Anda di halaman 1dari 2

Relevansi Pendekatan Top Down Dalam Perencanaan Pembangunan Saat Ini

Pendekatan top down dalam perencanaan pembangunan di Indonesia masih banyak


digunakan terutama oleh pemerintah pusat dalam beberapa kebijakan nasionalnya, karena
pendekatan ini dianggap masih relevan untuk kebijakan-kebijakan tertentu dan memiliki
beberapa kelebihan atau keuntungan dalam pelaksanaannya.
Salah satu contoh perencanaan pembangunan dengan pendekatan top down adalah
program konversi minyak tanah ke elpiji. Alasan dari keluarnya kebijakan ini adalah karena
tingginya subsidi BBM termasuk untuk minyak tanah, sementara sebagian penduduk
Indonesia masih menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar rumah tangga. Dengan
penggunaan elpiji dapat meningkatkan efisiensi penggunaan efisiensi yang cukup besar
(karena nilai kalor efektif elpiji lebih besar dibanding minyak tanah) dan terutama dapat
mengurangi subsidi BBM dalam APBN. Terlepas dari pro dan kontra mengenai program ini,
setidaknya program ini telah mencatat keberhasilan terutama tercapainya penghematan
subsidi terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 5,5 trilyun (Alvin Lie, 2009).
Berdasarkan contoh kasus tersebut diatas, pendekatan top down dalam
perencanaan pembangunan masih relevan digunakan terutama untuk kebijakan yang
sifatnya nasional dan skalanya luas, perlu tindakan secepatnya dan tidak memungkinkan
untuk terjadinya konsensus dalam waktu yang cepat dan untuk jumlah anggota (penduduk)
yang sangat banyak. Pendekatan top down masih relevan digunakan apabila dalam kondisi-
kondisi tersebut diatas, karena pendekatan ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya :
Skala ekonominya yang luas sehingga tercapai efisiensi dalam pelaksanaan
programnya
Dilakukan oleh pemerintah yang memiliki otoritas dan kapasitas sehingga dalam
pelaksanaan programnya dapat dilakukan secara efektif
Efektif karena proses perencanaan dan pelaksanaannya menggunakan waktu yang
relatif lebih cepat
Efisien karena dalam proses perencanaan dan pelaksanannya menggunakan biaya
yang relatif lebih murah
Tepat untuk skala wilayah yang lebih luas (nasional, propinsi)
Tepat dilakukan untuk jenis kebijakan yang tidak memungkinkan terjadinya
konsensus
Namun demikian bahwa pendekatan top down juga tidak bisa diterapkan dalam
semua kebijakan, karena pada kenyataannya pendekatan ini menuai banyak kritik dan
memiliki beberapa kekurangan diantaranya :
Masyarakat sebagai penerima manfaat hanya dianggap sebagai obyek yang tidak
tahu banyak tentang permasalahan dan solusinya, sehingga tidak dapat
mengeluarkan pendapat dan aspirasinya mengenai program tersebut.
Program yang dilaksanakan terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
karena solusi permasalahan hanya didasarkan pada hasil pemikiran sekelompok
orang penentu kebijakan dan bukan berdasarkan preferensi dan jawaban
masyarakat atas kebutuhan riil mereka
Masyarakat tidak merasa memiliki program dan cenderung apatis karena tidak
dilibatkan dalam proses, sehingga tingkat keberhasilan program rendah
Kontrol sosial terhadap pelaksanaan program rendah karena masyarakat tidak bisa
mengakses informasi tentang program tersebut dengan mudah dan leluasa
Terjadi marginalisasi terhadap masyarakat sehingga masyarakat menjadi tidak aktif,
kreatif dan maju dan semakin terbelakang
Terjadi pemborosan anggaran karena program yang tidak tepat dan tidak berhasil
Banyak sekali program pembangunan dengan pendekatan top down yang dinilai
gagal dan menuai banyak kritik, contohnya adalah program menanam sejuta pohon.
Program ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan lingkungan dengan menggalakkan
penanaman pohon terutama tanaman keras di sejumlah daerah terutama di kawasan
lindung. Namun karena pendekatan yang digunakan pendekatan top down dan tidak
melakukan persuasif terhadap masyarakat, maka target atau tujuan dari program ini yaitu
terselamatkannya lingkungan dan kawasan lindung tidak sepenuhnya tercapai. Dilihat dari
daerah terdekat, contoh di Kabupaten Wonosobo (asal penulis), masyarakat yang menerima
bantuan tanaman keras untuk ditanam di lahan masing-masing pada kenyataannya banyak
yang tidak menanam pohon tersebut dan malah membuangnya. Masih banyak masyarakat
yang menganggap menanam tanaman keras hanya akan mengurangi produksi pertanian
mereka karena mengurangi luasan lahan pertanian, mengganggu pertumbuhan tanaman
pertanian, dan hanya membuang-buang waktu saja. Ini hanya salah satu contoh kecil a
program pembangunan dengan pendekatan top down karena kekuranga dan kelemahan
yang ada pada pendekatan tersebut.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa pendekatan top down sebenarnya masih
ada relevansinya untuk digunakan tetapi dengan syarat-syarat pada kondisi-kondisi tertentu
sebagaimana disebutkan diatas. Selain itu, dalam pelaksanaannya juga kadang perlu
dikombinasikan dengan pendekatan bottom up sehingga dalam impelemntasi program bisa
lebih optimal. Kecenderungan saat ini tuntutan untuk merencanakan dan menjalankan
program pembangunan dengan pendekatan bottom up semakin kuat dengan alasan
terjadinya banyak kegagalan karena penggunaan pendekatan top down, dan memang pada
kenyataannya banyak memiliki kelemahan dan kekurangan sebagaimana disebutkan diatas,
sehingga penggunaan pendekatan top down hendaknya dilakukan dengan cermat, hati-hati
dan jika perlu menggabungkan dengan pendekatan bottom up sehingga dapat
meminimalisir kegagalan.

Anda mungkin juga menyukai