glutinosa)
DENGAN PENAMBAHAN NATRIUM SITRAT
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
Sigit Satria Putra
NIM 121710101111
BAB 1. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh penambahan Na-sitrat terhadap sifat fisik dan kimia beras
ketan instant.
2. Mengetahui pengaruh penambahan Na-sitrat tehadap hasil organoleptik ketan
instant.
3. Mengetahui penambahan perlakuan yang tepat Na-sitrat pada ketan instant.
4. Mengetahui penambahan Na-sitrat yang tepat terhadap tingkat kesukaan panelis
pada ketan instant.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberi informasi tentang proses pembuatan ketan instant.
2. Meningkatakan nilai guna dari beras ketan dalam pemuatan ketan instant.
3. Memberikan informasi mengenai karakteristik sifat fisik, kimia, dan organoleptik
pembuatan ketan instant.
Beras ketan (Oryza sativa L var. glutinosa) merupakan salah satu varietas padi yang
banyak terdapat di Indonesia dan berpotensi untuk dikembagkan. Produksi beras ketan pada
tahun 2011 mencapai 42.000 ton (Anshori, 2011). Pemanfaatan beras ketan dari segi
konsumsi umumnya masih terbatas pada produk olahan tradisional yang membutuhkan waktu
lama dalam proses pembuatannya. Pengembangan beras ketan ke dalam agroindustri dinilai
mampu membawa multiplier effect yang cukup signifikan dalam pertumbuhan perekonomian
di Indonesia mulai dari sektor hulu (pertanian) hingga sektor hilir yang meliputi perindustrian
dan perdagangan.
Butir beras ketan sebagian besar terdiri dari pati (sekitar 70-80%) yang terdapat dalam
endosperma (Direktorat Gizi, 1981). Pati beras ketan sebagian besar terususun dari fraksi
amilopektin dengan rasio perbandingan selisih kandungan amilosa dan amilopektin, yaitu 7%
amilosa dan 93% amilopektin (Juliano, 1972; Indrasari et al., 2008). Komposisi kimia beras
ketan putih dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi kimia beras ketan putih
Komponen
Karbohidrat
Protein
Lemak
Ca
Fe
Vitamin B
Air
Sumber: Direktorat Gizi (1981)
Satuan (gram)/100 gr
79,4
6,7
0,70
12
0,8
0,16
12
Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan
bagian polimer linier dengan ikatan -(1> 4) unit glukosa. Derajat polimerisasi amilosa
berkisar antara 5006.000 unit glukosa, bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan
polimer -(1> 4) unit glukosa dengan rantai samping -(1> 6) unit glukosa. Dalam suatu
molekul pati, ikatan -(1>6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara
45%. Namun, jumlah molekul dengan rantai yang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan
derajat polimerisasi 105 3x106 unit glukosa (Jacobs dan Delcour 1998).
Amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang dapat memutar dan membentuk
daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa yang bersulur tunggal terdapat hidrogen
yang berikatan dengan atom O-2 dan O-6. Rantai lurus amilosa yang membentuk sulur ganda
kristal tersebut tahan terhadap amilase. Ikatan hydrogen inter- dan intra-sulur mengakibatkan
terbentuknya struktur hidrofobik dengan kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur
tunggal amilosa mirip dengan siklodekstrin yang bersifat hidrofobik pada permukaan
dalamnya (Chaplin 2002).
amilosa.
Walaupun
tersusun
dari
monomer
yang
sama,
demikian,
pada
amilopektin
terbentuk
cabang-cabang
produk
pangan
instan
bertujuan
memudahkan
masyarakat
saat
mengkonsumsinya. Produk pangan instan sangat mudah disajikan dalam waktu yang relatif
singkat. Pangan instan terdapat dalam bentuk kering atau konsentrat, mudah larut sehingga
mudah untuk disajikan yaitu hanya dengan menambahkan air panas atau air dingin. Produk
pangan instan berkembang dengan pesat mengikuti perkembangan jaman dimana masyarakat
menuntut produk pangan yang mudah dikonsumsi, bergizi, dan mudah dalam penyajiannya.
Pengertian pangan instan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) berarti
langsung atau tanpa dimasak lama, dapat dimakan atau dapat diminum. Istilah instanisasi
telah mencakup berbagai perlakuan, baik kimia maupun fisik yang akan memperbaiki
karakteristik hidrasi dari suatu produk pangan dalam bentuk bubuk (Johnson dan Peterson,
1971). Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992), pangan instan merupakan bahan makanan
yang mengalami proses pengeringan air, sehingga mudah larut dan mudah disajikan hanya
dengan menambahkan air panas atau air dingin. Australian Academy Of Technological
Sciences and Engineering (2000) memberikan definisi pangan instan sebagai produk pangan
yang di dalam penyajiannya melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan
berbagai proses pemasakan.
Ada beberapa kriteria bahan pangan yang harus dipenuhi dalam pembuatan produk
pangan instan. Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992) kriteria yang harus dimiliki bahan
makanan agar dapat dibentuk produk pangan instan antara lain a) memiliki sifat hidrofilik,
yaitu sifat mudah mengikat air, b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum
digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, dan c) rehidrasi produk akhir tidak
menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap.
2.4 Na-sitrat
Asam
sitrat
adalah
asam
hidroksi
trikarboksilat
(2-hidroksi-1,2,3-
propana
trikarboksilat) yang diperoleh dari ekstraksi buah-buahan atau dari cara fermentasi. Asam
sitrat merupakan asam organik yang pertama kali diisolasi dan dikristalkan menjadi hablur
atau serbuk berwarna putih oleh Scheele pada tahun 1784 dari sari buah jeruk kemudian
diproduksi secara komersial pada tahun 1860 di Inggris (Rosniawati, 2002 dalam Wahyuni,
2005).
Asam sitrat (C6H8O7) banyak digunakan dalam industri terutama industri makanan,
minuman, dan obat-obatan. Kurang lebih 60% dari total produksi asam sitrat digunakan
dalam industri makanan, dan 30% digunakan dalam industri farmasi, sedangkan sisanya
digunakan dalam industri pemacu rasa, pengawet, pencegah rusaknya rasa dan aroma,
sebagai antioksidan, pengatur pH dan sebagai pemberi kesan rasa dingin. Dalam industri
makanan dan kembang gula, asam sitrat digunakan sebgai pemacu rasa, penginversi sukrosa,
penghasil warna gelap dan penghelat ion logam. Dalam industri farmasi asam sitrat
digunakan sebgai pelarut dan pembangkit aroma, sedangkan pada industri kosmetik
digunakan sebagai antioksidan (Bizri & Wahem, 1994).
Zat kimia tersebut dapat memodifikasi struktur protein dari beras. Perendaman ketan
dalam larutan Na-sitrat akan mengganggu dan menguraikan struktur protein beras, sehingga
butiran menjadi porous. Oleh karena itu untuk menghasilkan ketan instan yang diinginkan,
penggunaan garam sitrat dilakukan bersama dengan perlakuan pemanasan (Gregory 1976
diacu dalam Utomo 1999). Struktur beras yang porous ini akan lebih mudah menyerap air
dan mengembang volumenya pada waktu pemasakan (Widowati et al., 2010).
Menurut Widowati et al., (2010), perendaman beras ketan dengan Na-sitrat dapat
menyebabkan rendemen produk menurun. Perendaman dalam larutan alkali dapat
melunakkan jaringan perikap paling luar, sehingga kemungkinan ada bagian-bagian dari
beras yang keluar pada saat pemasakan yang ditandai dengan keruhnya air pemasakan. Hal
ini yang menyebabkan penurunan dari rendemen ketan instan yang dihasilkan.
2.5 Perubahan pada Proses Pembuatan Ketan Instant
2.5.1 Gelatinisasi
Proses gelatinisasi dimulai dengan terjadinya hidratasi, yaitu masuknya molekul
air ke dalam molekul granula pati. Dengan meningkatnya suhu suspensi pati, maka
ikatan hydrogen antar molekul pati akan menurun, kemudian molekul air yang
relative kecil akan masuk ke dalam molekul pati. Pada saat suhu meningkat, molekul
air yang masuk semakin banyak sehingga terjadi pengembangan granula pati
(Mayer,1973).
Pengembangan granula pati terjadi pada saat suhu mulai menigkat yakni pada
suhu sekitar 60 - 85C. Pada suhu tersebut, granula-granula pati menggelembung
hingga volumenya lima kali lipat volume semula. Ketika ukuran granula pati
membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu kira-kira 85C granula pati pecah
dan isinya akan terdispersi merata disekeliling pati. Molekul berantai panjang mulai
membuka atau terurai sehingga campuran air dan pati menjadi kental atau membentuk
gel. Proses ini disebut proses gelatinisasi (Gaman dan Sherington, 1994). Suhu pada
saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Proses gelatinisasi pada beras ketan
instant terjadi pada saat pengukusan. Dimana jika pati mengalami gelatinisasi kadar
air akan meningkat, sehingga terbentuk masa yang plastis dan kental.
2.5.2 Retrogradasi
Menurut Haryadi (1995), retrogradasi merupakan masalah utama dalam
penggunaan pati alami dalam industry pangan, terutama pemanfaatannya sebagai
penentu tekstur. Pada pengolahan pangan, retrogradasi menyebabkan pembentukan
lapisan tipis pada permukaan pasta pati pada pendinginan yang menebal yang tidak
dapat disebarkan lagi pada saat pemansan dan pengadukan. Pada pembuatan beras
ketan instant terjadi pada saat pendinginan dan thawing.
Molekul-molekul amilosa akan lebih cepat mengalami retrogradasi karena
molekul amilosa merupakan polimer yang mempunyai ikatan rantai lurus, sebaliknya
molekul-molekul amilopektin lebih lambat mengalami retrogradasi dibna
digunakan ialah Na-sitrat dan aquadest steril, kemudian dengan bahan tambahan
santan bubuk dan garam..
3.1.2 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam pembuatan ketan instant meliputi neraca analitik
Ohaus BSA 2245, baskom Stainless steel, sendok, plastic, loyang, panic, oven listrik
model NB-7600 N. Alat alat yang digunakan dalam analisis fisik dan kimia antara
lain Colour reader merk tritimulus colorimeter WSD 3-A, rheotex SD-700, Neraca
analitik Ohaus BSA 2245, erlemeyer 250 ml, botol timbang, penjepit, dedikator, labu
kjeldahl bichi K-355, dan tabung destilator, tanur noberthem model =H3-P, soxlet
lemak DET-GRASN, kertas saring, buret, oven memmert type UNB.F.NR C406:2382,
spatula,pipet volume, dan cawan porselen.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Hasil Pertanian, Laboratorium
Analisa Terpadu, dan Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Waktu
penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus September 2016.
3.3 Rancangan dan Pelaksanaan Penelitian
3.3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan perlakuan variasi jumlah Na-sitrat yang
ditambahkan serta lama proses waktu perendaman. Kemudian penelitian ini dilakukan
dengan menetukan metode analisis secara diskriptif dari rata-rata ulanagan setiap
parameter pengamatan. Setiap parameter pengamatan dilakukan dengan tiga kali
pengulangan. Untuk memudahkan interpretasi, data yang dihasilkan selanjutnya akan
diploting dalam bentuk grafik dan histogram.
berikutnya yaitu pencucian yang bertujuan untuk membersihkan beras ketan dari sisasisa bahan perendam, kemudian dilakukan proses penanakan selama 10 menit.
Perbandingan air dengan beras pada proses penanakan adalah 3 : 1 (air : beras ketan).
Tujuan penanakan adalah mendapatkan beras ketan yang mengalami pregelatinisasi.
Kemudian didinginkan terlebih dahulu untuk memudahkan pembekuan. Kemudian
dilanjutkan dengan proses pembekuan di dalam freezer selama 24 jam pada suhu -4C.
Tujuan pembekuan adalah melakukan proses restrukturisasi kemudian di lakukan proses
thawing selama 5-10 menit pada suhu 50C. Pembekuan dan proses thawing dengan
segera bertujuan agar ketan yang dihasilkan tidak menggumpal. Selanjutnya, ketan
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 82C selama 3 jam, hingga bahan menjadi
kering dan berbentuk seperti kristal bening dan keras, dengan kadar air ketan instan
kering berkisar antara 9-12 %. Ketan instan siap santap dihasilkan dengan merehidrasi
atau menyeduh menggunakan air mendidih di dalam wadah tertutup , proses pembuatan
ketan instant dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Pencucian
Limbah cair
Rumus
: a*
b*
c*
Keterangan:
= standart a + da
= standart b + db
*2
2
= a +b
a = nilai berkisar antara -80 sampai 100 yang menunjukkan warna hijau hingga merah
b = nilai berkisar antara -80 sampai 70 yang menunjukkan warna biru hingga kuning
c= croma, intensitas warna, c* = 0 tidak berwarna, semakin besar c* berarti intensitas
semakin besar.
3.4.3 Pengamatan Kimia
a. Kadar Amilosa dan Amilopektin
Analisis kandungan amilosa pati ditentukan menggunakan metode yang dijelaskan
oleh Hoover dan Ratnayake (2001). Ketan Instant sebanyak 20 mg yang dilarutkan dalam
8 ml 90% dimethylsulfoxide (DMSO) divortex selama 15 menit. Suspensi tersebut
diencerkan dengan menggunakan aquadest 25 ml, selanjutnya diambil 1 ml suspensi dan
ditambahkan dalam 40 ml aquadest. Suspensi tersebut dihomogenkan dengan 5 ml larutan
iodin yang selanjutnya ditambahkan aquadest sampai volume 50 ml. Absorbansi dilihat
pada gelombang 600 nm digunakan pula absorbansi blanko.
Analisis kandungan amilopektin pati singkong ditentukan dengan menggunakan
metode yang dijelaskan oleh Juan et al. (2006). Kadar amilopektin dapat ditentukan
menggunakan caraby difference dengan rumus:
Amilopektin (%)
100 amilosa( )
b. Kadar Air
Kadar air Ketan Insatant ditentukan dengan menggunakan metode oven yang
dijelaskan oleh Voigt (1995). Ketan Instant sebanyak 1 gr dimasukkan pada botol timbang
yang telah dioven dan didesikator hingga beratnya konstan. Ketan Instant dikeringkan
dengan oven pada suhu 105C selama 30 menit. Kadar air dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut:
Kadar air (%)
ab
100
a
Bobot Sampel
100
Bobot Abu
larutan NaOH 0,1 N dengan indikator campuran bromkresol hijau dan metil merah.
Perhitungan kadar protein total dilakukan dengan perhitungan :
Kadar nitrogen (%) =
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, A.A. 2011. Analisis Usahatani Padi jenis Padi Ketan Putih (Oryza Sativa Glutinosa).
Bogor: IPB
Australian Academy of Technological sciences And Engineering,2000.Instant And
Convneince Foods. Australia Sciences And Technology Heritage Centre. Publ.
Belitz, H.D., dan W. Grosch., (1999), Food Chemistry, 2nd Edition, Springer, Germany.
Chaplin, M. 2002. Starch. http://www.sbu.ac.uk. [14 March 2016].
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta:
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI.
Gregory AB. 1976. Chemical treatment and process modification for producing improved
quick-cooking rice. Journal of Food Science. 50(!):926-931.
Hartomo, A. J. dan M. C. Widiatmoko. 1992. Emulsi dan Pangan Ber-Lesitin. Andi Offset.
Yogyakarta
Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan
Enkapsulasi Komponen Flavor. Disertasi, Institut Pertanian Bogor.
Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch with
retention of the granular structure: Review. J. Agric. Food Chem. 46(8): 28952905.
Johnson, A.H. dan M.S. Peterson. 1971. Encyclopedia of Food Technology, Vol. II. The AVI
Publisher Inc., Westport, Connecticut.
Indrasari, S.D., Purwani E.Y, Wibowo P., dan Jumali. 2008. Nilai Indeks Glikemik Beras
Beberapa varietas Padi. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian.
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia . Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Oates, C.G. 1997. Towards an understanding of starch granule structure and hydrolysis.
Review. Trends Food Sci. Technol. 8: 375 382.
Whistler,L.R;
Bemiller,N.James:
Paschall,F.Eugene.,(1984).
Starch:
Chemistry
And
Widowati, S., Nurjanah, R., dan Amrinola, W. 2010. Proses Pembuatan dan Karakterisasi
Nasi Sorgum Instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.