Anda di halaman 1dari 29

PENDAHULUAN

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi sinus paranasalis. Penyebab


utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara
epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksilla. .
Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris,
etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung
selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu
tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis.1,2
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis
ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang
ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang
sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang pada anak berusia
kurang lebih 8 tahun.
Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena
(1) merupakan sinus paranasal terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar
sehingga sekret dari sinus maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar
sinus maxilla adalah dasar akar gigi (processus alveolaris), sehingga infeksi pada
gigi dapat menyebabkan sinusitis maxilla, (4) ostium sinus maxilla terletak di
meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah
tersumbat.

ETIOLOGI

Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu


penyakit timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun
akibat defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan
faktor eksternal seperti perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang
tinggi zat kimiawi, debu, asap tembakau dan lain-lain.
Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit
sinusitis, berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan
neoplasma. Adapun agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur.4

Virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas,
infeksi virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga
menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan
mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai
dapat meluas ke sinus. Antara agen virus tersering menyebabkan sinusitis
antara lain: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan
adenovirus.

Bakteri
Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan
penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain: Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus
alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari
sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut.
Namun karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang
adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi
yang terlibat cenderung bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar
merupakan bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium,
Bacteroides, dan Veillonella).

Jamur
Biasanya

terjadi

pada

pasien

dengan

diabetes,

terapi

immunosupresif, dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS.


Jamur penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Aspergillus dan
Zygomycetes.

EPIDEMIOLOGI
Setiap 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dideteksi positif sinusitis
dengan lebih dari 30 juta manusia didiagnosa sinusitis setiap tahun. Sinusitis lebih
sering terjadi dari awal musim gugur dan musim semi. Insiden terjadinya sinusitis
meningkat seiring dengan meningkatnya kasus asma, alergi, dan penyakit traktus
respiratorius lainnya. Perempuan lebih sering terkena sinusitis dibandingkan lakilaki

karena

mereka

lebih

sering

kontak

dengan

anak

kecil.

Angka

perbandingannya 20% perempuan disbanding 11.5% laki-laki. Sinusitis lebih


sering diderita oleh anak-anak dan dewasa muda akibat rentannya usia ini dengan
infeksi Rhinovirus.

KLASIFIKASI
Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan,
sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm):
- Ringan

= VAS 0-3

- Sedang

= VAS >3-7

- Berat

= VAS >7-10

Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS
jawaban dari pertanyaan:
Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara?
_______________________________________________________________

Tidak mengganggu

10 cm

Gangguan terburuk yang masuk akal

Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien


Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi:
Akut

< 12 minggu
Resolusi komplit gejala

Kronik

12 minggu
Tanpa resolusi gejala komplit
Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut
Rinosinusitis kronik tanpa bedah sinus sebelumnya terbagi menjadi

subgrup yang didasarkan atas temuan endoskopi, yaitu:


1. Rinosinusitis kronik dengan polip nasal
Polip bilateral, terlihat secara endopskopi di meatus media
2. Rinosinusitis kronik tanpa polip nasal
Tidak ada polip yang terlihat di meatus media, jika perlu setelah
penggunaan dekongestan.

PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. 2
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak
dan lendir tidak dapat dialirkan karena ostium sinus tersumbat. Maka terjadi
tekanan negatif di dalam rongga sinus terjadinya transudasi, yang mula-mua

cairan serosa. Gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia
menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih
kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.
Kondisi inilah yang disebut rhinosinusitis non-bacterial.

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan
jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat
menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema
mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang
sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang
sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil
membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.7
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini,
yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan:
1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya
kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.
2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada
kelainan epitel.
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar
melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan
bakteri, debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler

terjadi dan darah bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer
dan sedikit, kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi
fibrin dan serum.
4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan
berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari.
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke
tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi
masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan
belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan
menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya
dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis
tulang.
Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi melalui :
tromboflebitis dari vena yang perforasi
Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau
nekrotik
terjadinya defek
melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia.
Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara
-

limfatik.

GEJALA KLINIS
Wald mencatat bahwa gejala flu biasa membaik dalam 5 sampai 7 hari,
dan jika gejala menetap lebih dari 10 hari, gejala cenderung menjadi sekunder ke
salah satu sinusitis akut atau gejala persisten dari sinusitis kronis. Gejala sinusitis
kronis berlangsung lebih dari 3 minggu. American Academy of Otolaryngology
membagi kategori gejala untuk menegakan rinosinusitis, yaitu kategori gejala
mayor dan minor. Menurut durasi gejala, rinosinusitis didefinisikan sebagai akut
bila gejala berlangsung 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala hadir selama 4

sampai 12 minggu, atau kronis untuk gejala yang berlangsung lebih dari 12
minggu.
Sinusitis akut
Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh
virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut
termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella
catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran
napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7
hari.
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi
virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh
infeksi bakteri , yang bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus
merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi
purulen.
Sinusitis akut berulang tejadi gejala lebih dari 4 episode per tahun dengan
interval bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis didefinisikan sebagai
memburuknya gejala pada pasien yang sudah didiagnosis rhinosinusitis secara
tiba-tiba, dengan kembali ke gejala awal setelah perawatan. Untuk mendiagnosis
rhinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 faktor mayor 2 faktor minor. Jika
hanya 1 faktor mayor atau 2 faktor minor ini harus dimasukkan dalam diagnosis
diferensial.
SIGNS AND SYMPTOMS ASSOCIATED WITH DIAGNOSIS OF RHINOSINUSITIS
(1996 RHINOSINUSITIS TASK FORCE)

Gejala Mayor

Gejala Minor

Nyeri atau rasa tertekan pada muka

Sakit kepala

Kebas atau rasa penuh pada muka

Demam (pada sinusitis kronik)

Obstruksi hidung

Halitosis

Sekret hidung yang purulen, post nasal drip

Kelelahan

Hiposmia atau anosmia

Sakit gigi

Demam (hanya pada rinosinusitis akut)

Batuk
Nyeri, rasa tertekan atau rasa penuh pada
telinga

Sinusitis kronik
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama
eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut, selain itu gejala berupa suatu
perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali
mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini
yaitu : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok,
gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke
paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang penting adalah
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.
Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor
predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya yang
menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering
mengalami hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan
daripada yang tidak memiliki polip nasi. Bakteri yang memegang peranan penting
dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih kontroversial. Organisme yang
umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus, bakteri
anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa.

REQUIREMENTS FOR DIAGNOSIS OF CHRONIC RHINOSINUSITIS (2003 TASK


FORCE)

Durasi
>

12

gejala

Gejala
minggu Satu atau lebih dari gejala
terus tersebut

menerus

Pemeriksaan Fisik
1. perubahan pada hidung, polip, atau
polypoid

pembengkakan

rhinoskopi

anterior

pada
(dengan

decongestion) atau hidung endoskopi


2. Edema atau eritema di meatus tengah
pada hidung endoskopi
3. Generalized atau lokal

edema,

eritema, atau jaringan granulasi di


cavum hidung. Jika tidak melibatkan
meatus tengah,foto diperlukan untuk
diagnosis
4. Foto untuk memperjelas diagnosis
(foto

polos

atau

computerized

tomography)

Kennedy mengklasifikasikan rhinosinusitis kronik menjadi 4 bagian berdasarkan


area yang terlibat :
Stadium
I

Area
kelainan anatomi Semua penyakit sinus unilateral Penyakit Bilateral
terbatas pada sinus ethmoid

II

ethmoid bilateral dengan keterlibatan satu sinus lainnya

III

ethmoid bilateral dengan keterlibatan 2 atau lebih sinus lainnya

IV

Poliposis sinonasal Diffuse

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Gejala subyektif : Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala lokal
yaitu :hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (postnasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagihari,
nyeri di daerahsinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.
1. Sinusitis Maksilaris
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris
akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya
reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak,
penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu
naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat
keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.7
2. Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang
dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola
mata atau di belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis,
post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
pada pangkal hidung.
3. Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan
memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila
disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik,

10

nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi
merupakan tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.
4. Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke
verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan
oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.
Gejala Obyektif : Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan
kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak
mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika

terdapat komplikasi.
Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema,
pada sinusitismaksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior
tampak nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid
posterior dan dansinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus
superior.( Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor maupun
komplikasi

sinusitis.Jika

ditemukan

maka

kita

harusmelakukan

penatalaksanaan yang sesuai).


Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip).
Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang
lebih 5 menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung,
pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan
ludan dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris,
maka akan keluar pus dari hidung.

Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk


mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan
berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CTScan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat
memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan
patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga
dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.

Pemeriksaan foto kepala

11

Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal


terdiri atas berbagai macam posisi antara lain:
a. Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang
midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak
pyramid tulang

petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau

pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line
tegak lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal.

Foto kepala posisi Caldwell

Foto konvensional caldwell posisi PA menunjukkan air fluid level pada


sinus maxillaris merupakan gambaran sinusitis akut
b. Foto kepala lateral

12

Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan


sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar
sinus maksilaris berhimpit satu sama lain.15

Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus


maksilla
Pada sinusitis tampak :
- penebalan mukosa
- air fluid level (kadang-kadang)
- perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para nasal
- penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus
kronik)
c. Foto kepala posisi waters
Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap
film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada
foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada
dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus maxillaris dapat
dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada
keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat
menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.

13

d. Foto kepala posisi Submentoverteks


Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala
pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar
dengan film. Sentrasi tegak lurus film dalam bidang midsagital
melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk melihat
sinus frontalis dan dinding posterior sinus maxillaris.

e. Foto posisi Rhese


Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian
posterior sinus ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita
sisi lain.

14

f. Foto kepala posisi Towne


Posisi ini diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi
antara 300-600 ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kirakira 8 cm diatas glabela dari foto polos kepala dalam bidang
midsagital.proyeksi ini paling baik untuk menganalisis dinding
posterior sinus maxillaris, fisura orbitalis inferior, kondilus
mandibularis dan arkus zigomatikus posterior.

Pemeriksaan Tomogram
Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan
multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan
tomogram sudah jarang digunakan. Tetapi pada fraktur daerah sinus
paranasal, pemeriksaan tomogram merupakan suatu teknik yang terbaik
untuk

menyajikan

fraktur-fraktur

tersebut

dibandingkan

dengan

pemeriksaan axial dan coronal CT-Scan. Pada Pemeriksaan Tomogram


biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP atau Waters.

Pemeriksaan Ct Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang
sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat
menganalisis dengan baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk
jaringan lunak, irisan axial merupakan standar pemeriksaan paling baik
yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan
ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus
dan palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.

15

Foto normal CT Scan sinus Maxilla

Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maxilla dengan


penebalan dinding mukosa di sinus maxilla kanan

Pemeriksaan MRI
MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan
struktur jaringan lunak dalam sinus. Kadang digunakan dalam kasus
suspek tumor dan sinusitis fungal. Sebaliknya, MRI tidak mempunyai
keuntungan dibandingkan dengan CT Scan dalam mengevaluasi sinusitis.
MRI memberi hasil positif palsu yang tinggi, penggambaran tulang yang
kurang, dan biaya yang mahal. MRI membutuhkan waktu lama dalam
penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan yang relatif cukup cepat
dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia. 16
MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan
mengenali mukokel. MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik
untuk mendeteksi empiema subdural atau epidural. (11)

16

Foto MRI normal sinus

MRI menunjukkan ekstensi intraorbital sinus ethmoid bagian kanan

PENATALAKSANAAN

Mikrobiologi pada sinusitis orang dewasa


Acute
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Anaerobes
Staphylococcus aureus
Other streptococci

Chronic
Staphylococcus aureus
Streptococcus pneumonia
Anaerobes
Enteric gram-negative bacilli
Coagulase-negative staphylococcus
Haemophilus influenzae
Pseudomonas aeruginosa
Alpha streptococcus
Moraxella catarrhalii

Antibiotik
merupakan
kunci

dalam

17

penatalaksanaan sinusitis supuratif akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat


untuk kuman gram positif dan negatif. Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae
yang resisten terhadap amoksisilin. Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah
kombinasi eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.
Terapi antibiotic harud diteruskan minimum 1 minggu setelah gejala
terkontrol. Lama terapi rata-rata 10 hari. Karena banyaknya distribusi ke sinussinus yang terlibat, perlu mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat bila
tidak, mungkin terjadi sinusitis supuratif kronik.
Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki
drainase dan pembersihan secret dari sinus. Untuk sinusitis maxillaris dilakukan
pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis frontalis dan
sinusitis sphenoidalis dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian
dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan
dan klinis masih tetap banyak secret purulen, maka perlu dilakukan bedah radikal.
Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami
komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat
menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik karena
selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab sinusitis, kemampuan
menembus sawar darah otaknya juga baik.
Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan
metronidazole

atau

klindamisin.

Klindamisin

dapat

menembus

cairan

serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan predisposisi


alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga dilakukan untuk
mengurangi nyeri.
Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani
bermanfaat. Pengontrolan lingkungan, steroid topical, dan imunoterapi dapat
mencegah eksesarbasi rhinitis sehingga mencegah perkembangannya menjadi
sinusitis.
Dekongestan

18

Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang)


Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis alfa

adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek


Dekongestan topikal
Phenylephrine Hcl 0 , 5 % d a n oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat
vasokonstriktor lokal. Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan
mengurangi oedema mukosa.

AntiHistamin dan Kortikosteroid

Antihistamin serta kortikosteroid diberikan lebih khusus untuk penderita


sinusitis yang dicetuskan karena keadaan rhinitis alergi.

Antihistamin

Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamin golongan II


mempunyai keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi

rhinore,
dan menghilangkan
obstruksi, serta tidak memiliki efek samping
Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih
gejala,
salah sa
Keadaan yang harus sege
Edema
periorbita
tunya termasuk hidung tersumbat/
obstruksi/
kongesti
atau
pilek;
sekret
hidung
anterior/
posterior;
nyeri/ ras
menembus sawar darah otak
Penghidu terganggu/ hilang
Pendorongan letak bola m
Penglihatan ganda
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan
Oftalmoplegi
Penurunan visus
Kortikosteroid
Nyeri frontal unilateral ata
Bengkak daerah frontal
bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan disini adalah kortikosteroid
Tanda meningitis atau tan
oral yaitu metil prednisolon, efek samping berupa retensi air sangat
minimal, begitupula dengan efek terhadap lambung juga minimal.
Gejala menetap atau memburuk setelah 5 hari
Gejala kurang dari 5 hari atau membaik setelahnya

Common cold

Pengobatan simtomatik

Sedang

Berat

Steroid topikal

Antibiotik + ster

Tidak ada perbaikan setelah 14 hari


Perbaikan dalam 48 jam

Tidak ada perbaikan

19
Rujuk ke dokter spesialis Teruskan terapi untuk 7-14 hari

Rujuk ke dokter

Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007

Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik


adalah

nasoantrostomi

atau

pembentukan

fenestra

nasoantral.

Ekmoidektomi dilakukan pada sinusitis etmoidalis. Frontoetmoidektomi


eksternal

dilakukan

pada

sinusitis

frontalis.

Eksplorasi

sfenoid

dilakukan pada sinusitis sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik


merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi yang baik dan
magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus normal bagi ahli bedah,
teknik ini menjadi populer akhir-akhir ini.

20

Sinusitis kronis

2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung
Pikirkananteri
diag
Penghidu terganggu/ hilang
Gejala unilat
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior
Perdarahan
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan
Krusta
Gangguan pe
Gejala Orbita
Edema Perior
Pendorongan
Pertimbangkan
diagnosis
laing
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau pilek yang tidak jernih; nyeri bagian
frontal,
Penglihatan
Gejala unilateralOftalmoplegi
Gangguan Penghidu
Perdarahan
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer
Nyeri kepala
Krusta
Tes Alergi
Bengkak dae
Tersedia Endoskopi
Kakosmia
Pertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal Asma
Tanda menin
Gejala Orbita
Edema Periorbita
Penglihatan ganda
Oftalmoplegi
Polip
adabagian
polip
Endosko
Nyeri Tidak
kepala
frontal
ya
Edem frontal
Tanda meningitis atau tanda

Pemerik
Ikuti skema polip hidungIkuti
Dokter
skema
Spesialis
Rinosinusitis
THT kronik Dokter Spesialis
Foto PoT
Komput
Ringan VAS 0-3

Sedang atau berat VAS >3-10


Rujuk Dokter Spesialis THT jika Operasi Dipertimbangkan

Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa untuk

Steroid
Perlu in
Cuci hid
Cuci hidung
Antihist
Kultur & resistensi Kuman
Makrolid jangka panjang

Steroid topikal
Steroid
topikal
Intranasal
Gagal setelah
3 bulan
pelayanan kesehatan primer
dan
dokter
spesialis cuci
non hidung
THT berdasarkan
European
Position Paper

on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007

Perbaikan

Reevaluas

Tindak lanjut Jangka Panjang + cuci hidung


Steroid topikal
Makrolide jangka panjang

21

La

2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau sekret hidung berwarnar;
Pertimbangkan
nyeri
diagnosis
bagian front
lain :
Gangguan Penghidu
Gejala unilateral
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi Komputer
Perdarahan
Tes Alergi
Krusta
Pertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta; misal ASA
Kakosmia
Gejala Orbita
Edema Periorbita
Penglihatan ganda
Oftalmoplegi
Nyeri kepala bagian frontal ya
Edem frontal
Tanda meningitis atau tanda fo
Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada dewasa untuk
dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
20076

Ringan VAS 0-3

Sedang VAS 3-7

Berat VAS > 10

Perlu inv
Steroid topikal (spray)

Steroid topikal tetes hidung Steroid oral jangka pendek


Steroid topikal

Dievaluasi setelah 3 bulan


Evaluasi setelah 1 bulan

Perbaikan

Tidak membaik
Perbaikan

Lanjutkan Steroid Topikal

Evaluasi setiap 6 bulan

Tindak lanjut
22
Cuci hidung
Steroid topikal + oral
Antibiotika jangka panjang

Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada dewasa untuk dokter
spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 20076

KOMPLIKASI
Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan.
Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada
komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti, insiden
dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan
bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi
lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari
sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh
penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan
yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami
kontaminasi.
Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain20
1. Komplikasi lokal
a) Mukokel
b) Osteomielitis (Potts puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
a)

Inflamatori edema

23

b)

Abses orbital

c)

Abses subperiosteal

d)

Trombosis sinus cavernosus.


3. Komplikasi intrakranial

a)

Meningitis

b)

Abses Subperiosteal
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya

antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat
penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan
kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik
atau berkomplikasi.
Osteomielitis
Infeksi sinus dapat menjalar hingga struktur tulang mengakibatkan
osteomielitis baik di anterior maupun posterior dinding sinus. Penyebaran infeksi
dapat berasal langsung atau dari vena yang berasal dari sinus. Osteomielitis paling
banyak ditemukan pada dinding sinus frontal. Sekali tulang terinfeksi, bisa
menyebabkan erosi pada tulang tersebut dan mempermudah terjadinya
penyebaran infeksi di bawah subperiosteum yang berujung pembentukan abses
subperiosteal. Erosi bisa mempengaruhi bagian anterior atau posterior dari dasar
sinus yang mempermudah terjadinya penyebaran ekstrakranial atau intrakranial.
Jika abses subperiosteal berbatasan dengan dasar anterior dari tulang frontal itu
disebut dengan Pott`s puffy tumor. Pasien dengan Pott`s puffy tumor selalu
muncul pada usia lebih dari 6 tahun karena sinus frontalis belum terbentuk pada
usia di bawah 6 tahun.
a) Etiologi

24

Osteomielitis yang disebabkan karena komplikasi dari sinusitis memiliki


organisme yang sama dengan penyebab sinusitis itu sendiri. Organisme tersering
adalah Staphylococcus, Streptococcus dan bakteri anaerob.
b) Gejala klinis
Gejala klinis antara lain nyeri dan nyeri tekan dahi setempat sangat berat,
gejala sistemik berupa sakit kepala, malaise, demam, dan menggigil.
Pembengkakan diatas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila
terbentuk abses subperiosteal, terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi
tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Jika disertai
dengan Pott`s puffy tumor juga ditemukan penonjolan pada dahi.

Gambaran Pott`s puffy tumor pada osteomielitis

c)

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran radiografi dimana tidak hanya

untuk mengkonfirmasi, tapi juga untuk mencari komplikasi intrakranial.


Radiogram dapat memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa
intrasinus

dalam

sinus

yang

keruh.

Pada

stadium

lanjut,

radiogram

memperlihatkan gambaran seperti digerogoti rayap pada batas-batas sinus,


menunjukkan infeksi telah meluas melampaui sinus. Dekstruksi tulang dan
pembengkakan jaringan lunak, demikian pula cairan atau mukosa sinus yang
membengkak paling baik dilihat dengan CT scan. Tes darah rutin seperti hitung
sel memiliki nilai yang rendah dan tidak spesifik, tapi peningkatan laju endap
darah mungkin mengindikasikan adanya osteomielitis.
d) Penatalaksanaan
25

Penatalaksanaan dari osteomielitis adalah pemberian antibiotik intravena


selama 6-8 minggu. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik yang bisa
mengeradikasi kuman aerob dan anaerob. Terapi empirik yang biasa digunakan
adalah kombinasi generasi ketiga sefalosporin (ceftriaxon) dan metronidazol atau
klindamisin, dan dapat ditambahkan vankomisin, atau linezolid jika ada
Streptococcus pneumonia yang telah resisten. Terapi oral dengan amoxicillinclavulanat atau kombinasi cefixime dan metronidazol atau klindamisin juga bisa
digunakan. Terapi pilihan sebaiknya sesuai dengan kultur. Jika ada abses, drainase
abses adalah terapi pilihan.

Infeksi orbital
Infeksi orbita disebabkan oleh penetrasi ruang orbita saat operasi atau
trauma, kebanyakan disebabkan oleh bakteri yang menyebar dari sinus yang
terinfeksi. Oleh karena ruang orbita dibatasi oleh beberapa sinus, seperti sinus
frontalis, etmoid, dan maksilari, infeksi dari sinus tersebut berpotensial menyebar
hingga ruang orbita. Sinus etmoid sangat mempengaruhi penyebaran infeksi ke
ruang orbita. Hal ini dipengaruhi karena sangat eratnya hubungan antara dinding
sinus dengan orbita. Dinding yang tipis menyebabkan infeksi lebih mudah
menyebar. Sinus etmoid mempunyai dinding yang paling tipis, disebut lamina
papyracea yang batas lateral dan medialnya adalah orbita. Sehingga infeksi pada
orbita biasanya dimulai dari bagian medial. Walaupun jarang terjadi dinding sinus
yang lebih tebal dapat juga menyebabkan infeksi orbita. Sekali infeksi menyebar
melalui dinding sinus, batas periosteal dinding sinus berperan sebagai barrier
tambahan untuk memproteksi orbita dari penyebaran infeksi. Jika terbentuk abses
di antara dinding dengan periosteum, disebut abses subperiosteal. Jika periosteum
rusak maka akan terbentuk abses orbita.
a) Etiologi
Banyak organisme yang dapat diisolasi dari penderita infeksi orbita. Dapat
berupa organisme tunggal maupun organisme campuran, anaerob maupun aerob,

26

atau gabungan keduanya. Biasanya, hasil isolasi sama dengan yang ditemukan
pada sinus terinfeksi.
b) Diagnosis
Pada sebuah artikel Chandler menyampaikan sebuah sistem klasifikasi dari
infeksi orbita yang masih dapat digunakan hingga kini. Infeksi orbita dibagi
menjadi lima grup berdasarkan progresifitasnya menjadi infeksi serius, yaitu :6, 17
1. Selulitis preseptal (selulitis periorbita), yaitu simple cellulitis dari kelopak
mata yang menyebabkan pembengkakan kelopak mata. Infeksi terbatas pada
kulit di depan septum orbita. Terjadi peradangan atau reaksi edema yang
ringan akibat infeksi sinus etmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama
ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan
sinus etmoidalis seringkali merekah pada kelompok umur ini.

Gambar 13. Gambaran selulitis periorbita


2. Selulitis orbita, terlihat sebagai edema difus dari garis batas orbita dan bakteri
telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. Selulitis
ini menyebabkan kelopak mata bengkak dan nyeri ketika otot ekstra okular
bergerak.
3. Abses subperiosteal, ditandai oleh edema dari garis batas orbita dengan
pengumpulan pus diantara periorbita dan dinding tulang orbita. Secara klinis
pasien dengan kondisi ini mirip dengan grup dua, tetapi terdapat proptosis
yang menonjol dan kemosis.

27

4. Abses orbita, ditandai adanya abses pada rongga orbita, pus telah menembus
periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Pada tahap ini disertai gejala sisa
neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak
otot ekstraokuler mata yang terserang dan kemosis konjungtiva merupakan
tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
5. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran
bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus dimana selanjutnya
terbentuk suatu tromboflebitis septik. Secara patognomonik trombosis sinus
kavernosus terdiri dari oftalmoplegia, kemosis konjungtiva, gangguan
penglihatan yang berat, kelemahan pasien dan tanda-tanda meningitis oleh
karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV,
dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

Gambar 14. Gambar klasifikasi komplikasi infeksi orbita pada sinusitis

Keputusan yang paling penting dalam menghadapi pasien dengan mata


yang bengkak bergantung kepada apakah ada keterlibatan preseptal atau proses
orbita. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dapat menjadi dasar diagnosis. Selulitis preseptal paling banyak disebabkan oleh

28

trauma lokal. Anamnesa dapat berhubungan dengan gigitan serangga atau trauma
lain pada kulit disekeliling mata yang menyebabkan infeksi sekunder. Infeksi ini
biasanya terjadi secara tiba-tiba. H. influenzae tipe B menyebabkan infeksi pada
kelopak mata sehingga kelopak mata bengkak dan menutup dalam hitungan jam.
Pada proses inflamasi selulitis preseptal terdapat inflamasi lokal pada mata,
ditemukannya panas, kemerahan, indurasi dan nyeri pada penekanan. Pasien
dengan kelopak mata bengkak, merah, tidak nyeri pada palpasi, tidak indurasi
merupakan suatu reaksi alergi atau pembendungan vena karena terdapatnya
sinusitis harus diperhatikan.20
Infeksi orbita (grup dua sampai empat) lebih sulit untuk diidentifikasi dan
tidak khas waktu kejadiannya. Pasien biasanya memiliki riwayat keluar cairan dari
hidung, sakit kepala atau terasa berat dan demam. Jika infeksi terjadi pada orbita,
kemungkinan dapat tejadi hilangnya penglihatan. Infeksi orbita dapat menyerupai
infeksi preseptal. Pasien datang dengan inflamasi orbita. Kelopak mata yang
bengkak tidak mengindikasikan adanya inflamasi. Karena terbatasnya ruang pada
orbita, massa inflamasi dapat mengenai sekeliling struktur. Infeksi orbita yang
simple menyebabkan tekanan pada otot okular dan menyebabkan nyeri bila mata
bergerak. Jika terdapat abses subperiosteal atau bentuk abses lainnya, penekanan
orbita menyebabkan proptosis. Jika proses inflamasi menekan nervus optikus
dapat menyebabkan kebutaan. Pada keadaan awal ditemukannya infeksi orbita
mungkin minimal, tetapi akan banyak ditemukan bila infeksi terus berlanjut.

PROGNOSIS

Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70%
penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki
prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah
diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik
dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang mengalami kekambuhan.19

29

Anda mungkin juga menyukai