terhadap antigen-mirip-lipid (lipoidal like
antigen) Treponema pallidum. Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap
keberadaan Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini bersifat non-spesifik. Uji
ini akan menjadi negatif 1-4 minggu setelah pertama kali memberi hasil positif
(seiring dengan pengobatan atau menyembuhnya lesi), sehingga hanya digunakan
untuk melihat keberhasilan pengobatan terhadap penyakit sifilis. Uji nontreponemal meliputi VDRL (Venereal disease research laboratory), USR
(unheated serum reagin), RPR (rapid plasma reagin), dan TRUST (toluidine red
unheated serum test) (Nasutio, 2013).
2. Uji Treponemal
Mengukur kadar antibodi yang timbul sebagai respon terhadap komponen
antigenic Treponema pallidum. Uji antobodi spesifik kemungkinannya tinggi
apabila ada infeksi treponemal pada saat ini maupun pada waktu lampau.
Uji treponemal merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis, karena
mendeteksi langsung antibodi terhadap antigen Treponema pallidum. Biasanya uji
ini digunakan untuk mengkonfirmasi uji non-treponemal (non spesifik) dan untuk
menilai respon bakteri treponemal tersebut (Nasution, 2013).
Pada uji treponemal, sebagai antigen digunakan bakteri treponemal atau
ekstraknya,

misalnya

Treponema

Pallidum

Hemagglutination

Assay

(TPHA),Treponema Pallidum Particle Assay (TPPA), dan Treponema Pallidum


Immunobilization (TPI). Walaupun pengobatan secara dini diberikan, namun uji
treponemal dapat memberi hasil positif seumur hidup (Nasution, 2013).
3. Pemeriksaan Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)
Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan suatu
pemeriksaan serologi untuk sifilis dan kurang sensitif bila digunakan sebagai
skrining (tahap awal atau primer) sifilis. Manfaat pemeriksaan TPHA sebagai
pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan mendeteksi respon serologis
spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir sifilis. Untuk
skirining penyakit sifilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR
apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai
konfirmasi (Vanilla, 2011).
TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk melihat apakah adanya
antibodi terhadap treponema. Jika di dalam tubuh terdapat bakteri ini, maka hasil
tes positif. Tes ini akan menjadi negatif setelah 6 - 24 bulan setelah pengobatan.
Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga treponema tidak dapat membuat hasil tes
ini menjadi positif (Anonim, 2013).
Pemeriksaan TPHA dilakukan berdasarkan adanya antibodi Treponema
Palidum yang akan bereaksi dengan antigen treponema yang menempel pada
eritrosit sehingga terbentuk aglutinasi dari eritrosit-eritrosit tersebut (Vanilla,
2011).
Keunggulan metode TPHA untuk pemeriksaan Sifilis dibandingkan metode
lain:
1. Teknik dan pembacaan hasilnya mudah, cukup spesifik dan sensitive (dapat
mendeteksi titer titer yang sangat rendah)
2. Bakteri lain selain dari family Treponema tidak dapat memberikan hasil

positif
Namun, metode TPHA memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
1. Harganya mahal
2. Pengerjaannya membutuhkan waktu inkubasi yang lama, hampir 1 jam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TPHA antara lain :

1. Jangan menggunakan serum yang hemolisis karena dapat mempengaruhi hasil


pemeriksaan.
2. Serum atau plasma harus bebas dari sel darah dan kontaminasi mikrobiologi
3. Jika terdapat penundaan pemeriksaan, serum disimpan pada suhu 2-80C
dimana dapat bertahan selama 7 hari dan bila disimpan pada suhu -20 0C,
serum dapat bertahan lebih lama.
4. Serum atau plasma yang beku sebelum dilakukan pemeriksaan harus dicairkan
dan dihomogenkan dengan baik sebelum pemeriksaan.
5. Reagen harus disimpan pada suhu 2-80C jika tidak digunakan dan jangan
disimpan di freezer.
6. Uji TPHA menunjukkan hasil reaktif setelah 1-4 minggu setelah terbentuknya
chancre.
7. Dalam melakukan pemeriksaan harus menyertakan kontrol positif dan kontrol
negatif
1.5 Alat, Bahan, dan Reagen
A. Alat
1. Mikropipet 190 l, 10 l, 25 l, dan 75 l
2. Microplate
3. Yellow tip
B. Bahan
1. Serum
C. Reagen
1. Plasmatec TPHA Test Kit mengandung:
- R1 : Test sel
- R2 : Control sel
- R3 : Diluent
- R4 : Control positif
- R5 : Control negatif
1.6 Langkah Kerja
A. Uji Kualitatif
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Setiap komponen kit dan sampel dikondisikan pada suhu kamar.
3. Semua reagen dihomogenkan perlahan
4. Diluents ditambahkan sebanyak 190 l dan sampel ditambahkan
sebanyak 10l pada sumur 1 lalu dihomogenkan
5. Campuran pada sumur 1 dipipet sebanyak 25 l dan ditambahkan pada
sumur 2 dan 3
6. Control sel sebanyak 75 l ditambahkan pada sumur 2 lalu
dihomogenkan
7. Test sel sebanyak 75 l ditambahkan pada sumur 3 lalu dihomogenkan
8. Sumur diinkubasi pada suhu ruang selama 45 60 menit.

9. Aglutinasi yang terjadi diamati


10. Sampel yang menunjukan hasil aglutinasi positif dilanjutkan ke uji
semi kuantitatif.
Note : control positif dan negatif selalu disertakan dalam setiap uji
tanpa perlu diencerkan.
B. Uji Semi Kuantitatif
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Setiap komponen kit dan sampel dikondisikan pada suhu kamar
3. Semua reagen dihomogenkan perlahan
4. Sumur mikrotitrasi disiapkan dan diberi label no. 1 sampai 8
5. Pengenceran sampel dibuat pada sumur yang berbeda dengan sumur
mikrotitrasi dengan mencampur 190 l diluents dan 10 l sampel
6. Sumur mikrotitrasi no. 1 dikosongkan
7. Sumur mikrotitrasi no. 2 8 ditambahkan 25l diluent
8. Pada sumur mikrotitrasi no. 1 dan 2 ditambahkan 25 l sampel yang
telah diencerkan.
9. Campuran pada sumur 2 dipipet 25 l dan ditambahkan pada sumur 3,
lalu dihomogenkan. Begitu seterusnya sampai sumur 8
10. Campuran pada sumur 8 dipipet 25 l dan dibuang
11. Control sel sebanyak 75 l ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 1
lalu dihomogenkan
12. Tes sel sebanyak 75 l ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 2-8
lalu dihomogenkan
13. Sumur diinkubasi pada suhu ruang selama 45 60 menit
14. Aglutinasi yang terjadi dibaca, dan ditentukan titernya
1.7 Interprestasi Hasil
A. Uji Kualitatif
Hemaglutinasi positif ditandai dengan adanya bulatan berwarna merah
dipermukaan sumur, hasil negatif terlihat seperti titik berwarna merah di
tengah dasar sumur
Tingkatan aglutinasi:
+4 : bulatan merah merata pada seluruh permukaan sumur
+3 : bulatan merah terdapat di sebagian besar permukaan sumur
+2 : bulatan merah yang terbentuk tidak besar dan tampak seperti cincin
+1 : bulatan merah kecil dan tampak cincin terang
+/- : tampak cincin dengan warna bulatan merah yang samar
: Tampak titik berwarna merah didasar sumur
B. Uji Semi Kuantitatif
Titer
: pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi
Sumur
1
2
Titer
(control 1:80

3
1:160

4
1:320

5
1:640

6
1:1280

7
1: 2560

8
1: 5120

cell)

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

2013.

Pemeriksaan

Laboratorium

TPHA

Treponema

http://nothingweyy.blogspot.com/2013/02/pemeriksaan-laboratorium-tphatreponema.html
Nilla,
2012.
Uji

TPHA

Uji

Treponemal.

Diakses

dari

http://nillaaprianinaim.wordpress.com/2011/09/ 28/uji-tpha-uji-treponemal/.
Diakses tanggal 17 Mei 2013
Septyan.
2012.
Makalah

Sifilis.

Diakses

dari

http://www.scribd.com/doc/89560656/MAKALAH-SIFILIS.
tanggal 17 Mei 2013
Sutrimo.
2013.
Uji

TPHA.

Diakses

http://analiskesehatankendariangkatan5.blogspot.com/
tpha.html. Diakses tanggal 17 Mei 2013

Diakses
dari

2013/01/uji-

Vanilla,

Prima.

2011.

Treponema

pallidum.

Diakses

dari

http://primavanilla.blogspot.com/2011/06/treponema-pallidum-penyebabpenyakit.html. Diakses tanggal 17 Mei 2013

Anda mungkin juga menyukai