Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN PRAKTIKUM UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA BAHAN

ALAM

PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat memahami prosedur
penetapan aktivitas senyawa antibakteri dari suatu bahan obat alami. Bahan obat
alami atau yang biasa disebut dengan simplisia adalah suatu bahan alami yang
belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain adalah bahan alam
yang dikeringkan.
Pada praktikum ini simplisia telah dibuat dalam bentuk ekstrak dengan cara
ekstraksi. Untuk tahap awal pelaksanaan uji aktivitas dari bahan alam, bentuk
ekstrak lebih disukai karena mengandung senyawa aktif yang konsentrat melalui
suatu proses ekstraksi.
Ekstrak yang akan diuji aktivitas antibakterinya pada praktikum ini adalah
ekstrak jahe, ekstrak temulawak dan ekstrak sirih. Ekstrak-ekstrak tersebut
diujikan aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Bacillus s.p dan Eschericia coli.
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode
difusi dan metode pengenceran. Metode difusi sendiri dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu metode silinder, metode sumuran dan metode cakram kertas.
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode difusi dengan cara
kertas cakram.
Metode difusi cakram prinsip kerjanya adalah bahan uji dijenuhkan ke dalam
kertas cakram (cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung bahan tertentu
ditanam pada media perbenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba
yang diuji, kemudian diinkubasikan 37 0C selama 24 jam. Area (zona) jernih
disekitar cakram kertas diamati untuk menunjukkan ada tidaknya pertumbuhan
mikroba. Selama inkubasi, bahan uji berdifusi dari kertas cakram ke dalam agaragar itu dan sebuah zona inhibisi akan terbentuk. Sensitivitas suatu bakteri
terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk.
Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya, Diameter
zona sebanding dengan jumlah bahan uji yang ditambahkan ke kertas cakram.
Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah membagi tiap piring
petri menjadi 4 sektor. Masing-masing sektor diberi paper disc dan kemudian
ditetesi dengan ekstrak jahe, ekstrak temulawak, ekstrak sirih dan DMSO.
DMSO adalah pelarut yang digunakan saat proses ekstraksi.
DMSO berfungsi sebagai control negative dan untuk memastikan apakah DMSO
memiliki aktivitas antibakteri atau tidak. Volume ekstrak dan DMSO yang
diteteskan ke paper disc sebanyak 10 mikroliter.

Setelah ditetesi dengan berbagai ekstrak dan DMSO, piring petri kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Saat inkubasi piring petri diletakkan
dalam keadaan terbalik dengan tujuan untuk menghindari menetesnya air yang
mungkin melekat pada dinding dalam pada tutup petri yang dapat mengakibatkan
kontaminasi.
Setelah diinkubasi selama 24 jam kemudian diamati apakah terbentuk daerah
zona hambat atau tidak. Daerah zona hambat yang terbentuk diukur diameternya
dengan menggunakan jangka sorong. Semakin besar diameternya maka semakin
poten antibiotik yang terkandung dalam ekstrak tersebut.
Setelah dilakukan pengamatan, hasilnya adalah tidak ditemukannya diameter
zona hambat pada ketiga ekstrak baik pada media agar yang ditumbuhi bakteri
Staphylococcus aureus, Bacillus s.p maupun Eschericia coli.
Secara teori Xanthorrhizol yang terkandung pada rimpang temulawak sangat
bagus sebagai antimikroba dan antibakteri. Cara kerjanya adalah dengan memicu
denaturasi protein sel bakteri, yang akan berakibat keluarnya protein dari sel,
sehingga sel akan mengkerut dan mati. Bakteri-bakteri seperti streptococcus,
actinomyces viscocus dan porphyromonas gingivalis dapat dibunuh dengan
ekstrak temulawak. Sedangkan komponen antimikroba pada jahe yaitu gingerone
dan gingerol merupakan senyawa dominan yang memiliki peran penghambatan
terutama bakteri patogen seperti S. aureus serta Kandungan eugenol dan
hidroksikavikol dalam daun sirih memiliki aktivitas antimikroba, dan kandungan lain seperti
kavikol, kavibetol, tannin, karvakrol, kariofilen dan asam askorbat juga mempunyai aktivitas
antibakteri.
Tidak terbentuknya daerah zona hambat pada media kemungkinan dapat
disebabkan karena beberapa hal, antara lain yaitu:
- Konsentrasi mikroba uji pada media agar terlalu banyak sehingga bakteri menjadi
resisten terhadap antimikroba yang terdapat pada ekstrak dan daerah zona
hambat tidak dapat terbentuk
- Konsentrasi antimikroba ekstrak yang terdapat dalam cakram rendah sehingga
antimikroba tidak cukup poten dan diameter zona hambat tidak terbentuk
- Jenis antimikroba yang terdapat dalam ekstrak tidak cukup poten untuk ketiga
bakteri tersebut.

http://anitatohar.blogspot.co.id/2013/11/pembahasan-praktikum-uji-aktivitas.html

Anda mungkin juga menyukai