Anda di halaman 1dari 11

MUTIARA TERPENDAM DI BIBIR PASIFIK

Oleh : Cocon, S.Pi

Kalimat di atas memang pantas


disandang sebagai julukan bagi sebuah pulau
terluar di Indonesia Bagian Timur yang
bernama “Morotai”.. Mungkin secara umum
masyarakat Indonesia masih merasa asing
dengan nama tersebut, padahal jauh sejak 66
tahun lalu tepatnya sejak Tahun 1944, Morotai
telah mempunyai arti sangat penting dan
strategis ketika Panglima Divisi VII Amerika
Serikat (AS) Jenderal Douglas MacArthur
dengan 63 batalion tentara sekutu mendarat di Tanjung Dehegila Morotai sebagai
tempat konsolidasi ratusan ribu pasukannya dan menjadi basis pertahanan hingga
mengantarkan tentara sekutu memetik kemenangan atas Jepang pada PD II.... Jejak
dan Kisah heroik seorang jenderal bernama Douglas MacArthur tersebut masih
membekas sebagai saksi bisu betapa pulau kecil di bibir Pasifik tersebut mempunyai
arti penting di mata sang Jenderal. Jika MacArthur saja pada tahun 1944 telah
memilih Morotai sebagai basis strategis tentara sekutu, tentu ada potensi luar biasa
di daerah itu yang perlu digali dan dicari jawabannya. Lalu, bagaimana dengan kita
bangsa Indonesia,..??

Sejenak kita mencoba melirik Pulau Morotai dari sisi lain, dimana sejak Pulau
Morotai ditetapkan sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-Undang No : 53
Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Pulau Morotai, yang mengantarkan
Kabupaten Pulau Morotai sebagai Kabupaten ke-9 di Provinsi Maluku Utara, ternyata
bukan hanya aspek historis yang menjadikan nama Morotai melambung dan dikenal
dunia, namun ada potensi di sektor lain yang begitu besar, tengok saja betapa
besarnya potensi pengembangan di Sektor Kelautan dan Perikanan yang telah
berpuluh tahun tidur terlelap tanpa ada yang berani membangunkan. Pembentukan
Pulau Morotai sebagai sebuah Kabupaten menjadi momen bersejarah yang dilatar
belakangi atas kesedaran kita sebagai bangsa Indonesia akan pentingnya
kemadirian. Saat itulah mulai sadar bahwa pulau mungil nan eksotis ini ternyata
mempunyai potensi dan nilai strategis nasional jika dimanfaatkan dan dikelola
secara optimal dan berkelanjutan.

I. NILAI STRATEGIS KABUPATEN PULAU MOROTAI

1.1. Sebagai Kawasan Strategis Nasioal

Kabupaten Pulau Morotai mempunyai luas wilayah 4.301,53 km², dengan luas
daratan seluas 2.330,60 km² dan luas wilayah laut sejauh 4 mil seluas 1.970,93
km². Jumlah pulau-pulau kecil terdapat di Kabupaten Pulau Morotai berjumlah 33
pulau dengan rincian pulau yang berpenghuni berjumlah 7 pulau dan yang tidak
berpenghuni berjumlah 26 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 354,14
km². Adapun jumlah desa pesisir sebannyak 60 desa pesisir, dengan jumlah
penduduk 56. 462 jiwa dimana 80% terdistribusi dikawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil sedangkan 20% berada di perkotaan dan desa pedalaman.

Kita tahu bahwa selama hampir 50 tahun proses pembangunan yakni mulai
periode orde lama (20 tahun) dan orde baru (32 tahun), pendekatan pembangunan
ekonomi hanya terpusat pada pengembangan wilayah daratan, kondisi ini
menyebabkan pengembangan wilayah perbatasan yang nota bene merupakan
wilayah pulau-pulau kecil hampir terabaikan. Fenomena ini sangat ironis mengingat
Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki banyak sekali pulau-pulau
kecil terluar sebagai wilayah perbatasan. Mempertimbangkan hal tersebut, maka
saat ini pemerintah mulai fokus dengan merubah paradigma konsep pembangunan
yaitu melalui pendekatan kawasan khususnya pada pembangunan kawasan-kawasan
strategis nacional yang secara umum berada pada kawasan kepulauan.
Dengan terbentuknya Kabupaten Pulau Morotai sebagai Daerah otonom, telah
mendorong pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap Pulau Morotai untuk
dikembangkan menjadi kawasan pengembangan ekonomi nasional salah satunya
melalui penetapan kebijakan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) .
Kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pulau Morotai dengan mengacu
pada pertimbangan faktor geostrategis yaitu melalui pemanfaatan potensi sektor
Kelautan dan Perikanan, Pariwisata, Alur Laut Kepulauan Indonesia (AKLI) dan
Industri maritim. Posisi geostrategic dan geografis Morotai sebagai pintu gerbang
menuju Pasifik, yang potensial menjadi sentra kegiatan perdagangan global,
membuat kawasan Kabupaten Pulau Morotai berpeluang besar menjadi sentra
ekonomi baru di Indonesia bagian timur. Selain itu potensi besar yang dimiliki
Kabupaten Pulau Morotai adalah pada sektor kelautan dan perikanan serta pulau-
pulau kecil yang dapat dikembangkan sebagai kawasan parawisata kelautan dan
industry perikanan terpadu (fisheries integrated industry)

1.2. Potensi dan Pengembangan Sub Sektor Perikanan Budidaya

A. Budidaya Laut

Karakteristik perairan pesisir dan laut pulau Morotai secara teknis sangat
layak dan memungkinkan untuk pengembangan kegiatan budidaya laut terutama :
Rumput laut, Ikan Kerapu, Lobster, dan Mutiara. Wilayah yang potensial untuk
kegiatan ini adalah daerah sekitar teluk di pulau-pulau kecil sekitar Pulau Morotai.
Secara spasial kawasan potensial untuk pengembangan kegiatan usaha budidaya
laut terbagi 9 (sembilan) zona namun dengan pertimbangan beberapa aspek
pendukung, maka kawasan yang paling potensial untuk pengembangan budidaya
laut ada sebanyak 6 (enam) zona/kawasan yang berada kawasan selatan dan barat
daya Pulau Morotai antara lain :
 Zona budidaya I meliputi Pulau zum-zum, Pulau Lunglung, Pulau Ruberube,
Pulau Rukiruki dan Pulau Bobongono
 Zona budidaya II meliputi Pulau Kokoya, Pulau Kolorai, Pulau Dodola Kecil
dan Pulau Dodola Besar
 Zona budidaya III meliputi Pulau Pelo, Pulau Galogalo Besar, Pulau Galogalo
Kecil, Pulau Loleba Besar, dan Pulau Loleba Kecil
 Zona budidaya IV meliputi Pulau Ngelengele Besar, Pulau Ngelengele kecil,
dan Pulau Tuna (pulau Burung)
 Zona budidaya V meliputi Dowongikokotu di selatan hingga Pulau Kacuwawa
di utara
 Zona budidaya VI meliputi Pesisir Wayabula, sejak Tanjung Wayabula hingga
Pulau Kacuwawa
Total potensi pengembangan budidaya laut pada ke-enam zona tersebut
mencapai 6639,7 Ha (Sumber : Penyusunan Master Plan Kawasan Transmigrasi
Mandiri Terpadu Pulau Morotai, tahun 2006).
B. Budidaya Air Payau
Tipe pantai yang landai pda beberapa kawasan dan tersedianya suplai air tawar
yang berkualitas merupakan salah satu kesesuaian lahan untuk pengembangan
budidaya payau. Potensi ini antara lain udang Windu, udang Putih, ikan Bandeng,
dan jenis Kepiting. Wilayah yang potensial untuk kegiatan ini adalah daerah sekitar
teluk di Morotai Utara. Sebagai wilayah kepulauan, potensi sumberdaya ikan
(standing stock) yang terdapat diperairan Maluku Utara diperkirakan mencapai
644.482,48 ton dengan jumlah potensi lestari yang dapat dimanfaatkan (Maximum
Suistainable Yield) sebesar 347.191,24 ton / tahun, untuk ikan pelagis sebesar
211.590 ton / tahun dan ikan demersal 135.005,24 ton / tahun (sumber : Rencana
Detail Pengembangan Kawasan Kelautan dan Perikanan Pulau Morotai). Potensi
sumberdaya perairan laut Maluku Utara ini cukup besar, apalagi jika dikelola secara
efisien dan berkelanjutan akan mempunyai nilai tambah tersendiri.

C. Budidaya Air tawar


Selain potensial untuk pengembangan budidaya laut, kegiatan usaha
budidaya yang potensial untuk dikembangkan antara lain untuk komoditas lele, mas,
nila dan lain-lain dalam bentuk kolam dan keramba jaring apung. Wilayah yang
berpotensial untuk kegiatan ini meliputi seluruh kecamatan.

D. Potensi Ikan Hias Air laut


Karakteristik perairan Morotai merupakan daerah terkaya akan jenis-jenis ikan
hias air laut, dimana ikan hias air laut merupakan salah satu jenis komoditi
perikanan di Morotai yang hingga saat ini masih sedikit yang dikelola oleh
masyarakat maupun para pengumpul di Morotai. Adapun jenis-jenis ikan hias yang
terdapat di perairan Morotai antara lain jenis dominan Pamacartidae (Angle Fish),
jenis Zantidae (ikan Bendera), jenis Scorpanidae (ikan Lepu), jneis Labridae, jenis
Chaetoddutidae (ikan Kepe-kepe).

1.2.1. Kondisi existing perkembangan budidaya laut

Melihat potensi besar di Sektor Kelautan dan Perikanan Pulau Morotai, kalimat
yang pantas untuk menggambarkan kondisi ini adalah bahwa pulau Morotai saat ini
sebagai “Raksasa Tidur (The Sleeping Giant)” yang harus segera kita bangunkan.
Ya,.. The Sleeping Giant julukan tersebut memang pantas disandang mengingat
besarnya potensi sub sektor perikanan budidaya khususnya budidaya laut belum
dimanfaatkan secara optimal. Betapa tidak, dari total potensi untuk pengembangan
sebesar 6.639,7 ha tidak lebih dari 5 %-nya saja yang baru termanfaatkan dan
itupun terkonsentrasi pada beberapa kawasan saja. Inilah yang menjadi peluang
sekaligus tantangan ke-depan bagaiamana elemen bangsa ini untuk memberikan
kontribusi positif dalam mengembangkan dan menggali “Mutiara” yang terpendam di
bibir pasifik ini.

1.2.2. Kegiatan budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii)

Potensi budidaya rumput laut hampir tersebar diseluruh kawasan kepulauan


Morotai, namun demikian aktivitas budidaya saat ini masih terbatas dan
terkonsentrasi dibeberapa pulau saja. Salah satu kawasan pengembangan budidaya
rumput laut terdapat di Pulau Koloray. Aktivitas budidaya yang dilakukan
masyarakat pesisir Pulau Koloray terbilang sudah cukup lama dan menjadi salah
satu kawasan yang menjadi awal pengembangan budidaya rumput laut di
Kabupaten Pulau Morotai. Namun demikian tingkat pemanfaatan lahan masih minim
dibanding dengan potensi lahan yang ada.

Minimnya pemanfaatan lahan dan kapasitas produksi disesabkan oleh jumlah


Sumber daya manusia yang minim, ini dapat dilihat dimana total penduduk yang
ada di Pulau Koloray tidak lebih dari 100 KK. Wawancara kami dengan para
pembudidaya umumnya mereka masih minim dalam mendapatkan informasi
teknologi budidaya sehingga pada saat terjadi permasalahan mereka masih sulit
untuk melakukan pencegahan maupun penaggulangan.

Secara keseluruhan teknologi budidaya rumput laut yang diterapkan adalah


dengan menggunakan metode lepas dasar, dimana secara teknis metode ini hanya
dapat dilakukan pada kondisi topografi perairan yang spesifik (dipengaruhi pasang
surut). Padahal melihat potensi perairan yang ada, masih sangat potensial untuk
dikembangkan melalui metode long line maupun rakit apung. Pada kesempatan
tersebut kami mencoba memperkenalkan metode longline kepada masyarakat dan
akan ditindaklanjuti oleh Dinas Kelautan dan Perikanan melalui kegiatan
percontohan budidaya rumput laut.

Kendala yang dihadapi pembudidaya secara teknis mereka mengeluhkan


munculnya penyakit ice-ice karena disebabkan kondisi perairan yang fuktuatif akhir-
akhir ini, selain itu tindakan pencegahan belum bisa dilakukan mengingat metode
lepas dasar sulit untuk dilakukan pemindahan lokasi. Kendala lain adalah terkait
akses pasar, secara umum rantai pasok terkendala karena jarak lokasi budidaya
sulit dijangkau, kondisi ini semakin memperpanjang rantai distribusi sehingga posisi
tawar ditingkat pembudidaya jauh dibawah harga pasar rata-rata.
1.2.3. Kegiatan Budidaya Ikan Kerapu dan Tiram Mutiara

Kawasan pengembangan budidaya kerapu dan tiram mutiara berada di Pulau


Ngele-ngele besar dan kecil sekitar 2 jam perjalanan menggunakan speed boat dari
pelabuhan Daruba. Aktivitas budidaya dilakukan oleh salah satu investor yaitu PT.
Morotai Marine Culture (MMC) yang merupakan pioneer pengembagan budidaya
ikan kerapu dan tiram mutiara di Kabupaten Pulau Morotai.

PT. Morotai Marine Culture merupakan investor yang masuk ke Pulau Morotai
dan telah melakukan pengembangan budidaya laut untuk komoditas ikan kerapu
dan tiram mutiara. Kegiatan budidaya kerapu dilakukan secara terintegrasi mulai
dari pembenihan dan pembesaran di KJA serta telah dilakukan ekspor langsung ke
Hongkong dengan menggunakan kapal milik perusahan tersebut. Perusahaan yang
mempekerjakan sebanyak 500 orang tenaga kerja lokal ini sampai saat ini mampu
memproduksi benih kerapu mencapai 20.000 – 30.000 ekor/bulan,dan telah
memiliki induk produktif sebanyak 200 ekor. PT. MMC telah melakukan kegiatan
ekspor perdana ikan kerapu sebanyak 2 kali (ekspor I sebanyak 12 ton, ekspor II
sebanyak 10 ton). Budidaya tiram mutiara telah mulai dilakukan, bisa dilihat
dengan hamparan budidaya yang hampir mengelilingi perairan pulau Ngele-ngele
besar dan kecil. Walaupun usaha budidaya tiram mutiiara masih tergolong baru
dilakukan, namun demikian melalui kegiatan riset dan uji coba secara terus
menerus, sampai saat ini PT. MMC telah berhasil melakukan ekspor mutiara
sebanyak 20 kg (20.000 gram). Sejauh ini tenaga ahli spesialis didatangkan
langsung dari negara China.

Hasil wawancara kami dengan menajer produksi PT. MMC bahwa kendala
yang dihadapi secara teknis yaitu kurangnya ketersediaan pakan segar (ikan rucah)
secara kontinyu disamping itu harga pakan tersebut sudah mulai tinggi sehingga
menyebabkan biaya opersional yang tinggi. Saat ini kebutuhan pakan ikan rucah
mencapai 7 ton per hari dan sebagian besar didatangkan dari luar daerah.

Kami melihat bahwa kegiatan usaha budidaya kerapu di kawasan tersebut


belum ada yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, minimnya informasi teknologi
dan keterbatasan permodalan menjadi penyebab masyarakat belum ada yang terjun
melakukan aktivitas budidaya, dimana secara umum masyarakat sekitar hanya
sebatas sebagai tenaga harian di perusahaan. Dalam upaya melakukan
pemberdayaan masyarakat pesisir disekitar pulau, maka perlu adanya langkah
kebijakan untuk membangun pola kemitraan segmentasi usaha budidaya kerapu
antara PT. MMC dengan masyarakat sekitar sehingga ada hubungan timbal balik
yang positif.

II. MEGAMINAPOLITAN SEBAGAI KUNCI SUKSES

Kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang


menetapkan Kabupaten Pulau Morotai sebagai Kawasan Megaminapolitan dimana
merupakan bagian tindak lanjut implementasi dari pengembangan Pulau Morotai
sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), tidak semata-mata dilakukan tanpa
pertimbangan. Aspek geostrategis dan geografis pulau morotai dengan potensi
sumber daya sektor kelautan dan perikanan yang sangat besar, menuntut
pemerintah untuk merencanakan strategi besar (grand strategy) dalam upaya
melakukan pemanfaatan potensi secara optimal, efektif dan berkelanjutan.

Mempertimbangkan hal tersebut, maka konsep Megaminapolitan dinilai efektif


sebagai konsep pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan yang berbasis
pada pendekatan kawasan dan pemberdayaan masyarakat. Konsep ini merupakan
bentuk pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan perikanan pada suatu
kawasan tertentu, dengan memberdayakan subsistem-subsistem agrobisnis
kelautan dan perikanan dari hulu sampai hilir serta jasa penunjang yang saling
mendukung. Konsep inilah yang akan menjamin efesiensi dan efektifitas kegiatan
usaha serta akan mampu meningkatkan daya saing produk kelautan dan perikanan.
Melalui kebijakan ini diharapan nilai strategis Pulau Morotai yang telah digambarkan
di atas akan mampu dimanfaatkan secara optimal sehingga akan mampu menjadi
penggerak pertumbuhan ekonomi lokal, regional dan nasional.

Menindak lanjuti rencana pengembangan Pulau Morotai sebagai kawasan


megaminapolitan, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan
Rencana Detail Pengembangan Kawasan Kelautan dan Perikanan kabupaten Pulau
Morotai sebagai acuan pelaksanaan konsep megaminapolitan. Adapun arahan
pengembangan yang tercantum dalam rencana detail tersebut mencakup :

Kawasan Minapolitan Tilley (Minapolitan Integrated Zone)


- Pusat kegiatan berada di Kawasan Tiley, Kecamatan Morotai Selatan Barat,
yang merupakan pusat Kawasan Minapolitan Kabupaten Pulau Morotai dengan
luas kawasan 832.507 ha
- Sebagai pusat pengolahan hasil perikanan budidaya serta pemasaran hasil
pengolahan.
Pusat Budidaya Laut dan Taman Wisata Bahari (Marine Aquaculture and
Tourism Park)
- Luas kawasan yang akan direncanakan 47844.446 ha
- Pusat kegiatan diarahkan kepada pengembangan gugusan pulau-pulau yang
berada di sebelah barat Pulau Morotai, sebelah timur Tanjung Lifao, sebelah
timur Desa Buho-buho dan sebelah timur Desa Sakita dan Kenari.
- Arahan pengembangan yaitu untuk zona perikanan budidaya dan pariwisata
Pusat Pengembangan Bioteknologi Kelautan (Marine Biotechnology Park)
- Pusat kegiatan berada di Kawasan Wayabula, Kecamatan Morotai Selatan Barat
dengan luas wilayah 565.555 ha
Kawasan Minapolitan Pulau RAO (Rao Minapolitan Park)
- Pusat kegiatan bereda di sebelah utara Pulau Rao yaitu kawasan Tanjung
Papaya, Desa Loumadoro
- Rencana luas kawasan minapolitan Pulau Rao yaitu 163.762 ha
- Kawasan Minapolitan Pulau RAO akan dilengkapi dengan Pelabuhan Perikanan
sebagai pusat kegiatan produksi hasil kegiatan kelautan dan perikanan
Pusat Industri Pengolahan Perikanan (Fisheries Technopark Industries)
- Pusat kegiatan di Desa Bere-bere, Desa Sakita dan Desa Kenari, Kecamatan
Morotai Utara dengan luas yang direncanakan sebesar 1300.361 ha
- Kawasan ini diarahkan untuk pengembangan komoditi laut berupa ikan tuna
dan tongkol skala besar
- Kawasan ini akan dilengkapi dengan Pelabuhan Perikanan dengan luas lahan
kurang lebih 50 ha
- Arahan pengembangan pada kawasan ini yaitu dapat memasarkan hasil laut
baik skala nasional maupun internasional
Taman Wisata Laut (Marine Ecotourism Park)
- Dipusatkan di Tanjung Dehegila, Kecamatan Morotai Selatan, termasuk
kawasan di sekitar Pulau Mitita
- Luas wilayah taman wisata laut yang direncanakan yaitu 670.687 ha
- Merupakan kawasan wisata yang mempunyai bentang alam dan pemandangan
pantai yang sangat indah ditambah dengan sisa-sisa peninggalan bekas perang
dunia ke-2, yaitu benda muatan kapal tenggelam (BMKT)
- Diarahkan sebagai kawasan taman wisata laut dengan jenis kegiatan wisata
bahari seperti wisata pantai, menyelam dan snorkling
Pusat Industri Energi Kelautan Terpadu (Marine and Energy Industry
Integrated Zone)
- Pusat kegiatan berada di wilayah Desa Pangeo, Kecamatan Morotai Jaya yaitu
di wilayah pesisir Tanjung Sopi
- Luas kawasan yang akan direncanakan yaitu 446.565 ha
- Perlu dibangun pusat-pusat energi kelautan (pembangkit energi) yang dapat
dikembangkan seperti energi panas laut (ocean thermal), energi pasang surut
(tidal energy), energi gelombang (wind wave energy) dan energi arus laut (current
energy)

Sejauh ini upaya Pemda Kabupaten Pulau Morotai dalam mendukung


implementasi pembangunan Pulau Morotai sebagai Kawasan Eknomi Khusus (KEK)
seperti yang dikemukakan Bupati Pulau Morotai Sukemi Sahab , antara lain :
Penyiapan infrastruktur jalan rings road yang direncanakan sepanjang 270 km;
Revitalisasi bandara dan pembangunan kelembagaan; Pengembangan ekspor melalui
promosi dan pengembangan wisata; Menyusun rencana aksi (action plan) melalui
penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); Menyusun Renstra
Pengembangan Pulau Morotai sebagai KEK; serta menyusun Rencana Zonasi.

Investor Taiwan Mulai Melirik Morotai

Gayungpun bersambut,.. Upaya pemerintah untuk membangun Morotai


sebagai kawasan ekonomi baru mulai mendapat perhatian cukup serius dari
investor asing. Pemerintah Taiwan melalui Taipei Economic and Trade Office
(TETO) perwakilan di Jakarta, mengemukakan ketertarikannya untuk melakukan
investasi khususnya sektor Kelautan dan Perikanan. Sebagai tindak lanjut, maka
telah mulai dilakukan rencana penjajagan kerjasama antara Pemerintah RI melalui
Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan TETO dalam rangka kerjasama
pengembangan kawasan Kabupaten Pulau Morotai.
Tepatnya tanggal 8 – 11 Januari kedua belah pihak dalam hal ini Tim Taiwan
yang dipimpin langsung Mr. Andrew L.Y. Hsia, Representative of TETO beserta
Tim Teknis KKP yang melibatkan perwakilan dari masing-masing unit esselon I,
melakukan kunjungan langsung ke Pulau Morotai sebagai tindak lanjut guna
memastikan pilihan lokasi prioritas secara lebih rinci sebagai bahan penyusunan
rencana investasi di Kabupaten Pulau Morotai. Hasilnya secara umum investor
Taiwan sangat berminat untuk melakukan investasi, dengan pertimbangan dan
persyaratan khusus yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Indonesia.
Ada beberapa point masukan yang perlu menjadi pertimbangan terkait
pengembangan budidaya laut antara lain : Pertama, Pengembangan budidaya
laut merupakan kegiatan usaha yang mampu menyerap cukup banyak tenaga
kerja, maka dalam pengembangannya diperlukan adanya introduksi SDM
khususnya di kawasan pulau-pulau, hal ini penting dalam rangka meningkatkan
produktivitas dan pemanfaatan potensi yang ada sehubungan jumlah SDM yang
ada saat ini masih sangat minim. Kedua, Investasi Perikanan Budidaya dalam hal
ini budidaya laut perlu di arahkan dengan tetap mempertimbangkan aspek
pemberdayaan masyarakat. Ketiga, Perlu segera membangun infrastruktur utama
dalam hal ini pembangunan jalan dan listrik termasuk mempermudah akses ke
lokasi budidaya, hal ini perlu dalam rangka mempermudah trasportasi hasil
budidaya dan akses pengiriman logistik.

Perlunya Membangun Sinergitas

Tidak dipungkiri bahwa secara umum faktor utama tidak berjalannya sebuah
konsep kebijakan adalah karena belum terbangun persamaan persepsi, komitmen,
tanggungjawab dan kerjasama sinergis diantara stakeholder. Kata “sinergis”
menjadi faktor penting karena Kebijakan pengembangan megaminapolitan tidak
hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kelautan dan Perikanan, tapi harus
disepakati sebagai kebijakan yang harus didukung penuh oleh
lembaga/kementerian lain yang terkait. Sikap “ego-sektoral” yang seringkali
muncul sejak dini harus mulai dihapus dalam pola pikir elemen bangsa ini, demi
kemajuan dan kemandirian ekonomi nasional.

Jika kata “Sinergitas” diimplementasikan secara nyata oleh seluruh stake holder,
maka sangat optimis “Mutiara yang terpendam dibibir Pasifik” tersebut akan
terkuak dan menjadi nilai yang sangat berharga bagi perkembangan ekonomi
nasional dan akan mampu membangun kepercayaan diri sebagai Negara yang
mampu bersaing ditataran ekonomi gobal.
Menurut pemerintah Maluku Utara, membangun Kawasan Strategis Pulau Morotai
berbasis IPTEK yang dapat memegang peranan penting dalam perdagangan bebas
skala internasional, seperti membangun fasilitas pelabuhan laut transit antar benua,
bandar udara internasional, PLTN, dan fasilitas kawasan industri strategis yang
sesuai dengan daya dukung, fungsi dan peranan Pulau Morotai ke depan.

Melihat kondisi saat ini, menurut Luky, usulan perlu dikaji lebih lanjut. Penetapan
sebuah KSN pada hakekatnya didasarkan pada pertimbangan seksama.
“Pertimbangannya adalah kawasan yang bersangkutan telah berkembang kegiatan
yang skala dan karakteristiknya dipandang memiliki dampak yang strategis secara
nasional”, imbuhnya. Sementara itu, untuk kawasan yang dipandang memiliki
potensi sebagai KSN di masa yang akan datang, kota utamanya ditetapkan sebagai
PKSN.

Selanjutnya, dalam hirarki tata ruang, penetapan Kota Daruba sebagai PKSN ini
harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi melalui pengembangan kapasitas
pelayanannya, sehingga dapat secara optimal berfungsi sebagai pusat kegiatan bagi
wilayah-wilayah sekitarnya, khususnya Pulau Morotai.

Usulan untuk menetapkan Pulau Morotai sebagai KSN akan memiliki konsekuensi
mengubah PP No.26/2008 tentang RTRWN. “Akan lebih baik jika hal tersebut
diusulkan pada waktu revisi RTRWN di masa yang akan datang setelah dilakukan
evaluasi terhadap perkembangan skala maupun karakteristik kegiatan di Pulau
Morotai sampai saat itu,” tandas Luky.

Anda mungkin juga menyukai