dikerjakan oleh Allah. Ajaran Tauhid digambarka secara simple dan indah oleh
Al-Qur'an surat Al-Ihlash (112:1 4).
Lawan Ke-Esaan atau Tauhid adalah Syirik, artinya persekutuan yang jika
diambil jamaknya kalimat tersebut menjadi Syurakaa', artinya sekutu. Dalam AlQur'an kalimat syirk digunakan dalam arti mempersekutukan Tuhan lain dengan
Allah, baik persekutuan itu mengenai Dzat-Nya, Sifat-Nya atau Af'al-Nya,
maupun mengenai ketaatan lain yang seharusnya ditujukan kepada Allah semata.
Dalam Al-Qur'an diterangkan bahwa syirk adalah perbuatan dosa paling berat
yang perlu dijauhi dan diwaspadai (31:13, 4:48, 2:30, 45:12 13, 2:34, 6:165,
7:140; 3:63, 9:31, 25:43, dsb).
Berbagai macam syirik yang diuraikan dalam Al-Qur'an menunjukkan,
bahwa ajaran Tauhid menganugerahkan kepada dunia sebuah amanat tentang
peningkatan kemajuan dalam segala bidang, baik jasmani, akhlak maupun rohani.
Manusia bukan saja dibebaskan dari perbudakan oleh barang yang hidup atau
mati, melainkan pula dibebaskan dari penyembahan kepada kekuatan alam yang
besar dan mengagumkan. Justru manusia harus menakklukkan itu semua guna
kepentingan manusia itu sendiri. Nabi Muhammad saw sebagai seorang hamba
pilihan Allah diperintahkan supaya mengatakan : "Aku hanya manusia biasa
seperti kamu; hanya diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan
Yang Maha Esa" (18:110). Dengan demikian, segala belenggu yang mengikat jiwa
manusia harus dipatahkan; dan manusia berjalan diatas jalan yang menuju kearah
kemajuan. Jiwa budak tidak akan mungkin berbuat sesuatu yang baik dan besar;
oleh sebab itu syarat pertama untuk mencapai kemajuan ialah, membebaskan jiwa
dari segala macamperbudakan yang membelenggu; ini hanya bisa dicapai dengan
Tauhid.
2. Keimanan dan Ketaqwaan
Dalam Al-Qur'an terdapat sejumlah ayat yang redaksionalnya terdapat kata
iman, seperti dalam 2:165. Tergambar dalam ayat tersebut bahwa orang-orang
yang beriman (kepada Allah) adalah orang yang "Asyaddu Hubban Lillaah"
artinya cinta yang mendalam kepada Allah. Sikap yang menunjukkan kecintaan
atau kerinduan yang luar biasa terhadap Allah. Disitu mencerminkan bahwa iman
adalah sikap atau attitude, yaitu kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan
atau keinginan luar biasa terhadap Allah. Orang yang beriman kepada Allah
adalah orang yang rela mengorbankan jiwa, raga dan hartanya untuk mewujudkan
harapan atau kemauan yang dituntut Allah kepadanya.
Sedangkan kata Taqwa berasal dari kata Waqa, Yaqi, Wiqayah, artinya
takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologi
tersebut, makna Taqwa adalah sikap memelihara keimanan yang diwujudkan
dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten (istiqamah).
Diantara makna Taqwa yang diterangkan dalam Al-Qur'an terdapat dalam 2:177.
Disana akan dijumpai setidaknya ada 5 indikator orang yang bertaqwa, yaitu :
1. Iman kepada Allah, para Malaikat, Kitab-kitab (suci), dan para Nabi.
Indikator pertama adalah memelihara fitrah iman.
2. Mengeluarkan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang-orang
miskin, orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, pemintaminta, dan untuk misi kemanusiaan (riqaab).
Indikator kedua adalah kesanggupan mengorbankan harta demi
kecintaannya kepada sesame manusia
.
3. Mendirikan Shalat dan menunaikan Zakat
Indikator ketiga adalah memelihara ibadah formal.
4. Menepati janji
Indikator keempat adalah memelihara kehormatan diri (komitmen).
5. Sabar di saat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang
Indikator kelima adalah memiliki semangat perjuangan.
Secara garis besar, agama Islam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu,
bagian teori atau yang lazim disebut dengan rukun iman dan bagian kedua adalah
bagian praktek, yang mencakup segala apa yang harus dikerjakan oleh orang
Islam. Bagian pertama bisa disebut Ushul (pokok) sedangkan bagian kedua
disebut Furu' (cabang). Keimanan seseorang adalah sebagai landasan bersikap,
berfikir dan perbuatan yang dilakukan dalam hidupnya. Sejauh dia berusaha
menjaga dan mengembangkan kualitas imannya, maka sejauh itu pula dia akan
mencapai derajat ketaqwaannya dihadapan Allah swt.
Dalam Hadits acap kali kata iman itu digunakan dalam pengertian yang
lebih luas, atau kadang untuk menggambarkan perbuatan baik yang sederhana.
Nabi saw pernah bersabda : "Iman mempunyai cabang enam puluh lebih , dan
rendah hati (Hayyaa') adalah salah satu cabang dari Iman" (Bu.2:3). Dalam
Hadits lain disabdakan : "Iman mempunyai cabang tujuh puluh lebih, yang paling
tinggi ialah kalimat Laa ilaaha illlallah, sedang yang yang paling rendah ialah
menyingkirkan apasaja yang bisa mendatangkan benca dari jalan" (M. 1:12).
Rasulullah pernah bersabda : 'Bahwa mencintai Shahabat Anshar adalah salah
satu pertanda iman" (Bu. 2:10). Sabda Beliau yang lain : "Salah seorang diantara
kamu tidak beriman, kecuali dia mencintai saudaranya seperti ia mencintai diri
sendiri (Bu. 2:7). Masih banyak lagi Hadits-Hadits yang senada seperti itu.
Singkat kata bahwa ketaqwaan itu adalah suatu implementasi dari keimanan
seseorang dalam hidupnya, yang sudah barang tentu juga dipengaruhi oleh situasi
dan kondisi tertentu sebagai lingkunagannya.
BAB II
SUMBER POKOK AJARAN ISLAM
2.1. Al-Qur'an
Sumber asli dari semua ajaran dan syari"at Islam ialah Kitab suci yang
lazim disebut Al-Qur'an. Kata Qur'an berulang-ulang disebutkan dalam Kitab itu
sendiri, diantaranya : 2:185; 10:37, 61; 17:106 dan sebagainya. Kata Qur'an
adalah isim masdar (bentuk infinitive) dari akar kata qoro'a yang arti aslinya
adalah mangumpulkan barang-barang menjadi satu (LL). Qur'an berarti pula
membaca, karena dalam membaca, huruf dan kata-kata dihubungkan satu sama
lain menjadi susunan kalimat (R). Jadi dengan demikian, secara harfiah kata AlQur'an lazimnya diartikan dengan bacaan, karena pada kenyataannya Kitab itu
yang paling luas dibaca di seluruh dunia. Sedangkan menurut istilah Al-Qur'an
adalah kumpulan Wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Melalui malaikat (Jibrlil) sebagai podoman hidup manusia sepanjang jaman. Oleh
karena itu seluruh ayat-ayat yang terdapat didalamnya adalah berbentuk Wahyu
Matluww, artinya Wahyu yang dibacakan oleh Malaikat.
Al-Qur'an pertama kali diturunkan oleh Allah swt. Pada suatu malam nan
Agung (97:1), yang diberkahi (44:3) dengan menggunakan bahasa Arab (44:58;
43:3). Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur, dan setelah penggalanpenggalan itu diturunkan segera ditulis dan dihafalkan. Adapun lamanya AlQur'an diturunkan selama kenabian Muhammad saw. adalah duapuluhtiga tahun,
yang selama itu beliau sibuk memperbaiki dunia yang dilanda kegelapan (17:106).
Al-Qur'an adalah Firman Allah yang dibawa oleh Ruh suci atau malaikat Jibril
dan disampaikan dalam bentuk kata-kata yang diucapkan (Matluww), Kepada
Nabi Muhammad saw, untuk disampaikan kepada umat manusia (26:192 195;
2:97; 16:102).
Walaupun Al-Qur'an itu diturunkan secara berangsur-angsur, akan tetapi
seluruh wahyu Al-Qur'an adalah satu kesatuan yang bulat, disampaikan oleh Allah
dengan cara yang sama, yaitu diturunkan melalui Ruh Suci atau Malaikat Jibril.
Seluruh kandungan Al-Qur'an adalah merupakan satu kesatuan yang utuh dan
tidak bisa dipisah-pisahkan satu dengan yang lain, sebagai bentuk wahyu Allah
swt yang paling tinggi derajatnya dibandingkan bentuk-bentuk Wahyu Allah yang
lain untuk sekalian umat manusia (42:51).
2.2. Al-Hadits
Al-Hadits atau As-Sunnah adalah sumber pokok syari'at Islam yang kedua
sesudah Al-Qur'an. Kata Hadits artinya adalah ucapan yang disampaikan kepada
manusia, sedangkan kata Sunnah artinya adalah laku, aturan, cara bertindak atau
tingkah laku. Dalam ajaran Islam dua istilah itu dimaksudkan semua ucapan atau
sabda, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw semasa kenabiannya.
Sehingga kita mengenal adanya Hadits atau Sunnah qauli, fi'li dan taqriri. Dari
7
istilah Hadits dan Sunnah tersebut dalam perkembangannya yang sangat popular
adalah kata Hadits atau Al-Hadits (kata ma'rifat).
Setiap orang yang mempelajari Al-Qur'an pasti tahu bahwa pada umumnya
ayat-ayatnya membehas asas-asasnya atau aturan-aturan secara garis besar dan
jarang dibahas sampai pada yang sekecil-kecilnya. Pada umumnya penjelasan
yang sekecil-kecilnya tentang pembahasan yang terdapat dalam Al-Qur'a itu
didapatkan dalam Al-Hadits, baik berupa contoh tentang bagaimana melaksanakan
suatu perintah, maupun penjelasan secara lisan atau kata-kata. Maka disinilah arti
pertingnya Al-Hadits sebagai dasar pokok ajaran Islam setelah Al-Qur'an.
Al-Hadits bukan saja sangat dibutuhkan setelah Nabi Muhammad saw
wafat, akan tetapi dibutuhkan pula ketika beliau masih hidup. Misalnya perintah
shalat dan zakat adalah dua perintah yang sering diulang dalam Al-Qur'an, berarti
perintah yang sangat penting dan tidak ada keterangan yang detail menjelaskan
tentang perintah itu. Perintah itu hanya disampaikan dalam Al-Qur'an dengan
kalimat "Aqiimus-Shalaata wa-atuz-Zakaata" artinya : Tegakkanlah oleh kalian
semua, Shalat dan tunaikanlah Zakat, disampaikan berkali-kali akan tetapi tidak
ada penjelasan rinci dalam ayat-ayat yang lain dan akan didapatkan penjelasan
dan contoh-contohnya hanyalah dalam Al-Hadits, baik dalam tata-cara
menegakkan Shalat maupun tata-cara menunaikan Zakat. Ini adalah sekedar
contoh, tetapi karena ajaran Al-Qur'an adalah mencakup segala aspek kehidupan
manusia, maka beratus atau beribu persoalan yang harus dijelaskan dan
diberikancontoh oleh Nabi Muhammad saw. Untuk itu dalam segala hal beliau
dijadikan oleh Allah swt sebagai suri tauladan bagi umat Islam (33:12).
Karena begitu pentingnya Al-Hadits sebagai juru penjelas dari setiap
ajaran Al-Qur'an, maka Al-Hadits harus dibersihkan dari campur tangan Tarikh
Nabi, Israiliyat, Nashraniyat dan dari Juru Cerita yang mencoba menyisipkan
itu kedalamnya. Jika Al-Hadits tercemari oleh itu semua, digunakan untuk
menjelaskan Al-Qur'an maka akan terjadi kesalahan yang fatal. Oleh sebab itu
Syah Abdul Aziz telah menyimpulkan aturan penilaian Hadits dalam kitabnya
yang berjudul "Ujalah Nafi'ah", menyebutkan bahwa Hadits tidak boleh diterima
jika keadaannya sebagai berikut :
1. Bertentangan dengan fakta sejarah
2. Diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dikuatkan oleh
kesaksian orang yang tidak memihak.
3. Mewajibkan kepada semua orang untuk mengetahuinya dan
mengamalkannya, dan hanya diriwayatkan oleh satu orang.
4. Saat dan kejadian diriwayatkannya Hadits itu membuktikan bahwa Hadits
itu dibikin-bikin.
5. Bertentangan dengan akal, atau bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam
yang terang.
6. Menjelaskan peristiwa yang secara wajar seharusnya diriwayatkan oleh
banyak orang, akan tetapi ternyata hanya oleh seorang saja.
2. Istihsan
Istihsan yang makna aslinya menganggap baik suatu barang atau menyukai barang
itu, itu menurut teknologi pada ahli hukum, berarti menjalankan keputusan
pribadi, yang tak didasarkan atas Qias, melainkan didasarkan atas kepentingan
umum atau kepentingan keadilan.
3. Istidlal
Istidlal makna aslinya menarik kesimpulan suatu barang dari barang lain.
Dua sumber utama yang diakui untuk ditarik kesimpulannya ialah adat dan
kebiasaan; demikian pula undang-undang agama yang diwahyukan sebelum islam.
Diakui bahwa adat dan kebiasaan yang lazim di tanah arab pada waktu datangnya
islam yang tak dihapus oleh islam, ini mempunyai kekuasaan hukum. Demikian
pula, adat dan kebiasaan yang lazim dimana-mana, jika ini tidak bertentangan
dengan jiwa ajaran Quran, atau tak terang-terangan dilarang oleh Quran, ini juga
diperbalehkan; karena, menurut peribahasa para ahli hukum yang sudah terkenal,
diizinkannya sesuatu adalah prinsip asli , oleh karena adat itu diakui oleh sebagian
besar rakyat, maka adat ini mempunyai kekuatan ijmak dengan demikian, adat
mempunyai prioritas di atas tertib hukum yang diambil dari analogi.
4. Ijmak
Kata Ijmaa (di-Indonesiakan menjadi ijmak) berasal dari kata Jam,
artinya menghimpun atau mengumpulkan, Ijmak mempunyai dua makna, yaitu,
menyusun dan mengatur suatu hal yang tak teratur, oleh sebab itu berarti
menetapkan dan memutuskan suatu perkara, dan berarti pula sepakat atau bersatu
dalam pendapat. Menurut istilah ulama fikih, Ijmak berarti kesepakatan pendapat
diantara mujtahid, atau persetujuan pendapat diantara ulama fikih dari abad
tertentu mengenai masalah hukum. Persetujuan pendapat ini disimpulkan dengan
tiga cara, pertama, dengan qoul (ucapan), yaitu pendapat tentang suatu masalah
yang dikeluarkan oleh para mujtahid yang diakui sah. Kedua, dengan fiil
(perbuatan), yaitu apabila ada kesepakatan dalam praktek. Ketiga, dengan sukuut
(diam), yaitu apabila para mujtahid tak membantah suatu pendapat yang
dikeluarkan oleh salah satu atau beberapa mujtahid. Pada umumnya ulama
berpendapat, bahwa Ijmak berarti kesepakatan pendapat diantaranya para
mujtahid saja; jadi orang yang tak alim dalam hukum, tak boleh mengambil
bagian dalam Ijmak, tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa Ijmak berarti
persetujuan pendapat diantara kaum muslimin; hanya anak kecil dan orang gila
sajalah yang tak diikutsertakan dalam Ijmak. Ada berbagai pendapat tentang
apakah ijmak itu hanya terbatas pada suatu tempat, atau terbatas pada satu atau
beberapa generasi. Imam Malik mendasarkan Ijtihad beliau atas kesepakatan
pendapat orang-orang madinah. Secara teori, pembatasan semacam itu tak dapat
dibenarkan. Jika diingat bahwa orang terpelajar itu tak hanya terbatas di Madinah
saja, bahkan di zaman Nabi Muhammad saw, mereka dikirim ke tempat-tempat
yang jauh di luar jazirah. Pendapat yang paling dapat diterima ialah bahwa Ijmak
Ahlus Sunnah wal Jamaah tak mengikutsertakan kaum Syiah dalam rencana Ijmak
10
BAB III
11
12
13
BAB IV
14
15
Dalam ajaran Islam tentang tingkatan akhlak dalam kehidupan manusia itu
ada tiga macam :
a. Akhlak Radzilah
b. Akhlak Fadlilah
c. Akhlak Karimah
4.4. Hubungan Tasawuf dengan Akhlak
Tasawuf dalah tingkat pendekatan diri manusi kepada Tuhan dengan cara
mensucikan hati sesuci-sucinya. Tuhan yang Maha Suci tidak dapat didekati
kecuali oleh orang suci hatinya. Adapun cara bagaimana mensucikan hati
dijelaskan dalam ilmu tasawuf. Dalam pengamalannya tasawuf tidak biasa
terlepas dari fiqih atau syariat, sebab fiqih merupakan aspek dhahir ajaran Islam
sementara tasawuf merupakan aspek bathinnya. Islam yang sebenarnya adalah
paduan aspek dhahir dan bathin secara seimbang.
Orang yang suci hatinya akan tercermin dari air muka dan perilakunya
yang baik (akhlak karimah). Akhlak yang baik sebenarnya merupakan gambaran
dari hati yang suci, sebaliknya perilaku yang buruk adalah merupakan gambaran
hati yang kotor dan busuk. Dengan demikian, agar seorang mukmin akhlak yang
baik adalah dengan melaksanakan tasawuf secara sistematis. Yaitu melaksanakan
semua kewajiban (al-wajibaat), melaksanakan yang sunnah-sunnah (an-nafilah)
dan melaksanakan latihan spiritual (al-riyadlah). Inti al-riyadlah dalam Islam
adalah ingat akan kebesaran Allah (dzikir).
4.5.1. Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan Masyarakat
Kata Islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat, dan
patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama Islam adalah ajaran yang
mengandung nilai-nilai untuk menciptakan kedamaian, keselamatan, dan
kesejahteraan kehidupan manusia pada khususnya dan semua makhluk Allah pada
umumnya, serta penyerahan diri, mentaati, dan mematuhi ketentuan-ketentuan
Allah. Menurut ajaran, Mnusia yang diberikan amanat oleh Allah untuk menjadi
khalifah-Nya di bumi, harus dpat menciptakan kemaslahatan bagi sekalian
makhluk Allah. Artinya bahwa setiap perbuatan yang dilakukan manusia harus
membarikan kebaikan dan tidak boleh merugikan atau menyakiti pihak lain
dengan cara menegakkan aturan-aturan Allah. Itulah wujud rahmat dari agama
Islam sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam QS. Al-Anbiya 21 : 107
Adapun diantara implementasi dari ajaran tersebut bias di aktualisasikan dalam
bentuk-bentuk kerukunan hidup bermasyarakar berbangsa dan bernegara, yang
secara garis besar ada dua bentuk penjelasan dalam hal itu, yaitu :
1. Ukhwah Islamiyah dan ukhwah Insaniyah.
16
BAB V
17
18
21
BAB VI
MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMMAT
6.1. Konsep masyarakat Madani
Makna utama dari Masyarakat madani adalah masyarakat yang
menjadikan nilai-nilai peradaban sebagai ciri utama. Karena itu dalam sejarah
pemikiran filsafat, sejak filsafat Yunani sampai masa filsafat Islam juga dikenal
istilah Madinah atau Polis, yang berarti kota, yaitu masyarakat yang maju dan
berperadaban. Masyarakat madani menjadi simbol idealisme yang di harapkan
oleh setiap masyarakat. Didalam Al-Quran, Allah memberikan ilustrasi
masyarakat ideal, sebagai gambaran dari masyarakat madani dengan Firman-Nya
yang artinya : (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan
Yang Maha Pemurah (QS. Saba : 15).
Masyarakat Madani sebagai masyarakat yang ideal itu memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Bertuhan
2. Damai
3. Tolong-menolong
4. Toleran
5. Keseimbangan antara hak dan kewajiban social
6. Berperadaban tinggi
7. Berakhlak mulia.
6.2.
22
mencerminkan sikap hidup yang Islami, pasti bangsa Indonesia menjadi bangsa
yang kuat dan sejahtera.
6.3. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat
Yang dimaksud sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang terjadi
setelah prinsip ekonomi yang menjadi pedoman kerjanya, dipengaruhi dan
dibatasi oleh ajaran-ajaran Islam. Sistem ekonomi Islam tersebut di atas,
bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits yang dikembangkan oleh pemikiran
manusia yang memenuhi syarat dan ahli dalam bidangnya. Jika Al-Quran dan AlHadits dipelajari secara seksama, tampak jelas bahwa Islam mengakui motif laba
(profit) dalam kegiatan ekonomi. Namun motif itu terikat atau dibatasi oleh
syarat-syarat moral, sosial tan temperance (pembatasan diri).
Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus
dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan
manusia lain dalam masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan serentak.
Menurut ajaran Islam, dengan melaksanakan kedua hubungan itu hidup manusia
akan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat kelak. Untuk mencapai tujuan
kesejahteraan dimaksud, di dalam Islam selain dari kewajiban zakat, masih
disyariatkan untuk memberikan shadaqah, infaq, hibah, dan wakaf kepada pihakpihak yang memerlukan. Lembaga-lembaga tersebut dimaksud untuk
menjembatani dan memperdekat hubungan sesame manusia, terutama hubungan
antara kelompok masyarakat yang kuat dengan kelompok masyarakat yang lemah;
antara yang kaya dengan yang miskin.
6.4. Manajemen Zakat dan Wakaf
6.4.1. Manajemen Zakat
Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial Islam.
Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekag wajib. Dengan
terlaksananya lembaga zakat secara baik dan benar diharapkan kesulitan dan
penderitan fakir miskin dapat teratasi. Di samping itu dengan pengelolaan zakat
yang professional, berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang
ada hubungannya dengan mustahiq juga dapat dipecahkan.
Zakat ada dua macam yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Zakat mal adalah
bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan
kepada orang-orang tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu dan setelah
dimiliki selama jangka waktu tertentu pula. Sedangkan zakat fitrah adalah zakat
yang diwajibkan pada akhir puasa Ramadlan. Hukumnya wajib bagi setiap
muslim, kecil atau dewasa, laki-laki atau perempuan, budak atau merdeka.
23
Zakat adalah salah satu bentuk distribusi kekayaan di kalngan umat Islam
sendiri, dari golongan umat yang kaya kepada golongan umat yang miskin, agar
tidak terjadi jurang pemisah di antara mereka serta untuk menghindari
penumpukan kekayaan pada golongan kaya saja. Untuk melaksanakan lembaga
zakat itu dengan baik dan sesuai dengan fungsi dan tujuannya tentu harus ada
aturan-aturan yang harus dilakukan dalam pengelolaannya. Pengelolaan zakat
yang berdasarkan prinsip-prinsip pengaturan yang baik jelas akan lebih
meningkatkan manfaatnya yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Sehubungan dengan pengelolaan zakat di Indonesia, pada tanggal 23 September
1999 Presiden RI, B. J. Habibie mengesahkan Undang-Undang RI Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Selanjutnya untuk melaksanakan UndangUndang RI tersebut, Menteri Agama RI manetapkan Keputusan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999.
Berhasilnya pengelolaan zakat tidak hanya tergantung pada banyaknya
zakat yang terkumpul, tetapi juga tergantung pada dampak dari pengelolaan zakat
tersebut dalam masyarakat. Lembaga Zakat baru dikatakan berhasil dalam
pengelolaannya apabila zakat tersebut benar-benar dapat mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat. Keadaan yang demikian
sangat tergantung dari manajemen yang diterapkan oleh amil zakat dan Political
Will dari pemerintah.
6.4.2. Manajemen Wakaf
Sebagai salah satu lembaga sosial Islam, wakaf erat kaitannya dengan
sosial ekonomi masyarakat. Walaupun wakaf merupakan lembaga Islam, yang
hukumnya sunnah, namun lembaga ini dapat berkembang baik di beberapa Negara
misalnya Mesir, Yordania, Arab Saudi, Bangladesh dan lain-lain. Hal ini
barangkali karena lembaga wakaf ini dikelola dengan manajemen yang baik
sehingga manfaatnya sangat dirasakan bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Di Indonesia sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif
dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak
yang memerlukan termasuk fakir miskin. Pemanfatan tersebut dilihat dari segi
social khususnya untuk kepentingan keagamaan memang efektif, tetapi
dampaknya kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat.
Apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas tanpa diimbangi
dengan pengelolaan secara produktif, maka wakaf sebagai salah satu sarana untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, tidak akan dapat
terealisasi secara optimal. Untuk keperluan itulah pada satnya pemerintah
Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2004 Tantang
Wakaf dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang
Pelaksanaannya.
Agar wakaf di Indonesia dapat memberdayakan ekonomi umat, maka di
Indonesia perlu dilakukan paradigma baru dalam pengelolaan wakaf. Wakaf yang
24
selama ini hanya dikelola secara kunsumtif dan tradisional, sudah saatnya kini
kini dikelola secara produktif.
Di beberapa Negara seperti mesir, Yordania, Saudi Arabia, Turki,
Bangladesh, sangat dikembangkan wakaf itu selain berupa sarana dan prasarana
ibadah dan pendidikan juga berupa tanah pertanian, perkebunan, flat, uang,
saham, real estate dan lain-lain yang semuanya dikelola secara produktif. Dengan
demikian hasilnya benar-benar dapat dipergunakan untuk mewujudkan
kesejahteraan umat.
Wakaf uang atau sekarang disebut wakaf tunai dan wakaf produktif
penting sekali untuk dikembangkan di Indonesia pada saat kondisi perekonomian
yang kian memburuk. Contoh sukses pelaksanaan sertifikat wakaf tunai di
Bangladesh dapat dijadikan teladan bagi umat Islam Indonesia. Jika umat Islam
Indonesia mampu melaksanakan dalam sekala besar, maka akan terlihat implikasi
positif dari kegiatan wakaf tunai tersebut. Wakaf tunai mempunyai peluang yang
unik bagi terciptanya investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan
sosial.
25
BAB VII
ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN SENI
(IPTEKS) DALAM ISLAM
7.1. Konsep Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS)
Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi,
disistematisasi, dan diinterpretasi, menghasilkan kebenaran obyetif, sudah diuji
kebenarannya, dan dapat diuji ulang secara ilmiah.
Secara etimologis, kata ilmu berarti kejelasan, karena itu segala yang
terbentuk dari akar katanya mempunyai cirri kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai
bentuknya terulang sebanyak 854 kali dalam Al-Quran. Kata ini digunakan dalam
arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. Setiap ilmu
membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Oleh sebab itu orang yang
memperdalam ilmu-ilmu tertentu disebut sebagai spesialis. Dari sudut pandang
filsafat, ilmu lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan.
Teknologi merupakan salah satu budaya sebagai penerapan praktis dari
ilmu pengetahuan. Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan
dan kesejahteraan bagi manusia, tetapi juga sebaliknya dapat membawa dampak
negative berupa ketimpangan-ketimpanagan dalam kehidupan manusia dan alam
semesta yang berakibat terjadinya berbagai kehancuran dalam kehidupan. Oleh
sebab itu teknologi bersifat netral, artinya bahwa teknologi dapat digunakan untuk
kemanfaatan sebesar-besarnya atau bias juga digunakan untuk kehancuran
manusia itu sendiri. Adapun seni termasuk bagian dari budaya manusia, sebagai
hasil ungkapan akal budi manusia dengan segala prosesnya. Seni merupakan hasil
ekspresi jiwa yang berkembang menjadi bagian dari budaya manusia.
Dalam pemikiran Islam, ada dua sumber ilmu, yaitu wahyu dan alam
semesta dengan segala macam gejala-gejalanya yang bisa ditangkap oleh akal
manusia. Keduanya tidak boleh dipertentangkan. Manusia diberi kebebasan untuk
mengembangkan akalnya, dengan catatan dalam pengembangannya tetap terikat
dengan petunjuk wahyu dan tidak bertentangan dengan syariat. Atas dasar itu
secara garis besar ilmu bisa dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu ilmu yang
bersifat abadi (perennial knowladga), tingkat kebenarannya bersifat mutlak
(absolute), karena bersumber dari wahyu Allah, dan ilmu yang bersifat perolehan
(aquired knowledge), sifat kebenarannya bersifat nisbi (relative), karena
bersumber dari akal pikiran manusia.
7.2. Intergrasi Iman, Iptek, dan Akal
Islam merupakan ajaran agama yang sempurna. Kesempurnaannya
tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Ada inti tiga inti ajaran Islam, yaitu
Iman, Islam, dan Ihsan. Ketiga inti ajaran Islam itu terintegrasi didalam sebuah
26
system ajaran yang disebut Dinul Islam Iman, Ilmu dan Amal merupakan satu
kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Iman
diidentikkan dari akar sebuah pohon yang menopang tegaknya ajaran Islam. Ilmu
bagaikan batang dan dahan pohon itu yang mengeluarkan cabang-cabang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Sedangkan amal ibarat buah dari pohon. Ipteks
yang dikembangkan diatas nilai-nilai Iman dan Taqwa akan menghasilkan amal
shalih dan pelestarian alam semesta.
Perbuatan baik seseorang tidak akan bernilai amal shalih apabila perbuatan
tersebut tidak dibangun diatas nilai-nilai iman dan taqwa. Sama halnya
pengembangan IPTEKS sebagai bagian perbuatan baik yang lepas dari keimanan
dan ketaqwaan, tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan
kemaslahatan bagi umat manusia dan alam lingkungannya apabila apabila tidak
dikembangkan atas dasar nilai-nilai iman dan taqwa.
7.3. Keutamaan Orang Beriman dan Berilmu
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Kesempurnaannya karena dibakaliseperangkat potensi. Potensi yang paling utama
dalam diri manusia adalah akal. Akal berfungsi untuk berpikir, dan hasil
pemikirannya itu adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu-ilmu yang
dikembangkan atas dasar keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt akan
memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan umat manusia termasuk bagi
alam lingkunyannya. Berkenaan dengan orang yang berilmu, Al-Ghazali
mengatakan : Barang siapa berilmu, membimbing manusia dan memanfaatkan
ilmunya bagi orang lain, bagaikan matahari, selain menerangi dirinya, juga
menerangi orang lain. Dia bagaikan minyak kesturi yang yang harum dan
menyebarkan keharumannya kepada orang yang berpapasan dengannya.
Dari uraian diatas tampak bahwa Al-Ghazali sangat menghargai orang
yang berilmu dan mengamalkan ilmunya dengan ikhlas. Slah satu pengamalannya
adalah mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada orang lain.
7.4. Tanggungjawab Ilmuwan terhadap Alam lingkungannya
Ada dua fungsi utama fungsi utam manusia didunia, yaitu sebagai
Abdullah (hamba Allah) dan sebagai Khalifah Allah di bumi. Esensi dari adun
adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan
Allah. Adapun esensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ia mempunyai
tanggungjawab untuk menjaga alam dan lingkungannya tempat mereka tinggal.
Manusia diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi, menggali sumber-sumber
daya, serta memanfaatkannya sebesar-besar kemanfaatan dan kemaslahatan.
Karena manusia diciptakan untuk manusia itu sendiri, yang dalam menggali
potensi alam dan memanfaatkannya diperlukan ilmu pengetahuan yang memadai.
27
BAB VIII
KEBUDAYAAN ISLAM
1, Konsep Kebudayaan dalam Islam
Secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi,
ciptarasa, karsa, dan karya manusia. Kebudayan pasti tidak lepas dari nialai-nilai
ketuhanan. Budayaan yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang
universal berkembang menjadi peradaban. Dalam perkembangannya perlu
dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap
pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga akan merugikan dirinya
sendiri. Disini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam
mengembangkan akal budinya sehngga menghasilkan kebudayaan yang beradab
atau berperadaban Islam.
Sehubungan dengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilainilai ketuhanan atau sisebut sebagai peradaban Islam, maka fungsi agama disini
semakin jelas. Ketika perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia itu
sendiri mengalami kebekuan karena keterbatasan dalam memecahkan
persoalannya sendiri, disi sangat terasa akan perlunya suatu bimbingan wahyu.
Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia karena yang akan
menjadi sasaran bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu misi utama
Muhammad diangkat sebagai Rasul adalah menjadi Rahmat bagi seluruh umat
manusia dan alam. Mengawali tugas utamanya, Nabi meletakkan dasar-dasar
kebudayaan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban Islam. Ketika
dakwah Islam keluar dari jazirah Arab, kemudian tersebar keseluruh dunia, maka
terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi budaya-budaya setempat
dengan nilai-nilai Islam yang kemudian menghasilkan kebudayaan Islam.
Kebudayaan ini berkembang menjadi suatu peradaban yang diakiai kebenarannya
secara universal.
8.2. Sejarah Intelektual Islam
Dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution,
dilihat dari segi perkembangannya, sejarah intelektual Islam dapat dikelompokkan
menjadi tiga masa, yaitu masa klasik, antara tahun 650 1250 M, masa
pertengahan, antara tahun 1250 1800 M, dan masa modern atau kebangkitan
intelektual Islam kembali, antara tahun 1800 M hingga sekarang dan seterusnya.
Pada masa klasik lahir ulama-ulama besar seperti Imam Hanafi, Imam Hambali,
Imam SyafiI, dan Imam Maliki dibidang Hukum Islam. Dibidang filsafat Islam
seperti Al-Kindi tahun 801 M, yang berpendapat bahwa kaum Muslimin
hendaknya menerima filsafat sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Kemudian
Al-Razi lahir tahun 865 M, Al-Farabi lahir tahun 870 M, sebagai pembangun
agung filsafat Islam. Pada abad berikutnya lahir pula filosof besar Ibnu
28
Pada saat ini kita akan sangat sulit menemukan masjid yang memiliki
program nyata dibidang pencerdasan keberagamaan umat. Kita (mungkin) tidak
menemukan masjid yang memiliki kurikulum terprogram dalam pembinaan
keberagamaan umat, terlebih-lebih lagi masjid yang menyediakan beasiswa dan
upaya pengentasan kemiskinan. Dalam perkembangan berikutnya muncul
kelompok-kelompok yang sadar untuk mengembalikan fungsi masjid
sebagaimana mestinya. Kini mulai tumbuh kesadaran umat akan pentingnya
peranan masjid untuk mencerdaskan dan mensejahterakan jamaahnya. Menurut
ajaran islam, masjid memiliki dua fungsi yang utama, yaitu (1) sebagai pusat
ibadah ritual dan; (2) berfungsi sebagai pusat ibadah social. Dari kedua fungsi
tersebut titik sentralnya bahwa fungsi utama masjid adalah sebagai pusat
pembinaan umat Islam.
8.4. Nilai-nilai islam dalam budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena islam besar
dari negeri Arab, maka Islam yang masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya
Arabnya. Pada awal-awal masuknya dakwah islam ke Indonesia dirasakan sangat
sulit membedakan mana ajaran islam dan mana budaya arab. Masyarakat awam
menyamakan antara perilaku yang ditampilkan oleh orang arab dengan perilaku
ajaran islam. Seolah-olah apa yang dilakukan oleh orang arab itu semua
mencerminkan ajaran islam, bahkan hingga kini budaya arab masih melekat pada
tradisi masyarakat Indonesia.
Dalam perkembangan dakwah islam di Indonesia, para dai
mendakwahkan ajaran islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh
para wali ditanah jawa. Karena kehebatan para wali Allah dalam mengemas ajaran
islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa
nilai-nilai islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Lebih jauh lagi bahwa nilai-nilai islam sudah menjadi bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari kebudayaan mereka. Seperti dalam upacara-upacara adapt
dan dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa al-Quran/arab sudah banyak
masuk kedalam bahasa daerah bahkan kedalam bahasa Indonesia yang baku.
Semua itu tanpa disadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan bagian dari
ajaran islam.
30
BAB IX
SISTEM POLITIK ISLAM
9.1. pengertian sistem politik islam
Dalam term politik islam, politik iyu identik dengan siasah, yang secara
kebahasaan artinya mengatur. Fikih siasah adalah aspek ajaran islam yang
mengatur sistem kekuasan dan pemerintahan. Politik sendiri artinya segala urusan
dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagiannya) mengenai pemerintahan suatu
Negara, dan kebijakan suatu Negara terhadap Negara lain. Politik dapat berarti
kebijakan atau cara bertindak suatu Negara dalam menghadapi atau menangani
suatu masalah.
Dalam fikih siasah disebutkan bahwa garis besar fikih siasah meliputi:
Acep Djazuli, 2000: 15).
(1) Siasah dusturiyyah (tata Negara dalam islam)
(2) Siasah dauliyyah (politik yang mengatur hubungan antara suatu Negara
islam dengan Negara islam yang lain atau dengan Negara sekuler
lainnya.
(3) Siasah maaliyyah (sistem ekonomi Negara)
Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan
kekuatan-kekuatan dan aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam
konsep islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekspresi kekuasaan dan
kehendak Allah tertuang dalam al-Quran dan sunnah rasul. Oleh karena itu
penguasa tidaklah memiliki kekuasaan yang mutlak, ia hanyalah wakil (khalifah)
Allah dimuka bumi yang berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah dalam
kehidupan nyata. Disamping itu, kekuasaan adalah amanah Allah yang diberikan
kepada orang-orang yang berhak memilikinya. Pemegang amanh haruslah
menggunakan kekuasaan kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai prinsipprinsip dasar yang telah ditetapkan al-Quran dan sunnah rasul.
9.2. Prinsip-prinsip Dasar siasah dalam negeri
Menurut sitem politik Islam dalam penyelenggaraan suatu Negara perlu
adanya prinsip-prinsip Dasar yang harus diperhatikan, diantaranya : 1.
Musyawarah, 2. Pembahasan bersama, 3. Tujuan bersama, 4. Pembahasan
diarahkan untuk penyelesaian masalah, 5. Persamaan (Al-Musaawah), 6.
Kebebasan atau kemerdakaan, 7. Perlindungan terhadap jiwa, raga, dan harta
masyarakat.
31
32
OLEH
Drs. H. Teguh Pramono, M.Pd.I
NIDN : 0529016301
33
2.3. IJTIHAD
Ijtihad adalah sumber syariat islam yang nomor tiga.kata ijtihad berasal
dari kata jahd yang artinya berusaha keras atau berusaha sekuat tenaga; kata
ijtihad yang secara harfiah mengandung arti yang sama, ini secara teknis
diterapkan bagi seorang ahli hukum yang dengan kemampuan akalnya berusaha
34
keras untuk menentukan pendapat dilapangan hukum mengenai hal yang pelik dan
meragukan.
Ada beberapa metode dalam berijtihad, yaitu:
1. Qias
Qias makna aslinya, mengukur atau membandingkan atau menimbang
dengan membandingkan sesuatu. Para fukaha mengetrapkan Qias itu pada proses
deduksi, yang dengan ini teks undang-undang itu ditrapkan pada suatu perkara,
yang walaupun tak dijelaskan oleh bahasa undang-undang itu, tetapi dipengaruhi
oleh kesimpulan teks itu. Singkatnya, Qias itu dapat dirumuskan, menarik
kesimpulan dengan analogi. Misalnya ada suatu perkara yang harus diputuskan,
yang terang-terangan tak tercantum dalam Quran atau hadist. Lalu, hakim
mencari dalam Quran atau hadist, perkara yang serupa dengan itu, dan dengan
menarik kesimpulan atas dasar analogi, sampailah ia pada suatu keputusan. Jadi,
Qias itu memperluas undang-undang yang terdapat dalam Quran dan hadist,
tetapi Qias itu tidaklah sama dengan dalil yang terdapat dalam Quran dan hadist,
karena tak ada ahli hukum yang pernah menyatakan bahwa hukum Qias itu
mutlak benar; dan telah diakui sebagai prinsip ijtihad, bahwa mujtahid itu boleh
juga salah dalam mengambil pertimbangan. Oleh sebab itu, banyak sekali terjadi
perbedaan tentang hukum Qias ini, bahkan dikalangan ulama besar sekalipun
menilik sifat-sifatnya, maka hukum Qias yang dihasilkan oleh suatu generasi,
dapat ditolak oleh generasi berikutnya.
2. Istihsan
Istihsan yang makna aslinya menganggap baik suatu barang atau
menyukai barang itu, itu menurut teknologi pada ahli hukum, berarti menjalankan
keputusan pribadi, yang tak didasarkan atas Qias, melainkan didasarkan atas
kepentingan umum atau kepentingan keadilan. Menurut mazhab hanafi, jika suatu
hukum Qias tak dapat diterima karena ini bertentang an dengan aturan adilan yang
lebih luas, atau karena ini bukan kepentingan kesejahteraan umum, dan orang
35
yang dikenakan hukum Qias itu barang kali akan mengalami kesusahan yang tak
semestinya, makahakim diperbolehkan untuk menolak hukum Qias, dan sebagai
11
gantinya, ia boleh mengambil aturan yang berguna untuk kesejahteraan umum,
atau aturan yang seirama dengan aturan keadilan yang lebih luas. Metode ini
khusus dikerjakan oleh mazhab hanafi, tetapi adanya perlawanan kuat dari lain
mazhab, hukum istihsan ini tak berkembang baik, sekalipun dalam mazhab hanafi
sendiri. Tetapi, prinsip yang menjadi dasarnya hukum istihsan ini adalah prinsip
yang amat sehat, dan selaras dengan jiwa Quran. Selain itu, dalam metode ini,
lebih kecil kemungkinannya mengalami kesalahan daripada hukum Qias yang
terlalu jauh mengkiasnya, yang acap kali mendatangkan hukum-hukum yang
sempit yang bertentangan dengan jiwa Quran yang luas. Dalam mazhab maliki,
aturan semacam itu juga dipakai, yang oleh mazhab ini disebut istishlah, artinya,
suatu hukum yang diambil dengan menari kesimpulan atas dasar pertimbangan
kesejahteraan umum.
3. Istidlal
Istidlal makna aslinya menarik kesimpulan suatu barang dari barang lain.
Dua sumber utama yang diakui untuk ditarik kesimpulannya ialah adat dan
kebiasaan; demikian pula undang-undang agama yang diwahyukan sebelum islam.
Diakui bahwa adapt dan kebiasaan yang lazim di tanah arab pada waktu
datangnya islam yang tak dihapus oleh islam, ini mempunyai kekuasaan hukum.
Demikian pula, adapt dan kebiasaan yang lazim dimana-mana, jika ini tidak
bertentangan dengan jiwa ajaran Quran, atau tak terang-terangan dilarang oleh
Quran, ini juga diperolehkan; karena, menurut peribahasa para ahli hukum yang
sudah terkenal, diizinkannya sesuatu adalah prinsip asli , oleh karena adat itu
diakui oleh sebagian besar rakyat, maka adat ini mempunyai kekuatan ijmak
dengan demikian, adat mempunyai prioritasdi atas tertib hukum yang diambil dari
analogi. Satu-satunya syarat yang harus dipenuhi ialah bahwa adat itu tak
bertentangan dengan Quran suci dan hadist sahih. Mazhab hanafi menekankan
36
secara khusus nilai-nilai adat dan kebiasaan. Dalam kitab Alasybahu wan nazhair
diterangkan sbb: banyak sekali keputusan hukum yang didasarkan atas adat dan
kebiasaan, begitu banyak, hingga ini diambil sebagai landasan hukum. Adapun
undang-undang yang diwahyukan sebelum islam, terdapat bermacam-macam
pendapat. Menurut sebagian ulama, undang-undang semacam itu, yang terangterangan tak dihapus oleh Quran, sampai sekarang tetap mempunyai kekuatan
hukum, sedang menurut ulama lain, undang-undang semacam itu tak mempunyai
lagi kekuatan hukum. Menurut mazhab hanafi, undang-undang agam yang sudahsudah, yang dicantumkan dalam Quran suci dan tak dihapus, ini tetap berlaku.
12
4. Ijmak
Kata Ijmaa (di-Indonesiakan menjadi ijmak) berasal dari kata Jam,
artinya menghimpun atau mengumpulkan, Ijmak mempunyai dua makna, yaitu,
menyusun dan mengatur suatu hal yang tak teratur, oleh sebab itu berarti
menetapkan dan memutuskan suatu perkara, dan berarti pula sepakat atau bersatu
dalam pendapat. Menurut istilah ulama fikih, Ijmak berarti kesepakatan pendapat
diantara mujtahid, atau persetujuan pendapat diantara ulama fikih dari abad
tertentu mengenai masalah hukum. Persetujuan pendapat ini disimpulkan dengan
tiga cara, pertama, dengan qoul (ucapan), yaitu pendapat tentang suatu masalah
yang dikeluarkan oleh para mujtahid yang diakui sah. Kedua, dengan fiil
(perbuatan), yaitu apabila ada kesepakatan dalam praktek. Ketiga, dengan sukuut
(diam), yaitu apabila para mujtahid tak membantah suatu pendapat yang
dikeluarkan oleh salah satu atau beberapa mujtahid. Pada umumnya ulama
berpendapat, bahwa Ijmak berarti kesepakatan pendapat diantaranya para
mujtahid saja; jadi orang yang tak alim dalam hukum, tak boleh mengambil
bagian dalam Ijmak, tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa Ijmak berarti
persetujuan pendapat diantara kaum muslimin; hanya anak kecil dan orang gila
37
sajalah yang tak diikutsertakan dalam Ijmak. Ada berbagai pendapat tentang
apakah ijmak itu hanya terbatas pada suatu tempat, atau terbatas pada satu atau
beberapa generasi. Imam Malik mendasarkan Ijtihad beliau atas kesepakatan
pendapat orang-orang madinah. Secara teori, pembatasan semacam itu tak dapat
dibenarkan. Jika diingat bahwa orang terpelajar itu tak hanya terbatas di Madinah
saja, bahkan di zaman Nabi Muhammad saw, mereka dikirim ke tempat-tempat
yang jauh di luar jazirah. Pendapat yang paling dapat diterima ialah bahwa Ijmak
Ahlus Sunnah wal Jamaah tak mengikutsertakan kaum Syiah dalam rencana Ijmak
bagitu pula sebaliknya. Kaum Syiah berpendapat bahwa hanya keturunan
Sayyidina Ali dan Siti Fatimah sajalah yang pantas melakukan ijtihad. Diantara
golongan Ahlus Sunnah wal jamaah, ada sebagian yang berpendapat bahwa ijmak
itu hanya terbatas bagi para Sahabat nabi, sedang sebagian yang lain berpendapat
bahwa ijmak itu meliputi generasi berikutnya, yaitu generasi Tabiin, tetapi
pendapat yang paling umum adalah bahwa ijmak itut tidak terbatas pada suatu
generasi, atau pada suatu Negara; oleh sebab itu, ijmak yang sebenarnya ialah
kesepakatan pendapat diantara sekalian mujtahid dari semua Negara dalam abad
apa saja, tetapi ini adalah sesuatu yang hampir-hampir tak mungkin.
Ada perbedaan pendapat yang cukup besar tentang apakah hukum ijmak
itu dibentuk dengan suara terbanyak diantara para mujtahid, ataukan dengan
kesepakatan pendapat dari seluruh mujtahid itu.
Kebanyakan ulama fikih menghendaki kesepakatan pendapat dari seluruh
mujtahid pada abad tertentu, tetapi ulama yang penting-penting mempunyai
pendapat yang bertentangan dengan itu. Bahkan kebanyakan ulama berpendapat,
bahwa apabila sebagian besar mujtahid menetapkan suatu pendapat, maka
pendapat itu sah dan mengikat, walaupun tak mutlak. Hukum ijmak dapat
dikatakan lengkap apabila sekalian mujtahid pada abad tertentu memperoleh kata
sepakat tentang suatu masalah, walaupun menurut sebagian ulama harus dipenuhi
suatu syarat, yakni para mujtahid itu meninggal tanpa mengubah pendapat mereka
tentang masalah itu. Bahkan ada sebagian ulama yang mempunyai pendapat yang
lebih jauh lagi, yakni tak ada hukum ujmak yang berlaku kecuali setelah
38
dibuktikan bahwa para ulama fikih yang dilahirkan pada abad itu, tak ada yang
menentang hukum ijmak itu.
Apabila hukum ijmak tentang suatu masalah telah ditetapkan, ini
mempunyai akibat, bahwa tak seorang ahli hukum pun yang diizinkan membuka
kembali pembicaraan tentang itu, kecuali jika sebagian ahli hukum pada abad
dimana ijmak itu dilaksanakan, telah menyatakan pendapat yang berlainan. Suatu
ijmak boleh saja dibatalkan oleh ijmak lain yang dilaksanakan pada abad yang
sama atau pada abad berikutnya, dengan syarat bahwa ijmak dari para Sahabat
Nabi tak boleh dibatalkan oleh generasi yang dating kemudian. Ada perbedaan
pendapat tentang apakah jika dikalangan para Sahabat Nabi tak ada kesepakatan
mengenai suatu masalah, diperbolehkan ataukan tidak mengadakan ijmak untuk
menyokong. Sahabat pun dapat membuat kesalahan dalam menuangkan
keputusan, ini diakui oleh semua pihak; oleh karena itu secara teknis tak ada
halangan terhadap ijmak yang menentang pendapat seorang Sahabat.
Ada dua hal lagi yang harus dijelaskan agar kami mengerti tentang
kekuatan hukum ijmak. Dari apa yang telah diuraikan di atas, nampak sekali
bahwa untuk mengadakan ijmak yang sah, diperlukan sejumlah besar mujtahid.
Tetapi ada suatu pendapat bahwa, jika ada tiga atau bahkan dua orang mujtahid
yang mengambil bagian dalam merundingkan suatu masalah, ijmak itu sudah sah,
sedang ada pula seorang ahli hukum yang mempunyai pendapat, bahwa jika pada
suatu abad hanya ada seorang ahli hukum saja, maka pendapatnya yang tunggal
itu pun mempunyai kekuatan ijmak. Dan sekarang kami sampai pada masalah
yang amat penting. Sumber apakah yang harus dijadikan dasar dari pada ijmak?
Menurut pendapat Imam besar empat, ijmak boleh didasarkan atas Quran atau
Hadis atau kias. Tetapi kaumm Muktazilah berpendapat bahwa ijmak itu tak boleh
didasarkan atas hadis gharib atau kias. Kaum Muktazilah dan beberapa ulama lain
berpendapat bahwa oleh karena
ijmak itu mutlak maka sumber yang dijadikan dasar itu pun harus mutlak pula.
Jadi teranglah bahwa keliru sekali menyebut ijmak itu suatu sumber
hukum Islam tersendiri. Sebenarnya, ijmak itu adalah ijtihad; bedanya ialah
39
bahwa ijmak itu adalah ijtihad yang disepakati oleh semua atau sebagian besar
mujtahid pada abad tertentu. Dibenarkan pula bahwa ijmak dari generasi kaum
Muslimin yang satu, dapat dibatalkan oleh ijmak dari generasi kaum Muslimin
yang lain, kecuali ijmak yang dilakukan oleh para Sahabat. Tetapi faktanya
adalah, bahwa jika orang mengartikan ij dalam arti kesepakatan pendapat diantara
kaum Muslimin pada generasi tertentu, maka ijmak ini barangkali ta pernah
dilakukan sesudah zaman permulaan para Sahabat Nabi. Oleh karena kaum
Muslimin telah terpencar dimana-mana dan menetap di tempat-tempat yang jauh,
tak mungkin mereka merundingkan suatu masalah pada waktu yang sama. Dalam
satu negarapun suatu masalah tak memerlukan perhatian semua mujtahid secara
serampak. Namun tak dapat disangkal, jika kebanyakan mujtahid setuju
pendapatnya tentang suatu masalah maka pendapat mereka itu lebih besar
pengaruhnya dari pada pendapat satu orang, namun demikian pendapat
kebanyakan mujtahid itu atau bahkan pendapat sekalian mujtahid itu tak mutlak
benar. Akhirnya ijmak hanyalah ijtihad atas dasar yang lebih luas; oleh karenanya
ijmak itu seperti halnya ijtihad, selalu membuka pintu untuk diadakan koreksi.
Perlu kami tambahkan disini bahwa pada dewasa ini, kata ijmak itu
biasanya dipakai dalam arti yang salah, karena kebanyakan orang memakai kata
ijmak dalam arti pendapat orang banyak dan pada umumnya orang berpikir bahwa
orang Islam yang pendapatnya berlainan dengan orang banyak itu berdosa. Tetapi
perbedaan yang pendapat yang jujur itu oleh Nabi Muhammad bukan dosa,
melainkan disebut rahmat; menurut hadis Beliau berkata sbb: Beda-Bedanya
pendapat umatku adalah rahmat. Perbedaan pendapat disebut rahmat, karena
hanya melalui perbedaan pendapat sajalah maka kemampuan berpikir seseorang
dapat berkembang, yang akhirnya didapatlah kebenaran. Diakalngan para Sahabat
Nabi terdapat benyak perbedaan pendapat dan banyak pula perkara yang tentang
ini seseorang mempunyai keberanian untuk menyatakan pendapat berlainan
dengan pendapat orang banyak.
Para ulama fikih zaman akhir berbicara tentang tiga derajad Ijtihad,
walaupun tentang hal ini tak ada dalilnya dalam Quran, atau Hadist, atau tulisan
40
imam-imam besar. Adapun tiga derajad itu ialah: Ijtihad fi-sy syariyy, Ijtihad fimazhab, dan IJtihad fi-l massail, artinya, Ijtihad tentang membuat undangundang atau hukum syarak, Ijtihad tentang mazhab, dan Ijtihad tentang masalah
tertentu. Ijtihad yang pertama, yaitu Ijtihad tentang membuat undang-undang
baru, ini hanya terbatas pada tiga abad permulaan, dan praktis dipusatkan pada
empat imam, yang menurut pendapat orang, telah menulis segala undang-undang
dan memasukkan itu dalam mazhab mereka, diambil dari apa saja yang
diriwayatkan oleh para sahabat dan tabiin, yaitu generasi sesudah para sahabat.
Memang tak disebutkan dengan kata-kata yang terang, bahwa setelah abad kedua
hijriah, pintu Ijtihad untuk membuat undang-undang telah tertutup, tetapi
dikatakan oleh sebagian ulama, bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi seorang
mujtahid dalam melakukan Ijtihad derajat pertama (yakni, Ijtihad fi-sy syariyy),
ini setelah imam empat, tak diketemukan lagi pada seorang, bahkan para ulama
mengira, bahwa sampai hari kiamat syarat-syarat itu tak diketemukan pada
siapapun juga. Adapun syarat-syarat yang dimaksud, ada tiga : (1) mempunyai
ilmu yang luas tentang Quran dengan berbagai aspeknya; (2) mempunyai ilmu
tentang sunnah dengan segala rawinya, demikian pula teks dengan segala variasi
maknanya; (3) mempunyai ilmu tentang berbagai aspek tentang Qias. Tak
diterangkan alasannya kenapa syarat-syarat ini hanya terdapat pada empat imam
pada abad kedua Hijriah, dan mengapa syarat-syarat itu tak terdapat pada salah
seorang diantara para sahabat Nabi, atau para ulama pada abad pertama Hijriah,
atau para ulama sesudah abad kedua Hijriah. Itu adalah ucapan yang tak ada
dasarnya.
Selanjutnya dikatan, bahwa Ijtihad derajat kedua (yakni, Ijtihad fimazhab), ini hanya dikaruniakan kepada para murid langsung dari imam empat.
Imam Abu yusuf dan Imam Muhammad, dua murid kenamaan dari Imam Abu
hanafiah, termasuk golongan ini; jika mereka mempunyai pendapat tentang suatu
masalah yang telah disepakati, sekalipun bertentangan dengan pendapat guru
mereka, ini harus diterima. Adapun derajat Ijtihad yang ketiga (yakni, Ijtahad fi-l
masaail), ini dapat dilakun oleh ulama fikih zaman kemudian, yang dapat
memecahkan soal-soal khusus yang diajukan kepada mereka, yang belum
41
diputuskan oleh para mujtahid derajat kesatu dan kedua; tetapi keputusan ini
mutlak harus sesuai dengan pendapat para mujtahid besar. Pintu Ijtihad semacam
itu
dianggap telah tertutup sesudah abad keenam Hijriah. Selanjutnya dikatakan,
bahwa pada dewasa ini yang diperbolehkan hanyalah mukallidin yaitu orang yang
mengikuti orang lain apa yang ia katakan atau ia lakukan, dengan kepercayaan
teguh bahwa dalam hal ini ia adalah benar, tak peduli apakah ada dalilnya ataukah
tidak. Mereka hanya boleh mengutip fatwa dari salah satu ulama salaf, atau jika
diantara benar atau salah. Jadi, Ijtihad yang oleh para imam besar dan murid
mereka, tak pernah dianggap sebagai sumber yang mutlak, sekarang ini praktis
ditempatkan ditempat yang sama dengan Quran dan sunnah, oleh karenanya tak
seorangpun dianggap mampu untuk menjalankan Ijtihad.
42
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Suwarsidah
Umur : 50 Tahun
Alamat: Rt. 02 / Rw. 37 Noyokerten Sendangtirto
Berbah Sleman
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa sesudah
mengadakan transaksi jual beli atas milik pusaka orang tua,kami
tidak akan mengadakan transaksi lagi dengan siapapun.
Demikian surat pernyataan kami buat, atas permintaan
darisaudara-saudara kami agar bisa digunakan seperlunya.
Sleman, 17 Oktober 2009
43
Hormat Kami
Suwarsidah
Mengetahui :
1. Djumirah
2. Suharoyo
3. Sugiharno
4. Sugiharni
Saksi
Sri Widarto
Kepala Dusun
44
KONTRAK KULIAH
I. BAGI MAHASISWA
1. Masuk tepat waktu sesuai jadual kuliah yang ditetapkan
2. Toleransi keterlambatan 5 menit ( selebihnya wajib seijin Dosen)
3. Aktif mengikuti kiliah dengan memperhatikan kegiatan belajar mengajar
yang disampaikan
4. Wajib melaksanakan dan mengumpulkan tugas yang diberikan oleh Dosen
dengan tepat waktu
5. Berpakaian rapih, sopan dan menutup aurat
6. Tidak diperkenankan memakai kaos oblong dan sandal jepit
7. Selama kuliah tidak diperkenankan mengaktifkan HP atau alat komunikasi
yang lain
8. Menjaga suasana kuliah tetap aman, nyaman dan terkendali
9. Wajib mengikuti kegiatan tutorial PAI sebagai bagian mengikuti kuliah
Agama Islam
10. Wajib mengikuti kuliah tatap muka dengan Dosen minimal 75 % dan
mentaati tata tertib perkuliahan baik yang ditetapkan oleh universitas
maupun fakultas dan jurusan.
II. BAGI DOSEN
1. Melaksanakan KBM dengan semangat bersahaja
2. Toleransi keterlambatan 10 menit
3. Menjadi tauladan pada setiap sikap dan tingkah laku kehidupan
dilingkungan kampus, utamanya dalam KBM
4. Bersifat terbuka dan proaktif dalam menyampaikan materi kuliah
5. Memberi kesempatan kepada Mahasiswa untuk bertanya, menanggapi dan
konfirmasi terhadap materi kuliah yang disampaikan oleh Dosen
6. Menyelesaikan problematika perkuliahan secara musyawarah
7. Menjadi fasilitator, dinamisator dan stabilisator dalam perkuliahan
8. Mengendalikan suasana kuliah agar menjadi wahana belajar yang
interaktif dan kondusif
9. Menetapkan nilai kepada setiap Mahasiswa secara komulatif dari semua
kegiatan kuliahan, tugas dan laporan nilai tutorial PAI
10. Wajib mentaati tata tertib Dosen baik yang ditetapkan oleh
universitas maupun fakultas dan jurusan.
Yogyakarta, 19 Juli 2008
Dosen Agama Islam
45
46