Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

SINDROM UREMIA

Pembimbing:
dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp.PD

Disusun oleh:
Tika Wulandari

G4A014097

Vici M Akbar

G4A014098

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2015

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECIL


Sindrom Uremia

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Disusun Oleh :

Tika Wulandari

G4A014097

Vici M Akbar

G4A014098

Pada tanggal

September 2015
Mengetahui

Pembimbing,

dr. Yunanto Dwi Nugroho Sp. PD

BAB I
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tgl. Masuk RS

:
:
:
:
:
:
:

Ny. M
43 tahun
Perempuan
Selakanda, Sumpiuh
Ibu Rumah Tangga
Islam
29 Juli 2015

Tgl Periksa

2015

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis)


1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan utama

: Sesak dan penurunan kesadaran

b. Onset

: 1 hari sebelum masuk rumah sakit

c. Kuantitas

: terus menerus sepanjang hari

d. Kualitas

: pasien tidak dapat beraktivitas

e. Faktor memperingan

: istirahat

f. Faktor memperberat

: terlalu banyak aktivitas

g. Keluhan penyerta

: batuk berdahak, lemas, pinggang nyeri, mual,

Pasien datang ke IGD RSMS pada tanggal 29 Juli 2015, dengan


keluhan sesak, pasien merupakan rujukan dari RS Siaga Medika. Pasien
merasakan sesak terus menerus sepanjang hari, dan sangat mengganggu
aktivitasnya. Pasien merasa keluhan membaik ketika beristirahat dan semakin
memberat ketika pasien banyak aktivitas. Selain sesak pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak, pinggang sakit dan mual.
2. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan yang sama

: disangkal

b. Riwayat hipertensi

: disangkal

c. Riwayat DM

: disangkal

d. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

e. Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

f. Riwayat alergi

: disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat keluhan yang sama

: disangkal

b. Riwayat hipertensi

: disangkal

c. Riwayat DM

: disangkal

d. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

e. Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

f. Riwayat alergi

: disangkal

4. Riwayat Sosial Ekonomi


a. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, kesehariannya di rumah
melakukan pekerjaan rumah tangga. Pasien tinggal bersama suami, 1
orang anaknya dan ibu pasien.
b. Diet
Pasien makan 3 kali sehari dengan jumlah yang sedikit dan komposisi
sayur lauk cukup.

c. Drug
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
d. Habit

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.


III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign

:
:
:

Tinggi Badan
Berat Badan

:
:

Tampak lemas
Compos mentis,
T : 110/70 mmhg
R : 24 x/menit
N : 88 x/menit
S : 36,8 O C
160 cm
47 kg

Status Generalis
1

Pemeriksaan Kepala

.
-

:
:

Mesochepal, simetris, venektasi temporal (-)


Warna hitam, tidak mudah rontok, mudah
dicabut, distribusi merata

- Palpebra
- Konjunctiva
- Sklera
- Pupil
Pemeriksaan Telinga

:
:
:
:
:

Edema (-/-), ptosis (-/-)


Anemis (+/+)
Ikterik (-/-)
Reflek cahaya (+/+), isokor 3 mm
Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)

.
4

Pemeriksaan Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-),

rinore (-/-)
Bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir

Bentuk Kepala
Rambut

Pemeriksaan Mata

.
5

Pemeriksaan Mulut

.
6

Pemeriksaan Leher

kering (-), lidah kotor (-), tremor (-),ikterik (-)

.
-

Trakea
Kelenjar Tiroid

:
:

Deviasi trakea (-)


Tidak membesar

Kelenjar

Tidak membesar, nyeri (-)

lymphonodi
JVP

Tidak meningkat (52 mmHg)

7. Pemeriksaan Dada
PULMO
Inspeksi

: Dinding dada simetris, Ketinggalan gerak (-)

Palpasi

: Vocal Fremitus simetris (apex dan basal)

Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru


Batas paru hepar di SIC V LMCD

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler, wheezing (-)


ronkhi basah halus (-), ronkhi basah kasar (+)

Pemeriksaan Abdomen
COR
Inspeksi

Ictus cordis tidak tampak di SIC V 2 jari medial


LMCS, P.Parasternal(-), P.Epigastrium (-)

Palpasi

Ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial


LMCS, kuat angkat (-)

Perkusi

Auskultasi

Batas jantung
Kanan atas

SIC II LPSD

Kanan bawah

SIC IV LPSD

Kiri atas

SIC II LPSS

Kiri bawah

SIC V 2 jari medial LMCS

S1 > S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)

8.
-

Inspeksi
Auskultasi
Perkusi

:
:
:

Datar
Bising usus (+) normal
Timpani di seluruh regio, Pekak sisi (-), pekak alih
(-)

Palpasi

Supel di seluruh regio, Undulasi (-), nyeri tekan


epigastrik (-), hepar tidak teraba besar, lien tidak

teraba besar
Pemeriksaan Ekstremitas
- Superior
: Akral dingin (-/-), sianosis (-/-), oedema (-/-),
clubbing finger (-/-), reflek fisiologis (+/+), reflek
-

Inferior

patologis (-/-)
Akral dingin (-/-), sianosis (-/-), oedem (+/+),

reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-)


10. Pemeriksaan Limphonodi : Tidak teraba
11. Pemeriksaan turgor kulit
IV.

: < 2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium tanggal 30 Juli 2015 (dilakukan di RSMS)
Hb

: 5,1 gr/dl

Normal : 11,5

13,5 gr/dl
Leukosit

: 14680 /ul H

Normal

4.500

14.500/ul
Hematokrit

: 13 %

Normal : 35 %

- 45 %
Eritrosit

: 1,7 juta/ul

Normal : 4,0 - 5,2

: 237.000/ul N

Normal:

MCV

: 78,4 fL

Normal : 79 - 99 fL

MCH

: 29,3 pg

Normal : 27 - 31 pg

juta/ul
Trombosit

150.000

450.000/ul

MCHC

: 37,4 gr/dl

Normal

33

37gr/dl
RDW

: 11,3 %

Normal : 11,5 - 14.5

%
MPV

: 10,4 fL

N Normal : 7,2 - 11,1 fL

Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil

: 0,0 %

Normal : 2 4 %

: 0,1 %

Normal : 0 1

: 0,8 %

Normal : 2 5

%
Batang
%
Segmen

: 93,6 %

Normal : 40 70%

Limfosit

: 2,0 %

Normal : 25 - 40%

Monosit

: 3,5 %

Normal : 2 8 %

Kimia Klinik
Ureum

: 227,9 mg/dl

Normal

14,98-38,52 mg/dl
Kreatinin

: 14,33 mg/dl

Normal : 0,60-1,00

GDS

: 44 mg/dl L

Normal : < 200 mg/dl

Natrium

: 110 mmol/L

mg/dl

mmol/L

Normal:

136-142

Kalium

: 4,6 mmol/l

Normal

Normal:

3,5-

5,1 mmol/l
Klorida

: 74 mmol/L

107 mmol/L
Anti HCV

V.

: Non Reaktif N

ASSESSMENT
1. Diagnosis Klinis:
CKD
Anemia Gravis
Sindrom Uremia

VI.

PLANNING
1. Terapi
a. Non Farmakologi
-

Bed rest

Transfusi PRC

Hemodialisa

b. Farmakologi
-

O2 3 Lpm NK

IVFD D5% 10tpm

As. Folat 3x1

CaCo3 3x1

Bicnat 3x1

PO Furosemid 3x1

PO Ibesartan 1x30 mg

2. Prognosis

Normal: Non Reaktif

98-

Ad vitam

: dubai ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad malam

Ad sanationam

: dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
sindrom uremia adalah suatu kompleks gejala dan tanda pada insufisiensi
ginjal progresif dan GFR menurun hingga < 10 ml/menit dan puncaknya pada

ESRD (end stage renal disease). Pada hal ini nefron yang masih utuh, tetapi tidak
mampu lagi mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal normal.
2. Etiologi
Penyebab dari uremia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu prerenal, renal, dan
postrenal. Uremia prerenal disebabkan oleh gagalnya mekanisme sebelum filtrasi
glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi penurunan aliran darah ke ginjal (shock,
dehidrasi, dan kehilangan darah) dan peningkatan katabolisme protein. Uremia
renal terjadi akibat gagal ginjal (gagal ginjal kronis/chronic renal failure atau juga
pada kejadian gagal ginjal akut/acute renal failure apabila fungsi ginjal menurun
dengan cepat) yang dapat menyebabkan gangguan ekskresi urea sehingga urea
akan tertahan di dalam darah, hal ini akan menyebabkan intoksikasi oleh urea
dalam konsentrasi tinggi yang disebut dengan uremia. Sedangkan uremia postrenal
terjadi oleh obstruksi saluran urinari di bawah ureter (vesica urinaria atau urethra)
yang dapat menghambat ekskresi urin. Obstruksi tersebut dapat berupa
batu/kristaluria, tumor, serta peradangan.
3. Manifestasi klinis
a. Anemia
Anemia ini berkaitan dengan produksi erythropoitin oleh ginjal yang terganggu.
Apabila terjadi kerusakan ginjal maka produksi eythropoitin akan berkurang
atau bahkan terhenti sama sekali, pada hal erythropoitin 90% diproduksi di
ginjal dan sisanya di hati 10% sehingga proses erythropoesis akan terhambat.

b. Coagulopathy
Kondisi gagal ginjal tahap akhir dapat terjadi perdarahan diatesis. Patogenesis
dari perdarahan diatesis uremik berkaitan dengan disfungsi multiple terhadap
platelet. Jumlah platelet akan menurun perlahan, sementara perombakan platelet
terjadi peningkatan. Penurunan adhesi platelet terhadap dinding subendothel
vascular disebabkan oleh GPIb dan perubahan konformasi yang akan merubah

reseptor GPIIb/IIIa. Perubahan adhesi platelet dan agregasi disebabkan oleh


toksin uremik, peningkatan produksi NO oleh platelet, peningkatan produksi
PGI(2) oleh platelet, calcium dan cAMP oleh platelet.
c. Malnutrisi
Malnutrisi biasanya terjadi akibat gagal ginjal dan dimanifestasikan oleh
terjadinya anoreksia, penurunan bobot badan, penurunan massa otot, level
kolesterol yang rendah, kadar BUN (urea nitrogen dalam darah) yang rendah
dan peningkatan level kreatinin, kadar serum transferin yang rendah, dan
hipoalbuminemia.
d. Asidosis metabolic
Gagal ginjal terjadi gangguan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan
H+ mengakibatkan asidosis metabolik disertai penurunan kadar bikarbonat
(HCO3-) dan pH plasma. Kadar bikarbonat akan menurun karena digunakan
untuk mendapatkan H+. Ekskresi ion ammonium (NH4+) merupakan mekanisme
utama ginjal dalam usahanya mengeluarkan H+ dan pembentukan kembali
HCO3- baru dan bukan hanya reabsorpsi HCO3-. Pada gagal ginjal ekskresi
NH4+ akan berkurang secara total karena berkurangnya jumlah nefron yang
fungsional. Ekskresi fosfat merupakan mekanisme lain untuk mengekskresi H +.
Kecepatan ekskresi fosfat ditentukan oleh kebutuhan untuk mempertahankan
keseimbangan fosfat, dan bukan untuk mempertahankan asam basa. Pada gagal
ginjal, fosfat akan cenderung tertahan dalam tubuh karena berkurangnya nefron
yang fungsional sehingga terjadi hiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan
menyebabkan hipokalsemia sehingga tubuh akan merespon dengan mensekresi
PTH dalam jumlah besar.Selain itu, asidosis metabolik juga dapat menimbulkan
hiperkalemia karena terjadi pergeseran K+ dari dalam sel ke cairan ekstraseluler.
Efek hiperkalemia terhadap tubuh adalah dapat menyebabkan gangguan pada
hantaran listrik jantung.
e. Kelainan saluran cerna

Mual, muntah, anoreksia dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan


metabolism bakteri usus seperti ammonia dan metal quinidin seperti lembarnya
membrane mukosa usus. Fosfor uremik disebabkan ureum yang berlebihan
pada air liur, diubah oleh bakteri di mulut manjadi ammonia sehingga nafas
berbau ammonia, akibat lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis. Cegukan
(hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui.
f. Kelainan kulit
Pruritus / gatal gatal dengan ekskuriasi akibat toksin uremia dan pengendapan
kalsium di pori-pori kulit. Uremic frost akibat kristalisasi yang ada pada
keringat (jarang di jumpai). Kulit berwarna pucat akibat uremia dan kekuningkuningan akibat timbunan urokrom.
g. Kelainan kardiovaskuler.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam / peningkatan aktivitas system
rennin angiotensin aldosteron.Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis,
efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis dini akibat
penimbunan

cairan

dan

hipertensi.

Gangguan

irama

jantung

akibat

aterosklerosis dini, akibatkan penimbunan cairan dan hipertensi. Edema akibat


penimbunan cairan.
h. Kelainan neurologi.
Retless leg syndrome (Penderita merasa gatal ditungkai bawah dan selalu
menggerakkan kakinya). Burning feet syndrome (Rasa kesemutan seperti
terbakar terutama di telapak kaki).
i. Ensefalopati metabolic.
Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi. Tremor, asteriksis, miokionus.
Kejang-kejang. Miopati
j. Disfungsi endokrin
Gangguan seksual, gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolic lemak dan
gangguan metabolisme vitamin D.
k. Kelainan respiratori
Infeksi paru, efusi pleura, tachypnea, edema pulmonal, kusmaul.

l. Kelaianan Urinaria
Poliuria, nocturia, oliguria, anuria, proteinuria, hematonuria

4. Patofisiologi uremia
Senyawa yang terdapat pada kejadian sindrom uremik dapat mengganggu
fungsi biokimia tubuh, yaitu pengaktifan reseptor PTH yang akan merespon
terhadap

1,25(OH)2 vitamin

D3.

Pengaktifan

reseptor

PTH

terhadap

1,25(OH)2 vitamin D3 akan memfasilitasi absorpsi kalsium sehingga plasma


kalsium

akan

mengalami

peningkatan,

dalam

kondisi

ini

terjadi

ketidakseimbangan antara pemasukan kalsium ke plasma darah dengan


penggunaan kalsium, sehingga kalsium plasma yang tinggi akan mengalami
deposisi di jaringan lunak
Selain itu, beberapa jenis obat-obatan juga dapat mempengaruhi peningkatan
urea dan penurunan urea dalam darah. Obat yang dapat meningkatkan kadar urea
darah adalah obat nefrotoksik, diuretikum (hidroklortiazid, asam etakrinat,
furosemid, dan triamteren), antibiotik (basitrasin, sefaloridin pada dosis besar,
gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, dan vankomisin), obat
antihipertensi (metildopa dan guanetidin), sulfonamide, propanolol, morfin, litium
karbonat, serta salisilat. Sedangkan jenis obat yang dapat menurunkan kadar urea
dalam darah adalah fenotiazin.
Ureum sebenarnya adalah zat yang tidak toksik, tetapi apabila konsentrasinya
sangat tinggi akan menimbulkan bekuan ureum dan menimbulkan bau nafas yang
mengandung amonia (NH3). Kadar ureum yang berlebihan akan diubah oleh
bakteri menjadi amonia, dan senyawa ini merupakan senyawa toksik bagi tubuh
daripada ureum. Efek ureum yang tinggi dalam darah (uremia) adalah terhadap
trombosit, trombosit tidak dapat lagi membentuk bekuan sehingga tidak terjadi
agregasi trombosit. Akibatnya akan timbul perdarahan dari hidung, diare berdarah,
atau bisa juga perdarahan di bawah kulit. Penyebab perdarahan adalah trombopatia
uremika.

Uremia yang menggambarkan gangguan ginjal (insufisiensi ginjal) dan


gangguan multiorgan dihasilkan oleh akumulasi metabolit protein, asam amino,
serta gangguan proses katabolisme di ginjal, proses metabolik, dan proses
endokrin. Tidak ada metabolit tunggal yang menyebabkan uremia. Uremic
encephalopathy merupakan salah satu manifestasi dari gagal ginjal. Patofisiologi
dari uremic encephalopathy adalah akumulasi senyawa organik seperti metabolit
protein dan asam amino yang merusak neuron, antara lain dapat berupa urea,
senyawa guanidine, asam urat, asam hippuric, beberapa macam asam amino,
polipeptida, polyamine, phenol dan konjugat phenol, asam phenols dan asam
indolic, acetoin, asam glukoronat, karnitin, myoinositol, sulfat, fosfat. Selain itu
juga akibat dari peningkatan level senyawa guanidine, yang meliputi
guanidinosuccinic acid, methylguanidine, guanidine, dan kreatinin. Senyawa
guanidino endogenus bersifat neurotoksik.
5. Pemeriksaan laboratorium untuk peneguhan diagnosa terhadap uremia :
a. Urinalisis.
Urin pasien yang diduga menderita penyakit pada sistem perkemihan harus
diperiksa warna, kekeruhan, berat jenis urin, pH urin, glucose, aseton, bilirubin,
darah dan protein. Sedimen diperiksa terhadap adanya eritrosit, leukosit, torak
( cast ), sel epitel abnormal, mikroorganisme dan telur parasit.
b. Hemogram
Adanya anemia non regeneratif menyatakan prognosa yang kurang baik karena
menunjukkan perjalanan penyakit kronis.
c. Elektrolit serum.
Natrium : pada poliuria terjadi hiponatremia, pada oliguria atau anuria terdapat
hipernatremia
Clor : peningkatan Cl dalam tubuh.

Kalium : pada oliguria atau anuria terdapat hiperkalemia yang dapat


menyebabkan gangguan konduksi jantung ( aritmia, bradikardia dan heart block
) dan kadang terjadi kelemahan otot.
Bikarbonat : penurunan bikarbonat yang menyebabkan penurunan pH darah.
d. Enzim serum.
Pada kegagalan ginjal terjadi peningkatan LDH dan SGOT.
e. Uji fungsi ginjal.
Uji fungsi ginjal dilakukan untuk menentukan lokasi gangguan fungsi prerenal,
renal primer, postrenal, glomerular, tubular, glomerulo tubular berat gangguan
fungsi dan membantu menetapkan diagnosa dan prognosa. Uji fungsi ginjal
yang paling sederhana tetapi kurang peka adalah BUN, serum kreatinin, berat
jenis urin. Uji fungsi ginjal yang lebih akurat adalah urine concentration test,
PSP excretion test, creatinine clearence.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit.

1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat


dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolic
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

5) Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler

yang

adekuat,

medikamentosa

atau

operasi

subtotal

paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan
kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m,

mual,

anoreksia,

muntah,

dan

astenia

berat

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang


telah

dilaksanakan

di

banyak

rumah

sakit

rujukan.

Umumnya

dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapilerkapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang

diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal
2) Dialisis peritoneal (DP)
Sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien
yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT
(gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi nonmedik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a. Cangkok ginjal (kidney transplant)
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 7080% faal ginjal alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
BAB III
KESIMPULAN

1. sindrom uremia adalah suatu kompleks gejala dan tanda pada insufisiensi
ginjal progresif dan GFR menurun hingga < 10 ml/menit dan puncaknya pada
ESRD (end stage renal disease)
2. Penyebab dari uremia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu prerenal, renal, dan
postrenal
3. Diagnosis sindrom uremia dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
4. Penatalaksanaan

sindrom uremia

dibagi

menjadi

terapi

konservatif,

simptomatik dan pengganti ginjal..

DAFTAR PUSTAKA
Ardaya. 2003. Manajemen Gagal Ginjal Kronik. Palembang: Perhimpunan Nefrologi
Indonesia.

Noer, MS. 2002. Gagal Ginjal Kronik. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : Gramik
FK Universitas Airlangga.
Skorecki, K, Green J, Brenner BM. 2005. Chronic Renal Failure. Harrisons
Principles and Internal Medicine. 16th edition.

Suwitra, Ketut. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Jakarta: Interna Publishing
Wilson, M. Lorraine dan Sylvia A. Price. 2012. Gagal Ginjal Kronik. Patofisologi
Konsep klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Wilson, M. Lorraine dan Sylvia A. Price. 2012. Pengobatan Gagal Ginjal Kronik.
Patofisologi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Wilson, M. Lorraine dan Sylvia A. Price. 2012. Penyakit Ginjal Stadium Akhir :
Sindrom Uremik. Patofisologi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta
: EGC

Anda mungkin juga menyukai