Anda di halaman 1dari 14

Notulensi Diskusi Teori Politik Internasional Kelompok 5 / Cut Nyak Dien Anggota Diskusi: 1. Franz Adityatama 2.

Gebyar Lintang N. 3. Bagyani Widi Kurniasari 4. Gusti Hening Pustikaputra 5. Resha Ayu Putri Belinawati 6. Bisma Putra Sampurna 7. Herlambang Aditya Dewa 8. Natalia Imas Kristi N. 9. Nindya Anis Arum S. 10. Fatih Wicaksono

Diskusi mengenai pemikiran Thucydides di medium 5 atau Cut Nyak Dien diawali dengan dimulai dengan diajukannya tiga pertanyaan pemantik oleh koordinator medium. Peserta diskusi diminta untuk secara aktif memberikan komentar dan pandangannya terhadap pertanyaan yang diajukan oleh koordinator diskusi. Pertanyaan pertama: Salah satu buah pemikiran Thucydides adalah konsepsi mengenai 'Fear is the Source of Power', bagaimana posisi anda mengenai pemikiran Thucydides ini? Apakah anda setuju bahwa ketakutan adalah sumber dari power ataukah tidak? Jelaskan pendapat anda! Bisma: saya setuju dan meyakini pemikiran Thucydides yang mengatakan bahwa Fear is the Source of Power. Hal ini dikarenakan pada dasarnya manusia memiliki sifat dan hasrat dasar untuk mempertahankan eksistensinya dalam lingkungan dimana dia berada. Kecenderungan ini kemudian akan mendorong setiap individu maupun state untuk berusaha agar tetap memiliki pengaruh terhadap lingkungannya, sehingga keamanan atas dirinya akan terjamin. Ketakutan itu sendiri dapat dipahami sebagai pengaruh utama mengenai alasan mempertahankan eksistensi tersebut. Ketakutan yang terkonstruksi dalam pikiran manusia kemudian dalam prosesnya menghadirkan timbulnya rasa kekhawatiran akan eksistensi individu tersebut dalam lingkungan dimana ia berada. Hal ini kemudian akan mendorong individu tersebut untuk berusaha menjaga kedaulatan atas dirinya, atau dalam hal ini dapat

dipahami sebagai sebuah dorongan untuk mempertahankan diri. Dalam tingkatan yang lebih tinggi, ketika suatu state memiliki power yang relatif lebih besar dibanding pihak lainnya, ketakutan ini bahkan cenderung tidak hanya terakumulasi menjadi kebutuhan untuk mempertahankan dirinya, melainkan hasrat untuk menguasai pihak yang lain, karena dengan adanya hal tersebut maka keamanan akan dapat dicapai. Pada dasarnya hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena sudah merupakan human nature, dimana menurut Thucydides terdapat kecenderungan bahwa The Powerful rule the weak, that one must rule whatever one can dan the other will rule you if you do not rule over them. Oleh karena itu saya meyakini apa yang menjadi pemikiran Thucydides dalam hal ini Resha: saya setuju dengan pemikira fear is the source of power. karena dalam pemikiran tucydides iamenunjukkan bahwa negara2 selalu menggunakan power u/menjaga

negaranya.serta ia percaya bahwasannya u/menjadi menjaga keutuhan negara adalah dengan mengembankan kekuatan militernya. tidak dapatdi pungkiri lagi bahwasannya perasaan terancam bagi setiap negara terhadap negara lain itu pasti ada dan hal tersebutberdampak pada kecenderungan tiap negara untuk menjaga negaranya. Adit: sebenarnya saya pribadi setuju dengan pemikiran Thucydides mengenai 'fear is the source of power' dimana dia meyakini dengan adanya rasa ketakutan, kemudian negara akan membela diri dengan menggunakan power yang mereka miliki. tapi saya agak bertanya-tanya sebenarnya yang pas itu ungkapan 'fear is the source of power' atau 'fear is the reason to gain power'? karena kalau menurut saya, yang dimaksud source of power itu seperti ekonomi, diplomasi, militer, dan lain lain. nah, yang digunakan sebagai alasan untuk menggunakan ataupun mengembangkan dan memperkuat power itu adalah rasa takut itu sendiri Franz: Menurut saya, ketakutan merupakan suatu hasil dari suatu pihak memiliki kelebihan dibandingkan pihak lain, dan pihak yang tidak memiliki kelebihan tersebut terpaksa untuk mengikuti keinginan pihak yang memiliki kelebihan tersebut dan hal tersebut sesuai dengan salah satu definisi dari power. Namun, perlu diingat bahwa ketakutan itu sendiri memiliki potensi untuk menimbulkan permasalahan, seperti yang pernah terjadi pada masa perang dingin, dimana terjadi perlombaan pengembangan senjata berdasarka ketakutan akan satu pihak memiliki teknologi mendahului pihak lain. Dalam konteks tersebut, power yang bersumber dari ketakutan dapat dikatakan cenderung tidak bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama dan menimbulkan persaingan terus-menerus hingga salah satu pihak menyerah atau mundur dari persaingan tersebut.

Imas: Saya setuju dengan pemikiran tersebut. Insting/naluri setiap makhluk hidup yang ada adalah untuk tetap bertahan hidup atau tetap diakui keberadaannya. Naluri untuk mempertahankan hidup ini kemudian terwujud ketika adanya ancaman terhadap mereka. Bagaimanapun caranya ketika menghadapi sebuah ancaman maka timbul perasaan tidak aman yang membuat aktor mempersiapkan dirinya untuk bertahan dengan mengumpulkan kekuatan yang ia miliki sebanyak-banyaknya. Sifat dasar manusia/makhluk hidup inilah yang menjadi dasar dari pemikiran fear is the source of power. Tanpa adanya ancaman, individu ataupun aktor lain seperti negara tidak akan berpikir mengenai pertahanan diri dengan mengumpulkan kekuatan yang mereka miliki, namun mereka akan lebih memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan hidup mereka sendiri, bagaimana mereka akan bertahan hidup. Lintang: Menanggapi pertanyaan pertama dalam kelompok, saya sendiri meyakini bahwa pada dasarnya fear(ketakutan) adalah sumber dari kekuatan dan merupakan hal yang mendasar bagi manusia untuk mempertahankan yang menjadi miliknya dan eksistensinya. Bila hal tersebut dikaitkan dengan negara, maka dapat kita pahami pula bahwa setiap negara memiliki ketakutan yang sama dalam menjaga eksistensi dan kedaulatannya. Keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh negara-negara disekitarnya kemudian dianggap sebagai ancaman, yang apabila tidak ditanggapi secara cermat, tentu akan berubah menjadi hal yang berbahaya bagi negara. Kekuatan militer kemudian menjadi alternatif utama dalam mencegeah ancaman tersebut. Dengan adanya ancaman dari luar maupun dari dalam negeri, sumber-sumber ketakutan itulah yang kemudian memunculkan adanya itikad untuk meningkatkan kekuatan, sehingga negara tersebut tetap memiliki posisi yang dapat dikatakan aman. Oleh sebab itu, negara lemah pun dapat memiliki kesempatan yang sama untuk berada dalam posisi yang dinyatakan kuat. Bagyani: 'fear is the source of power' menunjukkan bahwa power, fear, dan self-interest merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam kebudayaan politik, sebagai hasil dari percampuran faksi-faksi ideologi dan budaya dalam interaksi negara satu dengan yang lain. Dalam 'History of Peloponnesian War' dikisahkan ketakutan Sparta dan negara-negara kecil terhadap kekuatan Athena atau kebesaran Sparta itu sendiri, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembangunan angkatan militer atau aliansi dengan pihak lain. Ketakutan tersebut berasal atas pemahaman mereka bahwa sifat dasar manusia adalah untuk menguasai pihak lain yang lebih lemah daripada mereka. Pihak yang lemah akan ditaklukkan oleh pihak yang

lebih kuat. namun sebenarnya jalan keluar daripada fear itu sendiri tidak harus melalui kekerasan ataupun penaklukkan. Negara-negara Yunani kuno ini dapat saja memilih untuk melakukan soft diplomacy atau justru menggalang suatu kerja sama regional yang akan menguntungkan semua pihak. Memang dengan adanya fear, determination of power dapat muncul, namun di dalam prosesnya hal ini dapat melemahkan demokrasi sebab pada dasarnya manusia akan lebih memilih untuk menempuh jalan damai apabila ia bisa selain berperang Fatih: saya setuju dengan pernyataan thucydides dimana fear is the source of power. Didalam dunia anarchy yang berbahaya bagi manusia, mereka pasti akan berusaha untuk bertahan hidup dengan membentuk sebuah kekuatan persenjataan maupun kekuatan militer. sama seperti manusia yang hidup di alam liar, mereka pasti akan menciptakan senjata untuk dapat merasa aman dari ancaman hewan buas. Gusti: saya sangat setuju dengan "fear is the source of power". manusia pada dasarnya merasa insecure jika melihat perkembangan dari manusia yang lain. hal ini membuat mereka harus terus mengembangkan diri mereka agar mereka tidak kalah dan dikuasai oleh orang lain Nindya: Menurut saya dengan adanya situasi yang terjadi antara Athena dan Sparta pada masa lalu, ya saya jelas setuju pada konsepsi mengenai fear is the source of power. Tidak adanya perangkat sistem internasional yang mengatur mengenai hubungan antar negara dan hukum internasional yang jelas, membuat negara-negara mau tidak mau memilih untuk mempertahankan keamanan nasionalnya demi mempertahankan kelangsungan hidup. Motif untuk mempertahankan keamanan semata-mata jelas timbul karena adanya ketakutan akan dominasi atau kekuatan baru dari negara lain yang pada kasus ini ialah Athena. Sehingga untuk mempertahankan diri, Sparta dengan sumber daya yang jauh lebih minim daripada Athena dan melalui pertimbangan motif untuk mempertahankan keamanan nasional akan memilih untuk menyerang kekuatan baru tersebut (Athena) karena pertimbangan jika tidak menyerang terlebih dahulu akan diserang nantinya. Sehingga kesimpulannya adanya ketakutan yang besar justru akan menjadi sumber kekuatan baru bagi setiap negara untuk menyerang negara lain dan cenderung mengabaikan moralitas karena motif utama adalah mempertahankan diri dengan pilihan menyerang terlebih dahulu daripada diserang

Pertanyaan Kedua: Tiga poin yang bisa dicatat dari pemikiran Thucydides adalah masalah power, balance of powe, dan security dilemma. Setujukah anda jika dikatakan bahwa ketiga hal di atas masih relevan dengan kondisi politik internasional kontemporer? Bisma: Dalam hal ini saya tidak setuju jika dikatakan bahwa ketiga poin tersebut masih relevan dalam realitas politik internasional kontemporer. Ketidaksetujuan saya didasarkan kepada absennya keadaan balance of power yang dapat dipandang sebagai representasi nyata dari konsepsi realisme. Namun, terlepas dari hal tersebut , dalam dua poin lainnya yaitu power dan security dilemma, dapat saya katakan bahwa saya setuju bahwa kedua hal tersebut masih relevan terhadap realitas politik kontemporer. Power sebagai tujuan ataupun alat untuk mencapai tujuan suatu negara pada dasarnya tidak dapat dipungkiri merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari proses konstelasi politik internasional. Power tersebut bagi setiap negara pada masa kontemporer digunakan untuk menjaga serta mempertahankan kedaulatannya atas negara lain. Namun, saat ini, power tersebut tidak dapat diartikan lagi sepenuhnya sebagai kekuasaan dalam bidang militer semata, namun juga mencakup ekonomi, sosial, budaya, dll. Dalam fungsinya, power tersebut digunakan juga untuk memperluas pengaruh suatu negara, baik norma maupun budaya, sebagai bentuk influence terhadap negara lainnya. Dalam kaitannya mengenai security dilemma, saya setuju untuk berpendapat bahwa hal ini masih relevan. Karena konsep security dilemma yang berbasiskan fear atas satu sama lain, pada dasarnya tidak dapat dihilangkan secara penuh sekalipun sudah terdapat keterbukaan atau kerjasama diantara mereka. Karena tendensi bagi suatu negara untuk menjadi lebih kuat daripada negara lainnya merupakan sifat dasar dari setiap negara. Resha: saya sependpat dengan pemikiran thucydides dimana pada saat ini balanceof powerdan security dilema masih digunakan dalam penyelesaian sengketa saat ini. hal ini dapat di tunjukkan dengan negara2 meningkatkan anggaran militer nya guna

mempertahankan negaranya. Adit: tiga poin tersebut saya nilai masih relevan. karena bagaimanapun seluruh negara akan selalu merasa insecure jika negara di sebelahnya atau rivalnya terus menerus memperkuat diri, dan walaupun negara sebelahnya tidak memperkuat diri pun, secara alamiah negara pasti juga akan memperkuat powernya sendiri untuk minimal seimbang dengan lawannya atau bahkan lebih kuat untuk kemudian mendapatkan kekuasaan yang lebih.

Franz: Saya setuju bahwa pemikiran tersebut masih relevan, karena ketiga poin tersebut dalam kenyataannya tetap dapat digunakan untuk menjelaskan beberapa fenomena kontemporer yang terjadi dalam HI, misalnya tindakan AS dalam melakukan serangan di Timur Tengah ataupun tindakan dari Korea Utara yang lebih berfokus pada pengembangan kekuatan nuklirnya daripada meningkatkan tingkat ekonomi penduduknya. Meskipun begitu, negara bukanlah lagi satu-satunya aktor penting dalam HI meskipun masih memegang peranan yang penting dalam HI. Imas: Menurut saya, pemikiran tersebut masih relevan dengan kondisi politik saat ini, meskipun mengalami beberapa perubahan makna tertentu. Di masa itu, kekuatan lebih difokuskan pada kekuatan militer ataupun hal-hal yang mengenai pertahanan diri, namun saat ini power (menurut saya) bisa dilihat dari banyak macam sudut pandang seperti kekuatan ekonomi, sumber daya dan lainnya. Menurut saya, permasalahan seperti balance of power dan security dilemma masih terus ada hingga saat ini mengingat kembali lagi ke sifat dasar manusia untuk bertahan hidup. Permasalahan kekuatan hingga saat ini masih terus terjadi, yang perlu diperhatikan adalah bahwa aktor yang berperan saat ini bukan hanya negara saja namun telah banyak muncul aktor-aktor lainnya yang juga berpengaruh dalam dunia perpolitikan saat ini. Permasalahan mengenai security dilemma tidak akan hilang selama masih adanya penemuan senjata. menurut saya juga, balance of power diperlukan untuk menjaga keseimbangan dunia sehingga diharapkan akan terjadi kedamaian dan tidak ada lagi ketakutan. Lintang: Menurut saya, ketiga pemikiran mendasar dari Thucydides tersebut masih relevan untuk diperbincangkan, dan masih tetap sesuai untuk dikaitkan dengan isu internasional kontemporer. Meskipun tidak menutup kemunculan dari isu-isu lain yang tidak membahas mengenai militer, namun dapat kita pahami bahwa ketiga hal tersebut masih merupakan dasar dari terbentuknya hubungan internasional saat ini. Hal tersebut tentu dipahami dari alasan mendasar manusia yang kemudian tercermin dalam sikap negara yang cenderung merasa bahwa kegiatan yang dilakukan oleh negara lain merupakan ancaman (merujuk jawaban dari pertanyaan pertama). Walaupun aktor dalam hubungan internasional telah mengalami transformasi dengan kemunculan aktor lain selain negara, namun tetap saja, ketiga hal tersebut masih menjadi isu penting. Bagyani: power, balance of power, dan security dilemma merupakan pemikiran yang masih diyakini oleh kaum realis pada saat ini. Namun banyak kritik yang kemudian berdatangan

dari pemikir perspektif lain seperti liberalisme, idealisme, etc bahwa pada dasarnya konsepsi dasar power telah jauh lebih berkembang, dibandingkan dengan konsepsi power yang diyakini oleh para pemikir-pemikir awal realis. Power saat ini bukan hanya berkaitan dengan kekuatan militer dan politik, karena di era yang semakin modern faktor-faktor seperti ekonomi dan unsur-unsur budaya mampu sedikit banyak memberikan pengaruh signifikan bagi diplomasi. Meskipun definisi dari power sendiri sudah meluas, namun esensi dari prinsip 'balance of power' serta 'security dilemma' masih dapat dikatakan relevan pada perkembangan hubungan internasional yang modern. Balance of power masih menjadi prinsip yang dianut banyak negara pada saat ini, karena berbagai pihak ingin memastikan bahwa posisi dan kedaulatan negara mereka aman dari kekuatan lain yang lebih besar sebab memiliki kekuatan yang sama besarnya sehingga kemungkinan penyerangan secara fisik (perang) menjadi kecil sebab akan sama-sama membawa kerusakan yang merugikan kedua belah pihak sama besarnya. Konsep security dilemma pun masih sangat umum ditemui pada saat ini, sebab ketakutan akan power negara lain merupakan sifat dasar manusia sehingga membuat kewaspadaan harus terus dijaga. Oleh sebab itu pada saat ini China cenderung menutupnutupi besar riil dari kekuatan militer mereka, sebab dengan situasi dimana Jepang dan Amerika Serikat terus mengintai setiap langkah kecil yang dibuat China, antisipasi mereka akan meningkat dan membawa pengaruh pada hubungan multilateral China dengan berbagai pihak Fatih: ketiga poin tersebut masih sangat relevan hingga saat ini dan mungkin hingga masamasa yang akan datang selama manusia merasa tidak aman berada dalam dunia ini apalagi mengingat bahwa insting manusia selalu berusaha untuk bertahan hidup. ketiga poin tersebut dapat dikatakan sebagai faktor penjaga kestabilan politik. Gusti: saya pikir pemikiran Thucydides masih relevan dalam kehidupan politik internasional di zaman modern ini. semakin modern zaman, semakin berkembang teknologi dan pemikiran, semakin manusia dan negara harus bisa survive dan eksis di kehidupan politik internasional. kebijakan-kebijakan politik luar negeri negara-negara juga didasarkan pada "kita harus bisa survive dari dunia yang anarki ini". perebutan sumberdaya-sumberdaya yang bisa digunakan untuk keperluan survival sebuah negara kini menjadi sangat penting. Amerika Serikat yang selalu terlibat dalam setiap masalah di Timur Tengah, dan yang memmpunyai pengaruh disana, mulai dari kasus Libya, konflik Israel-Palestina, merupakan cerminan bahwa betapa negara adidaya seperti Amerika pun membutuhkan sumberdaya (minyak bumi) agar

kehidupan industri dan ekonomi mereka bisa terus berjalan dan memberikan Amerika Serikat "nafas" di kehidupan politik internasional. Nindya: Dalam era kontemporer ketiga pemikiran Thucydides masih relevan dengan adanya kondisi politik internasional saat ini baik masalah power, balance of power maupun security dellima. Seperti sifat dasar manusia yakni human nature, setiap negara cenderung ingin menguasai negara lain dan mementingkan diri sendiri. Sehingga konsep mengenai ketiga poin diatas saat ini masih digunakan oleh negara-negara walaupun aplikasinya tidak terlihat seperti zaman dahulu. Telah adanya sistem mengenai pengaturan badan dan hukum internasional seperti PBB. Maka negara-negara cenderung untuk berpikir ulang mengenai apa yang akan dilakukan. Namun jika kepentingan negara telah terganggu, maka kecenderungan sifat ingin menguasai dan mempertahankan diri semakin besar dan cenderung mengabaikan baik hukum internasional maupun moralitas. Misalnya hal ini dicerminkan oleh adanya kasus perebutan Pulau antara Jepang dan China (Pulau Senkaku yang dinamai oleh Jepang dan Pulau Diyou yang dinamai oleh China). Dalam posisi ini kedua negara sama-sama memiliki kekuatan militer yang kuat. Dan ketika Jepang semakin memperlihatkan kekuatan militernya, China pun tidak mau kalah mempertahankan pulau dengan kekuatan militer yang dimiliki dan strategi unik lainnya seperti : China telah menutup 3 perusahaan besar Jepang seperti Panasonic yang berada di kota-kota besar China. Sehingga cara yang diambil oleh China untuk memperoleh balance of power dan timbul adanya security dilemma dilakukan melalui cara-cara tradisional seperti militer dan ekonomi untuk melemahkan Jepang. Sehingga kesimpulannya 3 poin yang diinisiasi oleh Thucydides masih relevan dan digunakan oleh negara-negara era kontemporer namun implementasi dan pengamplikasiannya berbeda dengan zaman dahulu.

Pertanyaan Ketiga: Apakah anda setuju dengan pemikiran Thucydides secara umum? jika tidak, apa kritik anda terhadap pemikiran Thucydides? Bisma: Secara umum saya sangat setuju dengan pemikirian Thucydides. Walaupun terkesan sangat pesimis dalam melihat politik internasional, namun Thucydides masih menerima aliansi sebagai bentuk kerjasama untuk mencapai kepentingan nasional. Selain itu Ia juga tidak menyangkal mengenai adanya universal justice, sekalipun dalam hal ini Thucydides berpendapat bahwa, akan lebih baik jika eksistensinya dihilangkan sehingga tidak ada

hambatan bagi negara dalam hubungan politik internasional. Namun, sesungguhnya kedua hal ini sangatlah baik dalam menjaga keseimbangan tindakan dan perilaku dalam bersikap pada level hubungan antarnegara Resha: secara umumsaya setuju dengan pemikiran thucydides karena pemikiran thucydides hingga saat ini masih relevan dengan konsep HI yang ada saat ini meski tidak secara utuh. Adit: saya setuju dengan pemikiran Thucydides secara umum, hanya saja butuh sedikit penjelasan dalam pertanyaan saya yang ada di komentar nomor 1. Franz: Saya setuju dengan dasar-dasar pemikirannya, namun agar pemikiran Thucydides tetap dapat relevan di masa kini, maka perlu diadakan penyesuaian yang sesuai dengan keadaan nyata dari hubungan internasional di masa kini. Imas: Dalam beberapa poin saya setuju dengan pemikirannya, namun thucydides sendiri menurut saya terlalu pesimis dan skeptis memandang dunia sehingga seakan-akan tidak ada lagi harapan bagi manusia untuk bisa hidup secara damai. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran thucydides ini akan dapat kita gunakan terus sebagai alat untuk menganalisis politik dunia internasional. :) Lintang: Walaupun pemikiran Thucydides masih relevan dengan ilmu HI kontemporer, namun akan menjadi hal yang menyedihkan bagi dunia kedepannya, apabila pandangan kita sterhadap berbagai tindakan negara lain sebagai hal yang negatif. Ketakutan tersebut pada akhirnya hanya menimbulkan ketakutan yang tidak ada jawaban dan pembuktian riilnya, seperti tindakan AS atas WMD misalnya. Kecenderungan untuk menciptakan kedamaian menjadi sangat minim untuk dapat terwujud. Namun, tentu saja, sebagai aktor yang rasional, kita tetap perlu memandang pemikiran pesimis dari Thucydides tersebut sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan. Bagyani: saya setuju pada sebagian besar pemikiran thucydides, namun ada beberapa poin dalam pemahamannya yang tidak lagi relevan dengan kondisi masa kini sehingga terkesan terlalu sempit dalam posisinya sebagai pemikir realis. Fatih: saya setuju dengan pendapat thucydides Gusti: saya setuju dengan pemikiran thucydides

Nindya: Ketika dihadapkan pada situasi negara yang selalu ingin menguasai negara lain dengan cara-cara tradisional (perang) tanpa menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, saya kurang setuju dengan adanya pemikiran Thucydides. Menurut saya untuk menjadi negara yang kuat tidak perlu melalui cara-cara konvensional melainkan dengan adanya era globalisasi seperti saat ini, negara dapat memiliki power yang kuat dengan cara penguatan sumber daya seperti ekonomi, teknologi dan lain sebagainya melalui kerjasama. Sehingga setiap negara didunia ini dapat sama-sama diuntungkan dan dengan memanfaatkan lembaga internasional seperti WTO. Selain itu, setiap negara dapat memanfaatkan setiap regulasi untuk mengembangkan potensi sumber daya yang ada melalui cara-cara yang lebih beragam dan tetap memperhatikan aspek moralitas hak asasi manusia. Dengan demikian, perdamaian akan tercipta dan hubungan antar negara lebih harmonis dalam memandang politik internasional kontemporer.

Setelah semua peserta menjawab pertanyaan pemantik, koordinator kemudian mengajukan dua pertanyaan baru menyangkut jawaban-jawaban yang diberikan oleh peserta diskusi. Pertanyaan keempat: Dari hasil diskusi, ungkapan fear is the souce of power dianggap oleh adit sebagai ungkapan yang kurang sesuai, karena ketakutan adalah hal yang membuat negara berupaya mengembangkan kekuatannya. Bagaimana pendapat teman-teman? Bisma: Saya dalam hal ini cenderung lebih setuju terhadap pernyataan yang menyebutkan bahwa fear is the source of power. Karena tanpa fear atau perasaan insecure atas eksistensi diri dalam suatu lingkungan, power tidak akan dapat tumbuh begitu saja. Dalam konteks ini, fear merupakan pendorong utamanya. Nindya: Jika dikatakan bahwa ketakutan adalah hal yang membuat negara berupaya mengembangkan kekuatannya memang hal itulah yang dapat dilakukan oleh negara untuk mempertahankan keamanan nasionalnya. Terutama dengan adanya kondisi dan situasi politik internasional dahulu yang belum memiliki perangkat regulasi dan hukum internasional yang jelas. sehingga konsepsi "fear is the source of power" cenderung akan dijadikan pilihan rasionalitas tiap negara dan saya setuju dengan adanya hal tersebut, karena jika negara tidak

berusaha mempertahankan diri, maka sampai saat ini hanya ada satu hegemon yang menguasai dunia saja Franz: Menurut saya, ungkapan 'fear is the source of power' dapat dilihat dengan kenyataan bahwa ketakutan adalah alasan utama suatu negara mengembangkan kekuatan militer dan ekonominya, jadi sumber utama dari kekuatan suatu negara dapat dikatakan dari ketakutannya tersebut. Gusti: Saya mau nanggapi kebingungannya herlambang tentang fear is the source of power atau fear is the reason to gain power. menurut saya, reason is a source too. jadi fear is both source and reason. Menurut saya, "kalau inging berdamai, bersiaplah untuk berperang". tapi itu bukan berarti harus perang juga setiap saat. kata kuncinya ada di "Bersiaplah untuk Berperang". saling mengembangkan senjata sehingga menumbuhkan fear bagi negara lain, lalu memunculkan sebuah security dilema, dan memang harus ada balance of power sehingga suatu negara tidak perlu takut jikalau negara lain akan menyerang karena kekuatan negaranegara tersebut sama. dan hal ini berarti, perdamaian yang dimaksud oleh orang-orang realis lebih cenderung ke negative peace..no war Imas: Menurut saya sendiri, yang dimaksudkan dengan sumber dari kekuatan itu adalah alasan yang membuat kita atau aktor mau untuk menghimpun kekuatan itu tadi. Jadi intinya sebenarnya ketakutan itu akan menghasilkan upaya atau malah membuat kita memiliki kekuatan untuk melawan secara lebih Resha: kalau menurut saya fear is the source of power itu lebih sesuai karena negara memiliki power dikarenakan rasa takutnya terhadap negara lain sama seperti yg di sebut bisma ada perasaan insecure makanya mereka memiliki power untuk melindungi perassan insecure nya itu.

Pertanyaan Kelima: Hampir semua anggota diskusi sepakat bahwa mereka setuju dengan pemikiran Thucydides dengan catatan harus ada perubahan dalam penerapannya. Hal ini karena pemikiran Thucydides dinilai agak pesimistis. Menurut teman-teman apa yang harus mendapatkan penyesuaian dari pemikiran Thucydides?

Bisma: Menurut saya hal yang harus disesuaikan adalah adanya pembahasan mengenai studi kasus kontemporer yang dikonstruksikan ulang dengan konsep-konsep Thucydides, sehingga pemikiran Thucydides dalam hal ini dapat menjadi semakin relevan dengan adanya studi kasus kontemporer. Nindya: hal yang perlu menjadi penyesuaian adalah bagaimana mengimplementasikan konsep Thucydides dengan situasi kontemporer saat ini, dimana negara perlu adanya power dan balance of power dengan cara-cara yang non tradisional dan lebih kreatif serta kooperatif satu sama lain. misalnya, untuk mengimbangi kekuatan Amerika Serikat, dengan konsep balance of power, negara lain tidak perlu saling menyerang dan menaklukan wilayah Amerika, namun konsepsi balance of power yang disesuaikan dengan situasi saat ini ialah melalui Soft Power, seperti yang dilakukan oleh China dan Korea melalui industri ekonomi dan film. Dengan adanya kreativitas maka negara-negara tetap dapat menggunakan konsep Thucydides dengan lebih melihat konteks politik internasional dan dapat mengimbangi power Amerika melalui cara-cara yang lebih humanis dan tetap menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Franz: Penyesuaian yang harus dilakukan menurut saya adalah salah satunya dengan mempertimbangkan bahwa negara bukanlah lagi satu-satunya aktor internasional dan bahwa dalam menyikapi isu-isu HI, dapat digunakan berbagai argumen dan sudut pandang yang berbeda untuk mendapatkan pemahaman yang maksimal, dan bukan hanya dari sudut pandang Realis saja. Imas: Menurut saya sendiri yang perlu untuk disesuaikan adalah konteks politik saat ini yang memang berbeda dari konteks politik di masa lalu. Beberapa poin memang masih relevan, namun perlu untuk ditambahkan bahwa saat ini kesadaran masyarakat sudah mulai muncul untuk tidak lagi mempertahankan diri hanya dengan kekuatan militernya saja karena masyarakat saat ini menyadari bahwa perang hanya akan membawa kesengsaraan bagi hidup mereka. Memang saya akaui masih ada upaya dari setiap negara untuk membangun kekuatan militernya, namun selama masih ada masyarakat yang tidak membiarkan perang terjadi maka perang tidak akan terjadi. Terlebih lagi saat ini aktor utama dalam dunia politik bukan hanya negara saja, namun masih banyak aktor lain yang terlibat.

Pertanyaan keenam (dari peserta diskusi: Lintang)

oiya teman-teman, menurut teman-teman apa kritik terbesar dari pemikiran Thucydides? Hal-hal apa saja yang menurut teman-teman tidak bisa terjawab dari pemikiran skeptis tersebut? Reza: mungkin permasalahan yang belum bisa terjawab dari pemikiran skeptis adalah bagaimana cara mewujudkan perdamaian jika setiap orang atau aktor masih merasa terancam dengan keberadaan aktor lain. Dengan konsepsi bahwa negara atau aktor lain adalah ancaman, maka tidak mungkin ada interaksi yang terjalin secara damai antar negara. Interaksi yang mungkin terjadi adalah interaksi yang melibatkan kekerasan atau peperangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan pemikiran yang terlalu skeptis seperti apa yang diungkapkan Thucydides keadaan yang terjadi adalah kondisi yang anarkis dan jauh dari perdamaian. Fatih: jika dipandang dari sudut pandang realis maka perdamaian sejati tidak akan mungkin diwujudkan. menurut saya ada beberapa opsi 'perdamaian' yang dapat tercapai yaitu dengan menjaga balance of power, selain itu ada pula usaha untuk menyatukan seluruh aktor oleh satu aktor tunggal terkuat dan hal tersebut hanya bisa dicapai dengan force - mengalahkan aktor-aktor lain Adit: mungkin dikarenakan sifat negara yang akan terus menerus memperkuat negaranya, dan tidak akan berhenti itulah yang kemudian menimbulkan perasaan insecure dari suatu negara itu. negara tidak akan pernah merasa secure jika negara lain terus menerus memperkuat diri, dan juga tidak ada negara yang akan berhenti untuk memperkuat dirinya. sehingga anggapan bahwa negara lain adalah ancaman tidak akan bisa dihilangkan. mungkin salah satu caranya sesuai dengan yang dikemukakan oleh fatih wicaksono, harus ada balance of power dan itu harus dijaga terus kestabilannya. Imas: menurut saya sendiri kritik terbesarnya adalah karena Thucydides memandang manusia sebagai makhluk yang haus kekuasaan dan haus darah sehingga kemudian perang akan jadi jawaban terakhir dari setiap permasalahan yang ada. Adanya pandangan tersebut seakan mengatakan bahwa perdamaian sangat sulit untuk dicapai dan seakan tidak mungkin ada. Seperti pendapat Reza Ananta, ketakutan terus ada dan tidak akan bisa membuat dunia damai dan tenang. Begitu menurut saya. :) Bagyani: saya merasa kritik terbesar bagi Thucydides adalah pandangannya yang sama sekali menafikan moral di dalam interaksi manusia maupun organisasi negara. Quotenya yang paling menonjol adalah "we know that there can never be any solid friendship between

individuals, or union between communities that is worth the name, unless the parties be persuaded of each others honesty," dan "Now the only sure basis of an alliance is for each party to be equally afraid of the other." Tentu saja seperti lazimnya pemikir realis, dan analisa atas individu Thucydides sendiri (berdasarkan tempat dan masa di mana ia tinggal) pemikirannya pada masa itu sudah menjadi kewajaran sebab teknik diplomasi serta teori-teori politik yang dikembangkan manusia pun belum semaju saat ini yang telah melingkupi aspekaspek low politics. Lalu apabila dipandang melalui kacamata liberalis, Thucydides tidak memikirkan kemungkinan untuk melakukan kerjasama "demi keuntungan yang lebih besar" sebab menurutnya basis manusia untuk menjalin hubungan dengan manusia lain semata adalah ketakutan (fear) dan tidak ada hal lain yang relevan.

Anda mungkin juga menyukai