Anda di halaman 1dari 12

Working
Paper
In
 

October

2009


Accounting
and
Finance



Beyond
Budgeting




Ivan
Yudianto


 (Department
of
Accounting,
Padjadjaran
University)







 


 



 


Center For Accounting Development


Department of Accounting, Padjadjaran University
Jln. Singaperbangsa No. 2, Bandung Indonesia
Phone/Fax:(022) 2507834/2531607
www.ppa.fe.unpad.ac.id
BEYOND BUDGETING

Ivan Yudianto1

Abstrak

Pada saat ini anggaran tradisional masih banyak digunakan oleh sebagian perusahaan swasta di
seluruh dunia, tetapi kelemahan-kelemahan anggaran tradisional yang banyak menghambat
perkembangan inovasi perusahaan mendorong dikembangkannya sistem anggaran yang lebih baik baik
(better budgeting).
Dengan konsep baru yang dikembangkan saat ini yaitu beyond budgeting (disebut juga better budgeting
atau advanced budgeting) telah memberikan bukti dan analisa yang cukup menjamin perusahaan untuk
terus beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat. Konsep beyond budgeting akan membebaskan
orang-orang yang capable dari kontrak kinerja yang bersifat top down yang tentunya akan membatasi
mereka untuk melakukan sumber dayanya secara efektif untuk meningkatkan profitabilitas
perusahaan secara konsisten. Dengan jumlah intellectual asset yang mencapai 8%-90% tentunya sumber
daya manusia merupakan asset yang paling besar dalam suatu perusahaan sehingga jika waktu mereka
sebagian besar digunakan untuk menyusun anggaran akan sangat tidak efisien dan efektif. Dan setelah
itu mereka akan bertindak untuk perusahaan dengan dibatasi oleh anggaran yang sangat mengekang
mereka untuk berinovasi dalam rangka memuaskan konsumen yang tentunya akan berdampak pada
peningkatan profitabilitas perusahaan secara konsisten.

Keywords: Anggaran Tradisional, Advanced Budgeting, Beyond Budgeting.

1. Pendahuluan
Penganggaran tradisional sebagai suatu instrumen manajemen dalam mengelola
perusahaan semakin terlihat sebagai suatu hambatan untuk mendorong manajer-manajer
perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan secara maksimal, karena jumlah
rupiah budget sifatnya terus naik (incremental), menghabiskan banyak waktu sampai
ratusan jam pegawai, terfokus pada nilai rupiah, dan mengabaikan kinerja, dan
mengarahkan pegawai untuk memfokuskan pada sasaran-sasaran yang salah dengan
mengorbankan layanan konsumen dan keseluruhan tujuan perusahaan.
Disamping itu juga penganggaran disebut bersifat otokratik karena manajemen pusat
menguasai dan membatasi fleksibilitas manajer-manajer dibawahnya sehingga dapat
membatasi kapasitas mereka untuk berinovasi. Penganggaran juga dapat dilihat sebagai
konsep yang usang dan kuno, dan sebagai salah satu dari beberapa fungsi administratif
yang teknologinya tidak banyak mengalami kemajuan. Bahkan kegagalan perusahaan
seperti Enron dan WorldCom sebagian disalahkan karena insentif penganggaran yang
menaikkan suatu “permainan” dan “pesan” angka.
Pada saat sekarang, untuk meraih sukses perusahaan harus melepaskan produk baru
ke pasar dengan interval waktu yang pendek, membentuk hubungan sistematik yang
menguntungkan dalam jangka panjang dengan konsumen dan partner kerja, secara
konstan mengembangkan sumber daya manusia perusahaan, dan memelihara karyawan
yang baik, dan paling tidak memuaskan permintaan investor dengan kinerja keuangan
yang baik. Oleh karena itu, sekarang perusahaan-perusahaan harus melakukan sesuatu
yang sangat berbeda pada waktu yang sama.

1 Dosen Tetap Fakultas Ekonomi, Sekretaris Program Studi Perpajakan Program Diploma III Fakultas Ekonomi

Universitas Padjadjaran, Bandung.


October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 1
Menurut Aaron Wildavsky yang dikutip oleh Christensen dalam Government
Finance Review (2003) bahwa terjadi sesuatu yang salah terhadap penerapan budget,
yaitu:
Over the last century, the traditional budget has been condemned as mindless, because its line-
items do not match programs; irrational, because they deal with inputs instead of outputs;
shortsighted, because they cover one year instead of many; fragmented, because as a rule only
changes are reviewed; conservative, because these changes tend to be small and ineffective. Yet
despite these faults the traditional budget reigns supreme virtually everywhere, in practice if not
in theory. Why?
Lebih lanjut Aaron mengemukakan lagi bahwa traditional budget ini juga telah
melahirkan sebuah proses percobaan yang panjang namun hanya merupakan tantangan
yang pada umumnya menjadi hal yang sia-sia (sesuatu yang merupakan sisa yang tidak
berguna). Sehingga budget menjadi sebuah yesterday’s news bagi para manager yang selalu
berhadapan dengan pelaksanaan program dan kinerja di masa depan. Jelas hal ini sulit
dipercaya untuk dijadikan sebagai pedoman dimana informasi yang telah berlalu akan
mampu mengikuti perubahan di masa yang akan datang.
Senada dengan Aaron, menurut Hope dan Fraser dalam Beyond Budgeting Round
Table (2001) bahwa budget atau disebut juga budget contract tersebut telah salah
dipersepsikan oleh manajemen, sehingga implementasinya menjadi keliru, sebagaimana
kutipan di bawah ini:
The budget contract is a relic from an age when head office people made the decision and front
line works were told what to do. But such remote-control management no longer works in an age
when decisions have to be made quickly at the front line to meet the exact (and exacting) needs
of customers. To believe in the effectiveness of performance contracts you must, by and large,
believe that setting or negotiating fixed financial targets is the best way to maximize profit
potential; that financial incentives build motivation and commitment; that annual plans are the
best way to direct actions that maximize market opportunities; that leaders are best placed to
make resource allocation decisions that optimize efficiency; that leaders can effectively coordinate
plans and actions to bring coherence; and that financial reports provide relevant information for
effective decision-making. However, if we examine each of these beliefs underlying the budget
contract, we can see that every one turns out to be a fallacy.

Dari apa yang telah dikemukan di atas yang terjadi pada anggaran karena orientasi
pemikiran dewasa ini terhadap pengalaman masa lalu tidaklah lagi relevan dengan kondisi
perubahan saat ini. Manager lebih dituntut untuk mampu membaca situasi yang akan
datang. Hal ini dapat dicapai melalui kesempurnaan manajemen baik dari sistem yang
digunakan sampai sumber daya yang terlibat dalam pengelolaan manajemen tersebut.
Menurut Hope dan Fraser (2001), meninggalkan proses penganggaran tahunan
membuka dua peluang. Pertama adalah memungkinkan suatu keadaan proses manajemen
yang lebih adaptif, dan yang kedua adalah memungkinkan suatu organisasi yang
terdesentralisasi secara radikal. Para penulis buku tersebut menyajikan studi-studi kasus
perusahaan yang berlokasi di Denmark, Perancis, dan Swedia yang membuang
penganggaran demi kepentingan proses-proses baru yang dikenal dengan nama model
beyond budgeting.

2. Pembahasan
2.1 Konsep Beyond Budgeting
Pada saat ini anggaran traditional yang telah dijelaskan diatas masih banyak digunakan
oleh sebagian perusahaan swasta di seluruh dunia, tetapi kelemahan-kelemahan anggaran
tradisional yang banyak menghambat perkembangan inovasi perusahaan yang merupakan

October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 2


kunci sukses untuk bertahan di dunia bisnis mendorong dikembangkannya sistem
anggaran yang lebih baik baik (better budgeting).
Dengan konsep baru yang dikembangkan saat ini yaitu beyond budgeting (disebut juga
better budgeting atau advanced budgeting) telah memberikan bukti dan analisa yang cukup
menjamin perusahaan untuk terus beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat.
Christensen dalam Government Finance Review (2003) memberikan pernyataan pada beyond
budgeting yaitu:
Beyond Budgeting is a provocative book that does a respectable job of describing some of the
frustrations people experience with budgeting.

Jadi beyond budgeting ini merupakan konsep yang sangat memprovokatif perusahaan-
perusahaan yang merasa frustasi oleh sistem penganggaran untuk mencoba
mengoperasikan perusahaan dengan menggunakan konsep beyond budgeting.
Beyond budgeting dapat mendukung setiap fungsi manajemen yang selalu berinteraksi
baik dengan lingkungan internal maupun eksternal perusahaan. Dengan beyond budgeting,
perusahaan mampu menjadi lebih adaptif dan dapat merespon lebih cepat terhadap
perubahan yang terjadi dari rencana yang telah ditetapkan. Disamping itu juga sangat
membantu manajemen dalam memamfaatkan seluruh potensi penuh dari implementasi
management tools lainnya seperti EVA (Economic Value Added), Benchmarking, Balanced
Scorecard, Activity-Based Management maupun Rolling Forcasts. Semua tools tersebut mampu
dijadikan partner oleh beyond budgeting dalam merespon setiap keinginan dan kebutuhan
manajemen.
Hope dan Fraser mengemukakan dalam Beyond Budgeting Round Table, Question and
Answer (2001) mengenai pengertian beyond budgeting adalah:
Beyond budgeting is about releasing capable people from the chains of the top-down performance
contract and enabling them to use the knowledge resources of the organization to satisfy
customers profitably and consistently beat the competition. With intellectual assets accounting for
80-90% of shareholder value today, people really are the organization’s most valuable asset.
But the way the annual budget contract works means that their energy and ingenuity is used
more for negotiating the budget than for creating value for customers and shareholders. The
budget contract is a relic from an earlier age. It is expensive, absorbs far too much time, adds
little value, and should be replaced by a more appropriate performance management model.

Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa konsep beyond budgeting akan
membebaskan orang-orang yang capable dari kontrak kinerja yang bersifat top down yang
tentunya akan membatasi mereka untuk melakukan sumber dayanya secara efektif untuk
meningkatkan profotabilitas perusahaan secara konsisten. Dengan jumlah intellectual
asset yang mencapai 8%-90% tentunya sumber daya manusia merupakan asset yang
paling besar dalam suatu perusahaan sehingga jika waktu mereka sebagian besar
digunakan untuk menyusun anggaran akan sangat tidak efisien dan efektif. Dan setelah
itu mereka akan bertindak untuk perusahaan dengan dibatasi oleh anggaran yang sangat
mengekang mereka untuk berinovasi dalam rangka memuaskan konsumen yang tentunya
akan berdampak pada peningkatan profitabilitas perusahaan secara konsisten.
Beyond budgeting yang menganggap bahwa kekuatan sumber daya manusialah yang akan
mampu memberikan perubahan setiap saat, bukan hanya sebuah “kertas” dengan
segudang rencana tertulis. Beyond budgeting memberikan kebebasan manusia dalam
melakukan setiap aktivitas yang berhubungan baik dari dalam maupun dari luar
perusahaan. Demikian juga halnya bagi perusahaan yang menghasilkan produk,
konsumen yang juga dianggap manusia menjadi sangat berarti dalam membandingkan
hasil yang telah dilakukan dengan menggunakan beyond budgeting ini. Disamping itu
manusia juga dianggap sebagai organization’s most valuable asset (asset organisasi yang paling

October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 3


berharga) karena manusia mampu beradaptasi dan memberikan respon langsung
terhadap perubahan yang terjadi khususnya bagi konsumen. Dalam hal ini value chain yang
dipakai oleh perusahaan sangat mendukung terlaksananya implementasi beyond budgeting.
Sehingga konsumen tidak dibiarkan dengan hanya cukup membeli produk saja, namun
sampai kepada apa yang dipakai oleh konsumen di “rumah” mereka menjadi sebuah
masukan bagi perusahaan.
Daum (2002) menyarankan kepada manajemen agar dapat menggunakan sebuah
konsep baru yang telah berkembang saat ini yaitu beyond budgeting untuk merespon secara
cepat perkembangan pasar dalam lingkungan ekonomi yang serba cepat. Dan hal ini jelas
sekali telah mendorong perusahaan agar peka terhadap perubahan yang teradi dan sulit
dibendung tersebut.
Sedangkan menurut Shane Johnson (2005) beyond budgeting merupakan sebuah model
yang membawa pengembangan bagi responsibilitas managerial dimana kekuatan dan
tanggung jawab merupakan dua hal yang saling bergandengan.
Apabila dikaji dari pengertian-pengertian yang telah diberikan di atas dapatlah
dikatakan bahwa beyond budgeting merupakan sebuah alat yang cukup fleksibel.
Implementasinya tidak pernah membatasi pihak-pihak tertentu, bahkan konsumen
sebagai pihak luarpun ikut dilibatkan dalam mengevaluasi keberhasilan perusahaan. Beyond
budgeting juga tidak hanya terbatas pada pemahaman hubungan dengan konsumen saja
namun perkembangan teknologi dan ekonomi politik-pun ikut mempengaruhi dasar
pemikiran dalam penerapan konsep ini. Untuk lebih jelasnya berikut akan dibahas konsep
yang mendasari beyond budgeting dengan prinsip-prinsip yang telah dikembangkan dewasa
ini.
Implementasi beyond budgeting didasari oleh konsep yang dapat memberikan prinsip
bagi penerapannya dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Konsep ini diturunkan dari
berbagai situasi manajemen yang mulai terjepit dengan perubahan saat ini. Konsep yang
akan diajukan lebih merupakan perbaikan-perbaikan pada hal-hal yang tidak mampu
dipecahkan oleh budget dimasa lalu.
Tujuan dari penerapan konsep ini lebih ditekankan pada keseluruhan bentuk efisiensi
yang diinginkan oleh perusahaan. Konsep ini diinginkan agar mampu membantu
perusahaan secara penuh untuk mewujudkan tujuan perusahaan dalam mempertahankan
seluruh komitmennya baik dengan pihak internal maupun eksternal. Sehingga jelas akan
terbukti kekuatan yang dimiliki perusahaan dalam menghadapi persaingan yang begitu
ketat dan membutuhkan strategi-strategi tertentu dalam melawan berbagai perubahan.
Seperti yang di kemukakan oleh Daum dalam Newslatter “Controlling & Finance (2002)
bahwa: “The objectives of Better Budgeting are more efficient controlling processes, speeding up planning
and (still existing) budgeting or operational planning processes, and the transition to rolling processes in
comparison to one-off annual budgeting action”.
Dari apa yang telah dikutip di atas maka dapatlah dikatakan bahwa penerapan konsep
ini akan benar-benar memperlihatkan suatu bentuk kerangka efisien yang
menitikberatkan pada control yang nyata bagi keberhasilan perusahaan. Dapat dipastikan
bahwa dewasa ini begitu banyak pihak yang menginginkan perusahaan menjadi lebih
efisien, karena efisien merupakan ukuran yang paling tepat dalam melihat kinerja
perusahaan. Kutipan di atas juga masih menyinggung keberadaan budget yang lama,
artinya budget tersebut tetap masih dipakai namun posisinya hanya menjadi bagian kecil
dari implementasi beyond budgeting secara keseluruhan. Dalam konsep ini budget yang lama
menjadi pendukung saja, namun peran yang cukup besar tetap diperoleh dari beyond
budgeting itu sendiri. Seperti yang telah dikemukan di atas dalam pengertiannya bahwa
beyond budgeting telah memberikan makna yang cukup luas dimana tidak hanya mencakup
internal saja, namun juga eksternal perusahaan.

October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 4


Sebelum melihat apa saja yang ditawarkan oleh konsep ini, maka terlebih dahulu
harus dipahami beberapa hal yang menyangkut kondisi perusahaan. Kondisi-kondisi ini
akan mampu mendukung implementasi dari beyond budgeting itu sendiri. Berbagai bentuk
management tools seperti yang telah disebutkan di atas akan sangat mendukung
terlaksananya penerapan konsep ini. Berikut adalah berbagai pengembangan yang
mendukung pelaksanaan beyond budgeting menurut Daum (2002), yaitu:
1. Reduction of the level of detail of planning / level of detail dependent on the planning area and
the situation
2. Continuous rolling forecasting instead of only annual planning
3. Rolling strategic planning that can lead also to mid-year strategic
4. Non-financial performance measures (output-oriented) flow into the operational plan / budget,
which are geared to relative (external) targets
5. Changes in the operational business or of strategic targets lead to mid-year plan/budget
adjustments
6. All operative areas are taken inti account, as a result trade-offs within a company’s business
system, such as between short term profit targets and long term innovation objectives, become
transparent early enough in order to be managed actively
7. Clear top-down targets, but decentralized, operational planning
8. Use of software-based planning and performance management systems.

Dari kutipan di atas ternyata penerapan konsep beyond budgeting sebaiknya harus
didukung oleh paling kurang delapan hal yang telah diberikan di atas. Hal ini
dimaksudkan agar konsep yang akan diterapkan atas dasar prinsip-prinsip yang ingin
dikembangkan mampu teraplikasi dengan baik. Perombakan sistem manajemen secara
keseluruhan harus didukung oleh semua sektor. Dapat dilihat bahwa mulai dari tingkatan
level manajemen yang mempengaruhi penyusunan perencanaan sampai kepada teknologi
(software) yang dipakai harus menjadi pertimbangan. Misalnya pada point 7 (tujuh) di atas
apabila sebuah perusahaan masih mengandalkan sistem pertanggungjawabannya atas
centralisasi, maka sebaiknya harus diganti menjadi desentralisasi. Hal ini bertujuan untuk
memberikan kebebasan kepada setiap pihak dalam mengambil keputusan sesuai dengan
respon pada setiap perubahan yang ditemui dalam operasi, sehingga akan mempercepat
proses pengambilan keputusan. Akhirnya keputusan yang diinginkan tidak lagi terhambat
oleh prosedur yang ada dan hal ini akan memberikan hasil secara langsung apa yang harus
dilakukan dalam waktu cepat.
Dengan demikian penerapan konsep yang akan dilaksanakan akan memberikan hasil
yang maksimal sesuai dengan kebutuhan. Perlunya revisi sistem secara keseluruhan akan
sangat membantu nantinya untuk mengukur ataupun menilai setiap perkembangan yang
akan dicapai. Karena beyond budgeting secara keseluruhan merupakan penjelmaan dari
seluruh management tools maupun management system yang dipakai saat ini.
Kemudian menurut Daum lagi dari hasil penelitiannya dalam Controlling & Finance,
July 2002 diberikan beberapa prinsip yang mendasari dari 13 perusahaan yang tidak
memanfaatkan budget secara baik dan benar. Hal ini dipandang dari sisi beyond budgeting
merupakan sebuah konsep yang tidak hanya memberikan koreksi pada budget tradisional
namun juga memberikan sebuah prinsip kepemimpinan yang baru (new leadership).
Terdapat dua belas hal yang mendasari konsep ini (gambar 1) yaitu:

2.1.1 The Leadership principle:


Creation of a performance management climate that measures success against the competition and not
against an internally focused budget
1. Motivation through challenges and transferring responsibility within clearly defined enterprise
values

October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 5


2. Delegation of responsibility to operational managers, who can make decisions themselves
3. Empowerment of operational managers by giving them the means to act independently (access to
resources)
4. Organization based on customer-oriented teams, who are responsible for satisfied and profitable
customers
5. Creation of a single “truth” in the organization with open and transparent information system

2.1.2 The Performance Management Principles:


6. The target setting process is based on the agreement of external benchmarks
7. The motivation and reward process is based on the success of the team compared to the
competition
8. Strategy and action planning is delegated to operational managers and takes place continuously
9. The resources utilization process is based on direct local access to resources (within agreed
parameters)
10. The coordination process coordinates the use of resources on the basis of internal markets
11. The measurement and controlling process provides quick and open performance information for
multilevel control

Setelah dua belas prinsip yang dikemukakan dalam konsep di atas, Christensen dalam
Government Finance Review (2003) ikut memberikan enam proses prinsip yang dinilai
cukup adaptif untuk penerapan beyond budgeting ini yaitu;
1. Set stretch goals aimed at relative improvement
2. Base evaluation and rewards on relative improvement contracts with hindsight
3. Make action planning a continous and inclusive process
4. Make resources available as required
5. Coordinate cross-company actions according to prevailing customer demand
6. Base controls on effective governance and on a range of relative performance indicators

Selanjutnya Schaffer dan Zyder dalam Research Paper no.5 (2003) juga ikut
memberikan konsep yang berisikan dua belas prinsip pengimplementasian beyond budgeting.
Konsep ini membagi atas dua bagian yang masing-masing terdiri dari enam kategori
prinsip. Enam prinsip yang pertama menjelaskan tentang kemungkinan manajemen untuk
menjadi sebuah organisasi yang lebih adaptif dalam menghadapi perubahan dan enam
prinsip yang kedua memungkinkan perusahaan menjadi sebuah desentralisasi yang
radikal, yaitu:

To enable the adaptive organization the following points were named:


1. Target that are relative to the internal and external competition to be mutually adjusting and to
stretch performance
2. Anticipatory performance management system including rolling forecasts to enable continous
adjustments of strategic decisions.
3. A rolling strategy process to promote a strategy-based coordination of activities.
4. Internal markets to provide an efficient and market-oriented resource allocation.
5. Decentralized reviews that are supplemented by “Management by Exception”.
6. Rewards based on relative performance which compare results of business units or the
corporation to foster teamwork and cooperation.
The following six principles refer to corporate culture and organizational issues and aim to enable a
decentralized organization:
7. Governing through shared values and clear boundaries to allow quick local decisions.
8. Profit centers to create a network organization that is focused on people and customers.
9. Internal Markets instead of coordination by plans to improve responsiveness.

October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 6


10. Delegation to give people the freedom and capability to act.
11. Responsibility for results of local managers to foster performance.
12. A “coach & support” leadership style to support managers.

Selanjutnya Hope dan Fraser juga ikut mengemukakan dua belas prinsip beyond
budgeting dalam Beyond Budgeting Round Table (2001) yang secara jelas juga dipaparkan
ke dalam dua bentuk prinsip yang masing-masing terdiri dari enam prinsip yang pertama
menyangkut kinerja manajemen dan enam prinsip berikutnya menyangkut
kepemimpinan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Key performance management principles:
1. Beat the competition
2. Reward team-based competitive success
3. Make strategy a continuous and inclusive process
4. Draw resources when needed
5. Coordinate cross-company interactions through “market-like” forces
6. Provide fast, open information for multi-level control
Key leadership principles:
7. Create a performance climate based on sustained competitive success
8. Build the commitment of teams to a common purpose, clear values, and shared rewards
9. Devolve strategy to front line teams and provide the freedom and capability to act
10. Champion frugality and challenge the value-added contribution of all resources
11. Organize around a network of teams that dynamically connect their capabilities to serve the
external customer
12. Support transparent and open information systems

Dari beberapa pendapat di atas dapatlah disimpulkan bahwa pada umumnya konsep
dari beyond budgeting berbicara mengenai prinsip kinerja manajemen dan kepemimpinan.
Penggunaan konsep yang ditujukan kepada dua bagian terbesar tersebut akan
menciptakan kelonggaran yang tidak pernah diberikan oleh budget di masa lalu.
Keleluasaan yang ditawarkan oleh beyond budgeting lebih bersifat adaptif, artinya tidaklah
semena-mena penggunaan kekuasaan yang dijalankan tanpa memperhatikan kepentingan
yang ada. Justru sebaliknya, dalam beyond budgeting cukup mempertimbangkan kemampuan
(capability) terutama sumber daya yang menjalankan perusahaan (seperti yang terdapat
dalam performance management principle). Sehingga dapat kita lihat bahwa beyond budgeting
selalu men-support setiap tim yang sukses melakukan kerjanya dalam hal apapun dengan
memberikan reward (penghargaan). Dan hal ini jelas sekali telah merupakan prinsip atau
sebuah komitmen yang harus dilaksanakan pada setiap kondisi perusahaan, tidak seperti
yang diterapkan budget di masa lalu yang hanya merupakan sebuah catatan lepas dalam
buku manajemen jika memungkinkan untuk dilaksanakan.
Selanjutnya yang dapat dikaji lagi sebagai nilai lebih konsep ini bahwa konsumen
adalah orientasi perusahaan yang cukup diprioritaskan dalam kelangsungan hidup
perusahaan (dalam learedship principle). Sebagaimana diketahui bahwa syarat suatu
perusahaan akan terus mampu berjalan apabila going concern-nya terus berlanjut. Jaminan
dari hal ini adalah bagaimana perusahaan dapat survive dengan profit yang dihasilkan.
Tentunya jawaban yang tepat adalah bagaimana perusahaan harus mampu menciptakan
produk yang dijadikan sebagai sumber utama pendapatannya. Oleh karena itu kepekaan
akan kebutuhan dan perubahan selera konsumen terus diperhatikan. Tidak hanya cukup
disitu, bagaimana prilaku konsumen yang sedang in harus dapat dibuktikan dengan pasti
oleh pihak perusahaan. Sehingga dalam hal ini perusahaan tidak akan kalah atau
ketinggalan dalam persaingan. Dengan begitu perusahaan akan memperoleh jaminan
bahwa keberadaannya akan dibutuhkan dalam jangka waktu yang cukup lama.

October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 7


Keandalan yang lain dari penerapan konsep ini dapat pula dilihat pada berbagai
strategi yang perlu dikembangkan baik dari sisi leadership maupun performanace manajemen.
Startegi yang diciptakan sangatlah fleksibel bagi para manager untuk mengambil
keputusan dengan cepat. Manager dituntut untuk terus berkolaborasi dengan bawahan
dalam memberikan input atau informasi atas setiap tindakan yang hendak dijalankan.
Dalam hal ini manager sangat sadar apabila kemampuan maupun ruang gerak yang
dimilikinya adalah terbatas. Sehingga disamping menciptakan suatu hubungan yang
harmonis antara bawahan maupun atasan, dapat pula menciptakan suatu bentuk
kepemimpinan yang timbal balik. Dengan demikian garis organisasi tidak hanya top down
tetapi sekaligus berupa bottom up. Dan hal ini merupakan gebrakan baru dalam pemikiran
manajemen perusahaan dalam menjalankan fungsinya, disamping memberikan
“kebebasan” kepada setiap anggota organisasi dalam mengawasi dan menjalankan
aktivitas.

2.2 Perbandingan Traditional Budget dan Beyond Budgeting


Berikut ini akan dijelaskan mengenai perbedaan antara traditional budget dengan beyond
budgeting. Perbedaan ini akan ditinjau dari enam tujuan yang dikehendaki oleh manajemen
setiap perusahaan di dunia. Berikut kutipan dari Hope dan Fraser yang disajikan dalam
bentuk tabel perbandingan antara kedua proses budget adalah sebagai berikut:
Purpose of Traditional Beyond
performance “budgeting” budgeting processes
management processes
• Goals – to balance the • Fixed annual targets • Relative and self-imposed
need to maximize short (performance contracts) KPI “aspirational” goals
and long-term profit drive short-term action drive sustained
potential competitive success
• Individual incentives • Team based rewards
• Rewards – to provide build a “defend own build a “one-team”
an effective basis for turf” attitude, and attitude, and peer
motivating and rewarding “meet the trget” drive pressure drives continous
performanace irrational behaviour improvement

• Plans – to direct actions • Annual plans • Event-driven strategies


to maximize market support a “make and support a “sense-and
opportunities sell” or “company respond” or “customer-
first” approach to first’ approach to strategic
strategic management management
• Resources – to ensure • Centrally allocated • On-demand resources
that resources are resources inhibit fast enable fast response
available to support agreed response and capabilities and reduce
actions encourage waste waste
• Coordination – to • Centrally linked • Dynamic linking of
harmonize actions across budgets provide slow, customer demands
the business disjointed solutions provide, fast, seamless
that often fail to meet solutions that meet
customer needs customer needs
• Controls – to provide • Financial variances • Multifaceted and multi-
relevant information for that compare actuals level information systems
strategic decision-making with budget provide a provide patterns of
and controls poor basis for information that inform

October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 8


learning strategic decision-makers

Dari tabel perbandingan yang telah disajikan di atas sangat jelas terlihat bahwa antara
budget dan beyond budgeting terdapat hal-hal yang cukup signifikan mempengaruhi tujuan
manajemen secara keseluruhan. Berikut akan diuraikan secara rinci dari ke enam tujuan
tersebut:
1. Tujuan secara keseluruhan (Goals)
Tujuan ini ditetapkan untuk memberikan keseimbangan antara tujuan yang tertuang
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang sehingga masing-masing mampu
memberikan hasil (profit) yang maksimal. Dari sisi budget manajemen hanya mampu
memperoleh sebuah hasil dalam jangka pendek atau secara tahunan (annual). Namun
dalam beyond budgeting penetapan tujaun ini akan dipandang sebagai suatu hal yang
cukup relatif, artinya sangat tergantung pada kondisi perusahaan yang selalu
berhadapan dengan perubahan dan persaingan.
2. Penghargaan (Rewards)
Manajemen selalu memotivasi setiap anggota perusahaan dengan memberikan
penghargaan atau pujian. Hal ini dilakukan untuk terus mempertahankan serta
meningkatkan semangat kerja seluruh komponen perusahaan. Dalam sistem budget
di masa lalu reward yang diberikan manajemen hanya pada hal-hal tertentu yang
bersifat individual sehingga menciptakan prilaku yang irrasional, sehingga terdapat
kesenjangan antar anggota perusahaan. Namun dalam beyond budgeting lebih bersifat
menyeluruh tanpa memandang dari sisi individual. Beyond budgeting lebih melihat
anggota perusahaan dalam bentuk team kerja yang solid. Jadi setiap orang berhak
mendapat reward yang dijanjikan perusahaan dan hal ini terus dilakukan perusahaan
secara terus-menerus.
3. Rencana (Plans)
Perusahaan mempunyai rencana yang ditetapkan untuk terus memaksimalkan
kesempatan mendapatkan pangas pasar yang ada secara langsung. Budget hanya
menyediakan rencana yang kaku untuk satu periode dan hanya memberikan hasil
kepada internal saja. Berbeda dengan beyond budgeting yang lebih menekankan
kesempatan itu untuk melihat sense dan respond konsumen sebagai strategi bagi
pengambilan keputusan manajemen.
4. Sumber daya (Resources)
Sumber daya yang ada dalam perusahaan secara keseluruhan dipastikan untuk mampu
mendukung tindakan yang telah disepakati. Pengelolaan dalam budget bersifat
centralized, artinya hanya terpusat pada satu alokasi sumber daya saja. Hal ini jelas
akan sulit bagi pengembangan sumber daya itu sendiri yang membutuhkan akses
cepat dalam penanganannya. Dalam beyond budgeting justru hal ini dihindari untuk
mengurangi kesia-siaan sumber daya yang terpendam pada satu bagian karena sulit
dalam pengendaliannya. Beyond budgeting memberikan keleluasaan atas permintaan
sumber daya sehingga memungkinkan respon yang cepat atas setiap kebutuhan serta
mengurangi waste.
5. Koordinasi (Coordination)
Hal ini ditujukan dalam rangka menciptakan keharmonisan di dalam organisasi. Pada
penerapan budget yang lalu, koordinasi yang terpusat pada satu tempat tampak
lambat dan sulit memberikan solusi bagi kebutuhan konsumen. Namun dalam beyond
budgeting koordinasi yang cepat (karena tidak terpusat) telah memberikan hubungan
langsung secara baik dengan kebutuhan konsumen. Setiap konsumen dapat
berhubungan dengan pihak manapun dalam perusahaan sehingga tindakan apapun
yang akan diambil akan lebih cepat dan hal ini akan sangat mempermudah konsumen.

October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 9


6. Pengendalian (Controls)
Untuk menyediakan informasi yang relevan bagi pengambilan keputusan dan
pengendalian secara keseluruhan. Dalam penerapan budget masa lalu, pengendalian
yang diciptakan lebih sempit (hanya pengawasan) dan cukup hanya membandingkan
aktualisasi dengan budget yang telah ditetapkan. Tentunya hal ini juga akan
mempersempit ruang gerak operasional perusahaan. Dalam implementasi beyond
budgeting pengendalian ini diciptakan secara multifaceted maupun multi-level bagi siklus
sistem informasi. Hal ini diharapkan agar perusahaan mampu dalam segala hal
mengawasi atau mengendalikan setiap level organisasi dengan beragam masalah yang
dihadapi. Sehingga pada akhirnya akan mempermudah bagi pembuat keputusan
dalam menilai kekuatan maupun kelemahan sistem yang ada.

Diagram Perbedaan Budgeting Model dengan Beyond Budgeting Model

3. Kesimpulan
Penganggaran tradisional sebagai suatu instrumen manajemen dalam mengelola
perusahaan semakin terlihat sebagai suatu hambatan untuk mendorong manajer-manajer
perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan secara maksimal, karena jumlah
rupiah budget sifatnya terus naik (incremental), menghabiskan banyak waktu sampai
ratusan jam pegawai, terfokus pada nilai rupiah, dan mengabaikan kinerja, dan
mengarahkan pegawai untuk memfokuskan pada sasaran-sasaran yang salah dengan
mengorbankan layanan konsumen dan keseluruhan tujuan perusahaan.
Aaron mengemukakan bahwa traditional budget ini juga telah melahirkan sebuah proses
percobaan yang panjang namun hanya merupakan tantangan yang pada umumnya
menjadi hal yang sia-sia (sesuatu yang merupakan sisa yang tidak berguna). Sehingga
budget menjadi sebuah yesterday’s news bagi para manager yang selalu berhadapan dengan
pelaksanaan program dan kinerja di masa depan. Jelas hal ini sulit dipercaya untuk
dijadikan sebagai pedoman dimana informasi yang telah berlalu akan mampu mengikuti
perubahan di masa yang akan datang.
Konsep beyond budgeting akan membebaskan orang-orang yang capable dari kontrak
kinerja yang bersifat top down yang tentunya akan membatasi mereka untuk melakukan
sumber dayanya secara efektif untuk meningkatkan profotabilitas perusahaan secara
konsisten. Dengan jumlah intellectual asset yang mencapai 8%-90% tentunya sumber
daya manusia merupakan asset yang paling besar dalam suatu perusahaan sehingga jika

October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 10


waktu mereka sebagian besar digunakan untuk menyusun anggaran akan sangat tidak
efisien dan efektif. Dan setelah itu mereka akan bertindak untuk perusahaan dengan
dibatasi oleh anggaran yang sangat mengekang mereka untuk berinovasi dalam rangka
memuaskan konsumen yang tentunya akan berdampak pada peningkatan profitabilitas
perusahaan secara konsisten.
Beyond budgeting yang menganggap bahwa kekuatan sumber daya manusialah yang akan
mampu memberikan perubahan setiap saat, bukan hanya sebuah “kertas” dengan
segudang rencana tertulis. Beyond budgeting memberikan kebebasan manusia dalam
melakukan setiap aktivitas yang berhubungan baik dari dalam maupun dari luar
perusahaan. Demikian juga halnya bagi perusahaan yang menghasilkan produk,
konsumen yang juga dianggap manusia menjadi sangat berarti dalam membandingkan
hasil yang telah dilakukan dengan menggunakan beyond budgeting ini. Disamping itu
manusia juga dianggap sebagai organization’s most valuable asset (asset organisasi yang paling
berharga) karena manusia mampu beradaptasi dan memberikan respon langsung
terhadap perubahan yang terjadi khususnya bagi konsumen. Dalam hal ini value chain yang
dipakai oleh perusahaan sangat mendukung terlaksananya implementasi beyond budgeting.
Sehingga konsumen tidak dibiarkan dengan hanya cukup membeli produk saja, namun
sampai kepada apa yang dipakai oleh konsumen di “rumah” mereka menjadi sebuah
masukan bagi perusahaan.

REFERENSI

Atkinson, Anthony A. Banker, Rajiv D. Kaplan, Robert S. Young, S.Mark. (1995).


Management Accounting. International Edition. Prentice-Hall International, Inc.
United Stated of America.
Christensen, Peter. McElravy, Jeff. Miranda, Rowan. (2003). What’s Wrong With
Budgeting?. Government Finance Review, pp. 12-13.
Daum, Jurgen H. (2002). Beyond Budgeting: A Model for Performance Management and
Controlling in the 21st Century?. Newsletter “Controlling and Finance, July Issue.
Hilton, Ronald W. Maker, Michael W. Selto, Frank H. (2000). Cost Management,
Strategies for Business Decisions. International Edition, The McGraw-Hill
Companies Inc., United Stated of America.
Hope, Jeremy and Fraser, Robin. (2001). Beyond Budgeting Questions and Answers.
Beyond Budgeting Round Table, pp. 3-13.
Johnson, Shane. (2005). Beyond Budgeting. University of Glamorgan. Paper 3.3.
Munandar. (1995). Budgeting. Edisi 1. BPFE, Yogyakarta.
Simamora, Henry. (2002). Akuntansi Manajemen. Edisi II. UPP AMP YKPN.
Yogyakarta.
Schaffer, Utz and Zyder, Michael. (2003). Beyond Budgeting – a New Management
Fashion?. Oestrich-Winkel. Research Paper No. 5, pp. 2-3.

October 2009 Research Days, Faculty of Economics - Padjadjaran University, Bandung 11

Anda mungkin juga menyukai