Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Secara hirarkis pusat tertinggi untuk control pergerakan adalah korteks serebri, yang
signalnya ditransmisikan oleh jaras piramidalis ke nukeli nervi kranialis motorii dan ke selsel kornu anterius medulla spinalis (sistem piramidalis). Sejumlah struktur lain pada system
saraf pusat berperan pada inisiasi dan modulasi pergerakan. Pusat motorik asesoris terpenting
adalah ganglia basalia, suatu kumpulan nuclei subkortikales yang terletak di substansia alba
subkortikalis telensefali yang dalam. Sistem piramidalis dianggap sebagai sistem mayor
untuk control pergerakan karena struktur ini menyediakan hubungan langsung dan paling
banyak antara korteks dan neuron motorik batang otak dan medulla spinalis.struktur lain yang
berperan dalam pergerakan disebut sistem ekstrapiramidalis. Namun istilah ini menyesatkan
karena system piramidalis dan ekstrampiramidalis pada kenyataannya tidak bekerja secara
terpisah. Akan tetapi, struktur-struktur ini menjadi subunit sebuh system motoric terintegrasi
dan berhubungan erat satu dengan lainnya baik secara structural maupun fungsional.4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Ganglia basalia adalah bagian sistem motorik. Nuclei utama ganglia basalia adalah
nucleus kaudatus, putamen, dan globus palidus, yang semuanya terletak di substansia alba
subkortikalis telensefali. Nuclei tersebut berhubungan satu dengan lainnya dan dengan
korteks motorik, dalam sirkuit regulasi yang kompleks. Nuclei tersebut memberikan efek
inhibitorik dan eksitatorik pada korteks motorik. Struktur ini memiliki peran penting pada
inisiasi dan modulasi pergerakan serta pada control tonus otot. Lesi pada ganglia basalia dan
nuclei lain yang memiliki fungsi berkaitan, seperti substansi nigra dan nucleus subtalamikus,
dapat menimbulkan impuls yang berkaitan dengan pergerakan yang kurang atau berlebih dan
atau perubahan patologis tonus otot. Gangguan ganglia basalia tersering adalah penyakit
Parkinson, yang ditandai dengan trias klinis berupa rigiditas, akinesia, dan tremor. 4

Secara hirarkis pusat tertinggi untuk control pergerakan adalah korteks serebri, yang
signalnya ditransmisikan oleh jaras piramidalis ke nukeli nervi kranialis motorii dan ke selsel kornu anterius medulla spinalis (sistem piramidalis). Sejumlah struktur lain pada system
saraf pusat berperan pada inisiasi dan modulasi pergerakan. Pusat motoric asesoris terpenting
adalah ganglia basalia, suatu kumpulan nuclei subkortikales yang terletak di substansia alba
subkortikalis telensefali yang dalam. Sistem piramidalis dianggap sebagai sistem mayor
untuk control pergerakan karena struktur ini menyediakan hubungan langsung dan paling
banyak antara korteks dan neuron motoric batang otak dan medulla spinalis.struktur lain yang
berperan dalam pergerakan disebut sistem ekstrapiramidalis.4
2.2 PERAN GANGLIA BASALIA PADA SISTEM MOTORIK : ASPEK
FILOGENETIK
Korpus striatum merupakan pusat control yang penting untuk sistem motorik. Pusat
motorik tertua secara filogenetik di system saraf pusat adalah medulla spinalis dan apparatus
primitive formasio retikularis di tektum mesenfali. Pada perjalanan filogeni, paleostriatum
(globus palidus) merupakan struktur selanjutnya yang berkembang, dan kemudian disusul
neostriatum (nucleus kaudatus dan putamen) yang membesar paralel dengan korteks serebri.
Neostriatum terutama berkembang baik pada mamalia tingkat tinggi, termasuk manusia.
Seiring dengan bertambah besar struktur-struktur yang secara filogenetik lebih baru, struktur
yang lebih tua menjadi berada di bawah pengaruh struktur baru dengan tingkat yang semakin
bertambah. Pada spesies yang secara filogenetik lebih tua, pusat neural yang lebih tua adalah
yang terutama berperan untuk mempertahankan tonus otot normal dan untuk kurang atau
lebihnya control gerak otomatis. 4
Ketika korteks serebri berkembang, pusat motoric yang secara filogenik lebih tua
(paleostriatum dan neostriatum) semakin dipengaruhi oleh control system motoric yang baru,
yaitu system piramidalis. Perkembangan filogenetik manusia telah mencapai titik bahwa
pusat neural yang lebih tua tidak dapat lagi mengompensasi hilangnya fungsi struktur yang
baru. Namun bahkan pada manusia, ekstremitas yang mengalami paresis spastik masih dapat
terlihat melakukan gerakan involunter yang disbeut gerakan terasosiasi, yang ditimbulkan
oleh pusat motoric yang lebih tua. 4

2.3 KOMPONEN GANGLIA BASALIA


Nuclei
Ganglia basalia meliputi semua nucleus yang berkaitan secara fungsional di dalam
substansi alba telensefali yang terletak dalam dan secara embriologis berasal dari eminensia
ganglionika (pars anterior vesikulae telensefali). Nuclei utama ganglia basalia adalah nucleus
kaudatus, putamen, dan sebagian globus palidus. Nuclei yang dianggap sebagai bagian
ganglia basalia berdasarkan latar belakang embriologis adalah klaustrum dan amigdala.
Seperti klaustrum, yang fungsinya tidak diketahui secara pasti, amigdala tidak memiliki
fungsional langsung dengan ganglia basalia lainnya. 4

Nucleus kaudatus
Nucleus kaudatus membentuk bagian dinding ventrikel lateral dan seperti dinding
tersebut, memliki bentuk lengkung akibat rotasi telensefalon pada masa perkembangan
embrio. Kaput nucleus kaudatus membentuk dinding lateral ventrikel lateral ; bagian
kaudalnya membentuk atap kornu inferius pada ventrikel lateral di lobus temporalis,
membentang hingga amigdala, yang terletak di ujung anterior kornu inferius. Dengan
demikian, nucleus kaudatus dapat terlihat dua lokasi berbeda pada potongan koronal, di
dinding lateral korpus ventrikuli lateralis serta di atap kornu inferius. Bagian rostral (kaput)
nucleus kaudatus berhubungan dengan putamen. 4

Putamen
6

Putamen terletak di lateral globus palidus (atau pallidum, disebut demikian karena
warnanya relative pucat), menyelubunginya seperti tempurung dan membentang melebihi
globus palidus baik di bagian rostral maupun kaudal. Putamen dan globus palidus dipisahkan
oleh lapisan tipis substansia alba yang disebut lamina medularis medialis. Nukles kaudatus
dan putamen dihubungkan oleh jembatan kecil substansia grisea dalam jumlah banyak, yang
terlihat seperti garis-garis pada potongan anatomis. Akibatnya, kedua nukeli ini secara
bersama-sama memiliki nama lain yaitu corpus striatum (striated body). Garis-garis ini
timbul pada masa perkembangan, ketika serabut kapsula interna berkembang melalui
ganglion basalia yang asalnya sama. 4

Globus palidus

Nucleus utama ketiga ganglia basalia terdiri dari segmen internal dan eksternal (pars
interna dan pars eksterna). Karena globus palidus secara filogenetik lebih tua daripada nuclei
lainnya, struktur ini disebut paleostriatum. Sebagian dari struktru ini secara embriologis
merupakan komponen diensfalon. Putamen dan globus palidus secara bersama-sama disebut
nucleus lentiformis atau nucleus lentikularis. 4

Nucleus asosiasi
8

Nuclei lain yang secara fungsional berkaitan erat dengan ganglia basalai antara lain
dua nuclei mesensefali substansia nigra (secara timbal balik berhubungan dengan striatum)
dan nucleus ruber - serta satu nucleus diensefali, nucleus subtalamikus (secara timbal balik
berhungan dengan globus palidus). Globus palidus dibagian kaudal membatasi pars rostralis
substansia nigra. Palidum, substansia nigra, dan nucleus ruber mengandung banyak zat besi.
Pigmentasi substansia nigra yang gelap disebabkan oleh kandungan melanin yang tinggi. 4

2.4 HUBUNGAN-HUBUNGAN GANGLIA BASALIA


Jaras Aferen
9

Jaras aferen ke korpus striatum. Korpus striatum menerima input aferen dari area
korteks serebri yang luas, terutama area motoric lobus frontalis yaitu area Brodmann 4, 6a,
6a. Aferen kortikal ini berasal dari proyeksi neuron korteks serebri (sel piramidalis lapisan
kelima korteks), bersifat glutamatergik, berjalan ipsilateral, dan terorganisasi secara topis.
Kemungkinan tidak ada serabut yang berjalan bolak-balik dari korpus striatum kembali ke
korteks. Input aferen lanjutan titik ke titik ke korpus striatum berasal dari nucleus
sentromedianus talami dan kemungkinan eksitatorik. Jaras aferen ini menghantarkan impus
dari serebelum dan formasio retikularis mesensefali ke striatum. Substansia nigra
mengirimkan serabut aferen dopaminergic ke striatum ; hilangnya serabut ini menyebabkan
penyakit Parkinson. Akhirnya, striatum juga menerima input serotogenik dari nuclei raphes.4
Jaras aferen lain. Globus palidus menerima sebagian besar input aferennya dari
korpus striatum dan tidak menerima serabut aferen langsung dari kortkes serebri. Namun,
serabut aferen yang berasal dari korteks berjalan ke substansi nigra, nucleus ruber dan nukles
subtalamikus. 4
Jaras Eferen
Jaras eferen korpus striatum. Proyeksi eferen utama korpus striatum berjalan ke
segmen interna dan eksterna globus palidus. Serabut eferen lain berjalan ke pars kompakta
dan pars retikulata substansia nigra. Sel-sel tempat asal serabut eferen striatal merupakan
neuron yang bersifat GADAergik, jenis terbanyak di striatum.4
Jaras eferen globus palidus. Sekumpulan besar serabut eferen berjalan ke thalamus,
yang kemudian berproyeksi ke korteks serebri, melengkapi lengkung umpan balik.
Interpretasi fungsional proyeksi aferen dan eferen ganglia basalia memerlukan pemahaman
mengenai beberapa zat neurotransmitter dan reseptor yang terlibat dan jenis deficit neurologis
yang dihasilkan ketika jaras tertentu tidak berfungsi secara normal. Dengan demikian,
penyakit Parkinson ditandai oleh degenerasi neuron dopaminergic substansia nigra yang
berproyeksi ke korpus striatum. 4

2.5 PERAN GANGLIA BASALIA PADA SIRKUIT REGULATORIS


Ganglia basalia dan hubungan aferen dan eferennya merupakan bagian integral
kompleks sirkuit regulatoris yang mengeksitasi dan menginhibisi neuron korteks motorik.
10

Transmisi neural di dalam sirkuit ini disebut menurut istilah anatomis yang dilewati
sepanjang perjalanan impuls, serta neurotransmitter dan reseptor tertentu yang terlibat pada
setiap sinaps. Salah satu sirkuit yang penting menghantarkan impuls disepanjang dua jaras
yang berbeda dari korteks, melalui korpus striatum, ke globus palidus, dan kemudian ke
thalamus dan kembali ke kortkes. 4
Jaras kortiko-striato-palido-talamo-kortikalis
Korteks motoric dan sensorik mengirimkan proyeksi yang terorganisasi secara
topografis ke striatum yang menggunakan neurotransmitter eksitatoris, glutamate. Setelah
striatum, sirkuit ganglia basalia terbagi menjadi dua bagian yang dikenal sebagai jaras
langsung dan tidak langsung.4
Jaras langsung : bersifat GABAergik dan berjalan dari striatum ke globus palidus medialis.
Substanis P digunakan sebagai ko-transmitter. Dari palidum, jaras tersebut berlanjut ke
proyeksi neuron glutamatergik thalamus, yang melengkapi lengkung kembali ke korteks
serebri.4
Jaras tidak langsung : menggunakan neurotransmitter GABA dan enkefalin, berjalan dari
striatum ke globuls palidus lateralis. Dari tempat ini, proyeksi GABA berlanjut ke nucleus
subtalamikus, yang kemudian mengirimkan proyeksi glutamatergik ke globus palidus
medialis. Perjalanan jaras tidak langsing selanjutnya identic dengan jaras langsung yaitu dari
thalamus kembali ke korteks serberi.4
Dapat disimpulkan dari kombinasi neurotransmitter inhibotorik dan eksitatorik yang
digunakan oleh kedua jaras tersebut bahwa secara keseluruhan efek stimulasi jaras langsung
korteks serebri adalah eksitatorik, sedangkan stimulasi jaras tidak langsung adalah
inhibitorik. Proyeksi dopaminergic dari substansi nigra (pars kompakta) memiliki peran
untuk memodulisasi sistem ini.4

2.6 FUNGSI DAN DISFUNGSI GANGLIA BASALIA


Ganglia basalia berpartisipasi pada berbagai proses motoric, termasuk ekspresi emosi,
serta integrasi impuls motorik dan sensorik dan pada proses kognitif. Ganglia basalia
11

melakukan fungsi motoriknya secara tidak langsung melalui pengaruhnya pada area
premotor, motor dan suplementer korteks serebri. Fungsi utama ganglia basalia menyangkut
inisiasi dan fasilitasi gerakan volunter dan supresi simultan pengaruh involunter atau tidak
diinginkan yang dapat menggangu gerakan halus dan efektif. Selain itu, ganglia basalia
tampaknya menggunakan umpan balik proprioseptif dari perifer untuk membandingkan pola
atau program gerakan yang ditimbulkan oleh korteks motorik dengan gerakan yang diinisiasi,
sehingga gerakan mengalami penghalusan oleh mekanisme servo control berkelanjutan.4

Defisit khas. Lesi ganglia basalia dapat menimbulkan gangguan gerakan kompleks
dan berbagai jenis gangguan kognitif tergantung pada lokasi dan luasnya.4
o Gangguan klinis yang melibatkan ganglia basalia dapat terlihat sebagai defisiensi
pergerakan (hipokinesia) atau gerakan berlebih (hyperkinesia, huntington, atetosis,
balismus)
12

o Abnormalitas tonus otot umumnya menyertai abnormalitas kedua tipe diatas tetapi
dapat pula menjadi manifestasi tunggal atau dominan pada disfungsi ganglia basalia
(dystonia)
2.7 SINDROM KLINIS LESI GANGLIA BASALIA
1. Penyakit Huntington
Gangguan yang diturunkan secara otosomal dominan ini disebabkan oleh
ekspansi trinukleotida CAG di dalam gen Huntington pada kromosom 4. Tanda
histopatologis yang khas adalah degenerasi neuron enkefalinergik/GABergik striatum
yang berduri dan berukuran sedang. Hilangnya neuron ini menyebabkan inhibisi jaras
ganglia basalia tidak langsung pada fase awal. Peningkatan inhibisi yang terjadi pada
nucleus subtalamikus menyebabkan penurunan inhibisi neuron glutamergik thalamus
sehingga hasil akhirnya adalah peningkatan aktivasi neuron motoric kortikal.4
Penyakit Huntington secara klinis ditandai oleh gerakan involunter berdurasi
singkat yang mengenai beberapa kelompok otot, yang umumnya terjadi secara acak.
Pasien pada awalnya mencoba untuk menggabungkan gerakan cepat ini dengan
perilaku motoric volunteer sehingga orang tidak menyadari bahwa terdapat gerakan
involunter dan pasien justru tampak kaku dan gelisah. Hyperkinesia semakin lama
akan semakin memberat. Kedutan pada wajah timbul seperti menyeringai, pasien sulit
untuk mengistirahatkan tungkai dan mempertahankan lidah pada posisi protrusi
selama lebih dari beberapa detik (lidah chameleon/trombone). Gangguan ini disertai
disartria dan disfagia yang semakin memberat. Gerakan involunter semakin
mengganggu dengan stress emosioanl dan berhenti pada saat tidur. Pada fase lanjut,
hyperkinesia menurun dan menimbulkan rigiditas dan peningkatan tonus otot dan
kemampuan kognitif pasien juga menurun (demensia progresif).4
Pada dasarnya Huntington tidak memeiliki terapi definitif karena bersifat
genetik, terapi yang ada hanya bersifat simptomatik dan suportif.
Terapi simptomatik untuk mengatasi gangguan emosi dan chorea dapat diberikan
Haloperidol ( 2 10 mg ) namun pemberiannya harus dipantau dengan ketat karena
dapat menimbulkan ketergantungan dan diberikan dalam dosis yang minimal.
Levodopa dan dopamin agonis yang lain hanya memperburuk manifestasi chorea.
Obat-obatan yang memblok reseptor dopamine dapat mengurangi gejala chorea
13

(reserpine, clozapine,terutama tetrabenazin ) namun efek sampingnya (mengantuk dan


diskinesia) melebihi manfaatnya. Pada tahap awal, pemberian terapi seperti terapi
parkinsonisme dapat membantu untuk kekakuannya.
Transplantasi jaringan ganglionik fetus ke striatum pasien memberikan
hasil yang tidak tetap. Umumnya pasien huntington diberikan anti depresant karena
selain merupakan salah satu manifestasinya, pasien akan merasa tertekan dengan
kenyataan penyakit ini.
2. Balismus
Gangguan pergerakan yang jarang ini disebabkan oleh lesi nucleus
subtalamikus. Kerusakan ini menimbulkan gerakan menyentak atau melempar
beramplitudo besar pada ekstremitas yang dimulai dari sendi proksimal. Pada
sebagian besar gangguan ini hanya terjadi pada satu sisi saja (hemibalismus),
kontralateral terhadap lesi.4
Dopamin blocker, yang telah ditemukan menjadi 90% efektif dalam
mengobati gejala gangguan tersebut. Antikonvulsan yang dikenal sebagai topiramate
juga telah berhasil dalam mengobati kasus Hemiballismus. Solusi lain termasuk terapi
ITB melibatkan pompa ITB ditanamkan untuk mengurangi episode Hemiballismus,
suntikan botulinum, administrasi tetrabenazine, dan haloperidol obat antipsikotik.
Dalam kasus yang parah Hemiballismus, prosedur bedah saraf untuk lesioning globus
pallidus otak atau untuk melakukan stimulasi otak dalam.6

3. Penyakit Wilson
A.

Definisi
Penyakit Wilson sangat jarang ditemukan, merupakan penyakit keturunan
yang disebabkan akibat timbunan tembaga (cuprum) yang berlebihan di dalam
tubuh. Meningkatnya kadar tembaga secara perlahan-lahan dalam sirkulasi darah
akan ditimbun terutama di otak, hati, ginjal dan kornea pada mata.1
14

B.

Deskripsi
Dalam kondisi normal, tembaga yang berasal dari makanan akan diproses di
hati. Proses pencernaan tembaga ini kemudian berlanjut di dalam empedu. Di sini,
proses pencernaan terjadi bersama komponen dari empedu (suatu cairan yang
dihasilkan oleh jaringan hati, yang kemudian diteruskan ke usus halus untuk
membantu proses pencernaan). Saat kantong empedu mengosongkan isinya untuk
proses awal di usus halus (duodenum), tembaga di dalam empedu akan keluar dan
masuk ke dalam usus halus bersama dengan sisa-sisa pencernaan lainnya. Pada
orang yang sehat, tembaga akan dikeluarkan dari tubuh bersama dengan tinja.
Pada penyakit Wilson, tembaga yang berada di hati tidak dapat masuk ke dalam
empedu sehingga terjadi penimbunan di dalam hati. Kadar tembaga yang
meningkat di dalam jaringan hati menyebabkan kerusakkan jaringan hati sehingga
tembaga akan masuk dan menumpuk di dalam aliran darah. Tembaga kemudian
akan mengendap di berbagai oragn tubuh, terutama pada ginjal, otak, susunan
saraf pusat dan mata. Penyakit Wilson adalah gangguan akibat keracunan tembaga
yang terjadi sejak mulai dari lahir. Penyakit Wilson mempengaruhi kurang lebih 1
dari 30.000 hingga 100.000 orang dan dapat mempengaruhi orang-orang dari
berbagai bangsa. Kurang lebih 1 dari 90 orang adalah pembawa (karier) gen
penyakit Wilson.1

C.

ETIOLOGI DAN GEJALA


Penyakit Wilson adalah penyakit yang diturunkan secara resesif autosom.
Resesif autosom berarti masing-masing orangtuanya sebagai pembawa (karier)
gen penyakit ini pada pasangan gennya. Jika masing-masing orangtuanya
memiliki kromosom yang mengandung gen penyakit Wilson maka anaknya akan
mengidap penyakit ini. Baik pria maupun wanita dapat mengidap penyakit ini.
Jika seseorang membawa gen penyakit Wilson maka ia tidak menunjukkan gejalagejala penyakit ini. Penyakit ini akan muncul jika seseorang menerima salinan gen
dari masing-masing orangtuanya. Kebanyakkan kasus penyakit Wilson tidak
diturunkan tetapi terjadi akibat mutasi gen secara spontan.Gen penyakit Wilson
terletak pada kromosom nomor 13. Gen ini disebut ATP7B dan diyakini terlibat
dalam transportasi tembaga. Sejak tahun 2001 lebih dari 70 mutasi gen yang
berbeda telah berhasil diketahui sehingga sulit untuk menegakkan diagnosis
dengan pemeriksaan genetik. Gejala-gejala khas timbul antara usia 30 hingga 60
15

tahun dan rata-rata diagnosis ditegakkan pada usia 17 tahun. Setengah dari
keseluruhan penderita pertama kali mengalami gangguan pada hati. Penyakit ini
menyebabkan pembengkakan dan perlunakkan hati. Kadang-kadang disertai
demam, gejala-gejala seperti penyakit lainnya seperti radang hati karena virus dan
infeksi mononukleosis. Meningkatnya kadar enzim hati di dalam darah
menunjukkan kerusakkan jaringan hati yang serius. Bentuk kerusakkan jaringan
hati ini seperti degenerasi perlemakan. Tanpa penanganan medis yang tepat maka
kerusakkan jaringan hati berlanjut dan berubah menjadi sirosis hati. Hepatitis
fulminan adalah suatu keadaan berat yang mendadak dan dapat menyebabkan
kematian. Peradangan dan kerusakkan jaringan hati yang berat ini menyebabkan
jaundis (kuning), penimbunan cairan di dalam rongga perut, rendahnya kadar
protein di dalam sirkulasi darah, gangguan pembekuan darah, pembengkakan otak
dan anemia akibat penghancuran sel-sel darah merah yang abnormal. Gejalagejala pada saraf umumnya muncul pertamakali pada setengah dari seluruh
penderita. Gejala-gejala saraf terjadi akibat penimbunan tembaga pada otak dan
susunan saraf. Rata-rata gejala pada saraf terjadi pada usia 21 tahun. Gejala-gejala
saraf berupa tremor (gemetar) pada tangan, gerakkan tubuh yang tidak terkendali,
kejang, mulut berbusa, kesulitan menelan, kesulitan berbicara dan sakit kepala.
Tetapi tidak mempengaruhi inteligensi penderita. Kira-kira 1/3 dari keseluruhan
penderita penyakit Wilson memiliki gejala-gejala psikiatri yang bervariasi sebagai
gejala awal dari penyakit tersebut. Gejala-gejala psikiatri berupa tidak mampu
menguasai diri, depresi, sangat peka, mudah marah dan tingkah laku yang kurang
pantas. Gejala-gejala lain yang mungkin timbul adalah gangguan pada persendian,
gejala-gejala artritis dan keluhan-keluhan pada tulang rangka seperti osteoporosis.
Adakalanya penderita mengalami batu pada ginjal, gangguan metabolisme gula
darah dan siklus haid tidak teratur bahkan tidak haid samasekali yang bersifat
sementara.1
D.

DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Wilson relatif mudah ditegakkan dengan beberapa

pemeriksaan yang berbeda, namun penyakit ini jarang sekali terjadi sehingga
diagnosis sering terlambat ditegakkan. Pemeriksaan untuk menegakkan penyakit
Wilson dapat dilakukan pada penderita dengan gejala atau tanpa gejala-gejala
penyakit. Sangat penting menegakkan diagnosis dengan cepat dan tepat saat terjadi
16

kerusakkan jaringan hati sebelum ada tanda-tanda lain penyakit ini. Cara mudah untuk
menegakkan diagnosis penyakit Wilson adalah dengan mengukur jumlah glikoprotein
yang disebut juga seruloplasmin di dalam darah. Kadar seruloplasmin yang rendah
digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit ini pada sekitar 80% penderita.
Tetapi cara ini tidak efektif bagi wanita yang minum pil kb, wanita hamil atau bayi
yang baru lahir hingga usia 6 bulan. Pemeriksaan kedua adalah pemeriksaan mata
untuk mendeteksi kelainan khas berupa cincin tembaga yang menumpuk pada
membran kornea (cincin Kayser-Fleischer). Cara ini mudah diperiksa dan sangat
berguna dalam menegakkan diagnosis pada penderita yang telah menunjukkan gejalagejala. Pemeriksaan ini tidak efektif pada penderita tanpa gejala. Pemeriksaan
diagnostik ini tidak dapat dilakukan sendiri untuk menentukan diagnosis penyakit ini
karena pada beberapa penderita dengan penyakit hati tetapi bukan penyakit Wilson
akan memberikan hasil yang positif. Pemeriksaan ketiga uantuk menegakkan
diagnosis penyakit Wilson adalah menentukan kadar tembaga pada jaringan hati. Hal
ini dilakukan dengan melakukan biopsi pada jaringan hati. Cara ini merupakan salah
satu cara yang paling efektif dalam menegakkan diagnosis penyakit Wilson, tetapi
pemeriksaan ini merupakan cara tersulit dibandingkan cara lainnya. Pemeriksaan
lainnya yang sangat berguna adalah mengukur kadar tembaga pada urin dalam sehari
(pada penyakit Wilson kadar tembaga dalam urin sangat tinggi). Pemeriksaan
laboratorium lainnya adalah kemampuan seruloplasmin penderita untuk mengikat
tembaga (pada penyakit Wilson kemampuan ini berkurang). Dan pemeriksaan yang
terakhir adalah dengan melakukan pemeriksaan genetic. Pada beberapa penderita
dapat didiagnosis melalui pemeriksaan DNA untuk menentukan apakah mereka
membawa dua gen yang menyebabkan penyakit Wilson. Pemeriksaan ini tidak selalu
berguna untuk seluruh pasien dan kebanyakkan digunakan untuk memeriksa kakakadik dari penderita.1
E.

TERAPI
Pengobatan jangka panjang dengan D-penisilamin atau trientin hidroklorid.
Kedua obat ini akan menyingkirkan timbunan tembaga dari dalam tubuh dengan
cara mengikat tembaga dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Diet seng asetat
dan rendah tembaga adalah cara untuk mengobati penyakit Wilson.
Penisilamin menyebabkan beberapa efek samping yang serius:
* nyeri sendi
17

* gangguan saraf
* lupus eritematosa sistemik
* menurunnya seluruh komponen darah
* gangguan pembekuan darah
* reaksi alergik
Jika penderita mengalami efek samping penisilamin maka dosisnya dikurangi.
Alternatif lainnya adalah dengan steroid yang digunakan untuk mengurangi reaksi
sensitif. Trientin memiliki efek samping yang sangat sedikit tetapi harus dalam
pengawasan yang ketat. Pengobatan dengan seng juga efektif untuk
menyingkirkan timbunan tembaga dalam tubuh. Seng adalah logam yang bekerja
menghambat penyerapan tembaga dan mengikat tembaga dalam sel-sel usus halus
hingga seluruh tembaga dikeluarkan bersama tinja kuranglebih 1 minggu
kemudian. Keuntungan terapi dengan seng adalah efek samping seng yang tidak
toksik bagi tubuh walaupun cara kerjanya lebih lambat dari obat-obat lain. Dengan
cara ini memerlukan waktu 4 hingga 8 bulan hingga seng bekerja efektif
menyingkirkan seluruh tembaga dari dalam tubuh.Penderita juga diharuskan untuk
menjalani diet rendah tembaga, dengan rata-rata asupan tembaga yang diizinkan
1,0 mg/hari. Makanan-makanan yang arus dihindarkan karena banyak
mengandung tembaga adalah hati dan kerang-kerangan. Penderita juga diharuskan
untuk mengawasi air yang mereka minum untuk menghindari peningkatan kadar
tembaga di dalam darah. Yang terbaik adalah meminum air.
F.

PROGNOSIS
Tanpa terapi, penyakit Wilson dapat berakhir dengan kematian. Dengan terapi,

gejala-gejala akan berlanjut dan memburuk selama 6 hingga 8 minggu pertama.


Setelah saat itu, perbaikan nyata mulai terlihat. Bagaimanapun, pengobatan berlanjut
hingga beberapa tahun (2 atau 5 tahun) untuk memperoleh hasil yang maksimal pada
otak dan hati. Walaupun demikian banyak penderita yang telah diobati, kadar
tembaganya tidak pernah mencapai kadar yang normal. Penderita penyakit Wilson
membutuhkan terapi pemeliharaan dengan obat-obat anti tembaga sepanjang
hidupnya untuk mencegah meningkatnya kadar tembaga di dalam tubuh. Penghentian
sementara terapi dapat menyebabkan kekambuhan yang menetap dan dapat
menyebabkan kematian.
18

4. Distonia
Ditandai dengan kontraksi otot involunter berdurasi lama yang menimbulkan
gerakan aneh dan postur ekstremitas yang bengkok. Seperti jenis gangguan
pergerakan lain yang disebabkan oleh lesi ganglia basalia, dystonia memburuk dengan
konsentrasi mental atau stress emosional dan membaik saat tidur. Pada interval ketika
dystonia tidak timbul, tonus otot pada gerakan pasif ekstremitas yang terkena
cenderung menurun. Dystonia yang terbatas pada satu kelompok otot disebut dystonia
fokal (blefarosme, penutupan mata involunter secara paksa akibat kontraksi muskulus
orbicularis okuli dan tortikolis spasmodic, yaitu leher terputar distonik). Dystonia
generalisata yang terdiri dari berbagai tipe mengenai semua kelompok otot tubuh
dengan derajat yang bervariasi. Pasien sering terganggu karena adanya disartria dan
disfagia berat.4
Toksin botulinum tipe A. Toksin botulinum tipe A ( Botox ) suntikan ke otot
tertentu dapat mengurangi atau menghilangkan kontraksi otot dan meningkatkan
postur normal pada tubuh. Suntikan setiap tiga bulan. Efek samping ringan termasuk
kelemahan leher, mulut kering atau perubahan suara. Obat-obatan oral, beberapa
bentuk awal-awal distonia menanggapi levodopa dan carbidopa (Parcopa , Sinemet) kombinasi obat yang meningkatkan dopamin otak, neurotransmitter yang terlibat
dengan gerakan otot . Tetrabenazine ( Xenazine ), obat untuk memblokir dopamin,
juga dapat membantu beberapa orang dengan dystonia. Efek samping termasuk sedasi
,gugup ,depresi atau insomnia. Obat lain, termasuk trihexyphenidyl, dan benztropine,
dapat memperbaiki gejala dengan bertindak pada neurotransmitter lainnya. Obat-obat
ini dapat menyebabkan efek samping termasuk kehilangan memori, penglihatan kabur
,mengantuk, mulut kering dan sembelit. Obat lain yang bekerja pada neurotransmitter,
termasuk diazepam ( Valium ), clonazepam ( Klonopin ), lorazepam ( Ativan ),
baclofen ( Lioresal ), dapat membantu beberapa bentuk dystonia. Obat-obat ini dapat
menyebabkan efek samping, seperti mengantuk. Terapi fisik atau terapi lainnya dapat
membantu memperbaiki gejala. Speech therapy. Sensory trick. dapat membantu
mengurangi kontraksi. Deep brain, Elektroda dihubungkan ke generator tertanam di
dada yang mengirimkan pulsa listrik ke otak dan dapat membantu mengontrol
kontraksi otot. Resiko : termasuk infeksi, masalah seperti stroke dan kesulitan
berbicara. Pembedahan mungkin jarang menjadi pilihan untuk mengobati beberapa
jenis dystonia yang belum berhasil diobati menggunakan terapi lain.3
19

5. Parkinson
A. Definisi
Penyakit parkinson adalah suatu penyakit degenerative pada system saraf, yang
ditandai dengan adanya tremor pada saat istirahat, kesulitan untuk memulai suatu
pergerakan,dan kekakuan otot.
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus)
merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan
atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum
(striatal dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat
dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron
dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif
pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei,
nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial,
sistem saraf otonom.

B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul
sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara
keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di
Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun.
C. PEMBAGIAN
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan
menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan
penatalaksanaannya.
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.

sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya


belum jelas.
20

Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.

2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik

dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis,

sifilis meningovaskuler.
iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin,

tetrabenazin.
lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulangulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan
kalsifikasi.

3. Sindrom paraparkinson ( Parkinson plus )

pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran

penyakit keseluruhan.
jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson ( degenerasi hepato-lentikularis ),
hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi

palidal ( parkinsonismus juvenilis ).


D. PENYEBAB
Penyebab terjadinya kerusakan pada daerah substansia nigra sehingga muncul
manifestasi klinik Penyakit Parkinson sehingga ini belum diketahui secara jelas (idiopatik).
Akan tetapi ada beberapa faktor risiko (multifaktorial) yang telah dikenalpasti dan mungkin
menjadi penyebabnya yakni :
1. Usia, kerana Penyakit Parkinson umumnya dijumpai pada usia lanjut dan jarang
timbul pada usia di bawah 30 tahun.
2. Ras, di mana orang kulit putih lebih sering mendapat penyakit Parkinson daripada
orang Asia dan Afrika.
3. Genetik, factor genetik amat penting dengan pernemuan pelbagai kecatatan pada gen
tertentu yang terdapat pada penderita Penyakit Parkinson, khususnya penderita
Parkinson pada usia muda.
4. Toksin (seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-trihidroxypyridine (MPTP), CO, Mn, Mg,
CS2, methanol, etanol dan sianida), penggunaan herbisida dan pestisida, serta
jangkitan.
5. Cedera kranio serebral, meski peranannya masih belum jelas, dan
6. Tekanan emosional, yang juga dipercayai menjadi faktor risiko.

21

Penyakit parkinson terjadi ketika sel saraf atau neuron di dalam otak yang disebut
substantia nigra mati atau menjadi lemah. Secara normal sel ini menghasilkan bahan kimia
yang penting di dalam otak yang disebut dopamine. Dopamine adalah suatu bahan kimia
yang dapat menghantarkan sinyal-sinyal listrik diantara substantia nigra dan di sepanjang
jalur sel saraf yang akan membantu menghasilkan gerakan tubuh yang halus. Ketika kira-kira
80% sel yang memproduksi dopamine rusak, gejala penyakit parkinson akan nampak.
E. PATOGENESIS
Unit terkecil dari otakadalah neuron. Karena ukurannya kecil, maka untuk mencapai
otot harus sambung menyambung dari otak sampai saraf paling tepi. Rangkaian otak ini akan
membawa perintah gerak motoris dari otak ke otot. Komunikasi antar neuron terjadi pada
sinaps. Komunikasi ini memakai zat cair yang disebut neurotransmitter untuk gerakan
motoris, neurotransmitternya adalah dopamine dan acetylcholine.
Dopamine ini dibentuk oleh neuron substansia nigra yang berada di basal ganglia
pada bagian bawah atau dasar otak.

22

Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit
Parkinson ialah:
1. Hipotesis radikal bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal,
karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya.
Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif,
namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi
pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana
neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh
serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai
pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program untuk
gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi
seaktu program gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan
ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.

23

Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen, palidum,


nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus seruleus).
Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai berikut :
1. Piramidal kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek
superfisial yang abnormal
2. Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
3. Serebelar : ataksia walaupun sensasi propioseptif normal sering disertai
nistagmus
4. Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurun
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum diketahui pasti.
Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin dan
noradrenalin. Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuron yang meliputi
berbagai inti subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental,
nukleus basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus,
nucleus central pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi.
Pada otopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi antara
50% - 85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada
nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %. Inti-inti subkortikal ini merupakan sumber utama
neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan berkurangnya dopamin di nukleus
kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen (berkurang sampai 90%), hipotalamus
(berkurang sampai 90%). Norepinefrin berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia
nigra, 68% di hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan
hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis, serta 50% di ganglia
basalis. Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin, leuenkephalin, substansi P dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan neurofisiologik
yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini
menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan respons terhadap stres. Sistem dopamin
berperan dalam proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa
abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi keefektifan
mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang
Taylor menekankan pentingnya peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi
24

tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan
dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang
berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas,
menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan
kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak
berguna

dan

kehilangan

harga

diri.

Ketergantungan

terhadap

lingkungan

dan

ketidakmampuan melakukan aktivitas akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus
asa. Sistem serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur,
aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur,
kehilangan nafsu makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi.
Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan gambaran dari
sindrom klasik depresi.7,10
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama dari Parkinson ini dapat disingkat menjadi TRAP,yaitu:
1. Tremor
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis,
kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung ( pil
rolling ). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksiekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah
terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi
terangsang ( resting/ alternating tremor )
2. Rigiditas.
Atau biasa disebut dengan kekakuan. Hal ini dapat terjadi akibat peningkatan
tonus otot. Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh
gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya
fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon ). Pemeriksaan yang kita lakukan
dapat melalui palpasi.

25

3. Bradikinesia atau Akinesia.


Terjadinya pengurangan atau tidak adanya gerakan sama sekali. Semua
gerakan yang dilakukan akan menjadi lambat. gerakan volunteer menjadi lambat
sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit
memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir
menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta
mimic dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan
mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari
mulut.
4. Postural instability (ketidakstabilan postural)
Gejala lain yang dapat timbul:
1. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.
2. Langkah dan gaya jalan ( sikap Parkinson ).
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat ( marche a petit
pas ), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
punggung melengkung bila berjalan.
3. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume
suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
4. Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia
dan hipotensi ortostatik.
5. Gangguan behavioral
26

Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap
kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat
( bradifrenia ) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi
waktu yang cukup.
6. Dimensia Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan
deficit kognitif.
7. lain-lain
kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya
( tanda Myerson positif )
G. Perjalanan klinis penyakit parkinson dilihat berdasar tahapan menurut Hoehn
dan Yahr

Stadium 1 :
-

gejala dan tanda pada satu sisi

gejala ringan

gejala mengganggu tapi tidak menimbulkan cacat

tremor pada satu anggota gerak

gejala awal dapat dikenali orang terdekat

Stadium 2 :
-

gejala bilateral

terjadi kecacatan minimal

sikap/cara berjalan terganggu

Stadium 3 :
-

gerakan tubuh nyata lambat diri

gangguan keseimbangan saat berjalan/berdiri

disfungsi umum sedang

Stadium 4 :
-

gejala lebih berat

keterbatasan jarak berjalan

rigiditas dan bradikinesia

tidak mampu berdiri

tremor berkurang

Stadium 5 :
27

stadium kakeksia

kecacatan kompleks

tidak mampu berdiri dan berjalan

memerlukan perawatan tetap

Kriteria Diagnostik (Kriteria Hughes) :


-

Possible : terdapat salah satu gejala utama yaitu tremor istirahat, rigiditas,
bradikinesia, kegagalan reflex postural.

Probable : bila terdapat 2 gejala utama atau 1 dari 3 gejala pertama yang tidak
simetris.

Definite : bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu
gejala lain yang tidak simetris.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dab pemeriksaan penunjang. Pada setiap
kunjungan penderita :
1. Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi
hipotensi ortostatik.
2. Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan,
menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat,
berarti belum berespon terhadap medikasi.
3. Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis
kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan
kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up
berikutnya.
I. PENATALAKSANAAN
Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat
dan menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan
pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien
diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.
Penatalaksanaan farmakologi:
1. Anticholinergics

28

Benztropine

Cogentin),

trihexyphenidyl

Artane).

Berguna

untuk

mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.


2. Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak
levodopa dirubah menjadi dopamine. Obat ini mengurangi tremor, kekakuan otot
dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali
menjalani aktivitasnya secara normal. Levodopa diberikan bersama carbidopa
untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
3. COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor
pada pasien yang menggunakan obat levodopa.
4. Dopamine agonists
Bromocriptine (Parlodel), Pergolide (Permax), Pramipexole (Mirapex), Obat ini di
berikan pada awal pengobatan, dan sering kali ditambahkan pada pemberian
levodopa untuk meningkatkan kerja levodopa atau diberikan kemudian ketika efek
samping levodopa menimbulkan masalah baru.
5. MAO-B inhibitors Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect).
Berguna

untuk

mengendalikan

gejala

dari

penyakit

parkinson.

Untuk

mengaluskan pergerakan.
6. Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.
Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar
diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk
menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat
akan membantu mengurangi ganguan pencernakan yang disebabkan kurangnya aktivitas,
cairan dan beberapa obat.
Penatalaksanaan non farmakologi
1. Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang
melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang
disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk
mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang
29

mempercepat produksi neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai


penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-derived
neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant kathether
melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan merangsang
pembentukan L-dopa.
2. Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem yang
berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan
pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo dengan
pencangkokan dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk
pasien di bawah umur.
3. Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya levodopa.
Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana terapi
dengan obat tidak mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik.
4. Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah
apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic
agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah
monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamine agonis, dan
complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
5. Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian digunakan
secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang
merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam
mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam
biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap 110 pasien.
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor koenzim dalam
biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah dibanding L-Tyrosin
dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat mengurangi
kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut diperlukan
dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan katalase untuk menetralkan anion
superoxide yang dapat merusak sel. Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah
30

digunakan dengan cara kerja yang mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu
zat sintesis baru yang memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
6. Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan
elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke dalam
otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation (DBS).
DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan
komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis yang
disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah target di
dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada wilayah otak yang
disebut thalamus. Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan
tremor. Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala danefek
samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus
pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris.
Pilihan wilayah target tergantung pada penilaian klinis.

DBS kini

menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan kemajuan pembedahan
terkini kepada para pasien dengan penyakit parkinson. DBS direkomendasikan bagi
pasien dengan penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih
memberikan respon terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan kemanjuran 90%.
Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan terapi
DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal seharihari.
ActivaTM Therapy keluaran Medtronic Inc, USA merupakan satu-satunya alat
DBS yang lulus izin FDA. Operasi pemasangan alat ini baru ada di Singapore oleh Dr.
John Thomas, meskipun peralatan operasinya di Indonesia sudah tersedia, tetapi
belum ada ahli saraf Indonesia yang pernah melakukannya. 2
Pemeriksaan penunjang:
1. EEG ( biasanya terjadi perlambatan yang progresif )
2. CT Scan kepala ( biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks
vakuo )
J. KOMPLIKASI
31

1. Demensia
2. Depresi
3. Akibat pemakaian obat-obatan dalam jangka lama
K. PROGNOSIS
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi
mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan
fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada
setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan
gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan
terkadang dapat sangat parah.
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan
dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah
dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi
seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian. Progresifitas
gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang
dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini
pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien PD dapat
hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
L. PENCEGAHAN
1. Pola hidup yang sehat seperti mengonsumsi lebih banyak sayur dan buah, tidak
merokok, dan berolahraga yang teratur
2. Istirahat yang cukup
3. Hindari stress
4. Hindari benturan-benturan pada kepala

32

BAB III
KESIMPULAN

Ganglia basalia berpartisipasi pada berbagai proses motoric, termasuk ekspresi


emosi, serta integrasi impuls motorik dan sensorik dan pada proses kognitif. Ganglia
basalia melakukan fungsi motoriknya secara tidak langsung melalui pengaruhnya
pada area premotor, motor dan suplementer korteks serebri. Fungsi utama ganglia
basalia menyangkut inisiasi dan fasilitasi gerakan volunter dan supresi simultan
pengaruh involunter atau tidak diinginkan yang dapat menggangu gerakan halus dan
efektif. Selain itu, ganglia basalia tampaknya menggunakan umpan balik proprioseptif
dari perifer untuk membandingkan pola atau program gerakan yang ditimbulkan oleh
korteks motorik dengan gerakan yang diinisiasi, sehingga gerakan mengalami
penghalusan oleh mekanisme servo control berkelanjutan.
Lesi ganglia basalia dapat menimbulkan gangguan gerakan kompleks dan
berbagai jenis gangguan kognitif tergantung pada lokasi dan luasnya.
o Gangguan klinis yang melibatkan ganglia basalia dapat terlihat sebagai defisiensi
pergerakan (hipokinesia) atau gerakan berlebih (hyperkinesia, korea, atetosis,
balismus)
o Abnormalitas tonus otot umumnya menyertai abnormalitas kedua tipe diatas tetapi
dapat pula menjadi manifestasi tunggal atau dominan pada disfungsi ganglia basalia
(dystonia)

33

Anda mungkin juga menyukai