Anda di halaman 1dari 5

Makna Metafisika Gereja dalam Perspektif Iman

Kristen
Bila ditinjau dari definsi metafisika, Metafisika merupakan padanan kata yang berasal
dari Bahasa Yunani yakni : (meta) = "setelah atau di balik", dan (phsika) = "hal-hal
di alam"). Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek
(fisik) di dunia. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa
tempat manusia di dalam semesta?. Jadi dapat dikatakan bahwa metafisika gereja adalah ilmu
yang mengkaji pertanyaan mengenai hal yang mendasari segala yang ada, khususnya dalam
mengkaji pertanyaan-pertanyaan seputar doktrin-doktrin gereja.
Beberapa pengajaran gereja yang disampaikan terkadang melewati batas pemikiran akal budi
manusia. Oleh sebab itu dibutuhkan akal budi dan iman didalam mencari kebenaran Allah. Iman
Kristen sangat dibutuhkan dalam memahami masalah metafisis gereja, Peranan perspektif iman
Kristen sangat penting untuk memahami berbagai masalah iman dalam gereja, seperti
ketritunggalan Allah, transubstansiasi atau perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah
Kristus, dan sebagainya. Masalah-masalah iman ini melampaui pengalaman manusia dan bahkan
pemikiran manusia. Teologi sendiri tidak mampu menjadikan permasalahan itu sampai pada
suatu taraf yang dapat dimengerti. Di sinilah akhirnya metafisika memainkan peran sebagai
penengah yang esensial dalam penelitian teologis. Teologi yang tidak bercakrawala metafisik
tidak dapat bergerak melampaui analisis pengalaman keagamaan. Menurut Thomas Aquino,
iman dan akal budi tidak mungkin bertentangan, karena keduanya berasal dari Allah.

Thomas mengajarkan bahwa manusia dengan pertolongan akalnya dapat mengenal Allah,
sekalipun pengetahuan tentang Allah yang diperolehnya dengan akal itu tidak jelas dan tidak
menyelamatkan. Dengan akalnya manusia dapat tahu bahwa Allah ada, dan juga tahu beberapa
sifat Allah. Dengan akal orang dapat mengenal Allah, setelah ia mengemukakan pertanyaanpertanyaan mengenai dunia dan mengenai manusia sendiri. Pengetahuan manusia tidak
bertentangan dengan keyakinan akan wahyu adikodrati. Pengetahuan manusia sesungguhnya
merupakan presuposisi terhadap wahyu adikodrati. Pengetahuan itu disempurnakan oleh wahyu

Bahaya Berfilsafat terhadap Iman Kristiani


Filsafat atau berfilsafat mengajak manusia bersikap arif dan berwawasan luas terdapat
berbagai masalah yang dihadapinya, dan manusia diharapkan mampu untuk memecahkan
masalah-masalah dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teologi. Berfilsafat dapat
membentuk pengalaman kehidupan seseorang secara lebih kreatif atas dasar pandangan hidup
dan atau ide-ide yang muncul karena keinginannya. Filsafat dapat membentuk sikap kritis
seseorang dalam menghadapi permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan lainnya (interaksi dengan masyarakat, komunitas, agama, dan lain-lain) secara lebih
rasional, lebih arif, dan tidak terjebak dalam fanatisme yang berlebihan.
Selain kegunaan filsafat berdampak postif dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan juga
teologi, ternyata filsafat pun dapat membawa dampak negatif juga bagi perkembangan teologi.
Memang harus diakui betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan sehingga manusia mulai
percaya bahwa ilmu pengetahuan benar-benar mahakuasa. Oleh sebab itu manusia mulai
memandang bahwa ilmu pengetahuan adalah segala-galanya. Sehingga manusia lebih cenderung
memfokuskan diri terhadap ilmu pengetahuan dan mulai meninggalkan iman mereka. Paulus
berkata kita disiapkan untuk membela dan meneguhkan berita injil (Filipi 1:7) dan kita harus
berhati-hati terhadap hikmat dunia ini (1 Korintus 1:20).
Bahaya lainnya adalah manusia mulai berpikir liberal dan pada akhirnya menajadikan suatu
bidat atau aliran-aliran yang menentang adanya Tuhan. Semakin manusia tersebut berpikir
radikal tanpa memegang iman percayanya, secara otomatis manusia tersebut akan terbawa arus
filsafat yang berpikir liberal dan akhirnya iman percayanya kepada Tuhan pun mulai mati

secara rohani. Dan akhirnya muncul Teologi Liberal yang cenderung menggunakan rasio pikiran
mereka daripada iman percaya mereka terhadap Tuhan. Sehingga muncul banyak aliran-aliran
dari cara pandang teologi tersebut, hingga saat ini pun berdampak besar bagi perkembangan
teologi yang kita rasakan sampai hari ini.
Bahaya berfilsafat yang terakhir adalah dalam mempelajari filsafat haruslah dapat berfikir
kritis dalam ilmu yang nyata dimana kebijaksanaan dalam diri manusia di junjung tinggi dari
pada mahlik lainnya sehingga mengakibatkan manusia lupa akan kepercayaan-kepercayaan yang
luar di akal (tidak masuk akal atau logis) yang amat sulit dijelaskan. Sehingga mengiring
manusia tidak memiliki kepercayaan lagi terhadap agama. Kepercayaan agama dalam
mempelajari filsafat dapat menyebabkan banyak sekali gejolakan yang berlawanan karena
filsafat tidak meneima suatu hal yang tidak bias di didefinisikan secara detil dan sudah diketahui
kebenarannya. Agama mengenal yang namanya tuhan tetapi ilmu dalam mempelajari filsafat
tidak mempercayainya karena tidak diketahu kebenaran dari tuhan tersebut. beberapa filsuf atau
ahli filsafat memilih untuk tidak beragama karena terlalu memikirkan kebenaran terhadap tuhan
tersebut. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tuhan bagi seorang filsuf adalah ilmu
manusia itu sendiri atau pola fikir dari otak manusia dan bukan tuhan yang mereka sebutkan
dalam agama-agama lainnya.

Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Oleh :
Gloria Nabyte Kathleen
13013009

STT Bethel Indonesia


September 2015

Anda mungkin juga menyukai