Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan
tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi
sebagai tempat penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa
saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan
fraktur. Fraktur atau patang tulang adalah suatu peristiwa terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa
trauma langsung maupun trauma tidak langsung.10
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral,
kompresi atau crush, comminuted dan greenstick.6
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan
umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga,
pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi
yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya
resiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami

fraktur

daripada

laki-laki

yang

berhubungan

dengan

meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan hormon pada


menopause (Apley, 1995). Fraktur intertrochanter femur merupakan salah
satu dari 3 tipe fraktur panggul. Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2
trochanter dimana trochanter mayor terdapat musculus gluteus medius dan
minimus (ekstensi dan abduksi panggul) dan trochanter minor dimana
terdapat musculus iliopsoas (fleksi panggul).3
Tujuan rehabilitasi adalah untuk mengembalikan pasien pada tingkat
fungsi yang sama dengan sebelum terjadi cedera. Pada banyak kasus, hal ini
tidak realistis. Hanya 20% sampai 35% pasien yang dapat kembali sesuai

dengan tingkat fungsi sebelum terjadi cedera. Sekitar 15-40% membutuhkan


penanganan konstitusional lebih dari 1 tahun setelah cedera. Dan sekitar 5083% membutuhkan alat untuk membantu ambulasi. Tujuan rehabilitasi
seharusnya secara individual, dengan terapis menghitung komorbiditas,
derajat keparahan fraktur dan tingkat motivasi dari pasien. Kesuksesan
tujuan terapi dari luka

atau jejas pada ekstremitas bawah adalah

mengembalikan Lingkup Gerak Sendi dari semua sendi, rehabilitasi semua


unit otot dan tendon, dan unrestricted weight bearing/.2,9

BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. J

Umur

: 74 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Kristen

Pekerjaan

: Sudah tidak bekerja

Alamat

: Meteseh, Boja

No. RM

: 476918

Ruang

: Anggrek 4.4

Tanggal masuk

: 4 Oktober 2015

II. SECONDARY SURVEY


A.
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri Paha Kanan Atas Setelah Terjatuh
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada paha kanan atas setelah
jatuh dari kursi. Sabtu, 26 September 2015 pukul 13.30 WIB, pasien
terjatuh saat sedang berdiri di kursi untuk memperbaiki atap rumahya
pasien jatuh dengan dasar lantai batu-batu. Pasien terjatuh dengan
posisi kaki kanan sebagai penumpu badan. Setelah kejadian pasien
sadar dan mengeluh nyeri paha kanan atas, sulit digerakkan, mati rasa
(-), kesemutan (-), mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-).
Pasien kemudian dibawa keluarganya ke pengobatan alternatif,
setelah tiga kali datang, keluhan tidak berkurang. Pada hari Minggu, 4
Oktober 2015 (8 hari kemudian sejak jatuh) pasien di bawa
keluarganya ke IGD RSUD Tugurejo Semarang.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma sebelumnya
Riwayat patah tulang
Riwayat darah tinggi
Riwayat gangguan perdarahan
Riwayat deabitus mellitus
Riwayat alergi obat
4. Environment

:(-)
:(-)
:(-)
: (-)
: (-)
: (-)
: Di luar dengan dasar batu, tidak

terdapat benda tajam disekitarnya


5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kanker tulang

: (-)

Riwayat Hipertensi

: (-)

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sudah tidak bekerja. Biaya pengobatan ditanggung oleh pribadi
B.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis

Keadaan Umum

tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

Tanda Vital

Tensi : 132/82 mmHg


Nadi : 86x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Respiratory rate : 20x/menit

Status Gizi

Suhu : 36.7 0C (axiller)


BB = 49,5 Kg ; TB = 152 cm; IMT = 21

Kepala
Mata

Kesan : Normoweight
Bentuk mesocephal, jejas (-)
Konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),pupil bulat, central,
reguler, isokor, refleks cahaya (+/+), perdarahan (-),

Hidung
Telinga
Mulut
Leher

subkonjungtiva bledding (-/-), racoon eyes (-/-)


Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-), lesi (-)
Discharge (-/-), lesi (-/-)
Sianosis (-), Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-)
Simetris, pembesaran limfonodi (-), penggunaan oto bantu

Thorax

nafas (-)
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal

(-),

pernafasan

(-),

thorakoabdominal,

sela

iga

melebar

pembesaran KGB axilla (-/-)


Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Iktus kordis tidak tampak


Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra, kuat
angkat.
Batas jantung kanan atas SIC II linea parasternalis dextra.
Batas jantung kanan bawah SIC IV linea parasternalis dextra.
Batas jantung kiri atas SIC II linea parasternalis sinistra.
Batas jantung kiri bawah SIC IV linea media clavicularis

Auskultasi
Pulmo :

sinistra.
Bunyi jantung I-II murni,intensitas normalreguler, bising (-)

Depan
Inspeksi :
Statis
Dinamis
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi

Normochest, simetris
Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak melebar,
retraksi intercostal (-)
Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus kanan = kiri
Sonor

Kanan
Kiri
Belakang :

Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)


Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)

Inspeksi statis
Dinamis

Normochest, simetris
Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak melebar,

Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi
Kanan
Kiri
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Genitourinaria
Ekstremitas

retraksi intercostal (-)


Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Sonor
Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)
Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)
Luka (-) , distensi (-), luka bekas operasi (-), massa (-)
Bising usus (+) normal
Timpani pada seluruh lapang abdomen
Nyeri tekan (-)
Sekret (-), radang (-)

Capp Refill

Superior
< 2 / <2

Inferior
< 2 / <2

Akral dingin

-/-

-/-

Sianosis

- /-

-/-

Edema

Status Lokalis
Regio femur dextra
Look

Penilaian
Warna
Pembengkakan
Deformitas

Feel

(-)

Angulasi
Rotasi
pemendekan

(+) rotasi lateral


(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+) trochanter

Luka terbuka
Nyeri tekan
Fungsi sensorik
Akral dingin
krepitasi
Pulsasi
a. Poplitea
b. Dorsalis pedis

Move

Seperti kulit sekitar


(-)

(+)
(+)

Aktif
Adduksi
Abduksi

(-)

Adduksi
Abduksi

(-)

(-)

(-)

Kekuatan

III.

Sulit dinilai

RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah kanan setelah
jatuh dari kursi. Selasa, 26 September 2015 pukul 13.00 WIB, pasien terjatuh
saat berdiri di kursi saat sedang membetulkan plavon rumah, pasien terjatuh
dengan posisi kaki kanan sebagai penumpu badan. Setelah kejadian pasien
sadar dan mengeluh nyeri di paha kanan bagian atas, sulit digerakkan, mati
rasa (-), kesemutan (-), mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-).
Pada pemeriksaan fisik lokalis regio femur dextra, ditemukan nyeri
tekan (+), angulasi (-), fungsi sensoris (+), pulsasi a. dorsalis pedis dextra
(+), akral dingin (-), sulit digerakan.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan
Hematologi darah
rutin :
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Elektrolit
Kalium

Hasil

Nilai Rujukan

11.6
7.90
3.953
35.60
H563
89.00
29.3
32.9
12.30
L22.30
H11.00
2.10
0.60
69.00

11,7 15,5 g/dl


3.6 12 ribu
3,6 5,2 juta
35 47 %
150 440 ribu
87-100 L
26-34 pg
32 36 g/dl
11.5 14.5 %
25-40 %
2-8 %
2-4%
0-1 %
50-70%

4.90

3.5-5.0 mmol/L

Natrium
Chlorida
Calsium
Clotting Time
Bleeding Time
Kimia Klinik
GDS
Ureum
Kreatinin

136
105
9.9
4 : 00
1: 15

135-145 mmol/L
85.0-105 mmol/L
8.1- 10.4 mg/dL
3-5 (menit:detik)
1-3 (menit:detik)

103
22.0
0.9

70 110 mg/dl
10-50 mg/dl
0.65- 0.98 mg/dl

Radiologi : X-foto femur dextra AP

Tampak discontinuitas intertrochanter


dextra
Posisi, alignment tak baik
Struktur tulang baik

Kesan : fraktur intertrochanter dextra


IV.

V.

DIAGNOSIS
Klinis : fraktur tertutup trochanter femur dextra non komplikata
Radiologis : Fraktur intertrochanter os femur dextra displace complete
Akhir : Fraktur intertrochanter os femur dextra displace complete
PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
Infus RL 20 tpm
Injeksi dexketroprofen 2x 25 mg iv
Injeksi cefotaxim 2x1gr
Pemasangan bidai spalk
b. Non Farmakologi

Edukasi
Tirah baring
c. Rujuk dokter bedah , untuk dilakukan ORIF

X foto rongent post ORIF :


Post internal fiksasi trochanter femur
dextra
VI.

PROGNOSIS
Posisi
baik
Qua at vitam
Garis
fraktur
(+)
Qua at
fungsionam
Qua at sanam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Femur
Femur, tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat
tubuh dari os coxae kepada tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris
menganjurkan ke arah craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi
dengan acetabulum. Ujung proximal femur terdiri dari sebuah caput femoris,
dan 2 trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor).8

Gambar 1. Anatomi femur


Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum
femur dan proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter
mayor dan trochanter minor. Caput femoris dan collum femoris membentuk
sudut (1150-1400) terhadap poros panjang corpus femoris; sudut ini bervariasi
dengan umur dan jenis kelamin. Corpus femur berbentuk lengkung, yakni
cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi 2 condylus,
yaitu epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang melengkung
bagaikan ulir.4,8

10

Gambar 2. Pembuluh darah pada femur


B. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai
pembuluh darah, otot dan persarafan.3
Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas
tulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang
bersifat ekstrakapsular.1

C. Klasifikasi Fraktur Femur


Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur intrakapsuler
Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula
Melalui kepala femur
Hanya dibawah kepala femur
Melalui leher dari femur

11

2. Fraktur ekstrakapsuler
Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih

besar atau yang lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.


Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci dibawah trochanter kecil.7
Sedangkan klasifikasi untuk intertrochanter adalah berdasarkan

stabilitas dari pola fraktur, yaitu fraktur stabil (pola fraktur oblik standar) dan
fraktur tidak stabil (pola fraktur oblik reverse).3

Gambar 3. Klasifikasi fraktur femur

Fraktur intertrochanter
Pada fracture ini, garis fracture melintang dari trochanter
mayor ke trochanter minor. Tidak seperti fracture intracapsular,
salah satu tipe fracture extracapsular ini dapat menyatu dengan
lebih baik. Resiko untuk terjadinya komplikasi non-union dan
nekrosis avaskular sangat kecil jika dibandingkan dengan resiko
pada fractureintracapsular.

12

Fracture dapat terjadi akibat trauma langsung pada trochanter


mayor atau akibat trauma tidak langsung yang menyebabkan
twisting pada daerah tersebut.
Berdasarkan klasifikasi Kyle (1994), fracture intertrochanteric
dapat dibagi menjadi 4 tipe menurut kestabilan fragmen-fragmen
tulangnya. Fracture dikatakan tidak stabil jika:
-

Hubungan antarfragmen tulang kurang baik.

Terjadi

force

yang

berlangsung

terus

menerus

yang

menyebabkan displaced tulang menjadi semakin parah.


-

Fracture disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.

Gambar Klasifikasi Kyle Untuk Fracture Intertrochanteric. 1

13

Gambar Klasifikasi Evan Untuk Fracture Intertrochanteric. 10

D. Etiologi Fraktur
1. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tibatiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,
penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung,
tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti
rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu;
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.1
2. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam
dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering
ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet,
penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.1
3. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget).1
E. Diagnosis

14

Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan


fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
1.
Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya),
diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami
cedera. Setelah jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih
berotasi keluar dibandingkan pada fraktur collum (karena fraktur bersifat
ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat kakinya.1
2.
Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara
lain:
a. Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak.1
b. Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi.1
c. Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di
3.

bagian distal cedera.1


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis
secara anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula
foto panggul secara lateral view. Pada beberapa kasus, CT scan mungkin
diperlukan.4

15

Gambar 4. Gambaran radiologi fraktur intertrochanter femur


F. Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai
usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya.
Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor
sistemik, adapun faktor lokal:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Lokasi fraktur
Jenis tulang yang mengalami fraktur
Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
Adanya kontak antar fragmen
Ada tidaknya infeksi
Tingkatan dari fraktur

Adapun faktor sistemik adalah :


1.
2.
3.
4.

Keadaan umum pasien


Umur
Malnutrisi
Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :


1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus

16

b. Pembentukan tulang lamellar


3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi
atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
1. Proses penyembuhan fraktur primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi
upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika
kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah
satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak
langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal
remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur
dari tulang yang patah.
2. Proses penyembuhan fraktur sekunder
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan
jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara
garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase
proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.
a. Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

b. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,
terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.

17

c. Fase Pembentukan Kalus


Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi
mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang
mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan.

d. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus
menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi
mature (lamellar bone).
e. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan
dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan
terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.1,3,7

1.

G. Komplikasi fraktur
Komplikasi lokal pada fraktur dapat timbul secara dini maupun lanjut
Komplikasi dini pada fraktur
a. Tulang : infeksi
b. Jaringan lunak
Lepuh dan luka akibat gips
Otot dan tendon robek
18

2.

Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)


Cedera saraf
Cedera visceral
c. Sendi
Hemartrosis dan infeksi
Cedera ligament
Algodistrofi
Komplikasi lanjut pada fraktur
a. Tulang
Nekrosis avaskular
Penyatuan lambat dan non-union
Mal-union
b. Jaringan lunak
Ulkus dekubitus
Miositis osifikans
Tendinitis dan rupture tendon
Tekanan dan terjepitnya saraf
Kontraktur volkmann
c. Sendi
Ketidakstabilan
Kekakuan
Algodistrofi
Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko
menderita penyakit tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama
halnya pada fraktur colum femur. Selain itu resiko osteonekrosis dan nonunion minimal, karena suplai darah yang baik pada regiofemur.9

1.
2.

H. Terapi Fraktur 5
Operatif
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :
Waktu
Hari pertama
sampai 1
minggu

Treatment
Tindakan pencegahan
Menghindari passive ROM
Range of Motion (ROM)
Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi, ekstensi,
abduksi dan adduksi
19

Kekuatan otot
Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps
Aktivitas fungsional
Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika weight
bearing, ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama
transfer.
Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.
Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toetouch sampai partial weight bearing atau non-weight bearing
untuk fraktur tidak stabil.
Tindakan pencegahan
Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan.
Menghindari passive ROM.
Range of Motion
Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 900.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
2

Minggu

Aktivitas fungsional
Tergantung pada weight bearing, patien melakukan tranfer
stand-pivot atau menggunakan ekstremitas tang dterkena
selama transfer. Untuk ambulasi, menggunakan alat bantu.
Weight bearing
Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Nonweight bearing sampai partial weight bearing, sampai toetouch untuk fraktur yang tidak stabil.

4 sampai 6
minggu

Tindakan pencegahan
Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.
Range of Motion
Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.

20

Active resistive exercise pada quadriceps, glutei dan


hamstrings, jika gerak sendi mempuntai toleransi yang baik.
Aktivitas fungsional
Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau
weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena
selama transfer. Ambulasi dengan alat bantu.
Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil.
Partial weight bearing, non-weight bearing sampai toe-touch
untuk fraktur yang tidak stabil.
Tindakan pencegahan
Tidak ada
Range of Motion
Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive
ROM dan pemanasan pada hip dan knee.

8 sampai 12
minggu

Kekuatan otot
Progressive resistive exercises pada hip dan knee.
Aktivitas fungsional
Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan weight
bearing sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh
selama transfer dan ambulasi. Menghentikan penggunaan alat
bantu.
Weight bearing
Penuh

12 sampai 16
minggu

Tidak berubah

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
2. Brotzman S, 1996. Clinical Orthopaedic Rehabilitation. Missouri : Mosby
3. Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME:
Orthopaedic Associates of Portland.
4. Goodman, M.S. 2011. Intertrochanteric Hip Fracture Treatment and
Management. Diakses at www.medscape.com
5. Hoppenfeld, S., 1999. Treatment and Rehabilitation of Fractures. New
York: Lippincott Williams & Wilkins
6. Mansjoer, Arif,. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi 3. Media
Aesculapius : FKUI.
7. Mardhiya, W.R. 2009. Fraktur Femur. Pekanbaru : Universitas Riau.
8. Moore, K.L., A.M.R. Agur. 2002. Essensial Clinical Anatomy. Jakarta:
Hipokrates.
9. Pratt, E. et al. 2001. Open Reduction and Internal Fixation. In
Rehabilitation for The Post Surgical Orthopedic Patient. Missouri: Mosby
Elsevier. Pp 309-13
10. Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai