Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG (PERBAIKI HURUF KECIL YA NAS , LAPTOPKU EROR ).
Oseanografi adalah kombinasi dua kata yang berasal dari bahasa
Yunani :oceanus (samudera) dan graphos (deskripsi). Oseanografi memiliki arti
deskripsi mengenai samudera. Ruang lingkup oseanografi pada kenyataanya
lebih dari sekedar deskripsi mengenai samudera, karena samudera itu sendiri
akan melibarkan berbagai disiplin ilmu (Supangat dan Susanna, 2008 dalam
Lanuru dan Suwarni, 2011).
Menurut Monintja dan Roza (2001), perikanan tangkap adalah kegiatan
ekonomi yang mencakup penangkapan/pengumpulan hewan maupun tanaman
air yang hidup di laut atau perikanan umum secara bebas. Perikanan tangkap
merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa elemen atau subsistem yang
saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya.Perikanan
tangkap perlu dikelola karena perikanan tangkap berbasis sumberdaya hayati
yang

dapat

diperbaruhi

namun

dapat

mengalami

deplesi

atau

kepunahan.Sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya milik bersama yang


rawan terhadap penangkapan berlebih dan penangkapan sumberdaya ikan
dapat menjadi sumber konflik apabila tidak dikelola.
Perikanan tangkap sebagai sebuah sistem dan memiliki peranan yang
sangat penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan
kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia.Perikanan
tangkap

ini

perlu

adanya

pengelolaan

yang

berorientasi

pada

jangka

panjang.Untuk mengatur perikanan orientasi jangka panjang perlu adanya


manajemen perikanan tangkap.Manajemen perikanan tangkap itu sendiri adalah
mekanisme untuk mengatur, mengendalikan dan mempertahankan kondisi
sumberdaya ikan pada tingkat tertentu yang diinginkan.Kunci manajemen adalah
status dan sebuah tren aspek sosial ekonomi dan aspek sumber daya.Data dan
informasi dikumpulkan secara statistik maupun secara riset (Noviyanti, 2011).

1.2 Maksud dan Tujuan


1

Adapun maksud dari laporan praktikum ini adalah untuk memenuhi syarat
kelulusan mata kuliah Oceanografi Perikanan, dimana ada sks praktikum yang
menganjurkan agar mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini harus
melakukan praktikum Oceanografi Perikanan dan sebagai buktinya adalah
Laporan Praktikum ini.
Adapun tujuan dari laporan praktikum ini adalah untuk mengetahui data
hasil tangkap (catch), suhu permukaan laut (temperature), klorofil, ENSO yang
dibagi menjadi dua yaitu SOI dan Nino 3,4 , serta mengetahui IOD

dan

menghitung korelasinya serta membuat grafik


1.3 Waktu dan Tempat
Tempat yang digunakan dalam praktikum Oseanografi Perikanan yaitu
kelas D8 gedung D lantai 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya Malang pada hari pukul 09.20 WIB sampai dengan 11.00 WIB.

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Data Hasil Tangkapan (Catch)


Menurut Mahie (2013), di Indonesia perikanan yang merupakan sumber
pangan dan komoditi niaga bernilai tinggi belum dimanfaatkan secara optimal
dan merata karena keberadaan alat penangkapan ikan yang modern masih
terbatas dan masih kurangnya data spasial dan temporal yang akurat yang dapat
memberikan gambaran lokasi penangkapan. Pada saat ini prediksi lokasi
penangkapan yang diperoleh dari hasil interpretasi data satelit yang telah
dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan.Hasil data citra satelit
selanjutnya perlu untuk diverifikasi dan divalidasi.
Kegiatan penentuan arah gerombolan ikan yang berada di perairan dapat
menggunakan teknologi citra satelit atau dengan penginderaan jauh yang
merupakan ilmu untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala,
dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat,
tanpa kotak langsung dengan objek, daerah dan gejaa yang dikaji (Liiesand dan
Kiefer, 1990 dalam Ghazali dan Manan, 2011).
Di Samudera Hindia bagian timur dan Samudera Pasifik bagian tengah,
juga di daerah barat laut dari Atlantik dan Pasifik mengalami peningkatan
produksi perikanan tangkap dalam beberapa tahun terakhir.Tetapi kondisi ini
sebaliknya di Samudera Atlantik bagian timur laut, hasil tangkapan menurun,
bahkan kurang dari 10 juta ton. Kejadian ini terjadi pertama kali pada tahun
1991.Pada tahun 2004 di bagian tenggara Samudera Atlantik, produksi Illex
argentines mengalami penurunan menyolok lebih rendah dari 200 ribu ron
(Syahailatua, 2008).

2.2 Suhu Permukaan Laut


Berdasarkan pola distribusi citra suhu permukaan laut dapat dilihat
fenomena oseanografi seperti upwelling, front, dan pola arus permukaan. Daerah
yang mempunyai fenomena-fenomena seperti tersebut di atas umumnya

merupakan perairan yang subur. Dengan diketahuinya daerah perairan yang


subur tersebut maka daerah penangkapan ikan (DKP, 2006).
Samudera mempunyai fungsi untuk menstabilkan suhu permukaan bumi.
Ada beberapa referensi yang menjelaskan mengenai kemampuan samudera
untuk mengatur pemanasan dan untuk mengatur distribusi uap air yang di control
oleh suhu permukaan

laut (Duxbury et al; 2003). Penelitian khusus lainnya

dilakukan oleh Nicholls yang menunjukkan bahwa hubungan antara laut dan
udara di Indonesia terkait dengan anomaly/keganjilan suhu permukaan laut dan
hal itu mempunyai hubungan seasonal yang kuat dengan Samudra Pasifik.
Penemuan terakhir menjelaskan bahwa anomaly/keganjilan suhu permukaan laut
di Samudera India juga ada hubungannnya dengan hujan di Indonesia.
Penjelasan tersebut di atas memberikan argument yang jelas bahwa Suhu
Permukaan Laut merupakan parameter kunci dalam hubungan antara atmosfer
dan samudera.
Sea Surface Temperatur (SST) atau Suhu Permukaan Laut (SPL) adalah
salah satu parameter penting yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas
suatu perairan. Data SPL dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari
gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga dalam kaitannya dengan kehidupan
hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian
meteorologi (Nontji,2007).

2.3 Klorofil
Klorofil atau pigmen utama tumbuhan banyak dimanfaatkan sebagai food
suplement

yang

dimanfaatkan

untuk

membantu

mengoptimalkan

fungsi

metabolik, sistem imunitas, detoksifikasi, meredakan radang (inflamatorik) dan


menyeimbangkan sistem hormonal (Limantara,2006).
Klorofil merupakan pigmen utama yang berperan dalam reaksi fotokimia
pada pusat reaksi fotosintesis. Fungsi utama klorofil di dalam perangkat
fotosintesis diantaranya sebagai penyerap cahaya, pentransfer energi eksitasi ke
pusat reaksi dan pemisah muatan pada membran fotosintetik (Scheer, 2006).
Keberadaan molekul klorofil di dalamperangkat fotosintesis ternyata
mampu memproduksi energi secara efisien dengan meminimalisasi energi yang
hilang. Penyerapan energi yang tinggi selama proses fotosintesis disebabkan
oleh adanya tahapan eksitasi klorofil yang relatif lama ( 10-8 detik). Semakin

lama tahapan eksitasi singlet klorofil, semakin besar konversi energi elektronik
dari tingkatan dasar ke tingkatan tereksitasi triplet dapat terjadi. Kelebihan energi
pada tingkatan tereksitasi triplet memberi peluang klorofil untuk mentransfer
energinya ke molekul oksigen di sekitarnya. Reaksi ini memproduksi singlet
oksigen reaktif (reactive oxygen spesies/ROS) yang bersifat merusak (Limantara,
2006).
2.4 ENSO ( El Nino Southern Oscillation )
ENSO ( El Nino Southern Oscillation ) merupakan salah satu bentuk
penyimpangan iklim di Samudera Pasifik yang ditandai dengan kenaikan suhu
permukaan laut (SPL) di daerah katulistiwa bagian tengah dan timur. Fenomena
tersebut memainkan peranan penting terhadap variasi iklim tahunan. Pengaruh
ENSO sangat terasa di beberapa wilayah Indonesia yang ditandai dengan jumlah
curah hujan lebih kecil dalam tahun ENSO dibandingkan dengan pra dan pasca
ENSO, sehingga dapat menyebabkan musim kemarau lebih panjang (Kailaku,
2009).
2.4.1 SOI (Southern Oscillation Index)
SOI (Southern Oscillation Index) adalah index ENSO dengan
melihat perubahan anomaly SLP (Sea Level Pressure). SOI ada dua yaitu
tradisional SOI yang merupakan perbedaan anomaly SLP dari keadaan
normalnya di antara SLP di Tahiti dan di Darwin. Sedangkan yang kedua
adalah equatorial SOI yaitu perbedaan anomaly SLP diantara Pasifik Timur
(50N-50S, 1300-800W) dan Pasifik Barat (50N-50S, 900-1400E). Keduanya
merupakan index SOI yang digunakan untuk memonitoring ENSO. SOI
positif (+) merupakan indicator terjadinya La Nina yang ditandai dengan
SLP di daerah Darwin berada lebih rendah dari pada normalnya,
sedangkan di Tahiti SLPnya lebih tinggi dibanding normalnya.SOI negative
(-) merupakan indicator terjadinya El Nino, dimana kondisi SLP di Darwin
lebih besar dibanding normalnya dan SLP di daerah Tahiti lebih rendah
dibanding normalnya, sementara kondisi SLP di Tahiti jauh lebih besar
dibanding SLP di daerah IDT (Hadi, 2011).
Southern Oscillation Index (SOI) merupakan salah satu ukuran
fluktuasi skala besar antara tekanan udara yang terjadi di barat Pasifik
dengandi timur Pasifik wilayah tropis selama episode El Nio dan La
Nia.Indeks ini telah dihitung berdasarkan perbedaan anomali tekanan

udara antara Tahiti dan Darwin, Australia. Salah satu metode untuk
menghitung nilai SOI dikenalkan oleh Bureau of Meteorology Australia
(BOM) menggunakan metode Troup yang menghitung perbedaan standar
anomali suhu muka laut rata-rata antara Tahiti dan Darwin (Syaifullah,
2010).
SOI digunakan oleh banyak ahli keikliman dan meteorologi untuk
mengukur

kekuatan

El

Nino

Southern

Oscillation

(ENSO),

yaitu

melemahnya angin pasat yang berkaitan dengan suhu muka laut di lautan
Pasifik.Dua keadaan musim yang ekstrim oleh para ahli disebut sebagai El
Nino dan La Nina. Kalau terjadi La Nina, maka Nilai SOI secara berturutan
selama tiga sampai lima bulan berada pada nilai positif dan di atas nilai +5,
sedangkan bila terjadi El Nino, nilai SOI secara berturutan negatif dan
kurang dari -5.Selain memiliki keterkaitan erat dengan fenomena musim
yang ekstrim, setiap musim pada deret waktu SOI memiliki sifat keterkaitan
dengan musim sebelumnya, yang ditunjukkan dengan pola deret waktu
yang berulang (seesaw) dan lag-correlation yang tinggi (Haryanto, 2002).

Gambar 1. Standart Deviasi SOI


2.4.2 Nino 3.4
Anomali Nino 3.4 adalah indicator ENSO lainnya selain SOI.
Indikator anomaly Nino 3.4 digunakan untuk membandingkan hasil simulasi
debit aliran serta masukan curah hujan. Indikator Nino 3.4 di pilih dalam
penelitian karena berdasarkan pembagian anomaly SML (suhu muka laut)
di wilayah Pasifik, Indonesia berada pada wilayah antara Nino-3 dan Nino4 atau sering disebut dengan Nino 3.4. Curah hujan di Indonesia memiliki
variabilitas yang berkorelasi tinggi dengan anomaly SML di wilayah Nino
6

3.4.Anomali Nino3.4 juga digunakan untuk menghitung rata-rata terbobot


dari anomaly suhu muka laut (SML) ( Ilhamsyah, 2012 ).
Indeks Oceanic adalah indeks yang menunjukkan pembagian
daerah dan mengukur nilai SST (Sea Surface Temperatur) di daerahdaerah tersebut di laut Pasifik.Pada zaman dahulu tidak ada pengamatan
modern seperti satelit atau pengamatan langsung di laut Pasifik, sehingga
pengamatan dilakukan dari pelayaran kapal-kapal. Pelayaran tersebut
terbagi dalam 4 jalur pelayaran, dari tiap jalur ini diukur SST dari laut yang
dilalui, sehingga dibagi menjadi Nino 1+2, Nino 3, Nino 4, dan Nino 3.4.
Namun pada masa sekarang telah ada data dari satelit dan moored bouys.
Telah diteliti juga daerah yang sudah cukup mewakili menginformasikan
kondisi SST terhadap kejadian El Nino adalah daerah Nino 3.4. ONI adalah
indeks baru yang merupakan salah satu indeks El Nino.ONI ini dihitung
berdasarkan prinsip perhitungan untuk monitoring, assessment dan
prediksi siklus ENSO. ONI ini melihat juga perubahan nilai SST dari ratarata daerah Nino 3.4 (Hadi, 2011).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara
Suhu Permukaan Laut (SPL) atau yang sering dikenal dengan Sea Surface
Level (SST) dengan curah hujan. Anomali suhu permukaan laut di wilayah
Nino 3.4 (170-120 BB, 5LU-5LS) memiliki hubungan yang lebih kuat
terhadap anomali curah hujan bulanan dibandingkan dengan anomali suhu
permukaan laut di zona lain. Pada musim kemarau, anomali SST yang
mencapai +1C sudah menyebabkan curah hujan turun sampai di bawah
normal (Boer et al, 1999 dalam Permana, 2014).

Gambar 2. Wilayah Nino 3.4


2.5 IOD (Indian Ocean Dipole)
7

Menurut Kailaku (2009), menyatakan bahwa fenomena global lain yang


secara signifikan mempengaruhi keragaman hujan di Indonesia adalah
perubahan suhu muka laut dikawasan laut India, yang mirip dengan kawasan
Pasifik (fenomena El Nino). Fenomena tersebut dikenal dengan nama Indian
Ocean Dipole (IOD) yang di kawasan tertentu menunjukkan cara kerja yang
berlawanan dengan SOI. IOD juga didefinisikan sebagai gejala penyimpangan
ikliom yang dihasilkan oleh interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia di
sekitar Kathulistiwa. Interaksi tersebut menghasilkan tekanan tinggi di Samudera
Hindia bagian Timur (bagian Selatan Jawa dan Barat Sumatra) yang
menimbulkan aliran massa udara yang berhembus ke Barat. Hembusan angin ini
akan mendorong massa air di depannya dan mengangkat massa air dari bawah
ke permukaan. Akibatnya, SPL di sekitar pantai Selatan Jawa dan pantai Barat
Sumatera akan mengalami penurunan yang cukup drastis, sementara di dekat
pantai timur Afrika tejadi kenaikan suhu permukaan laut.
2.5.1 DMI (Dipole Mode Index)
DMI merupakan fenomena interaksi antara laut dan atmosfer di
Samudera Hindia yang ditetapkan berdasarkan selisih suhu permukaan
laut diperairan sbelah timur benua Afrika dan di perairan Samudera Hindia
sebelah barat pulau Sumatera. Selisih suhu permukaan laut kedua tempat
tersebut disebut DMI ( Dipole Mode Index). Pada saat DMI positif, maka
pusat tekanan rendah berada di pantai timur Afrika, sedangkan pada saat
DMI negatif pusat tekanan rendah berada di pantai barat P. Sumatera
(Hermawan et al, 2010).
Aktivitas DM ( Dipole Mode ) diidentifikasi berdasarkan suatu
indeks yang disebut Dipole Mode Index (DMI). Berdasarkan nilai yang
ditunjukkan oleh DMI tersebut dapat diidentifikasi fase DM pada kondisi DM
positif, netral atau negative. Jika DMI sangat negative (jauh dibawah
standar deviasi historis), secara fisis menunjukkan bahwa suhu di tengah
samudera Hindia lebih hangat dari pada di pantai barat Sumatera. Kondisi
tersebut mengakibatkan wilayah Indonesia bagian barat akan mengalami
kekeringan akibat subsidensi di bagian timur samudera Hindia serta
adanya aliran massa udara menjauhi daerah ini, apabila terjadi sebaliknya
maka pada wilayah yang sama akan mengalami curah hujan tinggi
(Rahayu, 2012).
8

Menurut Syaifullah (2010), dipole Mode merupakan fenomena


yang mirip dengan El Nino Sothern Oscillation (ENSO) tetapi terjadi di
wilayah Samudera Hindia. Beberapa riset menentukan sebuah indeks
untuk mempelajari fenomena dipole mode ini, yang disebut dengan Dipole
Mode Index (DMI). DMI didefinisikan sebagai selisih anomaly SST di
Samudera Hindia Bagian Barat dengan wilayah Samudera Hindia Bagian
Timur. Jika nilai DMI positif, secara umum curah hujan di wilayah Indonesia
bagian barat akan berkurang. Sedangkanjika nilai DMI negative, maka
curah hujan diwilayah Indonesia bagian barat secara umum akan
bertambah.

2.6 Korelasi
Menurut Sungkawa (2013), korelasi merupakan Sebagai alternatif yang
dapat digunakan dalam analisis ketergantungan antara dua faktor kualitatif
adalah sebaran khi-kuadrat dan tabel kontingensi. Bila koefisien arah garis
regresi atau koefisien korelasinya positif, dapat diartikan bahwa kedua faktor
tersebut mempunyai hubungan searah, sehingga jika salah satu faktor
meningkat, faktor lainnya juga meningkat. Berlaku sebaliknya jika koefisien
regresi dan korelasinya negatif. Untuk menelaah adanya ketergantungan antara
kedua factor kualitatif dilakukan uji keberartian koefisien korelasi dan regresi
dengan Statistik t atau sebaran t.
Menurut Setyawan., et, al (2013), kolelasi digunakan untuk menguji dan
mencari hubungan dua vareabel bahkan lebih.

Keunggulan teknik ini dapat

digunakan untuk menganalisis data lebih dari 10. Metode ini juga dapat menguji
signifikan koefisen dalam kolerasi tersebut. Tabel korelasi yang dihasikan
menggambarkan mengenai bearnya koefisien korelasi variable persepsi
terhadap varabel yang diuji.
Korelasi ini merupakan salah satu metode matematika dan statistic yang
banyak digunakan untuk mengetahui hubungan dua variable secara kuantitatif.
Korelasi kolaborasi yang memiliki produktiviftas yang sagat kuat akan mencapai
nilai 0,88-0,97. Korelasi juga memiliki nilai yang searah dengan kata lain nilai ini
sma dengan nilai korelasi positf, yaitu apabila meningkatkan atau menurunkan
salah satu variable maka variable yang lain akan terpengaruh nilainyaa. (Sormi,
2009).

BAB 3

10

METODOLOGI
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 ALAT DAN FUNGSI
Alat-alat yang digunakan pada saat pratikum Oseanografi Perikanan
adalah sebagai berikut :
TABEL 1. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN
No. Alat
1.

Laptop

Fungsi
Sebagai perangkat keras untuk mengolah
data

2.

Microsoft Excel

Sebagai perangkat lunak untuk mengolah


data

3.

Charger Laptop

Untuk mengisi daya baterai laptop

3.1.2 BAHAN DAN FUNGSI


Bahan-bahan yang digunakan dalam pratikum Oseanografi Perikanan
adalah sebagai berikut :
TABEL 2 . BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN
No. Bahan
1.

Fungsi

Data Catch, Suhu, Klorofil, Sebagai bahan data yang akan diolah
Ano Catch, Ano Suhu, Ano

menggunakan software Microsoft Excel.

Klorofil, SOI, NINO 3.4 dan


DMI
2.

Listrik

Sebagai sumber energi untuk daya laptop

3.2 SKEMA KERJA


3.2.1 CATCH , TEMPERATUR DAN KLOROFIL
Pada pratikum Oseanografi Perikanan langkah pertama yang harus
dilakukan adalah membuka Microsoft Excel. Setelah itu pilih File - Option.

11

GAMBAR 3. PILIH FILE - OPTIONS


Kemudian pilih Add Ins. Pada kolom Manage pilih Excel Add ins lalu klik Go

GAMBAR 4. MENU ADD INS


Centang Analysis ToolPak dan Analysis ToolPak VBA.Kemudian klik OK. Maka
data analisis akan aktif.

12

GAMBAR 5. MENGAKTIFKAN ANALYSIS TOOLPAK


Kemudian buka data perikanan tangkap yang akan dianalisis. Dalam file
tersebut terdapat beberapa sheet yaitu CpUE, Temperatur, Klorofil, Ano CpUE,
Ano Temperatur, Ano Klorofil, Ano Temp-Catch, Ano Klo-Catch, Ano Temp-Klo,
DMI, SOI dan NINO 3.4

GAMBAR 6. SHEET PADA LEMBAR KERJA EXCEL

Pada sheet CpUE kita akan mencari rata-rata hasil tangkapan per bulan
dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2014. Pada cell pertama kolom rata-rata
ketik =AVERAGE(B2:B12) tekan enter.

13

GAMBAR 7. MENCARI RATA-RATA CATCH PER BULAN


Kemudian tarik kesamping pada titik hitam pada cell sampai bulan Desember
untuk mendapatkan nilai rata-ratanya.

GAMBAR 8. RATA-RATA CATCH JANUARI SAMPAI DESEMBER


Lakukan langkah-langkah yang sama pada sheet Temperatur dan Klorofil. Tetapi
pada sheet klorofil terdapat cell yang tidak ada nilainya, maka perlu untuk
mencari nilai tersebut.
Untuk mencari nilai yang tidak ada pada sheet klorofil yaitu dengan cara
klik pada cell nilai yang hilang kemudian ketik rumus =D6+((C7-C6)/(C8C6))*(D8*D6) pada cell D7, =D8+((C9-C8)/(C10-C8))*(D10*D8) pada cell D9,
=D11+((D2-C11)/(D3-C11))*(E3*D11) pada E2, =L7+((K8-K7)/(K9-K7))*(L9*L7)
pada L8, =M6+((L7-L6)/(L8-L6))*(M8*M6) pada M7 dan =N2+((M3-M2)/(M4M2))*(N4*N2) pada N3.

GAMBAR 9. MENCARI NILAI YANG HILANG PADA SHEET KLOROFIL

14

3.2.2 Ano Catch, Ano Temperatur dan Ano Klorofil


Pada sheet Ano Catch untuk mengisi kolom Catch/bulan, copy nilai catch
pada tahun 2004 dari bulan Januari sampai dengan Desember dengan cara blok
nilai catch dari bulan Januari sampai dengan Desember lalu tekan CTRL+C.

GAMBAR 10. COPY HASIL CATCH TIAP TAHUN BULAN JANUARI SAMPAI
DESEMBER
Kemudian klik sheet Ano Catch,klik kanan pada kolom pertama Catch/bulan lalu
pilih Paste Special

GAMBAR 1 KLIK KANAN - PASTE SPECIAL


Pada menu Paste Special, pilih Values, centang Transpose untuk merubah
menjadi vertikal

15

GAMBAR 12. MENU PASTE SPECIAL


Lakukan hal yang sama pada tahun 2005 sampai dengan 2014
Copy Rata-Rata Bulanan pada sheet CpUE kemudian paste special pada sheet
AnoCatch baris pertama pada kolom Rata-Rata Catch seperti langkah
sebelumnya. Lakukan hal yang sama pada tahun 2005 sampai dengan 2014.
Pada sheet CpUE kolom AnoCatch ketik rumus untuk mencari AnoCatch
yaitu Catch/bulan Rata-Rata Catch.

GAMBAR 2 MENCARI ANO CATCH


Lakukan langkah-langkah yang sama pada sheet Ano Temp dan Ano Klorofil

3.2.3 AnoTemp-AnoCatch, AnoCatch-AnoKlorofil, AnoTemp-AnoKlorofil,


DMI, SOI dan NINO3.4
Pilih sheet AnoTemp-AnoCatch copy semua hasil Ano Temp dan Ano
Cath sebelumnya, lalu paste sesuai kolom pada sheet AnoTemp-AnoCatch

16

GAMBAR 3 BLOK ANO TEMPERATUR DAN ANO CATCH


Lalu untuk mencari nilai minimal dan maksimal AnoTemp ketik rumus
=MIN(C:C) untuk nilai minimal, =MAX(C:C) untuk mencari nilai maksimal.
Lakukan hal yang sama untuk mencari nilai minimal dan maksimal AnoCatch.

GAMBAR 4 NILAI MINIMUM DAN MAXIMUM


Langkah selanjutnya adalah membuat grafik AnoTemp-AnoCath. Blok
kolom Ano-Temp dan Ano Catch

GAMBAR 5 BLOK ANO CATCH DAN ANO TEMPERATUR


Pilih Insert, pada kolom Chart pilih Line 2D Line Line

17

GAMBAR 6 INSERT GRAFIK


Sehingga akan muncul grafik. Klik pada grafik yang berwarna oranye kemudian
klik kanan, pilih Format Data Series

GAMBAR 7KLIK KANAN - FORMAT DATA SERIES


Pada Series Options pilih Secondary Axis

18

GAMBAR 8 PILIH SECONDARY AXIS PADA SERIES OPTIONS


Klik kanan pada angka nilai yang di sebelah kiri, lalu pilih Format Axis.Pada
Axis Option, pilih Fixed pada Minimum dan Maximum.Lalu ganti nilai Minimum
menjadi -3.0 dan nilai Maximum menjadi 3.0.

GAMBAR 20. AXIS OPTIONS


Klik kanan pada angka nilai yang di sebelah kanan, lalu pilih Format Axis.Pada
Axis Option, pilih Fixed pada Minimum dan Maximum.Lalu ganti nilai Minimum
menjadi -8000.0 dan nilai Maximum menjadi 8000.

19

GAMBAR 9 AXIS OPTIONS


Klik kanan pada angka yang ada di tengah tabel, pilih Select Data

GAMBAR 10 KLIK KANAN - SELECT DATA


Pada Horizontal (Category) Axis Labels, pilih Edit

GAMBAR 11 MENU SELECT DATA SOURCE


20

Blok semua tahun dan bulan, lalu klik OK

GAMBAR 12 EDIT HORIZONTAL CATEORY


Untuk mencari nilai korelasi AnoTemp dengan AnoCatch, pilih Data
Data Analysis

GAMBAR 13 PILIH DATA - DATA ANALYSIS


Pada Analysis Tools pilih Correlation, klik OK

GAMBAR 14 MENU DATA ANALYSIS


Pada Input Range blok semua pada kolom AnoTemp dan AnoCatch. Pilih
Coloums pada Group By, centang Labels in first row. Pada Output Range pilih
dimana saja yang kosong.Kemudian klik OK.

21

GAMBAR 15 MENU CORRELATION


Lakukan langkah yang sama pada sheet AnoTemp-AnoKlorofil, AnoCatchAnoKlorofil, DMI, SOI dan Nino 3.4

22

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL ( DIEDIT JADI HURUF KECIL )
4.1.1 HASIL CATCH
TABEL 3. RATA-RATA HASIL TANGKAPAN PER BULAN
Jan
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

0.0
0

0.00

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

310
1.4
8

214
6.6
7

324
5.83

488
9.3
7

379
7.0
8

0.0
0

0.0
0

362
2.5
8

409
4.90

275
2.2
4

270
2.1
9

316
3.9
0

788
9.7
2

106
93.4
0

830
8.8
1

538
7.3
8

558
7.9
1

376
8.57

508
9.1
7

411
0.5
0

604
6.98

591
2.1
6

Ag

Sep

Okt

Nov

Des

383
2.9
7

396
5.4
7

0.0
0

419
0.4
4

290
2.8
6

0.0
0

375
7.0
9

468
5.2
6

480
5.1
2

379
5.6
8

336
8.8
9

248
0.0
0

305
4.6
3

484
2.4
4

342
1.8
2

579
1.0
1

671
5.4
2

840
6.3
9

707
8.3
8

416
0.3
4

514
4.5
8

542
4.3
0

327
4.9
4

485
9.7
0

850
9.9
0

747
3.3
6

407
2.8
2

454
7.0
2

332
0.5
0

383
4.2
9

521
0.1
3

695
5.9
7

578
2.1
3

675
0.9
4

640
1.7
7

538
7.6
9

512
9.1
5

426
8.0
1

408
9.5
2

396
4.2
4

660
1.9
1

472
0.0
9

543
6.4
2

538
1.2
1

409
3.0
6

435
0.25

662
1.3
7

421
1.8
3

465
5.3
5

0.0
0

356
8.0
0

282
1.6
2

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.00

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

377
3.3
3

341
2.4
2

372
7.1
6

287
6.3
6

332
7.8
7

234
4.18

125
0.0
0

139
0.0
0

700
0.0
0

468
0.0
0

0.0
0

0.0
0

382
4.4
4

256
0.0
0

0.0
0

224
6.6
7

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

507
0.3

261
0.0

243
2.9

264
7.1

0.0
0

0.00

23

20
14

260
4.3
3

158
0.00

212
1.6
0

346
4.0
0

269
1.1
4

640
.00

296
7.6
2

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

0.0
0

331
0.9
3

274
1.3
1

303
6.7
1

176
0.9
4

233
0.4
4

295
3.6
8

360
8.3
3

320
5.1
6

377
3.0
7

367
4.2
3

Ra
tarat
a

320
0.1
6

328
4.01

4.1.2 HASIL KORELASI ANO TEMPERATUR DENGAN ANO CATCH

GAMBAR 16 GRAFIK ANO TEMPERATUR DENGAN ANO CATCH


TABEL 4. KORELASI ANO TEMPERATUR DENGAN ANO CATCH

4.1.3 HASIL KORELASI ANO TEMPERATUR DENGAN ANO KLOROFIL

24

GAMBAR 17 GRAFIK ANO TEMPERATUR DENGAN ANO KLOROFIL


TABEL 5. KORELASI ANO TEMPERATUR DENGAN ANO KLOROFIL

4.1.4 HASIL KORELASI ANO CATCH DENGAN ANO KLOROFIL

GAMBAR 30. GRAFIK ANO KLOROFIL DENGAN ANO CATCH


TABEL 6. KORELASI ANO KLOROFIL DENGAN ANO CATCH

25

4.1.5 HASIL KORELASI DIPOLE MODE INDEX (DMI) DENGAN ANO CATCH

GAMBAR 31. GRAFIK DMI DENGAN ANO CATCH


TABEL 7. KORELASI DMI DENGAN ANO CATCH

4.1.6 HASIL KORELASI SOUTHERN OSILLATION INDEX (SOI) DENGAN ANO CATCH

GAMBAR 18 GRAFIK SOI DENGAN ANO CATCH


TABEL 8. KORELASI SOI DENGAN ANO CATCH

26

4.1.7 HASIL KORELASI NINO 3.4 DENGAN ANO CATCH

GAMBAR 19 GRAFIK NINO 3.4 DENGAN ANO CATCH


TABEL 9. KORELASI NINO 3.4 DENGAN ANO CATCH

4.2 PEMBAHASAN
Pada Tabel 3 menunjukkan nilai rata-rata tiap bulan dari tahun 2004
sampai dengan 2014. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada bulan November
yaitu sebesar 3773.07 dan nilai rata-rata terendah terdapat pada bulan Juni yaitu
sebesar 1760.94.
Pada Gambar 26 menunjukkan grafik korelasi antara Ano Catch dengan
Ano Temperatur. Garis yang berwarna jingga menunjukkan Ano Catch
sedangkan garis berwarna biru menunjukkan Ano Temperatur.Pada Tabel 4
menunjukkan nilai korelasi antara Ano Catch dengan Ano Temperatur dan
didapatkan nilai korelasi negatif dengan nilai -0.1136. Pada akhir tahun 2010
jumlah tangkapan menurun sedangkan suhu permukaan laut meningkat, hal
tersebut juga terjadi diawal tahun 2013.
Pada Gambar 27 menunjukkan grafik korelasi antara Ano Klorofil dengan
Ano Temperatur. Garis yang berwarna jingga menunjukkan Temperatur
sedangkan garis berwarna biru menunjukkan Klorofil. Pada Tabel 5 menunjukkan
nilai korelasi antara Ano Klorofil dengan Ano Temperatur dan didapatkan nilai
korelasi negatif dengan nilai -0.32489. Pada grafik tersebut menunjukkan bahwa
suhu permukaan laut berbanding terbalik dengan jumlah klorofil.
27

Pada Gambar 28 menunjukkan grafik korelasi antara Ano Catch dengan


Ano Klorofil.Garis yang berwarna jingga menunjukkan Ano Catch sedangkan
garis berwarna biru menunjukkan Ano Klorofil. Pada Tabel 6 menunjukkan nilai
korelasi antara Ano Catch dengan Ano Klorofil dan didapatkan nilai korelasi
positifdengan nilai 0.15936. Pada grafik tersebut terlihat perbedaan yang
mencolok diakhir tahun 2010 dan awal tahun 2013. Dimana jumlah tangkapan
menurun dan jumlah klorofil stabil.
Pada Gambar 29 menunjukkan grafik korelasi antara Ano Catch dengan
Dipole Mode Index (DMI). Garis yang berwarna jingga menunjukkan Ano Catch
sedangkan garis berwarna biru menunjukkan DMI. Pada Tabel 7 menunjukkan
nilai korelasi antara Ano Catch dengan DMI dan didapatkan nilai korelasi positif
dengan nilai 0.315057.
Pada Gambar 30 menunjukkan grafik korelasi antara Ano Catch dengan
Southern Osillation Index (SOI). Garis yang berwarna jingga menunjukkan Ano
Catch sedangkan garis berwarna biru menunjukkan SOI. Pada Tabel 8
menunjukkan nilai korelasi antara Ano Catch dengan SOI dan didapatkan nilai
korelasi negatif dengan nilai -0.15427.
Pada Gambar 31 menunjukkan grafik korelasi antara Ano Catch dengan
Nino 3.4. Garis yang berwarna jingga menunjukkan Ano Catch sedangkan garis
berwarna biru menunjukkan Nino 3.4. Pada Tabel 9 menunjukkan nilai korelasi
antara Ano Catch dengan Nino 3.4 dan didapatkan nilai korelasi positif dengan
nilai 0.147123.
Pada tahun 2010 terjadi fluktuasi antara Catch dengan jumlah klorofil-a
dan suhu. Dikarenakan pada tahun tersebut terjadi El Nino di Samudera Pasifik.
Hal ini menyebabkan pada kondisi tersebut ketersediaan pakan bagi ikan
(plankton) juga berkurang. Selain itu banyak terumbu karang yang mengalami
keputihan (coral bleaching) akibat terbatasnya alga yang merupakan sumber
makanan dari terumbu karang karena tidak mampu beradaptasi dengan
peningkatan suhu air laut. Memanasnya air laut juga akan menggangu
kehidupan jenis ikan tertentu yang sensitif terhadap naiknya suhu laut. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya migrasi ikan ke perairan lain yang lebih dingin.
Rata-rata hasil tangkapan pada bulan November jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan bulan lainnya. Dikarenakan bulan November terjadi angin
muson barat yang menyebabkan hujan di wilayah Indonesia. Sehingga air dari
sungai yang mengalir ke laut menjadi lebih banyak karena ditambah air hujan. Air
28

sungai tadi membawa banyak nutrient dari perairan darat menuju ke dalam
perairan laut, maka banyak ikan-ikan yang memanfaatkan nutrient tersebut.
Sehingga jumlah tangkapan pun menjadi lebih banyak pada bulan-bulan itu.

29

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pratikum Oseanografi Perikanan ddidapatkan kesimpulan sebagai
berikut :

Nilai tertingi dari rata-rata hasil penangkapan tiap bulan dari tahun 2004
sampai dengan 2014 yaitu terdapat pada bulan November dengan nilai
3773.07 dan nilai terendah terdapat pada bulan Juni dengan nilai

1760.94.
Pada Korelasi Ano Temperatur dengan Ano Catch menunjukkan korelasi

negatif dengan nilai -0.1136.


Pada Korelasi Ano Temperatur dengan Ano Klorofil menunjukkan korelasi

negatif dengan nilai -0.32489.


Pada Korelasi Ano Klorofil dengan Ano Catch menunjukkan korelasi

positif dengan nilai 0.15936.


Pada Korelasi Dipole Mode Index (DMI) dengan Ano Catch menunjukkan

korelasi positif dengan nilai 0.315057.


Pada Korelasi Southern Oscillation Index (SOI) dengan Ano Catch

menunjukkan korelasi negatif dengan nilai -0.15427.


Pada Korelasi Nino 3.4 dengan Ano Catch menunjukkan korelasi positif

dengan nilai 0.147123.


Pada tahun 2010 terjadi fluktuasi antara Catch dengan jumlah klorofil-a
dan suhu. Dikarenakan pada tahun tersebut terjadi El Nino di Samudera
Pasifik. Hal ini menyebabkan pada kondisi tersebut ketersediaan pakan
bagi ikan (plankton) juga berkurang dan ikan jenis tertentu tidak bisa
menyesuaikan diri pada kondisi tersebut sehingga banyak ikan yang
bermigrasi.

5.2 Saran
Saran untuk pratikum Oseanografi Perikanan sebaiknya sebelum
pratikum dipelajari terlebih dahulu tentang SOI, DMI dan Nino 3.4 serta
hubungannya dengan perikanan, agar pratikan lebih mengerti saat mengerjakan
pembahasannya.
DAFTAR PUSTAKA

30

Departemen

Kelautan

dan

Perikanan

(DKP).

2006.

Sumberdaya

Ikan

Elasmobranchii di Laut Jawa & Teluk Tomini: Ekologi, Potensi


Sumberdaya. Profil Perikanan dan Biologi Beberapa Jenis Ikan
Ekonomis Penting.
Duxburry, A.B.,AC Duxbury, & K.A Sverdup. 2003, Dasar-dasar Oceanografi edisi
ke 4. Mc Graw Hill Higher Education,Boston.
Ghazali, Iqbal dan Manan, Abdul. 2011. Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan di
Selat Bali Berdasarkan Data Citra Satelit. Jurnal Kelautan.Vol.4 No.2:1826.
Hadi. 2011. El Nino Southern Oscillation (ENSO). Weather and Climate
Prediction Laboratory. Institut Teknologi Bandung.
Haryanto, Untung. 2002. Analisis Klimatologi Indeks Osilasi Selatan (SOI) Untuk
Pendugaan Musim Tiga Bula ke Depan Menggunakan Regresi Linier:
Pendugaan SOI Musim JFM Tahun 2002. Jurnal Sains dan Teknologi
Modifikasi Cuaca. Vol. 3 No. 1:17-21.
Hermawan, Eddy., Juniarti Visa., Trismidianto., Krismianto., Ibnu Fathrio., dan
Ining Sunarsih. 2010. Pengembangan Ekspert Sistem Berbasis Indeks
ENSO, DMI, Monsun dan MJO Untuk Penentuan Awal Musim. Prosiding
Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, ISSN 0853-0823. Semarang.
Ilhamsyah, Yopi. 2012. Analisis Dampak ENSO Terhadap Debit Aliran DAS
Cisangkuy Jawa Barat Menggunakan Model Rainfall-Runoff. Jurusan
Ilmu Kelautan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Depik, 1(3): 165174. ISSN 2089-7790.
Kailaku, Tigia Eloka. 2009. Pengaruh ENSO (El Nino-Southern Oscillation) dan
IOD (Indian Ocean Dipole) Terhadap Dinamika Waktu Tanam padi di
Wilayah tipe Hujan Equatorial dan Monsunal (Studi kasus kabupaten
Pesisir Selatan, Sumatera barat dan kabupaten Karawang, jawa
Barat).Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Lanuru, Mahatmadan dan Suwarni. 2011. Pengantar Oseanorafi. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

31

Limantara

L.

2006.

Mujarab

Bagi

DB

dan

Kanker.

(online).

http://impossible.blog.m3-access.com/posts/cat_1_Tanpa-Kategori.html.
Diakses pada 23 Mei 2015.
Mahie, Andi Galsan. 2013. Pemodelan Numerik Untuk Identifikasi Daerah
Upwelling Sebagai Kriteria Lokasi Penangkapan Ikan (Fishing Ground)
di

Selat

Makassar.

Jurusan

Matematika.

FMIPA.

Universitas

Hasanuddin. Makassar.
Monintja, Daniel dan Roza, Yusfiandayani. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir

Dalam

Bidang

Perikanan

Tangkap.

Prosiding

Pelatihan

Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir


dan Lautan.IPB. Bogor.
Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Noviyanti, Rinda. 2011. Kondisi Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan
Perikanan (WPP) Indonesia. Unversitas Terbuka. Jakarta.
Rahayu. 2012. Pengaruh Dipol Samudera hindia Terhadap Variasi Curah Hujan
di Sumatera bagian Selatan dan Jawa bagian Barat. Tesis. FMIPA UI.
Depok.
Setyawan, Agung., Sajidan., dan Koosdaryani. 2003. Korelasi Faktor Kepuasan
Pelanggan Terhadap Pelayanan Jasa Air Bersih Ditinjau Dari Segi
Persepsi Harga, kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas (Studi kasus:
Perusahaan Daerah Air Minum Kota Surakarta). Jurnal EKOSAINS, Vol.
V, No.1.
Scheer, H. 2006. An Overview of Chlorophylls and Bachteriochlorophylls.
Springer,Dordrecht : 485-494.
Sormin, Remi. 2009. Kajian Korelasi Antara Kolaborasi Peneliti dan Produktivitas
Peneliti Lingkup Badan Litbang Pertanian. Jurnal Perpustakaan
Pertanian Vol. 18, nomor 1, 2009.
Sungkawa, Iwa. 2013. Penerapan Analisis Regresi dan Korelasi Dalam
Menentukan Arah Hubungan Antara dua Faktor Kualitatif Pada Tabel
Kontingensi. Jurnal Mat Stat, Vol. 13 No.1 Januari 2013: 33-41.

32

Syahailatua, Augi. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Perikanan. Jurnal


Oseana. Vol.33 No.2:25-32.
Syaifullah, Djazim. 2010. Kajian Sea Surface Temperature (SST), Southern
Oscillation Index (SOI) dan Dipole Mode Pada Kegiatan Penerapan
Teknologi Modifikasi Cuaca di Propinsi Riau dan Sumatera Barat Juli
Agustus 2009. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca. Vol. 11 No.
1:1-7

33

Anda mungkin juga menyukai