Anda di halaman 1dari 16

NABI MUHAMMAD SEBAGAI PROTOTIPE PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Muhammad Ramadhan Yusuf Djalil

(R&B)
(Ramadhan & Brother Shoes)
Jln. T. Iskandar No. 8  Ulee Kareng Banda Aceh
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

            Pendidikan Islam bertujuan untuk membina dan membentuk perilaku atau akhlak
peserta didik dengan cara meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, serta
pengamalan peserta didik terhadap ajaran agama Islam. Sehingga setelah menyelesaikan
pendidikan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan bernegara. Dengan kata lain
tujuan pendidikan adalah untuk membentuk insan kamil yang mulia didunia dan akhirat, sesuai
dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Hujarat ayat 13:
                           (‫الحجرات‬ ١٣: )…‫…ان اكرمكم عند هللا اتقكم‬
Artinya: …sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah SWT adalah orang yang paling
takwa diantara kamu… (Q.S. Al-Hujarat: 13).[1]
Dalam mewujudkan tujuan tersebut, terdapat berbagai faktor pendukung yang terlibat,
atau terkait baik secara langsung, maupun secara tidak langsung dalam proses pendidikan.
Diantara faktor-faktor tersebut yaitu pendidik, anak didik, sarana dan prasarana, kurikulum,
media pendidikan, bahan pelajaran dan lain sebagainya, yang masing-masing faktor tersebut
mempunyai peranannya tersendiri.
Dalam hal ini, tidak dapat dipungkiri lagi peran pendidik dalam meningkatkan kualitas
pendidikan sulit untuk diabaikan. Pendidik secara kusus sering disebut sebagai “jiwa atau
rohnya” pendidikan. Pendidkan tidak akan berarti apa-apa tanpa kehadiran pendidik, apapun
model kurikulum yang dijalankan, pendidiklah yang pada akhirnya yang menentukan tercapai
atau tidaknya tujuan pendidikan yang telah dicanangkan.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pendidik atau pendidik merupakan salah satu
faktor yang mempunyai peranan besar untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang telah
dicanangkan. Pendidik pendidikan agama misalnya yang menjadi teladan bagi siswa dalam
membina akhlak siswa itu sendiri.
Idealnya pendidik harus memfasilitasi dirinya dengan berbagai kompetensi agar dapat
menjalankan profesinya secara profesional, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah
SAW. pendidik harus membekali dirinya dengan seperangkat pengalaman, ketrampilan dan
pengetahuan tentang kependidikan di samping harus menguasai substansi keilmuan yang
ditekuninya, hal ini bertujuan agar pendidik dapat menjalankan tugasnya dengan penuh
tanggung jawab sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran surat At-Thur ayat 21yaitu:
)٢١:‫…كل امرئ بما كسب رهين (الطور‬
Artinya: …tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya (Q.S. At-Thur:21). [2]
 Realitanya dilapangan menunjukkan bahwa banyak pendidik yang mengajar masih
terkesan hanya memerlukan strategi dan berbagai metode tertentu dalam mengajar. Baginya
yang penting bagaimana sebuah peristiwa pembelajaran dapat berlangsung, ia merasa tidak
perlu membuat perencanaan mengajar dan pengembangan tujuan, pengembangan pesan dan
mengabaikan penggunaan berbagai media dalam pembelajaran.
Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik dikenal dengan pendidik yang merupakan
terjemahan dari berbagai kata yakni murabbi, mu’allim dan mua’did Ketiga term itu, murabbi,
mu’allim dan mua’did mempunyai makna yang berbeda, sesuai dengan konteks kalimat,
walaupun dalam konteks tertentu mempunyai kesamaan makna.
Kata murabbi misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah
kepada pemeliharaan , baik yang bersifat jasmani atau rohani, pemeliharaan seperti ini terlihat
dalam proses orang tua membesarkan anaknya, mereka tentunya berusaha memberikan
pelayanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta
ahlak yang terpuji.
Sedangkan untuk istilah mu’allim, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas
yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan dari seseorang yang
tahu kepada seseorang yang tidak tahu. Adapaun istilah muaddib lebih luas dari istilah mua’llim
dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.
Dalam sejarah Islam, pendidik dan ulama itu selalu bergandengan, seorang ulama itu
juga seorang pendidik. Sebagai penerima wahyu mengajarkan wahyu itu kepada para
pengikutnya  Nabi merupakan prototipe pendidik yang ideal dalam pendidikan Islam .
Dalam beberapa dekade terakhir, dalam dunia pendidikan sering kita dapati kenyataan bahwa
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sering tidak tercapai, salah satu indikasi yang
menunjukkan kearah tersebut adalah terjadinya dekadensi moral yang terus menghantui
bangsa kita.
            Bertolak dari kenyataan tersebut, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
dicanangkan tentunya dimulai dari mempersiapkan berbagai komponen atau faktor yang bisa
mendukung terwujudnya tujuan pendidikan yang telah dicanangkan dan dalam hal ini
keberadaan pendidik yang profesional sebagai “rohnya” pendidikan merupakan kebutuhan yang
mau tidak mau harus dipenuhi guna terwujudnya tujuan pendidikan Islam yang telah dicita-
citakan yaitu mewujudkan manusia atau insan kamil yang senantiasa bertakwa kepada Allah
SWT sebagaimana yang telah dicontohklan oleh Rasulullah SAW.

B. Rumusan Masalah.
Permasalahan guru yang ideal sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
merupakan suatu hal yang cepat atau lambat harus dihadapi dalam setiap proses pendidikan,
agar pendidikan yang dijalankan berlangsung secara efektif. Adapun masalah yang berkenaan
dengan hal ini sangat banyak, dikarenakan untuk membahas semua permasalahan tersebut
penulis menghadapi berbagai kendala, maka penulis hanya membatasi pada beberapa hal
berikut:
1. Bagaimanakah yang dikatakan Muhammad SAW. sebagai pendidik ideal dalam
pendidikan Islam ?
2. Syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh pendidik yang ideal dalam pendidikan Islam?

3. Apa saja tanggung jawab pendidik dalam pendidikan Islam? 


Berangkat dari kenyataan tersebut, maka penulis tertarik untuk menelusuri lebih jauh
mengenai MUHAMMAD SEBAGAI PROTOTIPE PENDIDIK IDEAL DALAM PENDIDIKAN
ISLAM.

C. Tujuan Penulisan Makalah

Setiap sesuatu yang dilakukan oleh seseorang secara sadar tidak terlepas dari tujuan
tertentu yang bermamfaat bagi pelaku atau bahkan juga bagi orang lain disekitarnya, begitu
juga dengan penulis menulis makalah ini, adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimanakah yang dikatakan Muhammad SAW. sebagai pendidik
ideal dalam pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh pendidik yang ideal dalam
pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui apa saja tanggung jawab pendidik dalam pendidikan Islam.
BAB II
 MUHAMMAD SEBAGAI PROTOTIPE PENDIDIK IDEAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A.    Profil Rasulullah Mumammad SAW.

Nabi Muhamammad SAW. dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim pada tahun 571 M
yaitu tepatnya pada permulaan tahun gajah. [3] Versi lain menyebutkan bahwa Rasulullah SAW
lahir pada tahun 570 M. [4] Beliau dilahirkan dari hasil perkawinan Abdullah bin Abdul Muthalib
dengan Aminah binti Khuwailid. Rasulullah SAW memiliki banyak keistimewaan yang muncul
selama pertumbuhannya dibandingkan dengan orang lain disekitarnya. Rasulullah SAW
merupakan sosok yang mempunyai pemikiran yang cemerlang, cara pandangan yang lurus,
serta mendapat sanjungan karena inteligensinya tersebut, yang sangat pantas untuk diteladani.
[5]
Rasul merupakan sosok yang sangat bijak dalam menjalani kehidupan sosialnya, beliau
senantiasa menghargai orang-orang disekitarnya. Rasulullah SAW senantiasa bekerja sama
dengan masyarakat disekitarnya, selama mendapatkan yang baik, maka dia mau bekerja sama
dan ikut serta di dalamnya. Jika tidak mengandung kebaikan, maka dia lebih suka dengan
kesendiriannya. Selama masa pertumbuhannya dari anak-anak hingga beranjak dewasa
Rasulullah SAW tidak pernah minum khamar sebagaimana kebiasaan masyarakat dikal itu,
beliau juga tidak pernah makan binatang yang disembelih dengan nama berhala dan perbuatan
syirik lainnya.[6]
Nabi Muhammad Saw merupakan orang pilihan yang senantiasa dalam perlindungan
Allah SWT, bahkan sejak kecil jiwa beliau telah disucikan oleh Allah SWT dari segala sifat yang
tercela.[7]Sehingga Rasulullah SAW menjadi pribadi yang sangat menonjol di tengah kaumnya
hal ini bisa terindikasi dengan perkataannya yang lemah lembut, akhlaknya yang utama, sifat-
sifatnya yang terpuji. Selain itu Rasulullah SAW adalah orang yang paling utama kepribadiannya
di tengah kaumnya, paling bagus akhlaknya, paling terhormat dalam perkataannya, paling
terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling baik amalnya, tidak pernah mengingkari
janji, sertan paling bisa dipercaya, dengan segala kelbihan dan keunggulannya Rasulullah SAW
diberikan gelar al-Amin, hal ini dikarenakan pada diri Rasulullah SAW terkandung semua sifat-
sifat yang diridhai oleh Allah SWT dan juga disenangi oleh orang lain disekitarnya. [8]

B.     Tugas Kerasulan
Keberadaan Nabi Muhammad SAW. sebagai seorang pendidik sekaligus materi
pendidikannya yang merupakan tugas kerasulan beliau sudah dirancang dan persiapkan oleh
Allah SWT. seperti Firman Allah dalam Q.S. al-Jumu’ah ayat: 2

‫م‬ ُ ّ ‫م َو ُي َع ِل‬
ُ ‫م ُه‬ ِ ّ‫ َز ِك‬J‫ه َو ُي‬
Jْ ‫يه‬ ْ ‫و َعلَ ْي ِه‬JJ‫م يَ ْت ُل‬
Jِ Jِ‫م َءايَات‬ ْ ‫واًل ِم ْن ُه‬J‫س‬ َ ّ ‫ َو الَّ ِذي بَ َعثَ فِي اأْل ُ ِ ّم ِي‬J‫ه‬
ُ ‫ين َر‬ ُ
‫ين‬
ٍ ِ ُ ٍ َ‫ب‬‫م‬ ‫ل‬ ‫اَل‬‫ض‬ ‫ي‬ ‫ف‬َ ‫ل‬ ‫ل‬‫ب‬‫ق‬َ
ِ ُ ْ ْ ِ ُ ‫ن‬ ‫م‬ ‫وا‬ ‫ن‬ ‫ا‬‫ك‬َ ْ‫ن‬ ْ
ِ َ َ ِ َ ‫اب‬
‫إ‬ ‫و‬ ‫ة‬
َ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ح‬‫ل‬ْ ‫ا‬ ‫و‬ ِ ‫ا ْل‬
َ ‫ك َت‬

Artinya:
“ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”  (Qs. Al-Jum’ah ayat: 2).[9]
Sejalan dengan ayat di atas, dalam Q.S. Ali Imran ayat 164 Allah SWT juga berfirman:
ْ ‫م يَ ْتلُو َعلَ ْي ِه‬
‫م‬ ِ ‫ن أَ ْن ُف‬
ْ ‫س ِه‬ ْ ‫سواًل ِم‬ ُ ‫م َر‬
ْ ‫يه‬ِ ِ‫ين إِ ْذ بَ َعثَ ف‬ ُ ‫ن اللَّ ُه َعلَى ا ْل‬
Jَ ِ‫م ْؤ ِمن‬ َّ ‫لَق َْد َم‬
‫ل ُمبِين‬ َ ‫ل لَ ِفي‬
ٍ ‫ضاَل‬ ُ ‫ن َق ْب‬
ْ ‫م َة َوإِنْ َكا ُنوا ِم‬
َ ‫ح ْك‬ِ ‫اب َوا ْل‬
َ ‫م ا ْلكِ َت‬ ُ ّ ‫م َو ُي َع ِل‬
ُ ‫م ُه‬ ْ ‫يه‬ِ ّ‫ه َو ُي َز ِك‬
ِ ِ‫َءايَات‬

Artinya:
“ Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka
adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.(  Q.S. Ali Imran ayat :164).[10]
Dari kedua ayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Nabi Muhammad SAW. diutus oleh Allah
SWT. kepada umatnya untuk menanamkan ilmu sekaligus mensucikan jiwa mereka. Mensucikan
dari sifat-sifat mazmumah (buruk) seperti syirik, dengki, takabur serta prilaku buruk lainnya
seperti ,mabuk-mabukan, merampas hak orang lain dan lain-lain. Nabi Muhammad SAW.
merobah pola pikir masyarakat penyembah berhala pada mulanya sehingga dengan didikan dan
bimbingan beliau, akhirnya menyembah Allah SWT. sebagai pencipta, pengatur, pemelihara
umat manusia.
Sementara disisi lain Kedudukan Nabi Muhammad SAW. sebagai seorang pendidik
(pendidik), beliau nyakatan sendiri dengan sabdanya :

‫س ًر‬ ً ّ ‫إِنَّ هللا بَ َع َثنِى ُم َع ِل‬


ِ ّ َ‫ما ُمي‬
“ Sesungguhnya Allah yang mengutusku sebagai seorang mualim dan pemberi kemudahan”
Rasulullah SAW. telah bersunguh-sungguh dalam mendidik para sahabat dan generasi
muslim, hingga mereka memiliki kesempurnaan ahlak, kesucian jiwa dan karakter yang bersih.
Dalam prespektif psikologi pendidikan, mengajar pada prinsipnya berarti proses
perbuatan seseorang (pendidik) yang membuat orang lain (siswa) belajar, dalam arti mengubah
seluruh dimensi prilakunya. Prilaku itu meliputi tingkah laku yang bersifat terbuka seperti
keterampilan membaca (ranah karsa), juga yang bersifat tertutup, seperti berfikir (ranah cipta)
dan berperasaan (ranah rasa).[11]
Sebagai seorang pendidik, Nabi Muhammad SAW. tidak hanya berorientasi kepada
kecakapan-kecakapan ranah cipta saja, tetapi juga mencakup dimensi ranah rasa dan karsa.
Bahkan lebih dari itu Nabi Muhammad SAW. sudah menunjukan kesempurnaan sebagai seorang
pendidik sekaligus pengajar, karena beliau dalam pelaksanaan pembelajarannya sudah
mencakup semua aspek yang ditetapkan oleh oleh para ahli pendidikan bahwa pendidikan
harus mempunyai kompetensi kognitif (Rasulullah SAW. menularkan pengetahuan dan
kebudayaan kepada orang lain), kompetensi psikomotorik (Rasulullah SAW. melatih
keterampilan jasmani kepada para sahabatnya), kompetensi afektif (Rasulullah SAW. selalu
menanamkan nilai dan keyakinan kepada sahabatnya). [12]

C.    Rasulullah Sebagai Pendidik Ideal dalam Pendidikan Islam

Secara etimologi pendidik adalah “orang yang melakukan bimbingan, pengertian ini
memberi kesan bahwa pendidik (pendidik) adalah orang yang melakukan kegiatan dalam
pendidikan.”[13] Dalam referensi yang lain pendidik diartikan sebagai manusia yang
mempunyai kualitas dalam hal ilmu pengetahuan, moral dan cinta atau loyal kepada agama.
Manifestasi sikap seorang pendidik harus ditunjukkan melalui sifat-sifat ketaatan dan
ketaqwaannya kepada Allah.[14]

Dalam khazanah pendidikan Islam pendidik sering disebut dengan berbagai macam
istilah, diantaranya yaitu:
a.       “Ustadz” yaitu “seorang pendidik dituntut untuk mempunyai komitmen terhadap profesinya,
berusaha untuk memperbaiki dan memperbaharui cara kerjanya sesuai dengan tuntutan
zaman.”[15]
b.      “Muaddib” yaitu “berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika dan adab. Artinya   orang
yang beradab, sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang
berkualitas dimasa depan.”[16]
Menurut Madyo Eko Susilo, yang dimaksud dengan pendidik adalah “seorang yang
bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan secara sadar terhadap perkembangan
kepribadian dan kemampuan peserta didik baik itu dari aspek rohani maupun jasmani agar ia
mampu hidup mandiri, baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial.” [17]Rasulullah
Muhammad SAW. adalah sesosok guru yang telah memenuhi semua sifat dan syarat seorang
guru yang telah ditetapkan oleh para ahli pendidikan.
1. Syarat-Syarat Pendidik yang Ideal dalam Pendidikan Islam.
Untuk menjadi pendidik tidaklah mudah, apalagi untuk menjadi pendidik dengan
predikat sempurna, efektif, dan profesional. Dalam konteks pendidikan Islam pendidik harus
memenuhi berbagai syarat agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Nabi Muhammad
SAW. adalah sesosok pendidik yang telah memenuhi semua sifat dan syarat seorang pendidik
yang telah ditetapkan oleh para ahli pendidikan.
Menurut Zakiah Darajat, sebagaimana yang telah dinukilkan oleh Syaiful Bahri
Djamarah dalam bukunya Pendidik dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif , beliau menyatakan
bahwa menjadi pendidik bukanlah hal yang mudah, tapi harus memenuhi beberapa syarat
berikut ini:[18]
a.       Takwa Kepada Allah SWT
Sesuai dengan tujuan pendidikan islam, pendidik tidak mungkin mendidik peserta
didik untuk bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa, hal ini dikarenakan seorang
pendidik akan menjadi teladan bagi peserta didiknya, sebagaimana halnya Rasulullah yang
menjadi teladan bagi ummatnya. [19] Artinya sejauh mana seorang pendidik memperlihatkan
teladan yang baik pada peserta didiknya, maka sejauh itu pula ia dapat diharapkan akan
berhasil mendidik peserta didiknya agar menjadi manusia yang berguna bagi dirinya dan juga
bagi orang lain.
b.      Berilmu
Ijazah tidak hanya secarik kertas semata, tapi lebih merupakan suatu bukti bahwa
orang yang mendapatkannya telah memiliki ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang
diperlukannya untuk suatu jabatan.[20]
Seorang pendidik pada umumnya dan pendidik dalam pendidikan Islam khususnya
harus mempunyai ijazah sesuai dengan spesialisasi ilmunya agar ia diperbolehkan mengajar
secara formal. Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah anak didik sangat banyak,
sementara jumlah pendidik yang tersedia tidak mencukupi atau tidak sebanding dengan jumlah
peserta didik, tapi jika dalam keadaan tidak memaksa atau dalam keadaan normal, maka
idealnya pendidik itu harus merupakan pendidik yang berijazah dan mempunyai spesialisasi
dalam bidang agama, bahkan lazimnya makin tinggi tingkat pendidikan pendidik yang mengajar
maka semakin bisa diharapkan meningkatnya mutu pendidikan yang dijalankan yang pada
gilirannya akan meningkatkan mutu masyarakat.
c.       Sehat Jasmani
Selain harus bertakwa kepada Allah dan berilmu, seorang pendidik juga disyaratkan
harus mempunyai jasmani yang sehat (berbadan sehat). [21] Dengan kata lain seorang yang
tidak sehat jasmaninya idealnya tidak bisa menjadi pendidik. Misalnya seorang yang mengidap
penyakit yang menular, maka akan dikhawatirkan penyakitnya akan menular pada peserta
didik, sehingga akan mengganggu proses belajar mengajar. bahkan sering kita dengar kata-
kata “dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat" artinya jika seseorang pendidik dalam
pendidikan islam tidak mempunyai fisik yang prima dikhawatirkan akan mengganggu kinerjanya
dalam menjalankan proses belajar mengajar.
d.      Berkelakuan Baik
Selain syarat yang telah disebutkan terdahulu, Zakiah Darajat juga mensyaratkan
bahwa seorang pendidik juga harus berbudi pekerti yang mulia, budi pekerti pendidik sangat
penting dalam membentuk watak anak didik. [22]Artinya dalam hal ini pendidik harus menjadi
teladan dan model dalam kehidupan peserta didik sebagaimana yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW, oleh karena itu sebenarnya syarat inilah yang paling utama bagi seorang
pendidik dalam pendidikan Islam, dan diantara tujuan utama pendidikan Islam adalah
membentuk kepribadian peserta didik menjadi pribadi yang berbudi pekerti yang mulia dan hal
ini hanya bisa dilakukan oleh pendidik yang berbudi pekerti yang mulia juga. Yang dimaksudkan
dengan berakhlak mulia disini adalah yang sesuai dengan apa yang diperlihatkan oleh
Rasulullah.
Bahkan ditempat lain, lebih jauh Ramayulis menjelaskan dalam bukunya yang
berjudul Metodologi pendidikan agama Islam, bahwa “seorang pendidik agar dapat
menjalankan tugasnya dengan baik harus memenuhi beberapa syarat yaitu meliputi syarat fisik,
syarat psikis, syarat keagamaan, syarat teknis, syarat paedagogis, syarat administratif dan
syarat umur.”[23] Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut ini:
a.       Syarat Fisik
Sejalan dengan yang telah disebutkan oleh Zakiah Darajat, Ramayulis juga
mensyaratkan bahwa seorang pendidik harus mempunyai fisik yang sehat, dalam arti seorang
pendidik tidak boleh memiliki cacat tubuh seperti penyakit mata, telinga, tangan dan lain
sebagainya, yang memungkinkan mengganggu pekerjaannya. Selain itu seorang pendidik juga
tidak boleh memiliki gejala-gejala penyakit yang menular, seorang pendidik yang berpenyakit
menular akan membahayakan peserta didiknya.
b.      Syarat Psikis
Selain syarat fisik, pendidik juga harus memenuhi syarat lainnya yaitu syarat psikis.
Yang tergolong dalam syarat psikis yang harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah sehat
rohani, dewasa dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah,
sopan, memiliki jiwa kepemimpinan dan tentunya harus bertanggung jawab serta penuh
dedikasi dalam menjalankan tugasnya. Dengan kata lain tanpa dilengkapi oleh sifat-sifat
tersebut maka pendidik tersebut diragukan akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
c.       Syarat Keagamaan
Syarat selanjutnya yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik adalah harus
merupakan seorang yang beragama dan ta’at dalam mengamalkan ajaran agamanya. Bahkan
lebih jauh dikatakan pendidik harus menjadi sumber norma dari segala norma agama yang
dianutnya. Dengan kata lain seorang pendidik harus sebisa mungkin menjauhi diri dari sifat
tercela, dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang terpuji.
d.      Syarat Teknis
Pendidik juga harus memenuhi syarat teknis, yang dimaksudkan dengan syarat
teknis disini yaitu seorang pendidik harus merupakan orang yang memiliki ijazah pendidik,
seperti izah fakultas tarbiyah atau ijazah kependidikan lainnya Dengan kata lain seorang yang
menjadi pendidik harus seorang lulusan atau sarjana dari pendidikan kependidikan, dan juga
harus disesuaikan antara tingkatan ijazah yang ia miliki dengan jenjang tempat ia bekerja
(mengajar), sehingga seorang sarja PGMI misalnya tidak dibenarkan untuk mengajar ditingkat
Tsanawiyah atau ’aliah tapi hanya dibolehkan untuk mengajar dijenjang yang sesuai dengan
ijazah yang ia miliki
e.       Syarat Paedagogis
Selanjutnya pendidik juga harus memenuhi syarat paedagogis, maksudnya seorang
harus menguasai metode mengajar, menguasai materi-materi yang akan diajarkan kepada
peserta didik, dan juga ilmu lainnya yang relevan dengan bidang spesialisasinya seperti
psikologi pendidikan, psikologi perkembangan dan lain sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar
pendidik dapat mengajar dan membimbing peserta didiknya sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa seorang pendidik tidak cukup
hanya menguasai bidangnya saja tapi lebih dari itu juga harus menguasai berbagai bidang ilmu
lain yang dapat menunjangnya dalam menjalankan tugas.
f.       Syarat Administratif
Syarat berikutnya yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik adalah syarat
administratif. Yang dimaksud dengan syarat administratif disini yaitu seorang pendidik harus
diangkat oleh pemerintah atau lembaga lainnya yang berwenang untuk mengangkat pendidik
untuk menjalankan tugasnya sebagai tenaga pengajar dan pendidik, dengan diangkatnya ia
sebagai pendidik maka dengan sendirinya dia dituntut agar dapat mencintai dan
mendedikasikan diri untuk tugas yang diembannya. Dengan kata lain idealnya seorang yang
menjadi pendidik harus memperoleh mandat dari pihak yang berwenang untuk menjalankan
profesinya sebagai pendidik.
g.      Syarat Umur
Yang terakhir, Ramayulis mengatakan bahwa, seorang pendidik juga harus
memenuhi syarat umur yaitu seorang pendidik haruslah orang yang dewasa. Dalam islam yang
dimaksud dengan dewasa adalah akil baligh atau mukallaf. Artinya, orang yang menjadi
pendidik tidak boleh anak kecil (belum dewasa), tapi haruslah merupakan orang yang telah
mencapai usia dewasa sehingga bisa menjalankan tugasnya dengan baik.

      2. Tanggung Jawab Pendidik dalam Pendidikan Islam

Pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan peserta


didik. Pribadi yang bermoral dan beriman merupakan pribadi yang diharapkan ada pada peserta
didik. Tak ada seorang pendidik pun yang mengharapkan peserta didiknya menjadi sampah
masyarakat, terlebih lagi pendidik dalam pendidikan Islam  yang sudah barang pasti
mengharapkan peserta didiknya menjadi orang yang beriman dan berakhlak mulia, yang sesuai
dengan nilai-nilai islami. Untuk itulah pendidik dengan penuh dedikasi dan loyalitas berusaha
membimbing dan membina peserta didiknya agar dimasa mendatang menjadi orang yang
berguna dan sejalan dengan cita-cita pendidikan islam yaitu orang yang bertakwa.
Jika kita menilik lebih jauh, yaitu dengan mengaitkan dengan perubahan-perubahan
transisional yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, maka dengan sendirinya
akan menambah besar tanggung jawab pendidik sebagai aktor utama yang ikut bertanggung
jawab atas pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT dalam Al-Quran surat At-Thur ayat 21yaitu:
)٢١:‫…كل امرئ بما كسب رهين (الطور‬
Artinya: …tiap-tiap manusia terikat (bertanggung jawab) dengan apa yang dikerjakannya (Q.S.
At-Thur:21).[24]
 Dalam buku pedoman wawasan tugas pendidik dan tenaga kependidikan yang
dikeluarkan oleh Departemen Agama RI, [25] dijelaskan bahwa: Tanggung jawab yang
terpenting adalah merencanakan dan menuntun peserta didik dalam melakukan kegiatan
belajar agar dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan yang
diharapkan. Pendidik dituntut agar senantiasa membimbing peserta didik supaya peserta didik
dapat menguasai ketrampilan, pemahaman, perkembangan berbagai kemampuan, kebiasaan-
kebiasaan yang baik dan perkembangan sikap yang serasi.
Untuk memenuhi tanggung jawab tersebut, maka pendidik harus melakukan banyak
hal agar pengajaran berhasil, antara lain sebagai berikut:
a.       Mempelajari setiap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya dikelas.
b.      Merencanakan, menyediakan dan menilai bahan-bahan belajar yang akan atau yang telah
diberikan.
c.       Memilih dan menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan dan materi yang akan
diajarkan serta juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
d.      Memelihara hubungan pribadi dengan peserta didik dengan seintens dan seerat mungkin.
e.       Menyediakan lingkungan belajar yang baik dan mendukung jalannya proses belajar mengajar.
f.       Membantu peserta didik dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh peserta
didik.
g.      Mengatur dan menilai kemajuan dan perkembangan yang dicapai oleh peserta didik.
h.      Membuat catatan-catatan yang berguna demi kemajuan peserta didik dan menyusun laporan
pendidikan.
i.        Mengadakan hubungan dengan orang tua peserta didik secara kontinu dan penuh rasa saling
pengertian.
j.        Berusaha sebisa mungkin mencari data melalui serangkaian penulisan terhadap masalah
pendidikan.
k.      Mengadakan hubungan dengan masyarakat seaktif dan sekreatif mungkin demi kepentingan
jalannya pendidikan peserta didik.[26]
Tanggungjawab dan syarat seorang pendidik yang ditetapkan oleh beberapa ahli
pendidikan (khususnya pendidikan Islam), semuanya sudah ada dalam diri Nabi Muhammad
SAW., bahkan lebih sempurna dari apa yang ditetapkan oleh para ahli tersebut. Seperti halnya
dalam materi dan tujuan pendidikan Islam, sangat mungkin poin-poin yang ditetapkan oleh
para ahli pendidikan yang berhubungan dengan tanggungjawab, dan syarat seorang
pendidikpun merupakan hasil kajian terhadap sosok Nabi Muhammad SAW. sebagai seorang
pendidik yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT.
 Dalam menyampaikan misi yang diembankan kepadanya, Nabi Muhammad SAW.
benar-benar telah tampil sebagai sosok pendidik yang sempurna, pendidik yang pantas menjadi
tauladan para pendidik, tidak ada perkataan beliau yang tidak sesuai dengan perbuatannya,
Nabi Muhammad SAW. selalu memulai dari diri sendiri, prilaku yang dia tampilkan mengandung
materi ajar dengan sendirinya. Kesederhanaan, kejujuran, kecerdikan, kesabaran, keadilan dan
kepekaan Nabi Muhammad SAW. terhadap para sahabat adalah sifat-sfat beliau yang dengan
sendirinya menjadi materi pembelajaran yang perlu diteladani.
BAB V
PENUTUP

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan makalah ini, berikut ini akan penulis
kemukakan beberapa kesimpulan dan saran-saran yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

KESIMPULAN

Nabi Muhamammad SAW. dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim pada tahun 571 M
yaitu tepatnya pada permulaan tahun gajah. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib dan
ibunya bernama Aminah binti Khuwailid. Rasulullah SAW merupakan sosok yang mempunyai
pemikiran yang cemerlang, cara pandangan yang lurus, serta mendapat sanjungan karena
inteligensinya tersebut, yang sangat pantas untuk diteladani.
Pendidik adalah “seorang yang bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan secara
sadar terhadap perkembangan kepribadian dan kemampuan peserta didik baik itu dari aspek
rohani maupun jasmani agar ia mampu hidup mandiri, baik secara individu maupun sebagai
makhluk sosial. Nabi Muhammad SAW. adalah sesosok guru yang telah memenuhi semua sifat
dan syarat seorang guru yang telah ditetapkan oleh para ahli pendidikan.
Diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pendidik yang ideal dalam pendidikan
islm yaitu: takwa kepada Allah SWT, berilmu, sehat jasmani, berkelakuan baik, dan lain-lain
Pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan peserta
didik. Pribadi yang bermoral dan beriman merupakan pribadi yang diharapkan ada pada peserta
didik. Untuk memenuhi tanggung jawab tersebut, maka pendidik harus melakukan banyak hal
agar pengajaran berhasil, antara lain sebagai berikut: mempelajari setiap peserta didik yang
menjadi tanggung jawabnya dikelas, merencanakan, menyediakan dan menilai bahan-bahan
belajar yang akan atau yang telah diberikan, memilih dan menggunakan metode mengajar yang
sesuai dengan tujuan dan materi yang akan diajarkan serta juga harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan peserta didik, dan lain-lain.
Tanggungjawab dan syarat seorang pendidik yang ditetapkan oleh beberapa ahli
pendidikan (khususnya pendidikan Islam), semuanya sudah ada dalam diri Nabi Muhammad
SAW., bahkan lebih sempurna dari apa yang ditetapkan oleh para ahli tersebut. Seperti halnya
dalam materi dan tujuan pendidikan Islam, sangat mungkin poin-poin yang ditetapkan oleh
para ahli pendidikan yang berhubungan dengan tanggungjawab, dan syarat seorang
pendidikpun merupakan hasil kajian terhadap sosok Nabi Muhammad SAW. sebagai seorang
pendidik yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa,  Jakarta: Raja


Grafindo Persada, 2005
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2001
DEPAG RI, Al-Quran dan Terjemahannya,  Jakarta: 1971
_________, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan , Jakarta: Direktorat
Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2005
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia,  Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Pendidikan Nasional,  Jakarta:
Kencana, 2004
Helmi Z, et. all., Profesi Pendidikan, Banda Aceh: FKIP Unsyiah, 2006
Imam Tholkhah, Ahmad Barizi, Membuka Jendela Dunia, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004
Mahfudz Nazal,  Mencetak Guru Profesional,  Surabaya: Kopertais IV Press, 2008
Muhammad AR., Pendidikan di Alaf Baru; Rekonstruksi Moralitas
Pendidikan,  Prismasophie Press: Jogjakarta, 2003
Muhammad Hasyim, Penuntun Dasar Kearah Penulisan Masyarakat , Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1983
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Cet XXV, Jakarta:
Pustaka Lintera Antar Nusa, 2001
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru , PT. Ramaja Rosdakarya,
Bandung, 2001

Mulyasa. E, Kurikulum Berbasis Kompetensi,Konsep, Karakteristik, Implementasi,


dan Inovasi  Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005
Paul Suparno, Guru Demokrasi di Era ReformasiPendidikan, Jakarta: Grasindo,
2003
Philip K. Hitti, History of The Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005
Piet A. Sahertian, Ida A. Sahertian, Supervisi Pendidikan,  Jakarta: Rineka Cipta, 1992
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2002
_________, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Cet IV, Jakarta: Kalam Mulia,
2005
Suparlan, Menjadi Guru Efektif,  Yogyakarta: Hikayat Publising, 2005
Syafruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam,  Ciputat: Ciputat Press, 2005
Syaiful Bahri Djamarah,  Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,  Jakarta:
Rineka Cipta, 2000
Thohirin, Psikologi Pembelajaran PAI,  Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam,  Jakarta: Bumi Aksara, 2004
____________, Metodik Kusus PAI,  Jakarta: Bumi Aksara, 2003

[1] DEPAG RI, Al-Quran dan Terjemahannya,  (Jakarta: 1971), hal. 847.

[2] DEPAG RI, Al-Quran dan Terjemahannya,  (Jakarta: 1971), hal. 864.


[3] Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005), hal. 137.
[4] Lihat juga Syaikh Shafiyyur Rahman all-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, Cet. V,
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), hal. 75.

[5]Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Cet XXV, (Jakarta: Pustaka
Lintera Antar Nusa, 2001), hal. 47.

[6] Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah..., hal. 86.

[7] Allah SWT. Berfirman:“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah
menghilangkan darimu bebanmu, yang memberatkan punggungmu?”  (Q.S Alam Nasyrah:1-3).
[8] Ibid., hal. 86.

[9] Al-Quran dan terjemahan …hal.


[10] Al-Quran dan terj ….hal.104

[11] Psikologi pendidikan…hal.
[12] Menurut Mc Ashan sebagaimana yang dikutip oleh E. Mulyasa dalam bukunya yang
berjudul Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, Implementasi, dan Inovasi ,
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “kompetensi” adalah “pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia
dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik sebaik baiknya.” (Lebih
lanjut baca: E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi,Konsep, Karakteristik, Implementasi,
dan Inovasi  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),hal. 38)   

[13] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam,  Cet IV, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005),
hal. 49.

[14]Muhammad AR., Pendidikan di Alaf Baru; Rekonstruksi Moralitas


Pendidikan,  (Prismasophie Press: Jogjakarta, 2003), hal. 70.

[15] Ramayulis, Metodologi Pendidikan...,  hal. 49.

[16] Ibid., hal. 50.

[17] Ibid.

[18] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), hal. 32.
[19] Ibid.,

[20] Syaiful Bahri Djamarah,  Guru dan Anak Didik…,  hal. 33.

[21] Ibid.,

[22]  Ibid.,

[23] Ramayulis, Metodologi PAI,  (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hal. 51.

[24] DEPAG RI, Al-Quran dan Terjemahannya,  (Jakarta: 1971), hal. 864.

[25] DEPAG RI, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan , (Jakarta: Direktorat


Jendral Kelembagaan Agama Islam,2005), hal. 76.

[26] DEPAG RI, Wawasan Tugas Guru…, hal. 76-77.

Anda mungkin juga menyukai