Anda di halaman 1dari 7

Fartlek

Latihan Daya Tahan dibagi menjadi 2 yaitu latihan daya tahan kardiovaskuler dan
daya tahan otot. Bentuk latihan untuk meningkatkan daya tahan adalah seperti
berikut :
Latihan Daya Tahan Kardiovaskuler.

1. Lari 1.500 m dengan Fartlek


a. Pengertlan Fartlek
Sistem latihan fartlek atau speed play diciptakan oleh Gotta Roamer dari
Swedia. Pengertian fartlek adalah suatu sistem latihan endurance yang maksudnya
adalah untuk membangun, mengembalikan atau memelihara kondisi tubuh seseorang
sehingga sangat baik bagi semua cabang olahraga terutama cabang olahraga yang
memerlukan daya tahan tubuh. Artian lain dari latihan fartlek adalahbentuk latihan
yang dilakukan dengan lari jarak jauh seperti halnya pada cross country. Bentuk
latihan ini berasal dari Swedia yang berarti spee play atau bermain-main dengan
kecepatan, waktu, latihan tidak dibatasi tetapi atlit bebas melakukan latihan ini
dengan berbagai variasi bentuk lari sesuai dengan medianya
Fartlek sebaiknya dilakukan di alam terbuka yang terdapat bukit-bukit semak
belukar, selokan-selokan untuk dilompati, tanah berpasir, tanah rumput, tanah
lembek, dan sebagainya, bukan di alam yang rata dan yang pemandangannya
membosankan.
Pemandangan yang indah akan menyebabkan atlit lupa akan kelelahan sehingga
dengan bebas melakukan latihannya. Coch ataupun atlitnya sendiri dapat
menentukan bentuk larinya maupun lamanya latihan.
Kecepatan bentuk lari dapat diatur dengan berbagai variasi, misalnya ( costa holmen)
:
1. Mulai dengan lari lambat 5-10 menit.
2. Kecpatan yang konstan dan cukup tinggi.
3. Jalan cepat (istirahat aktif).
4. Lari lambat-lambat diselingi lari yang makin lama makin cepat (win sprin).

5. Lari lambat-lambat diselingi 3-4 langkah mendadak cepat.


6. Naik bukit dengan kecepatan tinggi.
7. Lari dengan tempo yang cepat (pace) selama 1 menit
Tujuan latihan sama dengan cross country terutama untuk daya tahan atau stamina.
Bentuk latihan in baik sekali dilakukan pada periode persiapan atau bahkan pada
periode latihan

b. Cara Melakukan Fartlek


Fartlek biasanya dimulal dengan lari-lari lambat yang kemudian divariasi
dengan sprint-sprint pendek yang intensif dan dengan lari jarakmenengah dengan
kecepatan konstan yang cukup tinggi.
Variasi tempo lari ini bisa dimainkan oleh atlet tergantung dari kondisi atlet apablla
terasa lelah boleh lari pelan-pelan bahkan boleh berjalan. Dan setelah merasa kuat
lagi bisa lari lagi atau sprint dan sebagainya. Oleh karena itu, sistem latihan ini
disebut dengan fartlek yang artinya bermain-main dengan kecepatan.
c. Cara Melakukan Lari Jarak 1.500 m dengan Fartlek
1) Lari secara terus-menerus
Latihan ini memperbaiki keadaan tetap atau keseimbangan antara pengeluaran
tenaga, pengambilan zat asam selama latihan berlangsung.
Latihan ini dilakukan di atas tanah yang tidak bergelombang. Lari 5 sampai 20 km
tanpa adanya penambahan kecepatan langkah secara tiba-tiba dan denyut nadi tidak
boleh lebih tinggi dari 150 per menit.
2) Lari dengan kecepatan dan jarak yang bervariasi
Latihan ini memperlancar atau memperbaiki ketahanan organ-organ tubuh dan
bagian-bagian lain dari tubuh si pelari. Latihan sebaiknya di tanah lapang yang
sangat bervarlasi yaitu kira-kira 10-12 km dengan lari lambat diutamakan. Walaupun
demikian, lari-lari yang bervariasi sebaiknya diperpanjang pada kecepatan yang
sedang atau (200-600) m, lari cepat (100-150) m, lari dipercepat (25-50) m, dan lari
naik turun (40-80) m, lari-lari dengan variasi yang berganti-ganti seperti diselingi
dengan jalan sewaktu-waktu.
2. Lari di bukit-bukit

Tujuan dari latihan ini adalah agar mendapatkan otot-otot yang kuat. Macam-macam
lari di bukit-bukit:
a. Lari jarak pendek 30-60 meter dan amat curam, dilakukan maksimal sampai 5 10
kali dengan istirahat cukup, ini berguna untuk memperbaiki tenaga dan daya
kecepatan.
b. Lari jarak sedang 60-80 meter, tidak dilakukan di bukit yang terlalu curam.
Jarak pelari yang satu dengan yang lain cukup dekat. Latihan dilakukan sebanyak 1012 kali dan tanpa istirahat untuk pemulihan tenaga secara sempurna, tetapi cukup
memberikan tenaga kecepatan, dan daya tahanan aerobik.
c. Lari jarak panjang 100-150 meter, melalui lereng-lereng yang curam, jarak pelari
yang satu dengan yang lainnya berdekatan tetapi tanpa rasa ketegangan yang
berlebihan (15-20 kali), diselingi dengan istirahat yang pendek tetapi aktif. Hal ini
akan menambah daya tahan tubuh.
d. Lari di seputar bukit 400-600 meter naik turun bukit. Untuk pelari 1.500 meter
kecepatan sangat penting, tidak saja bagi atlet sprint tetapi juga bagi pelari 400600 meter, juga untuk pelari jarak 5.000 meter.
Latihan Daya Tahan Otot
1. Squats
Cara melakukan gerakan:
Meletakkan beban di atas pundak di belakang kepala, kemudian lutut dibengkokkan,
tetapi pantat jangan sampai menyentuh tumit (half squats). Sebab jika hal ini
terjadi, akan mengakibatkan sakit pada pinggang atau cedera pada tulang rawan
lutut akibat menyangga beban yang terlalu berat. Otot-otot yang terlatih, antara
lain: otot paha legiuteus dan biceps femoris nomiten dinoaus.
2. Rowing
Cara melakukan gerakan:
Badan dibungkukkan hingga punggung sejajar dengan lantai. Kedua tangan
menghadap beban lurus ke bawah. Beban diangkat ke dada. Dahi dapat diletakkan di
atas meja. Otot-otot yang dilatih antara lain: otot bahu, lengan (fleksor), punggung,
deltold, pasterior, teres mayor, triceps, dan biceps.
S
3. Triceps stretch
Cara melakukan gerakan:
Beban dipegang di belakang kepala, kedua siku bengkok di samping telinga, kemudian
beban diangkat dengan cara meluruskan kedua lengan di atas. Cara memegang beban
dengan tangan menghadap ke bawah. Otot yang terlatih adalah otot triceps.

4. Wrist roll
Cara melakukan gerakan:
Duduk di bangku, lengan bawah diletakkan di atas paha dan telapak tangan
menghadap ke atas. Gelindingkan beban melalui ujung jari-jari ke telapak tangan
dengan membengkokkan pergelangan tangan ke atas. Latihan ini memperkuat otototot jari, pergelangan tangan, lengan bawah, dan lengan atas.

Interval Training

INTERVAL TRAINING

PENDAHULUAN
Latihan Interval merupakan program latihan yang terdiri dari periode
pengulangan kerja yang diselingi oleh periode istirahat (Fox,E.L, 1984;
Smith,N.J, 1983), atau merupakan serangkaian latihan yang diulang-ulang dan
diselingi dengan periode istirahat. Latihan ringan biasanya dilakukan pada periode
istirahat ini (Fox, Bowers & Foss, 1984; Fox & Mathews, 1981).
Interval training adalah serangkaian acara latihan fisik yang diulang-ulang yang
diseling dengan periode-periode pemulihan. Latihan fisik ringan biasanya mengisi
periode pemulihannya. Untuk memahami mengapa metode pelatihan ini sedemikian
berhasilnya, maka akan kita mulai dengan uraian mengenai produksi energi dan
keletihan selama kegiatan intermiten ini. Produksi energi selama latihan fisik
berlaku juga bagi kegiatan yang dilakukan secara intermiten maupun yang dilakukan
secara kontinyu/terus menerus. Meskipun demikian, ada satu perbedaan yang
sangat penting.
Untuk memberikan gambaran tentang perbedaan ini, misalkan lari terus menerus
sekuat tenaga selama satu menit; kemudian, pada kesempatan lain, berlari secara
intermiten dengan cara berlari sekuat tenaga seperti pada lari yang
berkesinambungan tadi, tetapi hanya selama 10 detik, istirahat 30 detik, lalu lari
lagi, dan seterusnya. Kalau kegiatan tersebut diulang sebanyak 6 kali, maka itu

berarti sudah melakukan kegiatan yang sama banyaknya dengan intensitas yang
sama secara intermiten dengan yang dilakukan secara kontinyu (yakni lari enam x 10
detik = 1 menit), tetapi tingkat keletihan sesudah lari intermiten itu lebih rendah
(Fox, Bowers and Foss, 1984).
Sebenarnya kejadian tadi merupakan suatu fenomena yang bersifat fisiologis,
dan jawabnya terletak pada interaksi yang berbeda antara sistem fosfagen (ATPPC) dan sistem glikolisis anaerob (sistem LA) selama lari intermiten dibanding
dengan selama lari kontinyu. Kalau diperbandingkan, energi yang dipasok melalui
glikolisis anaerob (sistem LA) akan lebih sedikit dan yang melalui sistem fosfagen
(ATP-PC) akan lebih banyak pada lari intermiten (Fox, et al, 1969; Margaria R,
et al, 1969). Ini berarti asam laktat yang terkumpul akan lebih sedikit dan dengan
demikian lebih sedikit keletihan yang ditimbulkan oleh kegiatan intermiten. Hal ini
berlaku, tidak perduli seberapa intensnya kegiatan intermiten dan seberapa lama
berlangsungnya (Fox, Bowers and Foss, 1984).
Sistem ATP-PC dapat memasok lebih banyak ATP dan sistem LA dapat memasok
lebih sedikit ATP selama lari intermiten daripada selama lari kontinyu. Terbukti
bahwa simpanan-simpanan ATP-PC itu terkuras hanya berapa detik sesudah lari
berat, tetapi perlu diingat bahwa di sela-sela setiap lari intermiten itu ada periode
pemulihannya. Selama interval-interval pemulihan, sebagian dari simpanan-simpanan
ATP-PC dalam otot yang terkuras selama interval-interval kegiatan sebelumnya akan
diisi kembali melalui sistem aerob (Margaria, R 1969),.
Selama interval pemulihan kegiatan intermiten, sebagian dari simpanan ATP-PC dalam otot yang
terkuras selama interval kerja akan diisi lagi melalui sistem aerob (Fox, Bowers
and Foss, 1988, p.301)
Selama interval-interval pemulihan itu, bagian dari fase pemulihan cepat (Rapid
recovery phase) sudah rampung. Disamping itu, sebagian dari simpanan-simpanan
O2-myoglobin juga sudah akan diisi lagi (Astrand I, et al, 1960; Astrand I, et
al, 1960). Jadi, selama lari sesudah suatu interval pemulihan, simpanan-simpanan
ATP-PC dan O2-myoglobin yang sudah diisi lagi itu akan tersedia lagi sebagai suatu
sumber energi. Akibatnya, energi dari sistem LA akan 'dihemat' cukup banyak dan
asam laktat tidak akan terkumpul begitu cepat atau begitu banyak. Sebaliknya,
selama lari kontinyu, simpanan ATP-PC akan terkuras dalam waktu hanya beberapa
menit saja atau detik saja dan tidak akan diisi lagi sampai kegiatan itu berakhir
(Karlson J, 1970). Dalam hal ini, energi dalam bentuk ATP dari sistem LA akan
dikerahkan segera setelah kita mulai lari dan asam laktat akan cepat terkumpul
dalam kadar-kadar yang tinggi (Fox, Bowers and Foss, 1984).

Semuanya itu akan mempunyai makna nyata kalau diterapkan ke dalam


pelatihan, karena penghematan keletihan yang menyertai kegiatan intermiten dapat
dikonversi ke peningkatan intensitas kegiatan yang sedang dilakukan. Ini adalah satu
ciri terpenting dari kegiatan intermiten dan karenanya merupakan kunci bagi sistem
pelatihan interval. Telah dibuktikan bahwa tingkat kegiatan intermiten yang
intensitasnya dua setengah kali tingkat kegiatan kontinyu dapat dilakukan sebelum
kadar-kadar asam laktat darahnya sebanding pada kedua kegiatan tersebut
(Astrand I, 1960; Christensen E, 1960; Fox EL,1969; Margaria R, 1969).
Perbedaan pokok antara kegiatan intermiten dengan intensitas dan jangka-waktu
yang sama yang dilakukan dengan interval- interval istirahat penuh (complete rest
interval) dibandingkan dengan interval-interval pemulihan dengan kegiatan ringan
adalah bahwa kadar-kadar asam laktat darahnya akan lebih tinggi pada intervalinterval dengan kegiatan ringan (Fox EL, 1969). Demikian halnya karena kegiatan
yang dilakukan selama interval pemulihan itu menghalangi atau sebagian menghalangi
pengisian kembali simpanan-simpanan ATP-PC, maka sebagian besar energi yang
dibutuhkan selama interval-interval kegiatan harus dipasok melalui LA. Dengan
demikian akumulasi asam laktat akan lebih besar; semakin berat kegiatan selama
interval pemulihan, semakin besar akumulasi asam laktatnya (Fox, Bowers and
Foss, 1984).
ISTILAH-ISTILAH INTERVAL TRAINING
Ada beberapa istilah khusus dalam pelatihan interval yang harus dipahami
dengan sebaik-baiknya.
* Work Interval/Interval Kerja
Bagian dari program pelatihan interval yang terdiri atas kegiatan dengan
intensitas tinggi, misalnya lari 220 yard dengan waktu yang telah ditentukan.
* Relief Interval/Interval Pemulihan
Waktu antar interval-interval kerja serta antara set-set. Interval pemulihan
dapat terdiri atas :
(1) kegiatan ringan seperti misalnya berjalan (disebut pemulihan dengan istirahat atau
(Rest relief);
(2) latihan fisik ringan sampai sedang seperti misalnya jogging (disebut pemulihan
dengan kegiatan atau Work relief);
(3) gabungan (1) dan (2).
Interval pemulihan biasanya dinyatakan dalam hubungan dengan rasio pemulihan
dengan kerja dan dapat dinyatakan sebagai berikut: 1:, 1:1, 1:2 atau 1:3. Rasio 1:
mengisyaratkan bahwa waktu interval pemulihannya sama dengan setengah waktu
interval kerja; 1:1 menunjukkan bahwa interval kerja dan interval pemulihan sama;
1:2 menunjukkan bahwa interval pemulihan 2 kali lebih lama daripada interval kerja,

dst. Dengan interval-interval kerja yang lebih lama, suatu rasio kerja pemulihan 1:
atau 1:1 biasanya yang disarankan; pada interval-interval dengan jangka waktu
menengah/sedang, rasionya adalah 1:2, dan pada kerja yang memakan waktu lebih
pendek, rasionya 1:3 karena intensitasnya yang tinggi (Fox, Bowers and Foss,
1984).

Anda mungkin juga menyukai