Anda di halaman 1dari 11

DEFINISI GASTRITIS

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses
inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme
protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005:
422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu
berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau
terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187).
Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan
atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan
ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan
makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
gastritis.
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya
superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus
yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap. Pada
beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa
mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri(Guyton, 2001).
Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada
manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan
patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan
kronik. Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi
keduanya tidak saling berhubungan. Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut
(Suyono, 2001).

Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan
sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung
terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus
merupakan penyakit yang ringan.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang
dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat
terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang
berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada
penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi drosi
yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi
pada mukosa lambung tersebut (Suyono,2001: 127)
Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria
dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel
plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan
sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis
superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang
lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya
berhubungan

dengan

atrofi

kelenjar

(gastritis

atrofi

kronis)

dan

metaplasia

intestinal (Chandrasoma, 2005 : 522).


Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A yang
merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan berkaitan dengan anemia
pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan infeksi Helicobacter
pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong dalam kedua tipe tersebut
dan penyebabnya tidak diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).

Faktor-faktor resiko Gastritis


Pola Makan
Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola
makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan,
sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
1. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif.
Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut
sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika ratarata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan
dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakitgastritis. Pada saat
perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan
mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001).
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah
yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak
terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam
lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang
diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta
menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004).
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika
hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi
dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat
menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang
menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005). Produksi asam lambung diantaranya
dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut
secara refleks akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan
makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).

2. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap
akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi
makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan
pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan,
terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri
di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin
berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu
kalidalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi
pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu
yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah,
kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini
tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk
mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi
lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum
diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati
dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).
3. . Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada
tiap kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar
untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan
di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar
dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuatkekuatan dinding lambung
menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkanperadangan atau luka pada lambung (Baliwati,
2004).

Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan
senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan
fenol, vitamin dan mineral.
Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang
bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam chlorogenic.
Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor seperti
keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung.
Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab(Anonim, 2011).
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem
pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum
kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat,
tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat
sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan
pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung
yang sangat asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat
menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011).
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah
gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan
pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk
menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah (Warianto,
2011).
The
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku The Miracle of Enzymemenemukan
bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara

teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang
mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan
berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun,
jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah
yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah
teroksidasi (Shinya, 2008).
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein
pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi
proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel.
Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat
kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat
mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus(Shinya, 2008).
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah
menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam
tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung
menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah
lambung,

seperti

gastritis

atrofi,

ulcus

peptic,

hingga

mengarah

pada

keganasan

lambung (Shinya, 2008).


Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok,
terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok
yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida,
nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen,
bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan
lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun
lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto,
2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan
pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi

bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH


duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin.
Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung)
dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut
memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok
dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di
mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena
infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan
risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok
menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit
di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen
Kesehatan RI, 2001).
AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian
besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001).
Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat
merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam
salisilat yang dapat dipakai secara sistemik.
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen
menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan
prekursor tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase merupakan enzim yang penting
untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan
salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi
prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa
secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat
korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi
nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga

kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara
terus menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian
setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis(Rosniyanti, 2010).

Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang
menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang.
Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang
dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat
mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2005).
1. Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress,misalnya pada beban kerja
berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa
lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi
sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya
adalah mengendalikannya secara efektif dengan cara dietsesuai dengan kebutuhan nutrisi,
istirahat cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan, 2010).
2. Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan
terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding
lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh
terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar
akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung
serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Anonim, 2010).

Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah cairan yang
membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika
dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam
kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan
mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan
benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan
gastritis.
Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya
sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel
memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh
karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir,
anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol
(Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati,
oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya
berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol
merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan
dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi
alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan
mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan
mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan
morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004).
Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan
batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung
yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh

bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding
lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan,
namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan
atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi
pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus
peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis (Prince, 2005).
Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan
usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster
cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksiHelicobacter Pylory atau
gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda
biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan
peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80%
menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain
mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis
adalah refluks kronik cairan penereatotilien, empedu danlisolesitin (Suyono, 2001).
Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam
lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti
inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol,
menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam
ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapatmenimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau
ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas (Brunner, 2000).
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor
endogen

yang

dapat

mempengaruhi

integritas

mukosanya,

seperti

asam

lambung,

pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan,


alkohol

dan

bakteri

yang

dapat

merusak

integritas

epitel

mukosa

lambung,

misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat
melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif
meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting
baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel
epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam
bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama
yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai
mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang
merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang
atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince,
2005)
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak
mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi kembali
asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa
lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa,
karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi
yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat
seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada
dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat
berikutnya perdarahan dan peritonitis.
Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan
mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan (gastritis atropik).
Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan
timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk
karsinoma

lambung.

Gastritis

peptikum (Suyono, 2001)


etiologi

kronik

dapat

pula

terjadi

bersamaan

dengan

ulkus

Anda mungkin juga menyukai