Anda di halaman 1dari 21

Semen luting konvensional dan kontemporer : Suatu tinjauan

Abstrak
Kesuksesan klinis jangka panjang dari restorasi prostodontik tetap dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah satu faktor penting adalah pemilihan agen luting yang tepat. Tidak ada satupun
agen luting yang mampu memenuhi semua peryaratan ketat tersebut, yang merupakan suatu
alasan kenapa ada banyak pilihan agenn luting yang tersedia mulai dari semen konvensional
berbasis air sampai resin adhesif kontemporer. Pengenalan sistem resin adhesif telah
sepenuhnya mengubah bentuk dari praktik prostodontik tetap yang meningkatkan
penggunaan mahkota bonded all-ceramic dan gigi palsu tetap sebagian resin-retained. Artikel
ini berusaha untuk meninjau bermacam-macam agen luting konvensional dan kontemporer,
sifatnya & implikasi klinis yang terkait sehingga mencoba untuk membantu petugas klinis
memilih agen luting yang sesuai untuk diberikan pada suatu situasi klinis.
Kata kunci :semen luting, sifat, keuntungan, kekurangan, perhatian utama, rekomendasi
klinis
Pendahuluan
Beberapa faktor mempengaruhi keberhasilan dari restorasi prosthodontik tetap dengan desain
preparasi, oral hygiene/micro- flora, Kekuatan mekanis, dan bahan restorasi adalah beberapa
di antaranya. Namun, Faktor kunci keberhasilan adalah pemilihan agen luting dan tahap
sementasi yang sesuai. Hilangnya retensi mahkota ditemukan sebagai penyebab kedua yang
paling utama dalam gagalnya crowns dan gigi palsu tetap sebagian

[1]

sedangkan suatu studi

mengemukakan restorasi yang tidak di sementasi sebagai penyebab utama ketiga dari
prostetik pengganti dengan kegagalan muncul setelah hanya 5.8 tahun [2].
Kata luting berasal dari bahasa latin Lutumwhich yang berarti lumpur. Agen dental luting
menyediakan suatu hubungan antara restorasi dan preparasi gigi, mengikatnya bersama-sama
melalui beberapa bentuk dari pelekatan permukaan, yang mungkin mekanik, micro-mekanik,
kimia atau kombinasi. Agen luting mungkin definitif atau provisional tergantung pada sifat
fisik dan umur panjang yang telah direncanakan dari restorasi.
Artikel ini meninjau beberapa semen luting, sifat-sifat, karakteristik, syarat penggunaan dan
juga keuntungan dan kerugiannnya. Semen dalam arikel ini telah diklasifikasikan ke dalam
basis air dan anhydrous.

Agen luting konvensional berbasis air


Semen seng fosfat
merupakan agen luting tertua yang dicatat memiliki kesuksesan klinis lebih dari 100 tahun
sejak diperkenalkan pada1878

[3]

. Stabilitas perlekatan dari semen ini dilaporkan pada suatu

studi yang menganalisa struktur kimia dari sampel semen seng fosfat yang didapatkan dari 27
prosthesis tetap yang ada pada pelayanan klinis dari 2 sampai 43 tahun [4].
Tersedia dalam sistem/dikemas dalam bentuk bubuk dan liquid dan diatur oleh reaksi asambasa. Komponen utama dari bubuk adalah zinc oxide dengan 210% magnesium oxide.
Liquid dasarnya merupakan suatu larutan asam fosfat (4564%)

[5]

yang disanggah dengan

penambahan sejumlah kecil zinc oxide/aluminium oxide. Senyawa ini membentuk fosfat
yang menstabilkan pH asam dan mengurangi reaktivitasnya. Usaha yang gagal dalam
menggabungkan semen ini dengan flouride dan eugenol telah dilakukan untuk meningkatkan
sifat biologi[6].
Kandungan air dari liquid (3055%) signifikan karena mengontrol ionisasi asam, yang
mempengaruhi laju reaksi setting. Hilangnya air dapat memperpanjang reaksi setting dan
sebaliknya. Pencemaran air harus dicurigai jika liquid tampak keruh saat pengeluaran.
Kontaminasi air harus dihindari ketika semen setting, selagi asam fosfat larut keluar dan dan
meningkatkan kelarutan semen.
Semen ini menahan prostesis murni dengan cara mekanis. kelancipan, panjang dan area
permukaan preparasi gigi oleh karena itu penting untuk keberhasilan[7].
Pencampuran semen penting dan harus dilakukan pada slab yang dingin dengan tahap dan
area yang meluas. Kegagalan pada tahap ini mempercepat reaksi dan mempengaruhi
konsistensi akhir semen. Basis yang optimal memerlukan pencampuran dan kekuatan
sementasi berat konstan [810].
Working time semen dapat ditambah (411 min) and setting time diperkecil to untuk
mencapai sementasi serentak dari berbagai restorasi menggunakan teknik Frozen Slab
technique. Pada metode ini, suatu glass slab didinginkan pada pendingin dengan suhu 6 0C
pembeku dengan suhu -100C. Jumlah bubuk yang tergabung adalah 5075% lebih banyak
dari normal, mengimbangi kemungkinan efek merusak dari air yang tergabung dalam
pencampuran dari kelembaban kental. Kekuatan Compressive dan tensile secara signifikan
tidak berbeda dari pencaampuran normal [11].

Waktu setting dapat ditambah melalui suatu proses yang disebut slaking the fluid, dimana
sejumlah kecil bubuk ditambahkan kedalam liquid sekitar semenit sebelum prosedur
pencampuran utama dimulai[12]. Waktu Setting secara kuat dipengaruhi oleh variasi kecil
dalam pengadukan, temperatur, powder: liquid (P:L) ratio & kandungan air dari komponen
liquid.
Meskipun pH awal rendah(12), Brannstrom and Nyborg

[13]

menemukan tidak ada efek

iritasi pulpa per se dan, dalam praktiknya, potensi efek iritan tidak terlihat signifkan.
Penggunaan sealer berbasis resin agen proteksi pulpa lainnya seperti calcium hydroxide atau
potassium oxalate tidak dianjurkan pada preparasi karena menandakan pengurangan pada
retensi[14].
Semen ini secara rutin dianjurkan untuk prefabricated dan cast posts, crowns, FPDs, metal
inlays and onlays.
Keuntungan:

kekuatan compressive yang baik (jika diproporsikan secara tepat) [5]


ketebalan film yang memadai (\25 lm)
working time yang masuk akal
dapat digunakan pada area dengan tekanan pengunyahan tinggi atau prostesis jangka
panjang [15].

Kerugian:

kekuatan Tensile rendah


tidak ada ikatan kimia
kelarutan pada cairan mulut

Semen Modified Zinc Phosphate: semen tembaga dan perak (jarang digunakan), semen
Fluoride
Secara historis, semen yang mengandung tembaga terdiri dari semen seng fosfat dimana
tembaga (297%) telah ditambahkan pada bubuk

[16]

. Semen fosfat tembaga murni juga

digunakan tetapi mencemari gigi dan terbukti beracun. Dulu, dokter gigi telah menemukan
old, ill fitting and worn-out gold swaged crowns dengan semen merah masih ada dan tidak
adanya karies sekunder[17]. Semen yang mengandung konsentrasi tembaga yang rendah
ditunjukkan germicidal sama seperti dengan konsentrasi tinggi

[16]

. Fakta ini belum

sepenuhnya terjelaskan sampai sekitar tahun 2000 ketika penelitian tentang biofim memasuki
duni kedokteran gigi

[18]

. Bagaimanapun, semen ini tidak banyak digunakan dikarenakan

keasamannya yang tinggi, kelarutan yang tinggi dan kekuatan yang rendah [19].
Indikasi utama dari semen ini adalah, sebagai bahan tumpatan pada gigi susu dimana tidak
mungkin untuk menghilangkan semua karies dan pada sementasi cor cap perak splint pada
fraktur wajah [20].
Semen perak mengandung sejumlah kecil silver phosphate. Pada semen fluoride, stannous
fluoride (13%) ditambahkan untuk menyediakan sifat anticariogenic pada semen fosfat.
Bagaimanapun, semen tersebut memiliki kekuatan yang rendah dan sangat larut karena
pembubaran. Semen Zinc Silicophosphate ini diperkenalkan pada 1878

[21]

. Bubuk adalah

kombinasi dari zinc oxide dan silicate glass (meengandung 1225% fluoride) dan liquid
berkonsentrasi phosphoric acid.
Keuntungan:

penambahan silicate glass berimbas pada translucency, peningkatan kekuatan,


pelepasan fluoride, kelarutan rendah.

Kerugian :

pH awal yang tinggi dibanding semen seng fosfat, jadi tidak biokompatibel
ketebalan film yang tinggi(88 lm) [22] dikarenakan waktu kerja dan berukuran butiran
kasar

Semen Zinc-Oxide Eugenol


Semen Zinc oxide eugenol dikembangkan oleh Dr. J. Foster Flagg pada tahun 1875

[23]

Semen ini dikembangkan dari semen zinc oxychloride dengan penggantian dari liquid
dengan, pertama creosote, kemudian eugenol. Produk paten ZOE pertama adalah pulpol,
dikenalkan oleh Wessler pada tahun 1894

[24]

. Bermacam-macam bahan tambahan telah

dikombinasikan dengan semen zinc oxide eugenol untuk meningkatkan kekuatannya dan
mengurangi kelarutan, contoh, silica, alumina, rosin, dicalcium phosphate, polystyrene,
polymethylmethacrylate, dan asam ortho-ethoxybenzoic (EBA) [2529].
Peningkatan pada kekuatan menghasilkan terutama dari penambahan polymethylmethacrylate
(2040%) pada bubuk dan EBA pada liquid. Penambahan heat-treated fused quartz ke bubuk

juga meningkatkan stabilitas dimensi dan kekuatan semen EBA

[30]

. Namun, studi telah

menunjukkan jika kemerosotan dan kerusakan timbul bahkan dengan bahan modifikasi

[31]

jadi kegunaannya terbatas terutama pada situasi dimana sensitivitas gigi merupakan suatu
masalah dan agen luting jangka pendek untuk provisional acrylic crowns dan gigi palsu tetap
sebagian.
Beberapa modifikasi signifikan dari semen ini adalah:
1. Penggunaan asam vanillic (4-hydroxy-3-methoxybenzoic acid) esters

[32, 33]

dimana

liquid tersusun dari 12% n-hexyl vanillate EBA dengan bubuk mengandung zinc
oxide, alumina dan hydrogenated rosin.
Penggantian eugenol oleh vanillate menghasilkan semen tak berbau dengan kekuatan
tinggi, kelarutan rendah dan tidak ada inhibisi dari polimerisasi vinyl. Adhesi terhadap
logam non-mulia dan polimer bagus tapi minimal pada enamel dan dentin.
2. penambahan cured silicone berbasis semen ZO dengan agen silane (semen noneugenol)
semen sementara kuat

namun elastis, tidak larut pada cairan mulut, yang

membersihkan dengan mudah dengan cara mengelupas. Tersedia secara komersil pada
automix syringe kit (Prime-Dent).
3. Semen bebas Eugenol dengan calcium hydroxide
bakteriostatik dan mendukung pembentukan dentin sekunder. Tersedia sebagai
quickmix syringe/cartridge/ tubes.
Masalah utama semen yang mengandung eugenol adalah sisa eugenol bebas dikarenakan
phenolic hydrogen sebagai penyapu radikal bebas dan bercampur dengan polimerisasi yang
sesuai dari resin composites mempengaruhi kekerasan mikro dan stabilitas warnanya.
Disarankan apabila pembentukan formulasi non-eugenol seharusnya digunakan sebagai
provisional semen luting ketika agen luting berbasis resin digunakan untuk sementasi
permanen.
Semen Zinc Polycarboxylate
Semen ini dikembangkan oleh Dr. Dennis Smith, seorang dokter gigi Manchester pada tahun
1968

[34]

sebagai suatu set dasar dari dua liquid dan satu bubuk. Satu liquid digunakan untuk

tujuan luting, sedangkan yang lainnya untuk tujuan lining. Dia menukar asam fosfor dengan
polymeric acid, polyacrylic acid yang baru dan merupakan semen adhesif kimia pertama.
Semen diatur oleh suatu reaksi berbasis asam ketika bubuk zinc oxide dicampur dengan
larutan kental (karena sebagian terpolimerisasi) dengan berat asam molekular asam

polyacrylic yang tinggi. Bubuk mengandung 4% stannous fluoride tapi tidak memberi sifat
anti kariogenik karena pelepasan fluoride hanya 1015% yang dilepaskan oleh glass ionomer
cement. Namun, itu bertindak sebagai agen penguat.
Ikatan adhesif secara umum pada enamel walaupun ikatan yang lemah pada dentin juga
terbentuk dikarenakan reaksi chelation antara kelompok carboxyl dari semen dan kalsium
pada struktur gigi; karenanya, semakin termineralisasi struktur gigi, semakin kuat ikatannya.
Semen ini hydrophilic jadi mampu membasahi permukaan dentinal

[19, 34, 35]

. Itu membentuk

ikatan lemah dengan emas dikarenakan sifat inert emas yang tinggi biasanya mengakibatkan
kegagalan adhesif. Membentuk ikatan tidak jelas dengan porselin. Mereka akan,
bagaimanapun, berikatan dengan non-precious alloys, kemungkinan berhubungan dengan
adanya lapisan oxide. Jadi, kegagalan jika timbul adalah kohesif daibandingkan dengan
adhesif.
Campuran air semen Anhydrous polycarboxylate juga tersedia secara komersil dengan asam
freeze-dried tergabung dalam bubuk untuk pencampuran yang terpercaya, setting dan
penanganan semen (Tylok Plus, Poly F Plus, AqualatPromedica).
Pencampuran semen yang baru memiliki konsistensi seperti madu dengan sifat pseudoplastic
dan menunjukkan perilaku shear-thinning. Karenanya, walaupun campuran semen terlihat
terlalu tebal, semen tersebut mengalir secara adekuat dibawah tekanan pada film dengan
ketebalan 2535 lm. Sifat ini tidak dipahami oleh dokter gigi yang membuat suatu keasalahan
mengurangi rasio P:L untuk membuat campuran yang lebih tebal, berpikir bahwa semen akan
mengalir dengan baik, walaupun hasil ini mengurangi kekuatan dan menambah kelarutan
36]

[5,

. Selama setting, semen melewati fase rubbery dan harus tetap tak terganggu untuk

mencegah tarikkan dari margin.


Semen Polycarboxylate menunjukkan deformasi plastis lebih besar secara signifikan daripada
zinc phosphate (modulus elastis being one-third that of zinc phosphate) demikian, tidak
cocok untuk digunakan pada regio dengan stress pengunyahan tinggi atau pada sementasi
prosthesis jangka panjang [37].
Disarankan untuk gigi vital atau sensitif dengan preparasi dekat pada pulpa dan untuk
sementasi unit tunggal atau jembatan jangka pendek pada area tekanan rendah.
Keuntungan:

ikatan kimia

biokompatibel dengan pulpa dental dikarenakan: peningkatan pesat pada pH setelah


pencampuran asam Polyacrylic menjadi lebih lemah daripada asam fosfor
kurangnya penetrasi tubular dari molekul asam polyacrylic yang dipisahkan secara

besar dan buruk [15, 38],


kekuatan tensil yang baik (812 MPa) [3]
daya tahan adekuat terhadap peleburan air

Kerugian:

tidak tahan terhadap peleburan asam


deformasi selama pemuatan
manipulasi kritis
kenaikan awal yang pesat pada ketebalan film yang mungkin mengganggu dengan
penempatan cor yang sesuai

Semen Glass-Ionomer (Glass-Polyalkenoate Cements)


Pada tahun 1969, semen translucent baru dikembangkan oleh Wilson dan Kent

[39]

berdasarkan reaksi berbasis asam antara bubuk aluminosilicate glass larutan cair polymers
dan copolymers asam akrilik, termasuk itaconic,maleic, dan asam tricarboxylic. Semen ini
diberi naama genetik Glass-ionomer cement (GIC) dan nama sederhananya adalah ASPA
(Aluminosilicate polyacrylate) [40].
Semen Glass-ionomer telah didefinisikan oleh McLean, Nicholson dan Wilson sebagai
semen yang terdiri dari kaca dasar dan suatu polymer asam yang diatur oleh reaksi berbasis
asam antara komponen tersebut

[41]

. Kata Ionomer diciptakan perusahaan Dupont untuk

mendeskripsikan rentang polymers yang mengandung proporsi kecil kelompok terionisasi


atau mampu diionisasi, secara umum 510% [42].
Semen ini memiliki keuntungan dari masing-masing semen silicate (translusensi dan
pelepasan fluoride) dan semen sepolycarboxylate ( baik untuk pulpa dan pelekatan kimia
pada struktur gigi)

[43]

. Kandungan Fluoride dari bubuk dengan rentang dari10 sampai 23%,

jadi memiliki potensi sifat antikariogenik.


Water-settable GIC juga tersedia dalam usaha untuk menambah working time semen. Asam
pada liquid beku-kering dan digabung pada bubuk, dimana air atau air dengas asam tartar
membentuk liquid. Jadi, ketika bubuk dan air bercampur, bubuk asam larut untuk menyusun
kembali asam cair, yang diikuti oleh reaksi berbasis asam. Formulasi tersebut

memperpanjang umur shelfdengan mencegah gelasi [15]. Asam Tartar acid menyediakan aliran
dan meningkatkan working time[44].
Perhatian utama pada semen ini adalah sensitifitasnya terhadap kontaminasi embun awal dan
pengawetan melalui proses pengeringan yang membahayakan keutuhan bahan

[15]

Penyerapan air selama tahap awal setting menyebabkan deteriorasi semen, hilangnya
translusensi dan secara signifikan mengurangi kekerasan pokok dari semen glass-ionomer
and zinc phosphate[4547]. Perluasan proteksi margin mahkota setelah pelepasan sebagian besar
semen dengan petroleum jelly/ varnish dianjurkan untuk mencegah efek buruk dari air setelah
pematangan semen, walaupun sulit ketika marginnya adalah subgingival [48].
Secara serentak, ketika campuran semen baru terekspos terkena udara ambien tanpa
pelindung, permukaan akan tidak stabil dan retak akibat pengawetan melalui proses
pengeringan, menyebabkan kegagalan kohesif dari pembentukan mikrocrack

[15, 49]

. Ketika

kelebihan semen terekstruksi di sekeliling margin telah menjadi pucat, melapisinya dengan
petroleum mencegahnya dari dehidrasi

[50]

. Menghindari kelebihan desikasi selagi itu

menambah insidensi sensitifitas post-operatif.


GIC belum sempurna sampai 2472 jam setelah peletakan (pemuatan awal dari restorasi
tersementasiharus dihindari), tetapi ketika benar-benar siap menunjukkan daya tahan yang
lebih baik terhadap pelarutan [51]. Telah disarankan jika sejumlah kecil semen harus diletakkan
pada mahkota untuk mencegah pembentukan tekanan dikarenakan semen yang berlebihan

[52]

Keuntungan:

Ikatan kimia [44, 53],


pelepasan fluoride terus-menerus dan kemampuan untuk menyerap fluoride dari
lingkungan oral (pengisian fluoride) membuatnya jadi pilihan pada pasien dengan

angka karies tinggi.


keofisien ekspansi termal mirip gigi
Translucent, dapat digunakan dengan mahkota porselen
daya tahan adekuat terhadap pelarutan asam
ketebalan film yang rendah dan menjaga viskositas yang konstan untuk sementara
waktu setelah pencampuran, jadi peletakkan restorasi yang baik [54, 55],

Kerugian:

waktu setting awal lambat dan sensitif terhadap kontaminasi kelemmbaban awal dan

desikasi
modulus elastisitas lebih rendah dari zinc phosphate, jadi potensi dari deformasi

elastis pada area dengan tekanan pengunyahan tinggi [15].


setting awal pH yang rendah diasumsikan berhubungan dengan sensitifitas setelah
sementasi

[56]

.Namun, percobaan dobel secara acak pada GIC dan semen zinc

phosphate melaporkan tidak ada perbedaan signifikan pada sensitifias post-operatif


[57]

. Desikasi dentin, semen tipis dicampur bersaaman dengan gaya hidraulik yang

berlebihe, dan micro leakage terkadang bertanggungjawab atas sensitifitas[58].


daya tahan pemakaian yang kurang

Semen Resin-Modified Glass-Ionomer


Semen ini diperkenalkan pada tahun 1990 dengan tujuan untuk menggabungkan beberapa
sifat yang diinginkan dari semen glass-ionomer (pelepasan fluoridedan perlekatan kimia)
dengan kekuatan yang tinggi dan kelarutan rendah dari resin [59].
Kelompok Polymerizable fungsional ditambahkan pada semen glass-ionomer konvensional
untuk mencapai curing cepat yang diaktifkan oleh cahaya/senyawa kimia selagi tetap
membiarkan reaksi berbasis asam untuk berperaan bersamaan dengan polimerisasi. Daya
tahan pemakaian juga ditingkatkan[15].
Antonucci et al. Semula menggunakan kata resin-modified glass-ionomer sebagai nama
sederhana dan resin-modified glasspolyalkenoate sebagai nama sistematis[60].
Tersedia sebagai bubuk/liquid, dikemasi dalam bentuk preproporsion atau dalam sistem dua
pasta (Fujicem, GC America, IL).
Bubuk --mengandung ion-leachable glass dan inisiator untuk chemical/light-curing
Liquid-- mengandung empat bahan utama

sebuah resin methacrylate resin (bis-GMA) yang memungkinkan reaksi polimerisasi.


suatu poli asam yang bereaksi dengan ion-leachable glass untuk memungkinkan

reaksi berbasis asam.


hydroxy-ethyl methacrylate

(HEMA),

suatu

hydrophilic

methacrylate

yang

memungkinkan kedua resin dan komponen asam untuk koeksis pada larutan cair;
HEMA juga berperan dalam reaksi polimerisasi.

Air, untuk memungkinkan ionisasi dari komponen asam jadi reaksi berbasis asam

dapat timbul.
komponen lain termsauk aktivator dan stabilizer polimerisasi [20].

Reaksi setting dari semen ini adalah dual mekanisme. Reaksi berbasis asam timbul setelah
bubuk dan liquid dicampur, membentuk garam polyacrylate. Polimerisasi (reaksi setting
primer) diinisiasi segera setelah radikal bebas yang memadai tersedia. Reaksi berbasis asam
yang lambat bertanggunjawab terhadap pematangan akhir dan kekuatan semen sedangkan
reaksi polimerisasi menyediakan pengaturan awal [20].
Polimerisasi yang diaktifkan secara kimia dari semen resin-modified glass-ionomer
dimaksudkan sebagai Dark Cure [20].
Semen tersebut bisa jadi chemical-cured, light-cured, dualcured (reaksi berbasis asam
chemical-cured/light-cured ?) or tri-cured (reaksi berbasis asam chemical-cured ? lightcured ?).
Keuntungan:

kekuatan compressive,kekuatan diametral tensile, dan kekuatan flexural secara


dramatis meningkat dibandingkan seng fosfat, polycarboxylate, dan semen glass-

ionomer tapi lebih rendah dari resin komposite [61].


sensitivitas yang kurang terhadap kontaminasi kelembaban awal dan desikasi selama
setting dan kurang larut dibandingkan semen glass-ionomer dikarenakan of ikatan

kovalen silang dari garam polyacrylate dari polimerisasi radikal bebas [58, 62],
manipulasi dan penggunaan yang mudah
ketebalan film yang rendah secara adekuat [63, 64],
pelepasan Fluoride mirip dengan GIC konvensional [65]
polimerisasi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh bahan provisional yang
mengandung eugenol, selama semen provisional benar-benar dihilangkan dengan

melalui prophylaxis [66].


Sensitifitas post-operatif minimal.
kekuatan ikat yang tinggi terhadap dentin (14 MPa)

Kerugian:

penyusutan dehidrasi dikarenakan komponen glass-ionomer telah diamati Selama 3


bulan setelah pematangan bersama dengan penyusutan polimerisasi

[67]

. Ini mungkin

membuat tekanan fraktur pada tampilan semen restorasi gigi yang terekspos [68].

HEMA bertanggunjawab untuk bertambahnya penyerapan air, kemudian plastisitas


dan ekspansi higroskopik. Penyerapan air awal mungkin mengimbangi tekanan
penyusutan polimerisasi, penyerapan air yang berlanjut menyebabkan perubahan
substansional dimensi

[69, 70]

, kontraindikasi kegunaan mereka untuk sementasi dari

semua mahkota keramik dan pada gigi nonvital setelah ekspansi yang disebabkan
fraktur timbul

[35, 71]

. Namun , dua contoh studi dilakukan pada 2003 menyimpulkan

jika ekspansi sendiri tidak bertanggungjawab terhadap fraktur pada mahkota keramik
[72]

.
walaupun langka, mungkin mendapatkan respon alergi karena monomer bebas.

Penanganan yang hati-hati dianjurkan selama pencampuran [73, 74],


Kelebihan semen sangat keras dan sulit untuk dihilangkan.

Disarankan untuk luting logam atau mahkota porcelain-fused-tometal dan FPD pada gigi,
amalgam, resin komposit, atau glass ionomer core buildups [35].
Semen Anhydrous Luting
Poly-Acid Modified Composites (Kompomer)
Diperkenalkan pada pasar eropa sebagai bahan restoratif pada tahun 1993[75], semen ini juga
terdapat antara glass-ionomer dan resin komposit tetapi dengan karakteristik dominan dari
resin komposit microfilled. kata Kompomer merupakan turunan dai komposit dan glass
ionomer, memiliki kemampuan pelepasan fluoride dari GIC konvensional dan durabilitas
komposit [15].
Kompomer restoratif tersedia sebagai satu komponen, bahan light-curable yang terdiri dari
partikel silicate glass, sodium fluoride dan poly-acid modified monomer tapi tidak ada air.
Mulanya, setting timbul dikarenakan photopolimerisasi yang diikuti oleh reaksi berbasis
asam ketika bahan yang disediakan menyerap air. Hal ini pada akhirnya menyebabkan
pelepasan fluoride walaupun terbatas [15, 76]. Karena tidak adanya air pada restorasi kompomer,
mereka tidak self-adhesive seperti GIC konvensional dan resin-modified GIC, karenanya
membutuhkan agen bonding dentin terpisah [76].
Kompomer untuk tujuan luting tersedia sebagai sistem dua komponen, entah bubuk/liquid
atau sebagai dua pasta .
Bubuk: strontium aluminofluorosilicate, metallic oxides, chemical-activated dan/atau lightactivated initiators.

Liquid: polymerizable methacrylate/carboxylic acid monomers, multifunctional acrylate


monomers, air.
Karena keberadaan air, bahan tersebut self-adhesive dan reaksi berbasis asam mulai pada
waktu pencampuran

[15]

. Kekuatan tensil, kekuatan flexuraldan daya tahan pakai dari

Kompomer lebih hebat daripada semen glass-ionomer konvensional tapi kurang efektif
daripada resin komposit [75].
Mereka dianjurkan secara secara umum untuk sementasi prostesis dengan substrat logam.
Seperti resin-modified GIC, kompomer juga menyerap air dan mengalami ekspasi
hygroskopik yang mungkin mematahkan mahkota keramik (Tables 1, 2, 3).
Semen Resin
Berbasis Methyl Methacrylate
Semen resin berbasis Methyl methacrylate dikembangkan pada tahun 1950 tetapi memiliki
sifat fisik yang buruk, dimana, penysutan polimerisasi tinggi dan meningkatnya microleakage
karena kandungan filler rendah. Mereka juga memiliki tingkat residual amine tinggi yang
berkontribusi terhadap perubahan warna yang signifikan setelah polimerisasi [77].
Berbasis Aromatic Dimethacrylates
Semen resin Aromatic Dimethacrylate Pada tahun 1963, Dr. Rafael Bowen mengembangkan
methacrylate multifungsi pertama yang digunakan di dunia kedokteran gigi, yang disebut bisGMA atau resin Bowen. Resin bis-GMA {2,2-bis[4-(2 hydroxy-methacryloxypropoxy)
phenyl]propane}dapat dideskripsikan sebagai suatu ester aromatik dimetakrilat, yang
disintesis dari suatu resin epoxy dan methyl methacrylate

[78]

. Bis-GMA sangat kental dan

viskositas dimetakrilat rendah, seperti trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA) dicampur


dengan itu untuk mengurangi viskositas.
Tabel 1 Sifat semen luting

Tabel 2 Pilihan agen luting pada beberapa situasi klinis yang berbeda
Kondisi klinis

Tipe

agen

luting

Hipersensitivitas gigi vital

disarankan
Zinc polycarboxylate
Reinforced
eugenol

yang Agen luting yang harus

(hanya

Glass-

zincoxide ionomer, chemically cured


(Biokompatibel composite resin

dengan pulpa)
Hipersensitivitas gigi dengan Zinc polycarboxylate
bentuk retensi sedang

dihindari
, Zinc
phosphate,

[19]

mahkota

[19]

Zinc

phosphate,

Glass-

dan ionomer, chemically cured

jembatan jangka pendek)


composite resin
Hipersensitivitas gigi dengan Reinforced
zinc-oxide Zinc
phosphate,

Glass-

bentuk retensi dan resisten eugenol

ionomer, chemically cured

sedang/bagus

composite resin

dan

lapisan

dentin minimal
Gigi palsu sebagian jangka Zinc phosphate (favourable Zinc polycarboxylate [37]
panjang pada area dengan modulus of elasticity)

[15],

tekanan pengunyahan yang Glass-ionomer,


tinggi ketika gigi abutment Resinmodified glass-ionomer
tidak sensitif
(RMGI)
Gigi nonvital dengan bentuk Zinc phosphate
retensi dari yang sedang

sampai bagus
Gigi nonvital dengan bentuk Glass-ionomer,

RMGI,

retensi dari yang sedang Adhesive resin


sampai

kurang

bagus(Mungkin

terdapat

dinding/ cusp yang retak


Gigi termutilasi dengan Adhesive resin
restorasi post dan core
Pasien dimana restorasi Zinc polycarboxylate, RMGI
seutuhnya
yang

sulit

sulit/pada

area

diisolasi(Regio

posterior mandibula)
Pasien
kekurangan Glass-ionomer,
saliva(xerostomia)
Indeks karies tinggi

(pelepasan fluoride)
Glass-ionomer, RMGI

Gigi anak-anak dengan pulpa Zinc polycarboxylate


yang besar
Gigi yang dipreparasi untuk Adhesive
menerima

partial

resin,

RMGI
Zinc

phosphate,

Glass-

ionomer
Zinc
phosphate,

Glass-

ionomer
RMGI Glass-ionomer

veneer (kurang larut dan kebocoran membuat

crown atau retainer

mikro)

(translusen

enamel

bersebelahan

yang

dengan

cor

logam terlihat sedikit abuabu) [50], Zinc phosphate [7]


Semen Resin yang digunakan sekarang terdiri dari matriks resin bis-GMA atau urethane
dimethacrylate dan filler dari partikel inorganic yang baik (2080%) untuk memastikan
ketebalan film yang tipis.
Tersedia sebagai bubuk/liquid, kemasan kapsul, atau pasta dan diklasifikasikan kedalam tiga
tipe berdasarkan

metode polimerisasi

chemical-cured, lightcured

dan dual-cured.

Keuntungan:

kekuatan compressive and tensile yang lebih baik (2050 MPa) dengan kelarutan

rendah
Ikatan Mikromekanik terhadap preparasi permukaan enamel, dentin, alloy and

keramik
tersedia dalam rentang bentuk dan transulensi yang luars [19].

Kerugian:

Metikulus dan teknik preparasi kritis


Ketebalan film yang tinggi
kebocoran margin dikarenakan kebocoran margin
reaksi pulpa yang parah ketika digunakan untuk memotong dentin vital
Tidak ada pelepasan ataupun penambahan fluoride
modulus elastisitas rendah, jadi tidak dapat mendukung prosthesis jangka panjang.
kesulitan dalam penghilangan kelebihan resin komposit yang mengeras dari area yang

tidak terjangkau, menghalangi penggunaannya ketika margin subgingiva ditempatkan.


Penggunaan agen luting provisional berbasis eugenol menyebabkan polimerisasi

sempurna dari semen resin [19, 36, 79, 80].


dikarenakan kekuatan ikat awal yang rendah dan periode pematangan 24 jam, pasien
disarankan untuk menghindari pemuatan restorasi yang dilapisi dengan chemicallycured resin cements pada beberapa jam awal setelah sementasi. Semen berlebih harus
dihilangkan sebelum sebelum setting untuk menghindari pengerusakan ikatan awal
yang lemah[81].

Semen resin Adhesif


Dengan maksud untuk meningkatkan ikatan adhesif dari semen resin bisGMA, monomer
adhesif telah ditambahkan yang memungkinkan ikatan kimia pada masing-masing struktur
gigi permukaan preparasi logam yang sesuai. Itu termasuk bifunctional phosphate monomer,
10-methacryloyloxydecyl dihydrogen phosphate (MDP) dikembangkan pada tahun 1981 dan
carboxylic monomer, 4-methacryloxyethyl trimellitic anhydride (4-META). Ikatan Resin
difasilitasi oleh affinitas dari monomer tersebut untuk metal oxides yang ada pada basis
metal alloys tanpa harus menggunakan etsa asam [12]. Namun, resin tersebut memiliki affinitas
yang rendah untuk logam alloy mulia dikarenakan kurangnya selubung permukaan oksida
dan rekativitas kimia yang rendah membutuhkan beberapa modifikasi permukaan untuk
mencapai ikatan kimia (tin-plating, silicoating atau tribochemical coating atau penggunaan
logam primer baru) [12].
Panavia merupakan produk komersial pertama yang mengandung MDP pada liquid. Tersedia
sebagai bubuk/liquid, dalam bentuk tunggal, kekuatan ikat terhadap basis etssa logam secara
besar melebihi gigi

[82]

.Pada tahun 1993, Panavia 21 (Kuraray Co.,Osaka, Japan)

diperkenalkan, Suatu pasta/formulasi pastayang termasuk enamel/dentin(ED)primer yang


mengandung HEMA, N-methacryloyl 5-aminosalicylic acid(5- NMSA) dan MDP. Basis
retainer logam air-abraded, secara cepat dibersihkan tapi tidak teretsa karena udara dan air

mungkin terperangkap pada irregularitas yang memicu polimerisasi semen. Bonding enamel
yang belum terpotong memerlukan etsa pada gigi. A polyethylene glycol gel disediakan untuk
mengisolasi margin semen yang terpapar oksigen memastikan terjadinya polimerisasi
sempurna [58].
Produk saat ini, Panavia F- adalah semen pelepasan fluoride self-etching, selfadhesive, dualcure, yang dapat di cure dengan halogen, plasma ARC atau sinar LED. MDP menyediakan
ikatan terkuat terhadap sistem keramik metal-oxide.
Tersedia secara komersial

C&B Superbond (Parkell, Farmingdale, New York) yang

merupakan 4-META yang berbasis semen resin adhesifdengan inisiator adhesif tambahan,
tributyl boron ditambahkan untuk membantu ikatan kimia pada dentin [83].
Tabel 3 Agen luting untuk restorasi prosthodontik tetap yang berbeda

Ringkasan
Agen luting gigi menutupi tampilan antara restorasi dan preparasi gigi. Artikel ini mencoba
untuk memberikan wawasan tentang berbagai agen luting yang tersedia untuk petugas klinis
dari semen berbasis air konvensional sampai resin perekat terbaru. Tidak ada agen luting
tunggal yang ideal di semua situasi klinis. Artikel ini membahas sifat, kelebihan dan

kekurangan dari berbagai semen berniat untuk membantu petugas klinis dalam memilih agen
luting yang tepat dalam kondisi klinis tertentu.
Referensi
1. Schwartz NL, Whitsett LD, Berry TG, Stewart JL (1970) Unserviceable crowns and
fixed partial dentures: life-span and causes for loss of serviceability. J Am Dent Assoc
81:13951401
2. Walton JN, Gardner FM, Agar JR (1986) A survey of crown and fixed partial denture
failures: length of service and reasons for replacement. J Prosthet Dent 56:416421
3. Ames WB (1892) A new oxyphosphate for crown seating. Dent Cosmos 34:392393
4. Margerit J, Cluzel B, Leloup JM, Nurit J, Pauvert B, Terol A (1996) Chemical
characterization of in vivo aged zinc phosphate dental cements. J Mater Sci Mater
Med 7:623628
5. Smith DC (1983) Dental cements. Current status and future prospects. Dent Clin
North Am 6(3):763793
6. Stevens L (1975) The properties of four dental cements. Aust Dent J 20:361367
7. Oilo G, Jorgensen KD (1978) The influence of surface roughness in the retentive
ability of two dental luting cements. J Oral Rehabil 5:377389
8. Kay GW, Jablonski DA, Dogon IL (1986) Factors affecting the seating and fit of
complete crowns: a computer simulation study. J Prosthet Dent 55:1318
9. Wang CJ, Millstein PL, Nathanson D (1992) Effects of cement, cement space,
marginal design, seating aid materials and seating force on crown cementation. J
Prosthet Dent 67:786790
10. Jorgensen KD (1960) Factors affecting the film thickness of zinc phosphate cements.
Acta Odontol Scand 18:479490
11. Kendziar GM, Leinfelder KF, Hershey HG (1976) The effect of cold temperature
mixing on the properties of zinc phosphate cement. Angle Orthod 46:345 12.
12. Richard van N (2002) Introduction to dental materials. Mosby, London, pp 257278
13. Brannstrom M, Nyborg H (1977) Pulpal reaction to polycarboxylate and zinc
phosphate cements used with inlays in deep cavity preparations. J Am Dent Assoc
94:308
14. Johnson GH, Hazelton LR, Bales DJ et al (2004) The effect of resin-based sealer on
crown retention for three types of cement. J Prosthet Dent 91(5):428435
15. Anusavice KJ (1996) Phillips science of dental materials, 11th edn. WB Saunders,
Philadelphia, pp 555581
16. Timothy WF (1916) The Dental Review. Our present cements with special reference
to those containing copper, vol XXX, No. 8, Chicago, pp 691704
17. Russell D (2000) PhD ZNP red copper cement. Materia Medica, Feb 2001, pp 13

18. Overman PR (2000) Biofilm: a new view of plaque. J Contemp Dent Pract 1(3):18
Summer issue
19. OBrien W (2002) Dental materials and their selection, 3rd edn. Quintessence,
Chicago, pp 133155
20. McCabe JF, Walls AWG (2005) Applied dental materials, 8th edn. Blackwell Pub. Co,
Oxford, pp 226230
21. Anderson JN, Paffenbarger GC (1962) Properties of silicophosphate cements. D
Progress 2:7275
22. Hembree JH, George TA, Hembree ME (1978) Film thickness of cements beneath
complete crowns. J Prosthet Dent 39:533535
23. Smith DC (1998) Development of glass-ionomer cement systems. Biomaterials
19(6):467478
24. Luckie S (1898) Oxide of zinc and eugenol. Items D Int 20(July):490491
25. Weiss MB (1958) Improved zinc oxide-eugenol cement. Illinois D J 27(4):261271
26. Roland N, Kutscher AH, Ayres HD (1959) Effect of dicalcium phosphate on the
crushing strength of zinc-oxide eugenol cement. New York State D J 25(2):8486
27. Brauer GM, Simon L, Sangermano L (1962) Improved zinc oxide-eugenol type
cements. J Dent Res 41(5):10961102
28. Brauer GM, McLaughin R, Huget EF (1968) Aluminium oxide as reinforcing agent
for zinc-oxide eugenol-o-ethoxybenzoic acid cements. J Dent Res 47(4):622628
29. Brauer GM (1965) A review of zinc-oxide eugenol type filling materials and cements.
Rev Belge Med Dent 20(3):323364
30. Civjan S, Brauer GM (1964) Physical properties of cements based on zinc oxide,
hydrogenated rosin, o-ethoxybenzoic acid and eugenol. J Dent Res 43(2):281299
31. Mesu FP, Reedijk T (1983) Degradation of luting cements measured in vitro and in
vivo. J Dent Res 62:12361240
32. Brauer GM, Stransbury JW (1984) Intermediate restorations from N-Hexyl vanillateEBA-ZnO-glass-ionomer composites. J Dent Res 63:13151320
33. Brauer GM, Stransbury JW, Flowers D (1986) Modifications of cements containing
vanillate or syringate esters. Dent Mater 2:2127
34. Smith DC (1968) A new dental cement. Br Dent J 125(9): 381384
35. Diaz-Arnold AM, Vargas MA, Haselton DR (1999) Current status of luting agents for
fixed prosthodontics. J Prosthet Dent 81(2):135141
36. Rosentiel SF, Land MF, Crispin BJ (1998) Dental luting agents: a review of the
current literature. J Prosthet Dent 80(3):280301
37. Oilo G (1991) Luting cements: a review and comparison. Int Dent J 41:8188
38. Charlton DG, Moore BK, Swartz ML (1991) Direct surface pH determination of
setting cements. Oper Dent 16:231238
39. Wilson AD, Kent BE (1971) The glass-ionomer cement, a new translucent cement for
dentistry. J Appl Chem Biotechnol 21:313

40. Wilson AD, Kent BE (1972) A new translucent cement for dentistry. The glass
ionomer cement. Br Dent J 132:133135
41. McLean JW, Nicholson JW, Wilson AD (1994) Proposed nomenclature for glassionomer dental cements and related materials. Quintessence Int 25(9):587589
42. Longworth R (1983) The structure and properties of ionomers. In: Wilson AD, Prosser
HJ (eds) Developments in ionic polymers-1. Applied Science Publishers, Barking
43. Wilson AD, McLean JW (1985) Glass-ionomer cement. Quintessence, Chicago
44. Hosada H (1993) In: Katsuyama S, Ishikawa T, Fujii B (eds) Glass ionomer dental
cement-the materials and their clinical use. Ishiyaku Euroamerica, St Louis, pp 1624,
4046
45. McLean JW (1988) Glass-ionomer cements. Br Dent J 164: 293300
46. Um CM, ilo G (1992) The effect of early water contact on glass-ionomer cements.
Quitessence Int 23:209214
47. Mojon P, Kaltio R, Feduik D, Hawbolt EB, MacEntee MI (1996) Short-term
contamination of luting cements by water and saliva. Dent Mater 12:8387
48. Ogimoto T, Ogawa T (1997) Simple and sure protection of crown margins from
moisture in cementation. J Prosthet Dent 78:225
49. Hornsby PR (1980) Dimensional stability of glass-ionomer cements. J Chem Tech
Biotechnol 30:595601
50. Shillingburg HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE (1997) Fundamentals
of fixed prosthodontics, 3rd edn. Quintessence Publishing Co Inc, Chicago, pp 385
415
51. Mitchem JC, Gronas DG (1978) Clinical evaluation of cement solubility. J Prosthet
Dent 40:453
52. McLean JW (1992) Clinical applications of glass-ionomer cements. Oper Dent
17:184190
53. Wilson AD, Prosser HJ, Powis DM (1983) Mechanism of adhesion of polyelectrolyte
cements to hydroxyapatite. J Dent Res 62:590592
54. Strutz JM, White SN, Yu Z, Kane CL (1994) Luting cementmetal surface
physicochemical interactions on film thickness. J Prosthet Dent 72:128132
55. ilo G, Evje DM (1986) Film thickness of dental luting cements. Dent Mater 2:85
89
56. Smith DC, Ruse ND (1986) Acidity of glass ionomer cements during setting and its
relation to pulp sensitivity. J Am Dent Assoc 112:654657
57. Johnson GH, Powell LV, Derouen TA (1993) Evaluation and control of
postcementation pulpal sensitivity. Zinc phosphate and glass-ionomer cements. J Am
Dent Assoc 124:3946
58. McComb D (1996) Adhesive luting cements- classes, criteria & usage. Compend
Contin Edu Dent 17:759773

59. Davidson CL, Mjor IA (1999) Advances in glass-ionomer cements. Quintessence,


Chicago, pp 4143, 160166, 247250
60. Antonucci JM, McKinney JE, Stansbury JW (1988) Resin-modified glass-ionomer
cement. US Patent Application 160856
61. White SN, Yu Z (1993) Compressive and diametral tensile strengths of current
adhesive luting agents. J Prosthet Dent 69: 568572
62. Cho E, Kopel H, White SN (1995) Moisture susceptibility of resin-modified glassionomer materials. Quitessence Int 26: 351358
63. White SN, Yu Z (1992) Film thickness of new adhesive luting agents. J Prosthet Dent
67:782785
64. White SN, Yu Z, Sangsurasak S (1995) In vivo marginal adaptation of cast crowns
luted with different cements. J Prosthet Dent 74:2532
65. Robertello FJ, Coffey JP, Lynde TA, King P (1999) Fluoride release of glass ionomerbased luting cements in vitro. J Prosthet Dent 82:172176
66. Fujisawa S, Kadoma Y (1997) Action of eugenol as a retarder against polymerization
of methyl methacrylate by benzoyl peroxide. Biomaterials 18:701703
67. Sidhu SK, Sheriif M, Watson TF (1997) The effects of maturity and dehydration
shrinkage on resin-modified glass-ionomer restorations. J Dent Res 76:14951501
68. Sidhu SK, Watson TF (1990) Resin-modified glass-ionomer cements. Int J
Prosthodont 3:425429
69. Yap AU (1996) Resin-modified glass-ionomer cements: a comparison of water
sorption characteristics. Biomaterials 17:18971900
70. Kanchanavasita W, Pearson A, Pearson GJ (1997) Water sorption characteristics of
resin-modified glass-ionomer cements. Biomaterials 18:343349
71. Christensen RP, Christensen GJ (1996) Resin reinforced glass ionomer (RRGI)
cements, all-ceramic crown fracture. Clin Res Assoc Newsl 20(11):3
72. Synder MD, Lang BR, Razzoog ME (2003) The efficacy of luting all-ceramic crowns
with resin-modified glass-ionomer cement. J Am Dent Assoc 134:609612
73. Ivoclar (1997) Variolink II scientific documentation. Ivoclar North America, Amherst
74. 3M Dental Products (1994) Vitremer luting cement technical product profile. 3M
Dental Products Laboratory, StPaul
75. Meyer JM, Cattani-Lorente MA, Dupuis V (1998) Compomersbetween glassionomer cements and composites. Biomaterials 19(6):529539
76. Mount GJ (2002) An atlas of glass-ionomer cements, a clinicians guide, 3rd edn.
Martin Dunitz, New York, pp 173
77. Petrich A, VanDercreek J, Kenny K (2004) Clinical update on dental luting cements,
vol 26, no. 3. Naval Postgraduate Dental School, Bethesda, Maryland, March 2004
78. Bowen RL (1963) Properties of a silica-reinforced polymer for dental restorations.
JADA 66:5764

79. Zhen CL, White S (1999) Mechanical properties of dental luting cements. J Prosthet
Dent 81(5):597609
80. Taira J, Ikemoto T, Yoneya T, Hagi A, Murakami A, Makino K (1992) Essential oil
phenyl propanoids useful as OH scavengers? Free Radic Res Commun 16(3):197204
81. Burrow MF, Nikaido T, Satoh M, Tagami J (1996) Early bonding of resin cements to
dentin-effect of bonding environment. Oper Dent 21:196202
82. Tjan AHL, Tao L (1992) Seating and retention of complete crowns with a new
adhesive resin cement. J Prosthet Dent 67(4):478483
83. Ertugrul HZ, Ismail YH (2005) An in vitro comparison of cast metal dowel retention
using various luting agents and tensile loading. J Prosthet Dent 93(5):446452
84. Craig RG, Powers JM (2002) Restorative dental materials, 11th edn. Mosby, St
Louis, pp 594634
85. Griffith JR, Cannon RWS (1974) Cementationmaterials and techniques. Aust Dent
J 19:9399
86. Misch CE (1999) Contemporary implant dentistry, 2nd edn. Mosby Inc, St Louis, pp
539573

Anda mungkin juga menyukai