Lembaga Pendidikan Islam Era Awal Islam
Lembaga Pendidikan Islam Era Awal Islam
Dosen Pengampu:
Oleh :
SURABAYA
0
2010
I. Pendahuluan
Pendidikan adalah sebuah keniscayaan untuk melakukan perubahan nyata
dari masyarakat jahili menuju masyarakat madani. Islam memberikan perhatian
besar terhadap pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari awal mula turunnya wahyu
kepada Nabi Muhammad adalah ayat yang memerintahkannya untuk membaca,
(surat al-Alaq 1-5). Membaca yang dimaksudkan adalah mengulang pelafalan
ayat-ayat yang dibacakan oleh malaikat Jibril kepadanya. Hal ini adalah cara yang
memungkinkan pada saat itu mengingat Nabi Muhammad adalah seorang yang
ummi, yang tidak dapat menulis dan membaca (tulisan). Maka demikianlah
seterusnya Beliau mendapat pengajaran dari Allah, di samping juga Allah
memerintahkannya untuk mengajarkan ilmu-ilmu itu kepada kaumnya.
I. Pembahasan
A. Daar (Rumah)
1
Dr. Abbas Mahbub, Ushul al-Fikri at-Tarbawy fi al-Islam (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987 M/1408
H), hlm. 70.
2
Shofiyyurrahman al-Mubarakfury,ar-Rahiq al-Makhtum (Riyadl: Dar al-Islam, 1994 M/1414 H),
hlm. 91-92.
1
Selain juga terdapat pengajaran-pengajaran tersembunyi di masing-masing
rumah sahabat Beliau, dengan mendatangkan seorang sahabat yang telah belajar
al-Quran dari Beliau, untuk membacakan dan mengajarkannya kepada penghuni
rumah yang telah masuk Islam, sebagaimana dalam kisah awal mula Umar bin al-
Khattab masuk Islam, yang mana ia mendapati Khabbab bin al-Aratti sedang
membacakan al-Quran untuk saudara perempuan Umar, Fathimah, dan suaminya,
Sa’id bin Zaid di rumah keduanya.3
Pada fase Mekkah, geliat pendidikan Islam di Madinah setelah musim haji
tahun kesebelas dari kenabian juga memulai babak baru. Hal ini berkat gerakan
dakwah yang dilancarkan oleh beberapa orang dari Bani Khazraj dari penduduk
Yatsrib (Madinah) yang menerima dakwah Rasulullah pada saat menunaikan haji
ke Mekkah. Ketika kembali ke Madinah mereka memulainya dengan menemui
para pembesar kabilah-kabilah di Madinah, menerangkan Islam dan
mendakwahkannya. Mereka masuk dari pintu ke pintu hingga hampir tidak ada
rumah melainkan penghuninya telah mengetahui berita akan kenabian
Muhammad bin Abdillah dan risalah Islam yang dia bawa.4 Namun mereka
tidaklah puas demikian saja, bahkan mereka mengajukan kepada Rasulullah agar
mengutus ke Madinah seorang yang dapat mengajari Islam dan al-Quran. Maka
kemudian Rasulullah mengutus Mush’ab bin Umair5 setelah terlaksana Baiat
Aqabah pertama pada musim haji tahun keduabelas kenabian dan mendapat
sambutan dan penerimaan dari sebagian besar penduduk Madinah.
Jika mengacu pada pembahasan pendidikan Islam, maka pada masa ini
tidak didapati lembaga pendidikan Islam melainkan rumah-rumah para sahabat.
Adapun penyebutan adanya lembaga yang disebut kuttab6 oleh beberapa literatur
adalah kurang tepat, meski sebelum masa Islam lembaga kuttab telah didapati di
3
Ibid, hlm. 103.
4
Ibid, hlm. 136, 143, dan 144.
5
Ibid, hlm. 144. Lihat Dr. Muhammad Musthafa al-A’dzam, Diraasaat fi al-Hadits an-Nabawy
wa Tarikh Tadwinihi (Bairut : al-Maktab al-Islamy, 1992 M/1413 H), hlm. 48.
6
Kuttab mengandung unsur huruf kaf-ta’-ba’ seperti pada ka-ta-ba, kitabah (menulis), kuttab
berasal dari kata taktiib, ta’liim al-kitabah (pengajaran tulis-menulis).
2
Mekkah, Thaif, Madinah, al-Anbar, al-Hirah, dan Daumatul Jandal (dekat Syam)7,
namun lembaga-lembaga ini bukanlah lembaga pendidikan Islam.
Pelajaran yang dapat dipetik, bahwa rumah adalah tempat yang perlu
mendapat perhatian besar dalam menciptakan pendidikan awal bagi anak-anak.
Terlebih pada akhir-akhir ini homescholling telah mendapat perhatian dan
pengakuan dari pemerintah. Mengingat perkataan orang arab bahwa ibu adalah
madrasah pertama, maka layaklah jika kita semakin mendayagunakan wanita
dalam kapasitasnya sebagai ibu dari anak-anaknya, untuk mendidik dan membina
mereka hingga menjadi generasi yang cerdas dan terampil. Karenanya wanita
hendaknya mengambil kesempatan yang seluas-luasnya untuk meningkatkan
kemapanan ilmu dan mengambil peran yang sebesar-besarnya dalam
mendedikasikan dirinya pada jalur yang tepat sesuai fitrahnya dalam rangka ikut
serta membangun masyarakat, bangsa, dan negara.
7
Dr. Muhammad Musthafa al-A’dzam, Diraasaat fi al-Hadits an-Nabawy wa Tarikh Tadwinihi,
h.44. Lihat juga Ushul al-Fikri at-Tarbawy fi al-Islam, h.78.
8
Dr. Muhammad Mushtafa al-A’dzamy, Diraasaat fi al-Hadits an-Nabawy, hlm.53.
3
B. Kuttab
Di muka telah disebutkan bahwa lembaga kuttab ini telah ada sejak masa
jahiliyyah sebelum Islam. Pada awal masa Islam, lembaga khusus seperti ini
dalam artian sebagai lembaga pendidikan Islam belum ada.9 Namun
dimungkinkan pengajaran baca-tulis dilakukan di rumah-rumah para sahabat di
samping pengajaran Islam, mengingat pada fase itu ada sejumlah kecil dari para
sahabat Nabi yang dapat menulis dan membaca semisal Abu Bakar ash-Shiddiq,
Umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan dan Abdullah bin Amr bin al-Ash, dan
selainnya, serta dari kaum wanita semisal Hafshah istri Nabi, Ummu Kultsum
binti Uqbah, dan selain mereka.10
9
Dr. Abbas Mahbub, Ushul al-Fikri at-Tarbawy fi al-Islam, hlm. 78.
10
Ibid, hlm. 69 dan lihat juga Dr. Muhammad Mushtafa al-A’dzamy, Diraasaat fi al-Hadits an-
Nabawy, hlm.53.
11
Dr. Muhammad Mushtafa al-A’dzamy, Diraasaat fi al-Hadits an-Nabawy, hlm. 50.
12
Dr. Abbas Mahbub, Ushul al-Fikri at-Tarbawy fi al-Islam, hlm. 74.
4
dengan lainnya tidaklah sama, sangat tergantung dengan kecerdasan dan
ketekunan masing-masing. namun di sisi lain sistem pendidikan mereka jauh
efektif dan efisien dibandingkan sistem pendidikan saat ini.13 Tentunya ini perlu
untuk menjadi perhatian para pendidik ke depan untuk mengevaluasi kembali
metode pengajaran mereka dan tidak segan untuk mengembangkan metode baru
meskipun dengan mengambil metode pendidikan Islam masa awwal.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik bahwa kondisi (generasi) akhir
umat ini tidak akan menjadi baik melainkan dengan sesuatu yang karenanya
kondisi (generasi) awal mereka telah menjadi baik.
C. Masjid
Di masjid Beliau terdapat tujuh puluh orang penuntut ilmu atau lebih, yang
tinggal di serambi lama masjid yang disebut shuffah, dan mereka dikenal dengan
sebutan ahlu shuffah, di antara mereka adalah Abu Hurairah yang senantiasa
mengikuti pengajaran Rasulullah. Nabi memberikan perhatian besar kepada ahlu
shuffah dengan memberi mereka makan dan sebagainya. Nabi juga mengutus
beberapa di antara mereka ke daerah-daerah hasil penaklukan yang membutuhkan
pengajar agama Islam dan al-Quran, dan imam sholat bagi penduduknya.
13
Mira Astuti, Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Era Awal ; Rumah, Kuttab, Masjid, Saloon,
Dan Madrasah, dalam Sejarah Pendidikan Islam dengan Editor : Prof. Dr. H. Samsul Nizar,
M.Ag., (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 115.
5
Di Madinah ketika itu selain masjid Nabi juga tercatat sembilan masjid
yang lain, dan dapat dimungkinkan juga kesembilan masjid itu difungsikan
sebagai madrasah14 dalam artian tempat belajar.
14
Dr. Muhammad Mushtafa al-A’dzamy, Diraasaat fi al-Hadits an-Nabawy, hlm. 52.
15
Zainal Efendi Hasibuan, “Profil Rasulullah Sebagai Pendidik Ideal : Telaah Pola Pendidikan
Islam Era Rasulullah Fase Mekkah dan Madinah” dalam Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 10.
6
Mereka memiliki spesialisasi keilmuan semisal dalam ilmu tafsir terdapat
Qotadah, Mujahid, Ikrimah, Zaid bin Aslam, dan selain mereka. Kemudian dalam
jajaran ahli bidang fiqih adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-
Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Selanjutnya berderet jajaran penjaga
hadits-hadits Rasulullah di antaranya Sayyid bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah,
dan selainnya, juga Sibawaih dengan madrasah nahwunya, dan selain mereka
sangatlah banyak.
Adalah sebuah agenda besar bagi para pendidik saat ini untuk
menumbuhkan semangat belajar kepada anak didiknya seperti yang pernah
dimiliki ulama-ulama besar dengan kilauan ilmu dan keharuman perjalanan hidup
mereka dalam menuntut ilmu, hingga mencapai kedudukan yang demikian
tingginya. Hal ini selain memerlukan pondasi sistem pendidikan yang
mendukung, juga menuntut keteladanan yang dapat diambil dari kepribadian para
pendidik sendiri. Di samping juga dorongan motivasi yang terus-menerus secara
emosional dan spiritual dari pendidik kepada anak didiknya, di masjid atau di
lembaga pendidikan lainnya.
D. Shoolunat al-Adab
16
Mira Astuti, Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Era Awal, hlm. 118.
7
Umar bin al-Khaththab yang mana di antara anggota majelisnya adalah Abdullah
bin Abbas yang paling muda di antara anggota-anggota yang lain17, namun Umar
memilihnya dikarenakan kecerdasannya dalam menganalisa suatu permasalahan.
Namun pengambilan kesimpulan seperti ini keluar dari pengertian Shoolun
al-adab sebagai suatu majelis kasusastraan atau sanggar seni dan sastra, atau yang
semisalnya.
E. Madrasah
Kata Madrasah berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat belajar siswa,
sehingga mencakup rumah, istana, masjid, kuttab, surau, shoolun al-adab, dan
lain-lain.19 Sedangkan secara terminologis adalah lembaga pendidikan yang
mengajarkan ilmu agama Islam secara formal dengan menggunakan sarana belajar
dan kurikulum dalam bentuk klasikal. Dari pengertian tersebut nampak bahwa
institusi madrasah berbeda dengan institusi-institusi pendidikan Islam sebelumnya
terutama dari aspek pengajaran.20
17
Lihat Shahih Bukhari, Kitab at-Tafsir/Surat “Idza Jaa-a Nashrullah”/hadits ke-4969 dan 4970.
18
Mira Astuti, Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Era Awal, hlm. 119-120.
19
Ibid, hlm. 120.
20
Ode Abdurrachman, “Eksistensi dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam (Menelusuri
Sejarah dan Perkembangannya Masa Abbasiyyah)”, dalam http://infolepas.blogspot.com/
2006/05/eksistensi-dan-perkembangan-lembaga.html (21 Februari 2010).
8
madrasah Nizamiyah. Dan akhirnya dikembangkan sampai di Balkah, Nishapur,
Harrah, Asfahan, Bashrah, dan sekitarnya.
II. Penutup
Keberadaan institusi pendidikan pada masa keemasan Islam hendaknya
menjadi perhatian bersama insan pendidik saat ini. Bagaimana mereka dapat
mencapai kemajuan dari peradaban yang gelap menuju peradaban yang terang
benderang. Berkembang tahap demi tahap sesuai tuntutan jaman. Menggerakkan
hati demikian banyak orang untuk mencintai ilmu dan bersungguh-sungguh dalam
meraihnya hingga muncul di antara mereka orang-orang yang menjadi rujukan
dalam bidangnya.
21
Mira Astuti, Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Era Awal, hlm. 121.
22
Ode Abdurrachman, “Eksistensi dan Perkembangan Lembaga Pendidikan”.
9
pengajaran kepada kerabat dekatnya dan orang-orang terdekatnya dengan
sembunyi-sembunyi. Ketika pengikut Beliau mulai berbilang maka diadakan
pengajaran terpusat di rumah al-Arqam.
10
Daftar Pustaka
Mahbub, Dr. Abbas, Ushul al-Fikri at-Tarbawy fi al-Islam, Beirut: Dar Ibn
Katsir, 1987 M/1408 H.
11