Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

TRAUMA MEDULLA SPINALIS

OLEH

Dr. Wijdana Ibria

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK


2011

LAPORAN KASUS

Topik

: Trauma Medula Spinalis

Tanggal Kasus

: 31 Januari 2011

Tanggal Presentasi

: 12 Februari 2011

Tempat Presentasi

: RSUD Solok

Presenter

: dr. Wijdana Ibria

Oponen

: dr. Hilma Fitria

Narasumber

: dr. Yulson, Sp.S

Pendamping

: dr. Deddy Kurniawan J

Objektif/Presentasi

Keilmuan, Tinjauan Pustaka


Diagnostik, Manajemen, Masalah
Neurologi
Deskripsi
Laki-laki berumur 40 tahun dengan paraparese inferior+retensi urine et alfi e.c. trauma
medulla spinalis
Tujuan
: Penanganan trauma medulla spinalis

Bahan Bahasan

: Kasus, Tinjauan Pustaka

Cara Membahas

: Presentasi dan Diskusi

IDENTITAS PASIEN
2

Nama

:M

Umur

: 40 tahun

Alamat

: Talang Babungo

Pekerjaan

: Petani

Seorang pasien laki-laki berumur 40 tahun datang dengan keluhan :


Keluhan Utama
Tidak bisa Buang Air Kecil sejak 2 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang

Tidak bisa Buang Air Kecil (BAK) sejak 2 hari yang lalu. Pasien bisa merasakan

perasaan ingin BAK namun tidak bisa mengeluarkannya. Tidak nyeri.


Tidak bisa Buang Air Besar (BAB) sejak 1 hari yang lalu. Rasa ingin BAB ada, namun ,

tidak bisa mengeluarkan kotorannya.


Alat kelamin pasien tidak berfungsi seperti biasanya setiap pagi sejak 2 hari yang lalu
Kedua tungkai secara bersamaan tidak dapat digerakkan sejak 2minggu yang lalu dan
rasa terhadap sentuhan berkurang. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan yaitu jatuh

dari sepeda motor dengan posisi jatuh terlentang.


Ari-ari membuncit sejak 2 hari yang lalu. Tidak nyeri
Nyeri pada punggung dan pinggang tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya


Tidak ada riwayat penyakit kencing manis, ginjal, dan tekanan darah tinggi

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan.

Pemeriksaan Fisik :
3

Keadaan Umum

: lemah

Kesadaran

: GCS 15 (Compos Mentis Cooperatif)

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Frekuensi Nadi

: 88 kali/menit, kuat, teratur

Frekuensi Nafas

: 21 kali/menit, teratur

Suhu

: 36,9 C

Status Generalis
Kepala

: Tidak ditemukan kelainan

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

THT

: Tidak ditemukan kelainan

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, KGB tak membesar

Thorak
Pulmo

Cor

Abdomen

: Inspeksi

: simetris kanan dan kiri, jejas (-)

Palpasi

: fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

: Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis teraba pada 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung normal

Auskultasi

: murni, reguler, bising (-)

: Inspeksi

: membuncit, venodilatasi (-)


4

Auskultasi

: bising usus normal

Perkusi

: timpani, asites (-)

Palpasi

: lemas, blas penuh, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-),

ballottement (-)
Vertebrae

: jejas (-), nyeri ketok sudut CVA (-)

Genitalia

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas

: oedem -/-, refilling kapiler baik


Bulae (+) pada regio gluteus

Status Neurologis
Tanda perangsangan selaput otak

: tidak ada

Tanda peningkatan TIK

: tidak ada

Nervi Kranialis

: Pupil isokor, 3mm/3mm, RC +/+

Motorik

: 5555 5555

eutonus-eutrofi

0000 0000
Sensorik

: protopatik dan propioseptik hipoestesi setinggi iga VI

Fungsi Otonom

Miksi

: dipasang kateter

Defekasi

: retensi

Sekresi keringat

: berkurang setinggi iga VI

Fungsi seksual

: disfungsi ereksi (+)


5

Fungsi Luhur

Diagnosis Kerja

: tidak ada kelainan

: Paraparese inferior + retensi urine et alfi e.c. trauma medulla spinalis

Diagnosis Tambahan: Ulkus dekubitus stadium 1


Diagnosis Banding

: Paraparese inferior + retensi urine et alfie e.c. infeksi medulla spinalis

Sikap

: Pasang Kateter
IVFD RL 8 jam/kolf
Metil Prednisolon 3x1 tab

Rencana

: - Cek laboratorium : darah rutin, gula darah sewaktu, ureum, kreatinin.


- Rontgen thoracolumbal AP dan Lateral
- Rawat di bagian Neurologi

Tgl. 1 Februari 2011, pukul 13.00.


A/ - Sesak nafas. Tidak berbunyi menciut. Riwayat sesak sebelumnya (-)
- Batuk berdahak 2 hari ini
PF/ KU
: tampak sesak
Kes
: CMC
Thorax
: cor
: dalam batas normal
Pulmo
: vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/Ekstremitas
: edem -/-

Pukul 13.30 Hasil Pemeriksaan Laboratorium :


-

Hb
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Gula Darah Sewaktu
Ureum

: 11,3 gr %
: 15.850/mm3
: 340.000 / mm3
: 33 %
: 89 mg/dl
: 280 mg/dl
6

Kreatinin

: 2,81 mg/dl

Ks/ dyspnea + uremia e.c. trauma medulla spinalis


Th/ O2 3-4 l/menit
Furosemid 1x1 tab
Ambroxol 3x1 tab

FOLLOW UP
1/2/2011
A/ - lumpuh kedua tungkai (+)
- BAK terpasang kateter dan BAB (-)
- sesak nafas berkurang
PF/ KU
: lemah
Kes
: CMC
Pulmo
: Ronkhi berkurang
Abdomen : blas datar
SN

: motorik

TD : 130/80
T : 37,5 C

: 5555 5555

0000 0000
Sensorik
: hipoestesi setinggi iga VI
Otonom
: miksi, defekasi, sekresi keringat, ereksi terganggu
WD/Paraplegi e.c. Trauma Medulla Spinalis
Th/ Tidur Alas Keras
IVFD RL 12 jam/ kolf
Dexamethasone 4x1 ampul i.v
7

Lainnya lanjut
R/ Ro Vertebrae cervikothoracal
2/2/2011
A/ - lumpuh kedua tungkai (+)
- BAK terpasang kateter dan BAB (-)
PF/ KU
: sedang
Kes
: CMC
Pulmo
: Ronkhi berkurang
Abdomen : blas datar
SN

TD : 110/60
T : 37,6 C

: motorik

: 5555 5555

Sensorik
Otonom

0000 0000
: hipoestesi setinggi iga VI
: miksi, defekasi, sekresi keringat, ereksi terganggu

WD/Paraplegi e.c. Trauma Medulla Spinalis


Th/ Lanjut
3/2/2011
A/ - lumpuh kedua tungkai (+)
- BAK terpasang kateter dan BAB (-)
PF/ KU
: sedang
Kes
: CMC
Pulmo
: Ronkhi berkurang
Abdomen : blas datar
SN

TD : 130/80
T : 37 C

: motorik

: 5555 5555

Sensorik
Otonom

0000 0000
: hipoestesi setinggi iga VI
: miksi, defekasi, sekresi keringat, ereksi terganggu

WD/Paraplegi e.c. Trauma Medulla Spinalis


Th/ Lanjut
4/2/2011
A/ - lumpuh kedua tungkai (+)
- BAK terpasang kateter dan BAB (-)
PF/ KU
Kes

: sedang
: CMC

TD : 120/70
T : 37 C
8

Pulmo
: Ronkhi berkurang
Abdomen : blas datar
SN

: motorik

: 5555 5555

Sensorik
Otonom

0000 0000
: hipoestesi setinggi iga VI
: miksi, defekasi, sekresi keringat, ereksi terganggu

WD/Paraplegi e.c. Trauma Medula Spinalis


Th/ lanjut
R/ cek Ureum Kreatinin ulang
5/2/2011
A/ - lumpuh kedua tungkai (+)
- BAK terpasang kateter dan BAB (-)
- Pasien minta pulang
PF/ KU
: sedang
TD : 120/70
Kes
: CMC
T : 36,8 C
Pulmo
:vesikuler, rh-/-, wh -/Abdomen : dbn
SN

: motorik

: 5555 5555

Sensorik
Otonom

0000 0000
: hipoestesi setinggi iga VI
: miksi, defekasi, sekresi keringat, dan ereksi terganggu

WD/Paraplegi e.c. Trauma Medulla Spinalis


Th/ Metil prednisolon 3x8 mg

TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Trauma medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang
sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Selain struktur saraf, vaskular juga
dapat dikenai. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali
mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda
karena tetraplegia atau paraplegia.
B. ETIOLOGI
Diantara berbagai penyebab trauma spinal, yang tersering dikemukakan adalah
kecelakaan lalu lintas, olahraga, tembakan senapan, serta bencana alam, misalnya gempa
9

bumi. Semua penyebab tadi dapat mengakibatkan destruksi secara langsung pada medulla
spinalis; kompresi oleh pecahan tulang, hematom, diskus atau komponen vertebrae lainnya;
atau dapat juga mengakibatkan iskemia akibat kerusakan atau penjepitan arteri.
C. PATOFISIOLOGI

Gambar 1. Mekanisme trauma pada medulla spinalis.


Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung. Selain
itu, trauma dapat pula menimbulkan fraktur dan instabilitas tulang belakang sehingga
mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara tidak langsung.
Cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh darah yang
terjadi beberapa saat setelah trauma. Iskemia mengakibatkan pelepasan eksitotoksin,
terutama glutamat, yang diikuti influks kalsium dan pembentukan radikal bebas dalam sel
neuron di medula spinalis. Semua ini mengakibatkan kematian sel neuron karena nekrosis
dan terputusnya akson pada segmen medula spinalis yang terkena. Deplesi ATP (adenosin
trifosfat) akibat iskemia akan menimbulkan kerusakan mitokondria. Selanjutnya, pelepasan
sitokrom c akan mengaktivasi ensim kaspase yang dapat merusak DNA (asam
deoksiribonukleat) sehingga mengakibatkan kematian sel neuron karena apoptosis. Edema
yang terjadi pada daerah iskemik akan memperparah kerusakan sel neuron.
10

Beberapa minggu setelah itu, pada daerah lesi akan terbentuk jaringan parut yang
terutama terdiri dari sel glia. Akson yang rusak akan mengalami pertumbuhan (sprouting)
pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut. Akan tetapi hal ini tidak
mengakibatkan tersambungnya kembali akson yang terputus, karena terhalang oleh jaringan
parut yang terdiri dari sel glia. Kondisi demikian ini diduga sebagai penyebab terjadinya
kecacatan permanen pada trauma medulla spinalis.
D. KLASIFIKASI
Trauma pada medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.

KARAKTERISTIK

LESI KOMPLET

LESI INKOMPLET

Motorik

Hilang di bawah lesi

Sering (+)

Protopatik (nyeri, suhu)

Hilang di bawah lesi

Sering (+)

Propioseptik (joint position, Hilang dibawah lesi

Sering (+)

vibrasi)
Rontgen vertebrae

Sering fraktur, luksasi atau Sering normal


listesis

Sedangkan menurut American Spinal Cord Injury Association, terdapat 5 sindrom


pada lesi inkomplet, yaitu :
Karakteristik

Central Cord

Anterior Cord

Brown Sequard

Posterior Cord

Klinik
Kejadian
Biomekanik
Motorik

Syndrome
Sering
hiperekstensi
Gangguan

Syndrome
jarang
hiperfleksi
Paralisis

Syndrome
jarang
penetrasi
Kelemahan

Syndrome
sangat jarang
hiperekstensi
Gangguan variasi

variasi, jarang

komplet,

anggota gerak

paralisis komplet
Gangguan

biasanya bilateral
Sering hilang

ipsilateral lesi
Sering hilang

Gangguan

variasi, tidak

total, bilateral

total,

variasi, biasanya

utuh

kontralateral
Hilang total

ringan
terganggu

Protopatik

Propioseptik

khas
Jarang terganggu

11

Perbaikan

Nyata dan cepat

Paling buruk

ipsilateral
Fungsi buruk,

nyata

namun
indepedensi baik
E. GAMBARAN KLINIS
Trauma Medula spinalis akut dapat mengakibatkan renjatan spinal (spinal shock).
Renjatan spinal (RS) merupakan sindrom klinik yang sering dijumpai pada sebagian besar
kasus TMS di daerah servikal dan torakal. RS ditandai oleh adanya gangguan menyeluruh
fungsi saraf somatomotorik, somatosensorik, dan otonomik simpatik. Gangguan somatik
berupa paralisis flaksid, hilangnya refleks kulit dan tendon, serta anastesi sampai setinggi
distribusi segmental medula spinalis yang terganggu. Sedangkan gangguan otonomik berupa
hipotensi sistemik, bradikardia, dan hiperemia pada kulit. RS dapat berlangsung selama
beberapa hari sampai beberapa bulan. Semakin hebat trauma MS yang terjadi, semakin lama
dan semakin hebat pula RS yang terjadi.
Sebagian besar trauma MS terjadi di daerah servikal. Akan tetapi yang paling
sering mengakibatkan cedera berat adalah trauma di daerah torakal. Hal ini berkaitan dengan
penampang melintang kanalis spinalis di daerah torakal yang lebih sempit dibanding servikal.
Trauma MS di segmen torakal dapat mengakibatkan paraplegia, disertai kelemahan otot
interkostal yang dapat mengganggu kemampuan inspirasi dan ekspirasi. Semakin tinggi
segmen medula spinalis yang terkena, semakin berat pula gangguan fungsi respirasi yang
terjadi.

Cedera

servikal
mengakibatkan

setinggi

(C4-C8)
tetraplegia

segmen
dapat
dan

kelemahan otot interkostal yang lebih


berat, sehingga otot diafragma harus
bekerja lebih keras. Cedera servikal di
atas segmen C4 dapat mengakibatkan
pentaplegia, yaitu tetraplegia disertai
kelumpuhan otot diafragma dan otot

12

leher. Pada keadaan terakhir ini, diperlukan ventilator untuk membantu kelangsungan hidup
penderita.

F. TATALAKSANA
Terapi pada cidera medulla spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan funsi sensorik dan mototrik. Pasien dengan cidera medulla spinalis komplet
hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medulla spinalis komplet yang tidak
menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk.
Cedera medulla spinalis inkomplet cenderung memiliki prognosis yg lebih baik. Apabila
fungsi sensorik di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah
lebih dari 50%.
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cidera
medulla spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di
Amerika Serikat. Sesegera mungkin (sebelum 8 jam) diberikan methylprednisolone 30
mg/kgbb bolus intravena sebagai loading dose, diikuti 5,4 mg/kgbb/jam. dosis diturunkan
(tapper) setelah 72 jam. Kajian oleh Braken dalam Cochrane Library menunjukkan bahwa
metilprednisolon dosis tinggi merupakan satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti
13

efektif pada uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera
medula spinalis traumatika.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien
cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini
dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM
(Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang
ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome / CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan
otot ekstremitas bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak.
Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki
fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities
of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin.
Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan pasien.
Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program
rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan gangguan
kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai status fungsional
pada penderita cedera medula spinalis.

G. PROGNOSIS
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata
harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal.
Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab kematian
utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia,
dan gagal ginjal
Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis
traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien
dengan cedera medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan motorik, sensorik,
dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan pertama.
Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula spinalis tanpa kelainan
radiologik (5 menderita Central Cord Syndrome). Sebagian besar menunjukkan
14

hipo/isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, mengindikasikan adanya edema. Seluruh
pasien dikelola secara konservatif, dengan hasil: 1 orang meninggal dunia, 15 orang
mengalami perbaikan, dan 1 orang tetap tetraplegia.
Pemulihan fungsi kandung kemih baru akan tampak pada 6 bulan pertama pasca
trauma pada cedera medula spinalis traumatika. Curt dkk mengevaluasi pemulihan fungsi
kandung kemih 70 penderita cedera medula spinalis; hasilnya menunjukkan bahwa
pemulihan fungsi kandung kemih terjadi pada 27% pasien pada 6 bulan pertama.

DAFTAR PUSTAKA

Baskin DS. Spinal Cord Injury : Neurology Trauma.WB Saunders : Philadelphia. 1996. P. 276296

15

Islam MS. Terapi Sel Stem pada Cidera Medula Spinalis. Cermin Dunia Kedokteran. 2006. Ed.
153. H.17-19
Price SA,Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. vol.2. ed.6. cet.1.
Jakarta : EGC; 2006. p.1177-1180
Pinzon S. Mielopati Servikal Traumatika : Telaah Pustaka Terkini. Cermin Dunia
Kedokteran.2006. Ed. 154. h.39-42
Pakasi RE. Patofisiologi dan Dampak Cedera Medula Spinalis pada Berbagai Sistem Tubuh.
Diunduh dari www.scribd.com

16

Anda mungkin juga menyukai