Anda di halaman 1dari 25

BAB I LAPORAN KASUS

ANAMNESIS Alloanamnesi Nama Lengkap Tempat dan tanggal lahir Umur Pekerjaan Alamat Jenis Kelamin Pendidikan Masuk Rumah Sakit Dokter yang merawat NAMA : Nabila RUANG :

UMUR : 4 Bulan KELAS : : Nabila : palembang 9 Januari 2012 : 4 bulan : Turut orang tua : Jl.Mojopahit RT.11 RW 3, kel. Tuan kentang : perempuan : : Rabu ( 23 Mei 2012) : dr.H. Ibrahim, Sp. M

Dokter Muda : Nenden Andini, S. Ked Tanggal : Alloanamnesa ( 23-05-2012) KELUHAN UTAMA : Ada warna putih pada pupil mata anaknya

KELUHAN TAMBAHAN : 1. Riwayat Penyakit Sekarang: 2 bulan sebelum masuk rumah sakit ibu penderita menyadari ada kelainan di kedua mata penderita. Terdapat warna putih di kedua mata penderita, apabila malam hari matanya bersinar seperti kucing. Penderita juga tidak merespon saat diberi cahaya. Apabila di beri rangsang suara penderita baru merespon. Oleh sebab itulah ibu penderita membawanya ke Rumah Sakit. Saat kehamilan ibu penderita mengalami muntah selama 4 bulan oleh karena itu mengkonsumsi obat yang diberikan oleh bidan. Ibu penderita tidak pernah mengkonsumsi jamu selama kehamilan. Penderita merupakan anak pertama. Penderita dilahirkan dalam keadaan prematur yaitu pada kehamilan 27 minggu. Penderita lahir dengan berat 1200 gram. Penderita di rawat di ICU dan mendapatkan perawatan oksigen selama 40 hari.

2. Penyakit Riwayat terdahulu Pasien tidak memiliki riwayat demam lama

3. Penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit seperti ini. Ibu dan ayah penderita tidak mengalami kencing manis Ibu dan ayah penderita tidak mengalami hipertensi

PEMERIKSAAN FISIK

NAMA : Nabila

RUANG :

UMUR: 4 Bulan KELAS : Tulis semua yang didapat pada saat pemeriksaan pertama ini. Status Generalis Keadaan Umum : Sakit Ringan Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign : - Tek. Darah : mmHg
-

Nadi Laju Napas Suhu

: :

110 kali/menit kali/ menit C

: 32

Status Oftalmologis : OD OS

1 2 3

Pemeriksaan Visus Tekanan Intra Okuler Kedudukan bolamata Posisi

OD 0 N+1 Eksotrofria

OS 0 N+1 Ortoforia

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

16 17

Eksoftalmus Pergerakan bola mata Palpebrae Punctum lakrimalis Konjungtiva tarsal superior Konjungtiva tarsalis inferior Konjungtiva bulbi Kornea Kejernihan Limbus kornea Sklera Kamera Okuli Anterior Kedalaman Kejernihan Iris Warna Gambaran radier Pupil Bentuk Besar Regularitas Isokoria Letak Refleks cahaya langsung Leukokoria Lensa Kejernihan Shadow test Funduskopi

(+)

(+) Nistagmus Normal Normal Normal Normal Normal Jernih Normal Normal Cukup Jernih Coklat Jelas/tidak jelas Tidak Bulat 5 mm irreguler Anisokor Sentral (-) (+) Keruh (-) Tidak dinilai

Jernih

Cukup Jernih Coklat Jelas/tidak jelas Tidak Bulat 5 mm irreguler Anisokor Sentral (-) (+) Keruh (-) Tidak dinilai

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Anjuran Pemeriksaan 1. Slit lamp 2. Biopsi 3. Ultrasonografi 4. Computer tomography (CT) 5. Magnetic resonance imaging (MRI) 6. Pemeriksaan sumsum tulang atau pungsi lumbal

IRIng Ringkasan Anamnesis & Pemeriksaan Jasmani

Nama : Nabila

Ruang :

Umur :4 bulan Kelas : Tulis dengan singkat data dasar yang mempunyai arti positi untuk penetapan masalah dan selanjutnya meliputi data dasar singkat dari anamnesis/pemeriksaan jasmani dan laboratorium dasar. Sejak 2 bulan yang lalu kedua mata penderita terdapat warna putih di tengahnya. Terdapat riwayat kelahiran prematur. Daftar Masalah : Visus : 0 (OD) + 0 (OS)

Tekanan intra okuler : N+1 (ODS) Kedudukan bola mata : Eksoftalmus (ODS), Eksotrofia (OD) Pergerakan bola mata :Nistagmus Pupil (ODS) , Leukoria : Irreguler, Anisokor, Reflek cahaya tidak ada

Kemungkinan Penyebab masalah (bisa berupa diagnosis banding dari masalah yang ada). Retinoblastoma Katarak kongenital Retinopaty of prematurity Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV)

Rencana pengelolaan (rencana tindakan, pemeriksaan laboratorium dll, rencana terapi dan edukasi) sesuai dengan masalah yang ada. 1. Kemoterapi 2. Cryoteraphy 3. Terapi laser 4. Radiasi

Nama dan tanda tangan dokter muda Nenden Andini

Diperiksa dan disahkan oleh : dr. Septiani Nadra Indawati, Sp.M Dokter pembimbing : dr. Septiani Nadra Indawati, Sp.M Tanggal : 30 Mei 2012 Tanda tangan

Nenden Andini )

BAB II ANALISA KASUS


Seorang perempuan, berusia 25 tahun, datang bersama dengan anaknya yang berusia 4 bulan dengan keluhan di kedua pupil mata anaknya ada warna putih dan apabila malam hari matanya bersinar seperti mata kucing (cats eye appearance). Bercak putih pada pupil disebut dengan leukokoria. Dari keluhan utama dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding penyakit mata yang ditandai dengan leukokoria pada anak, diantaranya yaitu retinoblastoma, katarak kongenital, retinopaty of prematurity dan persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV).8 Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara menyingkirkan differensial diagnostic penunjang. Penderita dilahirkan dalam keadaan prematur yaitu pada kehamilan 27 minggu. Penderita lahir dengan berat 1200 gram sehingga harus di rawat menggunakan oksigen selama 40 hari. Dari riwayat kelahiran dan riwayat perawatan menggunakan oksigen dapat memperkuat terjadinya retinopaty of prematurity (ROP). Retinopati prematuritas adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada pembentukan pembuluh darah retina pada bayi prematur. Semua bayi yang memiliki berat lahir kurang dari 1500 gr dan usia gestasi kurang dari 32 minggu memiliki risiko untuk menderita ROP. Hal ini terjadi karena vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia gestasi kurang lebih 16 minggu. Pembuluh retina tumbuh keluar dari optic disc sebagai perpanjangan dari sel spindel mesenkimal. Sementara sel-sel spindel mesenkimal ini mensuplai sebagian besar aliran darah, terjadilah proliferasi endotelial dan pembentukan kapiler-kapiler. Kapiler-kapiler baru ini akan membentuk pembuluh retina yang matur. Pembuluh darah choroid (yang terbentuk pada usia gestasi 6 minggu) mensuplai retina avaskular yang tersisa. Bagian nasal dari retina akan tervaskularisasi secara menyeluruh sampai ke ora serrata pada usia gestasi 32 minggu. Sedangkan bagian temporal yang lebih besar biasanya telah tervaskularisasi seluruhnya pada usia gestasi 40-42 minggu (aterm). Kelahiran 8 berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

bayi prematur mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina normal sehingga terjadi kepekaan pembuluh darah retina di masa perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi (kondisi ketika neonatus harus bertahan akibat ketidakmatangan paru). Pajanan oksigen konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya tekanan oksigen retina sehingga memperlambat perkembangan pembuluh darah retina (vaskulogenesis). Hal ini menimbulkan daerah iskemia pada retina9. Diagnosa ROP ditegakkan dengan pemeriksaan oftalmoskopi, dilihat adanya dilatasi pembuluh darah, terdapatnya neovaskularisasi dan pada kasus yang parah akan terdapat penonjolan batas antara retina vaskuler dan avaskuler (ridge)8.

Pada pemeriksaan oftalmologis ditemukan eksotrofia dan nistagmus yang juga ditemukan pada ROP berat. Tetapi pada ROP tidak ditemukan peningkatan tekanan intraokuler dan kelainan pada pupil. Hal inilah yang mengakibatkan kemungkinan ROP disingkirkan. Untuk diagnosis katarak kongenital diperkuat dengan adanya konsumsi obat selama kehamilan. Wanita yang mengkonsumsi obat selama kehamilan dan adanya riwayat kehamilan prematur pada bayinya merupakan salah satu faktor resiko dari terjadinya katarak kongenital5. Diagnosis katarak kongenital dapat disingkirkan dari anamnesis disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibunya menyadari kelainan di mata anaknya saat usianya 2 bulan sedangkan pada katarak congenital, kekeruhan lensa yang terjadi sejak lahir. Pada pemeriksaan

oftalmologis dikatakan bahwa visus 0 dan tidak bereksi dengan cahaya. Pada anak yang menderita katarak kongenital mereka akan mengeluhkan silau saat melihat cahaya (fotofobia). Untuk mendiagnosis katarak dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang diantaranya pemeriksaan slit lamp dapat membantu melihat morfologi katarak, posisi lensa dan melihat abnormalitas pada kornea, iris dan bilik mata depan. Funduskopi untuk menilai segmen posterior. Diamati diskus, retina dan makula. B-scan untuk menilai segmen posterior bila tidak dapat dinilai dengan funduskopi. Untuk Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV), secara klinisnya ada bagian didalam bola mata, tepatnya di vitreous/badan kaca, yang normalnya menghilang seiring janin tumbuh/dilahirkan (persistent). Merupakan kelainan kongenital/bawaan, kelainan ini tidak berdiri sendiri, tetapi disertai kelainan kongenital lain, misal katarak kongenital. Gejala klinis yang terlihat leukokoria biasanya hanya terjadi pada satu mata8. Pada mata yang mengalami kelainan matanya tidak berkembang (microphthalmia) sedangkan pada kasus ini dijelaskan pada kedua mata terdapat leukokoria dan eksoftalmus yang bertentangan dengan keadaan klinis pada persistent hyperplastic primary vitreous. Hal inilah yang menjadi dasar disingkirkannya dignosis persistent hyperplastic primary vitreous. Untuk mendiagnosis persistent hyperplastic primary vitreous perlu dilakukan pemeriksaan penunjang CT scan.

Gambaran PHPV, terdapat 1 bola mata yang kecil

10

Gejala yang ditemukan pada anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis seperti leukokoria bilateral, visus 0, peningkatan tekanan bola mata, eksotrofia, nistagmus dan eksoflamus lebih banyak mengarah pada diagnosis retinoblastoma. Peningkatan tekanan bola mata terjadi karena adanya massa tumor di bola mata yang ukurannya sudah agak besar, merupakan tanda dari retinoblastoma stadium II (stadium glaukoma). Eksoftalmus merupakan tanda bahwa tumornya sudah mengisi setengah dari retina, sehingga bola mata menonjol keluar yang pada keadaan selanjutnya bola mata akan pecah dan akan terjadi nekrosis 10. Nistagmus terjadi karena visus 0 karena cahaya yang tidak bisa menembus retina akibat terhalang oleh tumor. Sedangkan strabismus terjadi krena saat tumor membesar terjadi gangguan dalam penglihatan akibatnya tidak ada stimulus dari otak untuk membuat mata bergerak bersamaan3. Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut, sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional.1,3 Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen dominan otosom, tetapi sekarang diduga bahwa suatu alel di satu lokus didalam pita kromosom 13q14 mengontrol tumor bentuk herediter dan nonherediter. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu disetiap sel ditubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor.6 Berdasarkan anamnesis dan pemeriksan fisik diatas, penderita ini didiagnosis suspect retinoblastoma bilateral. Tetapi untuk mengetahui secara pasti harus dilakukan pemeriksaan penunjang seperti Biopsi, Ultrasonografi dan Computer tomography (CT). Dengan biopsi maka akan diambil sampel jaringan dari tumor kemudian dilihat dibawah mikroskop dan ditemukan sel-sel tumor. Secara makroskopis, sel tumor yang aktif di temukan dekat pembuluh darah, Zona nekrosis ditemukan pada area avaskuler. Secara mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri dari sel-sel kecil-kecil tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini biasanya membentuk rosette Flexner-Wintersteiner yang khas yang merupakan indikasi diferensiasi fotoreseptor. Sedangkan fleurettes jarang tampak pada gambaran

11

histopatologi. Gambaran Homer-Wright rosettes juga sering ada tetapi ini tidak spesifik pada retinoblastoma karena gambaran ini juga terdapat pada tumor neuroblastik lainnya.1, 4,5

Temuan histologis klasik retinoblastoma (Flexner-Wintersteiner mawar) Ultrasonografi berguna dalam membedakan retinoblastomas dari kondisi non-neoplastik.

Gambaran USG retinoblastoma Kranial dan tomografi terkomputerisasi orbital menyediakan metode yang sensitif untuk diagnosis dan mendeteksi kalsifikasi intraokuler dan menunjukkan sejauh mana tumor intraokular bahkan tanpa adanya kalsifikasi. Teknik

12

neuroimaging juga sangat berharga dalam menilai anatomi SSP, termasuk saraf optik, kemungkinan perpanjangan retinoblastoma8.

Gambaran CT scan Retinoblastoma, terdapat masa yang sudah menyebar ke vitreus Penanganan dan pengobatan pada penyakit kanker bergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Pilihan terapi untuk retinoblastoma antara lain kemoterapi, cryoterapi, laser, radiasi, dan enukleasi. Tiap jenis terapi ini dapat dilakukan secara sendiri atau dikombinasi. Enukleasi tidak dilakukan karena pada kasus ini terjadi secara bilateral, sedangkan enukleasi dilakukan pada retinoblastoma unilateral. Kryoterapi tidak dapat dilakukan karena terapi ini efektif untuk ukuran tumor yang memiliki dimensi basal kurang dari 10mm dan ketebalan apical 3mm. Sedangkan pada kasus ini dilihat dari status oftalmologis yang menunjukkan eksoftalmus pada kedua mata yang berarti ukuran tumornya sudah besar. Oleh karena itu kryoterapi tidak bisa dijadikan pilihan untuk pengobatan kasus ini. Untuk kasus ini perlu dilakukan kemoterapi dan terapi laser. Pemberian kemoterapi sistemik berguna untuk mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan Laser atau Radioterapi, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kamajuan dalam terapi

13

kedua tumor otak dan metastasis Retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi2,7. Pada kasus ini pasien di rujuk dari Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang ke Rumah Sakit Muhammad Hoesin karena untuk penatalaksanaannya perlu melibatkan dokter spesialis anak, dokter spesialis mata, dan ahli radiologi. Sedangkan di RS muhammadiyah baik dari alat maupun sumber daya manusia belum memadai. Setelah Radioterapi atau Kemoterapi, perlu diperhatikan bahwa tumor baru dapat berkembang pada pasien dengan Retinoblastoma yang diwariskan, khususnya yang diterapi pada umur sangat muda. Orang tua harus diberi pengarahan supaya waspada terhadap gambaran sakit dan bengkak serta berhak untuk meminta perhatian medis jika tidak ada perbaikan dalam 1 minggu. Prognosis tergantung pada stadium tumor. Harus dilakukan pemantauan teratur pada anak yang menderita retinoblastoma dan keturunan berikutnya. Konseling genetik harus ditawarkan dan anak dengan orang tua yang pernah mengalami retinoblastoma harus diawasi sejak bayi.

14

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Anatomi Retina Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima rangsang cahaya.

Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan :5,6 1. Lapisan epitel pigmen 2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut. 3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi. 4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang. 5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. 7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps

15

sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion. 8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua, 9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optic. 10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.5,6 Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen

16

retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam. 5,6 3.2 Fisiologi Retina Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna ( penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik). 5,6 Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung redopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi menjadi bentuk ali-trans. Redopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di lempeng membram lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak oleh terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau pada spektrum cahaya. Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm masing-masing untuk sel kerucut peka-biru, hijau, dan merah. Fotopigmen sel kerucut terdiri dari 11-sis-retinal yang terikat ke berbagai protein opsin.

17

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu benda akan berwarna apabila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap panjang-panjang gelombang dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.6

3.3.

Definisi Retinoblastoma Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel

kerucut, sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional.1,3 Retinoblastoma dapat tumbuh keluar ( eksofitik) atau kedalam ( endofitik). Retinoblastoma endofitik kemudian meluas kedalam korpus vitreum. Kedua jenis ini secara bertahap akhirnya mengisi mata dan meluas melalui saraf optikus ke otak dan disepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh emisari di sklera ke jaringan orbita lainnya.6 3.4. Insiden Retinoblastoma sering ditemukan terutama pada usia kurang dari 5 tahun. Sangat jarang diagnosa penyakit ini pada anak yang berusia lebih dari 5 tahun. Retinoblastoma herediter biasanya terdiagnosa pada 1 tahun pertama kehidupan. Sedangkan retinoblastoma non herediter pada usia antara 1 sampai 3 tahun. 2% dari kanker pada masa kanak-kanak adalah retinoblastoma. Angka kejadiannya sekitar 1 dari 14.000-20.000 kelahiran hidup. Di US, 300 kasus baru terjadi setiap tahun. Sedangkan di indonesia,kasus penyakit ini termasuk tinggi walaupun belum diketahui jumlahnya secara pasti.1,3

18

3.5.

Klasifikasi Terdapat dua bentuk klasifikasi dari retinoblastoma yaitu genetik ( bentuk

herediter) dan non genetik ( non herditer). Sekitar 55% kasus retinoblastoma adalah bentuk non genetik. Jika tidak ada riwayat penyakit ini dalam keluarga maka disebut sporadik. Tetapi ini tidak menentukan secara pasti bahwa itu adalah benuk non genetik. Jika tumor hanya pada satu mata maka disebut retinoblastoma unilateral. Sedangkan jika tumor berkembang pada kedua mata disebut retinoblastoma bilateral (terutama pada bentuk herediter). Jumlah dan ukuran dari tumor tiap mata bervariasi. Pada kasus tertentu, glandula pineal juga terlibat, maka disebut trilateral retinoblastoma. Letak, ukuran, dan kuantitas tumor menentukan pemilihan terapi. 3 3.6. Etiologi Gen retinoblastoma normal, yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau anti onkogen. Setiap sel didalam tubuh mempunyai pasangan. Gen supresor mengkode sebuah protein untuk mengontrol pembelahan sel. Ketika gen ini tidak aktif, sel akan membelah di luar kontrol. Retinoblastma terjadi ketika gen retinoblastoma tidak membentuk protein yang mengontrol pembelahan sel. Ini menyebabkan fotoreseptor sel di retina berkembang dengan sangat cepat dan membentuk tumor. 3 Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen dominan otosom, tetapi sekarang diduga bahwa suatu alel di satu lokus didalam pita kromosom 13q14 mengontrol tumor bentuk herediter dan nonherediter. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu disetiap sel ditubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan.6 3.7. Tanda dan gejala Tanda yang paling sering pada retinoblastoma adalah leukokoria, penampakan mata seperti mata kucing ( cats eye appearance ) dan strabismus. 19

Tanda dan gejala lainya adalah penurunan visis, hemoragik vitreous, hifema, inflamasi okular atau periokular, galukoma, proptosis dan hipopion. 1Penyakit ini tidak hanya dapat mengakibatkan kebutaan, melainkan juga kematian.4 Leukokoria Pada sebagian besar kasus tanda dari retinoblastoma adalah bercak putih pada pupil yang disebut dengan leukokoria. leukokoria mungkin dapat dilihat dibawah cahaya yang agak suram. Seringkali leukokoria dapat dilihat dalam foto.3

Gambar . Leukokoria Strabismus Strabismus adalah gejala kedua yang sering terjadi pada anak dengan retinoblastoma. ditemukan pada sekitar 20-25% kasus retinoblastoma. Strabismus yang terjadi dapat berupa esotropia ( mengarah ke dalam )atau exotropia (mengarah keluar). 3

Gambar.2 Strabismus 20

Heterokromia Pada anak dengan retinoblastoma, matanya dapat menjadi merah dan terasa nyeri. Karena pertumbuhan tumor, pembuluh darah baru terbentuk di depan permukaan iris. Ini dapat mengubah warna iris, kondisi tersebut disebut heterokromia.3

Gambar. Heterokromia 3.8 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis retinoblastoma dapat dilakukan pemeriksaan dengan cara:3 Biopsi Dengan biopsi maka akan diambil sampel jaringan dari tumor kemudian dilihat dibawah mikroskop dan ditemukan sel-sel tumor. Ultrasonografi Dengan ultrasonografi, maka akan terlihat gambaran yang jelas dari calcium pada tumor. Ini adalah gambaran klasik dari retinoblastoma. Dengan ultrasound images juga dapat menetukan ukuran tumor. Computer tomography (CT) Dengan CT juga akan menunjukkan area yang jelas dari calcium pada tumor. Ini adalah cara yang terbaik untuk melihat deposit calcuim pada mata. Magnetic resonance imaging (MRI)

21

MRI dapat membantu untuk melihat struktur yang abnormal dan deposit calcium. Selain itu dapat melihat jaringan yang halus lebih baik seperti pembuluh darah. Pemeriksaan sumsum tulang atau pungsi lumbal Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi metastase tumor ke tulang atau otak. Stadium dari retinoblastoma dibagi menurut klasifikasi Reese-Ellsworth yang di bagi menjadi 5 grup, antara lain: 1. Grup I a. Tumor soliter, kurang dari 4 diameter papil, terdapat di belakang ekuator b. Tumor multipel, kurang dari 4 diameter papil, terdapat pada atau di belakang ekuator 2. Grup II a. Tumor soliter, berukuran 4-10 diametere papil, pada atau di belakang ekuator b. Tumor multipel, berukuran 4-10 diameter papil, di belakang ekuator 3. Grup III a. Tumor ada didepan ekuator b. Tumor soliter berukuran >10 diameter papil dibelakang ekuator 4. Grup IV a. Tumor multipel, beberapa berukuran >10 diameter papil b. Tumor menyebar sampai ke ora serata 5. Grup V a. Tumor mengenai lebih dari setengah retina b. Tumor mencapai vitreous ( Vitreous seeding ) Secara makroskopis, sel tumor yang aktif di temukan dekat pembuluh darah, Zona nekrosis ditemukan pada area avaskuler. Secara mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri dari sel-sel kecil-kecil tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini biasanya membentuk rosette Flexner-Wintersteiner yang khas yang merupakan

22

indikasi diferensiasi fotoreseptor. Sedangkan fleurettes jarang tampak pada gambaran histopatologi. Gambaran Homer-Wright rosettes juga sering ada tetapi ini tidak spesifik pada retinoblastoma karena gambaran ini juga terdapat pada tumor neuroblastik lainnya.1, 4,5

Temuan histologis klasik retinoblastoma (Flexner-Wintersteiner mawar) 3.9 Penatalaksanaan Penatalaksanaan dari retinoblastoma bervariasi. Prioritas utamanya adalah mempertahankan kehidupan pada anak yang menderita retinoblastoma, kemudian menyembuhkan dan mempertahankan fungsi penglihatan. Serta meminimalisir komplikasi atau efek samping dari pengobatan. Secara umum, semakin dini diagnosa ditegakkan dan terapi tumor, semakin besar kemungkinan untuk mencegah perluasan melalui saraf optikus dan jaringan orbita.6 Pilihan terapi untuk retinoblastoma antara lain kemoterapi, cryoterapi,laser, radiasi, dan enukleasi. Tiap jenis terapi ini dapat dilakukan secara sendiri atau dikombinasi.3 Tindakan enukleasi yaitu tindakan operasi untuk mengangkat mata anak secara keseluruhan. Enukleasi adalah terapi pilihan untuk retinoblastoma besar atau pada kasus yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan. Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika : Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus 23

Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma Neovaskular Enukleasi primer pada mata dengan retinoblastoma unilateral yang

lanjut masih di rekomendasikan untuk menghindari efek samping dari kemoterapi sistemik. Mata dengan tumor yang berukuran lebih kecil pada anak dapat diterapi secara efektif dengan radioterapi, krioterapi atau fotokoagulasi. Kadang-kadang diperlukan kemoterapi untuk penanganan kasus rekuren, terutama untuk menyelamatkan mata kedua pada kasus bilateral apabila mata pertama telah di enukleasi, dan untuk penyakit metastatik. Obat kemoterapi yang sering digunakan adalah vincristine, carboplatin, dan epipodophyllotoxin. Radioterapi external jarang digunakan sebagai pengobatan primer karena pada retinoblastoma intraokular meningkatkan resiko terjadinya deformitas kraniofasial dan tumor sekunder. 1,3,7 3.10. Prognosis Prognosis retinoblastoma tergantung pada letak dan ukuran tumor. Pada sejumlah besar penderita retinoblastoma bilateral yang bertahan hidup, timbul tumor ganas primer sekunder, terutama osteosarkoma setelah beberapa tahun. Tumor sekunder lainnya adalah melanoma kutaneus, kanker payudara, kankerparu, tumor otak dan limpoma hodfkins. Insiden ini meningkat pada pasien yang di terapi dengan radioterpi external sebelum usia 1 tahun. Oleh karena itu, Pasien harus dievaluasi secara cermat seumur hidupnya.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. Skuta, Gregory L. Ocular and periocular tumors in childhood. In: Basic and clinical science course. American Academy of ophthalmology. 2008. Paduppai, Suliati. characteristic of retinoblastoma patiens at wahidin sudirohusodo hospital 2005-2010. Departement of Ophtalmology, Medical Faculty, Hasanuddin University 3. Thomas, danny. A guide for parents of children receiving treatment for retinoblastoma. In :St. Jude Childrens Research Hospital. Available from : http://www.stjude.org/SJFile/a4522_what_is_retinoblastoma.pdf 4. 5. 6. Rosdiana, Nelly. Retinoblastoma Familial Ilyas, Sidarta. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua. Jakarta : BP-FKUI. 2002 Hardy RA. Retina dan Tumor Intraokuler. Dalam : Vaughan D.G, Asbury T, Riordan E.P, Editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2000. 7. Shields CL, Shields JA. Diagnosis and management of retinoblastoma. 2004. 8. Available from : http://www.moffitt.org/CCJRoot/v11n5/pdf/317.pdf. Smirniotopolis j, Bargallo N, dan Mafee M. Differential Diagnosis Of Leukokoria. Radiologic Pathologic Correlation 9. Kretzer FL, Hittner HM. Retinopathy of prematurity: clinical

implications of retinal development. Arch Dis Child. Oct 1988;63(10 S pec No):1151-67. 10. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta, 1993

25

Anda mungkin juga menyukai